Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di tempat dengan penerangan yang baik. Temuan pada
pemeriksaan fisik dapat meliputi hipestesia, lesi kulit, dan neuropati perifer. Pemeriksaan
fisik yang dilakukan diantaranya:
Inspeksi
Inspeksi dilakukan dari kepala sampai kaki. Perhatikan setiap makula, nodul, jaringan parut
dan penebalan kulit. Perhatikan apakah ada deformitas pada wajah, tangan dan kaki.
Palpasi
Palpasi dilakukan untuk memeriksa apakah ada penebalan saraf tepi atau tidak. Tempat-
tempat dimana sering terjadi penebalan saraf adalah pada nervus ulnaris di siku, nervus
medianus dan radialis superfisial di pergelangan tangan, nervus peroneus komunis di fossa
poplitea, dan nervus aurikularis di leher.
Pemeriksaan Fungsi Sensorik
Gunakan sepotong kapas yang sudah dipilin pada ujungnya. Berikan penjelasan pada pasien
bila merasakan sentuhan maka pasien harus menunjuk bagian mana yang terasa. Pasien
ditutup matanya saat melakukan pemeriksaan. Lesi di kulit diperiksa secara bergantian
dengan kulit yang normal untuk mengetahui apakah ada anestesi atau hipestesia. [2,10]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding lepra bergantung pada gambaran lesi yang muncul. Beberapa kelainan
kulit yang dapat didiagnosis banding dengan lepra adalah:
Psoriasis : pada psoriasis didapatkan bercak merah berbatas tegas dengan sisik
berlapis-lapis
Tinea circinata : didapatkan bercak meninggi seperti meradang, mengandung vesikel
atau krusta
Dermatitis seboroik : didapatkan lesi pada daerah sebore dengan sisik kuning
berminyak, disertai rasa gatal yang kronis dan residif, tanpa adanya gangguan
sensorik
Vitiligo : pigmen kulit hilang total dengan bercak kulit yang berwarna putih, tanpa
disertai gangguan sensorik
Pitiriasis versikolor : lesi biasanya di punggung, plak hipopigmentasi berbatas tegas
dengan skuama halus, disertai rasa gatal
Pityriasis alba : makula berbentuk bulat atau oval dengan sisik, biasanya pada anak-
anak, tidak disertai gangguan sensorik
Neurofibromatosis : bercak coklat muda berbatas tegas, biasanya muncul sejak lahir,
tersebar luas, tanpa keluhan baal, dan pemeriksaan basil tahan asam negatif
Sarkoma kaposi : nodul lunak berwarna biru keunguan, terlokalisir, terutama pada
kaki, dan pemeriksaan basil tahan asam negatif [10]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan bakteriologis untuk
mengetahui apakah ada basil tahan asam (BTA) pada kerokan kulit atau tidak. Pemeriksaan
bakteriologis dapat dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti Puskesmas.
Pengambilan sampel kerokan kulit untuk pemeriksaan bakteriologis bisa dilakukan pada
cuping telinga atau lesi kulit yang paling aktif (lesi kulit yang meninggi dan berwarna
kemerahan). Sampel kerokan kulit dapat diambil dari 2 sampai 3 tempat yang berbeda.
Pemeriksaan ini dapat membantu menentukan klasifikasi pada pasien lepra baru,
membantu menilai hasil pengobatan, serta sebagai evaluasi pada pasien relapse. [10]
Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel untuk kerokan kulit pada lepra adalah:
Cuci tangan dan pasang handscoon
Bersihkan bagian kulit yang akan dikerok dengan menggunakan alkohol
Jepitlah kulit dengan erat menggunakan jempol dan telunjuk
Buat insisi dengan panjang 5 mm dan dalam 2 mm. Kulit tetap dijepit supaya tidak
berdarah. Putar pisau skalpel 90 derajat, lalu kerok irisan tersebut sekali atau dua
kali untuk mengumpulkan cairan dan bubur jaringan.
Lepas jepitan pada kulit dan bersihkan dengan kapas alkohol
Buatlah apusan kerokan kulit di kaca objek berbentuk lingkaran dengan diameter 8
mm
Ulangi di tempat kulit yang lain
Tutup luka pasien
Biarkan kaca objek kering beberapa saat di suhu ruangan
Fiksasi dengan melewatkan kaca objek diatas api sebanyak 3 kali
Tulis identitas pasien dan kirim sampel ke laboratorium
Sampel akan dilakukan pewarnaan dengan teknik Ziehl-Nielsen. BTA akan terlihat seperti
bentukan batang panjang dengan kedua ujungnya membulat serta berwarna merah. Hasil
pembacaan bakteriologis akan ditulis dalam bentuk indeks bakteri. [10]
+
1 1 -10 BTA dalam 100 lapangan pandang, hitung 100 lapangan pandang
+
2 1-10 BTA dalam 10 lapangan pandang, hitung 100 lapangan pandang
+
3 1-10 dalam rata-rata 1 lapangan pandang, hitung 25 lapangan pandang
+
4 10 – 100 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang, hitung 25 lapangan pandang
+
5 100 -1.000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang, hitung 25 lapangan pandang
+ >1.000 BTA atau lebih dari 5 clumps ditemukan dalam rata-rata 1 lapangan pandang, hitung 25
6 lapangan pandang
Klasifikasi
Klasifikasi penyakit lepra dapat dibagi berdasarkan kriteria WHO dan berdasarkan kriteria
Ridley-Jopling. Berdasarkan kriteria Ridley-Jopling, penyakit lepra dibagi menjadi 5 tipe
sedangkan berdasarkan kriteria WHO, penyakit lepra dibagi menjadi 2 tipe.
Klasifikasi Ridley-Jopling
Klasifikasi berdasarkan Ridley-Jopling diantaranya:
TT (Tuberkuloid): pasien memiliki sistem imun seluler yang baik, dengan pasien
mengalami lesi kulit tunggal atau jumlah lesi asimetris yang kecil.
BT (Borderline Tuberkuloid): seperti TT, tetapi lesi lebih banyak dengan ukuran lebih
kecil.
BB (Borderline- Borderline): lesi antara TT dan LL dengan distribusi asimetris serta
gangguan saraf sedang.
BL (Borderline Lepromatous): mirip dengan LL, tetapi dengan jumlah lebih banyak,
tidak simetris dan kehilangan sensasi di beberapa bagian kulit.
LL (Lepromatous): bakteri bermultiplikasi dan menyebar melalui pembuluh darah
karena tidak adanya respon imun seluler terhadap bakteri. Lesi kulit multipel dan
simetris, hipopigmentasi dan batas yang kurang tegas. Pada tahap lanjut pasien
mengalami facies leonine, madarosis, dan edema pada kaki. [3]
Klasifikasi WHO
Klasifikasi TT dan BT dimasukkan ke dalam tipe Pausibasiler (PB) sedangkan klasifikasi BB, BL,
dan LL dimasukkan ke dalam tipe Multibasiler (MB) pada klasifikasi WHO.
Tabel 2. Tanda Utama untuk Klasifikasi Lepra Menurut WHO
Tanda Utama Pausibasiler (PB) Multibasiler (MB)
Penebalan saraf tepi disertai gangguan neurologis Hanya 1 saraf Lebih dari 1 saraf
Reaksi Lepra
Reaksi lepra adalah reaksi hipersensitivitas imun seluler atau humoral yang bermanifestasi
sebagai episode akut pada perjalanan yang kronis. Reaksi lepra dibedakan menjadi reaksi
tipe 1 dan tipe 2. Masing-masing tipe diklasifikasikan menjadi reaksi ringan atau berat. [10]