Anda di halaman 1dari 3

SKRINNING HIPOTIROID KONGENITAL (SHK)

Hipotiroid kongenital adalah suatu kelainan bawaan bayi baru lahir dengan kadar hormon
tiroid (T4, T3) yang rendah. Sebagian besar bayi baru lahir dengan kelainan hipotiroid
kongenital memiliki penampakan yang sama dengan bayi baru lahir normal pada umumnya,
tidak memberikan tanda-tanda khusus, ini karena bayi baru lahir masih mendapatkan
hormon tiroid dari ibunya. Baru setelah beberapa minggu-bulan kemudian dapat ditemui
gejala seperti: pembengkakan wajah, ukuran lidah yang lebih besar, ubun-ubun besar tetap
terbuka, perut yang membesar dengan pusar menonjol (hernia umbilikus), kekuatan otot
yang lemah. Hipotiroid pada periode neonatus seringkali terlambat diketahui sehingga pada
perkembangannya bayi tersebut mengalami keadaan hipotiroid kongenital yang parah yaitu
redartasi mental.

Hormon tiroid (T4, T3) sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi
normal. Hormon ini dikeluarkan oleh kelenjar tiroid atas stimulasi dari Tiroid Stimulating
Hormon (TSH) yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis di otak. Pada keadaan hipotiroid
kongenital akan terdapat kadar hormon tiroid (T4, T3) yang rendah sehingga memicu
hipofisis di otak meningkatkan produksi TSH untuk memacu kelenjar tiroid.

Di berbagai negara, angka kejadian hipotiroid kongenital sekitar 1:2000 sampai 1:4000 bayi
baru lahir, hal ini berarti bila terdapat 2000 bayi baru lahir kemungkinan ada 1 yang
menderita hipotiroid kongenital. Di Indonesia, melalui penelitian yang dilakukan oleh dr.
Aman B. Pulungan dalam Kelompok Kerja Nasional Skrining Bayi Baru Lahir didapatkan
angka kejadian hipotiroid kongenital ini 1:2916. Pada tahun 2012 didapatkan 906 kasus
hipotiroid kongenital di seluruh Indonesia.

Kelainan hipotiroid kongenital ini bila dapat diketahui secara dini, dapat diberikan
pengobatan sehingga komplikasi terburuk seperti retardasi mental dapat dicegah. Deteksi
dini kelainan hipotiroid kongenital ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan TSH spot atau T4
spot. Screening TSH spot lebih spesifik untuk diagnosis kongenital hipotiroid, sedangkan T4
spot lebih sensitif untuk deteksi neonatus terutama neonatus dengan kelainan hipotiroidism
hipotalamus-hipofisis yang jarang, tetapi kurang spesifik dengan kemungkinan positif palsu
yang besar terutama pada bayi dengan berat badan rendah dan bayi prematur. Di Indonesia
pemeriksaan untuk screening hipotiroid kongenital ini telah masuk ke dalam program
pemerintah untuk mencegah retardasi mental karena hipotiroid kongenital dengan
memakai pemeriksaan TSH spot.

Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan ini diambil dari tumit bayi neonatus setelah
berumur 24 jam, sebelum berumur 2 minggu. Waktu ideal pemeriksaan ini ketika bayi
berusia 2-5 hari. Sampel darah diteteskan ke kertas saring yang telah disedikan, kemudian
diproses di laboratorium dengan metoda immuno radiometric assay (IRMA). Nilai normal
TSH spot neonatus dengan metode IRMA adalah 20-40 mUTSH/L, sedangkan dengan
metode Fluorometri Immunoassay (FIA) < 20 mIU/L. Pada bayi yang dicurigai mengalami
hipotiroid kongenital akan memberikan hasil kadar TSH spot yang tinggi. Bila didapatkan
hasil demikian maka bayi tersebut disarankan untuk dikonsulkan ke Dokter Spesialis Anak
untuk pemeriksaan lebih lanjut dan terapi serta pemantauan tumbuh kembangnya,
terutama pada 3 tahun pertama kehidupannya untuk mencegah retardasi mental.
Di RS SANTO YUSUP pemeriksaan skrinning hipotiroid kongenital (SHK) ini telah dilakukan
rutin. Dengan adanya pemeriksaan skrinning hipotiroid kongenital (SHK) dengan TSH spot ini
diharapkan kegagalan tumbuh kembang dan retardasi mentasl pada bayi dengan hipotiroid
kongenital dapat dicegah.

Hipotiroid kongenital perlu dideteksi sedini mungkin, yaitu saat bayi baru lahir. Selain
untuk mencegah gangguan pertumbuhan, deteksi dini hipotiroid kongenital dengan
pemeriksaan skrining juga dapat mencegah anak mengalami gangguan intelektual di
kemudian hari.
Hipotiroid kongenital adalah gangguan fungsi kelenjar tiroid yang dialami sejak lahir
(kongenital), sehingga bayi memiliki kadar hormon tiroid yang rendah (hipotiroid).

Kondisi ini ditemukan pada 1 dari 2000 bayi yang lahir di Indonesia. Ada beberapa faktor
yang bisa menyebabkan hipotiroid kongenital. Namun, penyebab yang paling umum adalah
kurangnya asupan yodium ibu hamil.

Mengenali Gejala Hipotiroid Kongenital


Bayi dengan hipotiroid kongenital ringan mungkin tidak menunjukkan gejala-gejala yang
jelas. Sebaliknya, pada kasus hipotiroid kongenital yang berat, wajah bayi akan terlihat
sembap atau bengkak dengan lidah yang tebal dan besar.
Selain itu, bayi dengan hipotiroid kongenital juga mungkin menunjukkan gejala berupa:

 Kulit dan mata menguning


 Kesulitan saat makan
 Perut membengkak dan terkadang pusar tampak menonjol
 Otot lesu dan lemah
 Rambut kering dan rapuh
 Lengan dan tungkai pendek

Hipotiroid kongenital yang tidak ditemukan dan ditangani sejak awal akan menyebabkan
gangguan pertumbuhan di kemudian hari. Anak dengan kondisi ini akan memiliki tubuh
pendek atau cebol, retardasi mental, dan sulit bicara.

Diagnosis Hipotiroid Kongenital
Skrining hipotiroid merupakan pemeriksaan yang wajib dilakukan saat bayi lahir. Waktu
terbaik untuk melakukan pemeriksaan ini adalah saat bayi berumur 2-3 hari atau sebelum
bayi pulang dari rumah sakit.
Berikut ini adalah langkah-langkah pelaksanaan prosedur skrining hipotiroid:

1. Sampel darah tepi diambil dari telapak kaki bayi.


2. Darah diteteskan ke kertas saring khusus.
3. Kertas saring dikirim ke laboratorium yang memiliki fasilitas pemeriksaan thyroid-
stimulating hormone (TSH).

Bila kadar TSH bayi tinggi, hasil skrining hipotiroid dikatakan positif. Setelah itu, pemeriksaan
yang lebih lengkap akan dilakukan untuk memastikan diagnosis. Bayi dinyatakan memiliki
hipotiroid kongenital jika kadar TSH tetap tinggi pada pemeriksaan kedua dan kadar hormon
tiroksinnya rendah.

Penanganan Hipotiroid Kongenital


Penanganan pertama untuk bayi yang memiliki hipotiroid kongenital adalah pemberian
hormon tiroksin dalam bentuk tablet. Obat ini cukup diberikan 1 kali sehari dengan cara
digerus dan dicampur dengan ASI.
Obat tiroksin perlu dikonsumsi setiap hari agar kadar tiroksin dalam darah tetap stabil. Obat
ini jarang sekali menyebabkan efek samping, kecuali bila dosis tidak sesuai dan
menyebabkan kadar hormon di darah lebih rendah atau lebih tinggi dari kisaran normal.
Oleh karena itu, selama mengonsumsi obat ini, anak perlu rutin kontrol ke dokter untuk
memeriksa kadar hormon tiroksinnya. Dengan ini, dokter bisa memantau kondisi anak dan
memastikan dosis yang diterima sudah sesuai.

Anda mungkin juga menyukai