Anda di halaman 1dari 31

Tugas Ilmu Pangan

IKAN ASAP

Disusun Oleh:

Nama: PUTU NAGITA

NIM: P00313021032

Prodi: D-IV Gizi

Tingkat: 1A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI


TEKNOLOGI PENGOLAHAN IKAN CAKALANG ASAP
UNTUK PENINGKATAN MUTU DAN PENDAPATAN
PENGOLAH
Verly Dotulong, Lita A.D.Y Montolalu dan Lena J. Dmongilala

Staf pengajar pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan FPIK Unsrat Manado E-mail:
verly_dotulong@unsrat.ac.id

ABSTRAK
Mitra sasaran program ini berlokasi di desa Ponosokan Belang, Kec. Belang, Kab. Minahasa
Tenggara yang secara geografis terletak di pesisir pantai dengan potensi perikanan laut yang
potensial untuk dikembangkan. Desa ini dikategorikan sebagai masyarakat nelayan, yang
sekitar 21% te rgolong keluarga miskin dan mempunyai kelompok usaha pengolah ikan
cakalang asap yang merupakan salah satu produk olahan yang digemari oleh masyarakat sekitar
dan pemasaran sebagian tersebar pada pasaran lokal. Harga ikan cakalang asap rendah dan
hanya mempunyai masa simpan 2–3 hari. Tujuan program ini yaitu meningkatkan mutu dan
produksi melalui proses pengasapan yang saniter dalam ruang pengasapan tertutup, serta
manajemen pada pengusaha kecil di desa ini agar terampil dan mandiri secara ekonomi. Target
khusus kegiatan ini menghasilkan produk ikan asap yang unggul dari segi rasa, sanitasi dan
higienis, serta memberikan kelangsungan usaha dan manajemen yang tangguh. Adapun
metode pelaksanaan yang akan diterapkan pada program ini yaitu 1) Permasalahan mitra yang
disepakati yaitu aspek produksi dan manajemen; 2) Metode pendekatan yang akan ditawarkan
untuk mengatasi persoalan mitra yakni penyuluhan, pelatihan, pendampingan dan evaluasi; 3)
Prosedur kerja untuk mendukung ke -2 aspek permasalahan, berturut-turut yaitu survey,
penyuluhan, pelatihan, evaluasi, luaran, pelaporan. Hasil yang dicapai adalah sebagai
berikut: terjadi peningkatan mutu ikan cakalang asap melalui teknologi pengolahan yang
memenuhi standar sanitasi dalam ruang pengasapan tertutup, serta prod uk dikemas plastik
secara vakum dan terjadi efisiensi penggunaan bahan pengasap yang sekaligus meningkatkan
pendapatan pengolah melalui harga jual yang lebih tinggi.
Kata kunci: Cakalang asap, mutu, pendapatan pengolah.

PENDAHULUAN Tahun 2007, di Indonesia produksi ikan


asap mencapai 66.970 ton (JICA, 2009)
Ikan cakalang asap (fufu) merupakan ikan
olahan tradisional khas Sulawesi Utara, sedangkan total produksi ikan asap di
sering dijadikan oleh-oleh yang dibawa ke Sulawesi Utara 31.908 ton (DKP Sulut,
luar daerah. Produksi ikan asap Indonesia 2010) atau 46,89 % dari total produksi ikan
sebagian besar berasal dari Sulawesi Utara. asap Indonesia. Komoditi ikan dapat
dikatakan sebagai exotic indogenous food,
namun masih diperhadapkan dengan baiknya proses produksi khususnya
beberapa permasalahan, antara lain kurang penggunaan ruang pengasapan

konstruksi terbuka, pemasaran yang masih panas dapat menerobos keluar sehingga
terbatas dan modal usaha untuk pemanfaatan asap dan panas tidak
keberlangsungan proses produksi yang maksimal, selain itu hasil olahan masih
minim. Sasaran program ini diarahkan pada belum dikemas baik, sehingga mutu produk
kelompok industri pengusaha kecil cepat menurun yang menyebabkan harga
pengolah ikan asap di desa Ponosakan jual yang rendah.
Belang Kec. Belang, Kab. Minahasa
Berdasarkan permasalahan di atas maka
Tenggara Prov. Sulawesi Utara yaitu
melalui program Kemenristekdikti tahun
Kelompok Deho.
anggaran 2017 yaitu Diseminasi Produk
Usaha pengolahan ikan cakalang asap Teknologi ke Masyarakat tim pelaksana
terletak di pesisir pantai, dan memiliki melaksanakan kegiatan pengadaan rumah
potensi perikanan laut yang potensial untuk pengasapan tertutup, peralatan dan proses
dikembangkan. Bahan baku yang pengolahan yang saniter, serta pengemasan
digunakan sebagian besar didapat dari produk cakalang asap dengan plastik secara
nelayan setempat yang juga adalah vakum. Tujuan kegiatan ini adalah untuk
pengolah ikan cakalang asap, sebenarnya meningkatkan mutu ikan cakalang asap
dari segi kualitas memiliki kelebihan yang dihasilkan oleh kelompok pengolah
yakni masih bermutu baik karena ikan baru yang ada di desa Ponosokan Belang,
tertangkap, namun ikan sebelum diolah sekaligus membantu meningkatkan
dibiarkan begitu saja tanpa perlakuan pendapatan pengolah, karena ikan
pendinginan. cakalang asap yang bermutu baik akan
mempunyai harga jual yang tentu akan
Peralatan untuk proses pengolahan tidak
lebih baik.
memenuhi standar sanitasi. Selain itu
biasanya ikan diolesi pewarna sebelum
diasapi, tujuannya adalah membuat warna
METODE
ikan cakalang asap menjadi menarik,
padahal dari segi kesehatan hal tersebut Adapun metode pelaksanaan yang di

tidak baik. Ruang pengasapan tidak baik terapkan pada program yakni memberikan

karena desain bangunan dinding terbuat penyuluhan, pelatihan (praktek kerja) dan

dari potongan bambu dimana asap dan pendampingan oleh tim diseminasi
kepada mitra pengolah ikan cakalang asap
di desa Ponosakan Belang. Kegiatan yang peralatan penunjang cool box untuk
dilaksanakan sebagai berikut: pendinginan

1. Penyuluhan ikan sebelum diolah, wadah penampung air


bersih dan wadah penampung ikan yang
- Pangan dan Kesehatan Konsumen
bersih, tidak menggunakan pewarna, dan
termasuk bahaya penggunaan zat pewarna,
ikan dikemas plastik secara vakum.
kebersihan sarana pengolahan dan
lingkungannya mempengaruhi mutu dan - Tujuan dari pelatihan ini adalah
keamanan produk ikan asap membandingkan penggunan ruang
pengasapan tertutup dan terbuka,
- Desain ruang pengasapan ikan yang
penerapan rantai dingin pada bahan baku
bersih, saniter, tidak mencemari
dan tidak diterapkannya rantai dingin,
lingkungan sekitar.
penerapan prinsip sanitasi dan hygiene,
- Perbandingan ruang pengasapan penggunaan zat pewarna dan tidak, dan
ikan konstruksi terbuka dan tertutup produk dikemas dengan plastik secara
(efektifitas penyerapan asap ke ikan dan vakum. Hasil penelitian membuktikan
optimal penggunaan kayu bakar). bahwa bila bahan baku sangat segar akan

- Manfaat pengemasan plastik secara menghasilkan ikan asap dengan warna

vakum. yang menarik.

- Aspek Manajemen (pembukuan - Pelatihan aspek manajemen:

sederhana). menginformasikan dan memfasilitasi


pembukuan sederhana.
2. Pelatihan
3. Pendampingan
- Mulanya anggota kelompok
pengasap ikan pada ruang pengasapan Pendampingan dilakukan kepada mitra

terbuka, menggunakan peralatan yang biasa meliputi aspek produksi dan manajemen.
mereka gunakan, serta tetap memberi 4. Evaluasi
pewarna pada ikan, ikan tidak dikemas
Evaluasi akan dilakukan dengan cara
vakum. Sesudah itu, setelah ruang
membagikan mewawancarai pengolah
pengasapan tertutup selesai, sebagian
tentang manfaat dilakukannya proses
anggota kelompok lainnya melakukan
pengolahan ikan asap sesuai prinsip sanitasi
pengasapan pada ruang pengasapan
dan higienis serta membandingkan
tertutup (desain pengusul), menggunakan
(kompilasi) kegiatan yang sebelum dan
sesudah menerima penyuluhan dan a. Membuat kesepakatan dengan
pelatihan. pemerintah desa dan pengolah untuk
kegiatan pembangunan rumah pengasapan
tertutup, dimana hasilnya adalah rumah
HASIL DAN PEMBAHASAN pengasapan yang lama dibongkar dan

1. Penyuluhan dibangun rumah pengasapan tertutup sesuai


desain pengusul.
Melalui penyuluhan hasil yang dicapai
adalah mitra bersedia melaksanakan b. Pelaksanaan pembangunan

kegiatan pengolahan yang memenuhi rumah pengasapan struktur tertutup

standar sanitasi dan higiene, akan berusaha dilaksanakan oleh pengusul bersama-sama

secara perlahan-lahan menghilangkan zat dengan pengolah ikan cakalang asap yang

pewarna makanan yang biasanya dioleskan ada di desa Ponosokan Belang. Rumah
pada ikan cakalang sebelum diasapi, pengasapan yang dibangun disepakati

menggunakan pengemasan secara vakum adalah panjang x lebar x tinggi dinding =

untuk ikan cakalang asap yang dikirim ke 7,5x18x3 meter, dinding terbuat 2/3 bagian

luar daerah, dan akan melakukan dari beton dan 1/3 bagiannya adalah seng

pembukuan sederhana tentang keuangan plat sehingga panas dan asap yang

usaha pengolahan ikan. Selanjutnya dihasilkan dapat dimanfaatkan maksimal.

kelompok pengolah bersedia bekerja sama Dibuat pintu depan dari seng plat 3 meter

dengan pengusul kegiatan diseminasi untuk dengan model buka kebaya (1,5 m kanan

membangun rumah asap struktur tertutup dan 1,5 m kiri), terdapat 2 jendela di

untuk perbaikan mutu ikan cakalang asap. samping bagian kanan untuk kontrol proses
pengasapan dan 2 pintu bagian samping kiri
2. Pelatihan dan Pendampingan
dan kanan. Atap dibuat dua susun dengan
tentang Pembuatan Rumah Asap Tertutup,
diberi jarak antara atap bagian atas dan
Proses Pengasapan, Pengemasan ikan
bagian bawah, dimana jarak kedua bagian
Cakalang Asap dan Manajemen Keuangan
atap ini menjadi tempat keluar asap dan
Setelah dilakukan penyuluhan terhadap panas.
pengolah ikan cakalang asap, kemudian
c. Dalam ruang pengasapan tertutup,
ditindaklanjuti dengan pelatihan dan
panas dan asap dimanfaatkan maksimal
pendampingan pengolahan ikan asap
sehingga jumlah bahan bakar yang
sebagai berikut:
dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan
dengan rumah pengasapan terbuka. Selain
itu ikan cakalang asap yang dihasilkan sederhana. Tujuan dari kegiatan ini yaitu
mempunyai mutu organoleptik yang lebih agar supaya pengolah mampu mengelola
baik yaitu warna cokelat mengkilap yang keuangan usaha pengolahan agar dapat
tampak menarik walaupun tanpa mengetahui keuntungan yang diperoleh
penambahan pewarna. dari usaha pengolahan tersebut.

d. Dilakukan kegiatan pelatihan Kegiatan diseminasi teknologi pengolahan


proses pengolahan ikan cakalang asap yang ikan cakalang asap di desa Ponosokan
memenuhi syarat sanitasi dan tanpa Belang yang telah dilakukan, secara garis
penambahan zat pewarna. Pada kegiatan besar keluaran yang telah dicapai adalah:
pelatihan ini, para pengolah menggunakan
a. terjadi peningkatan kuantitas dan kualitas
baju yang dilengkapi dengan celemek serta
yaitu bahan pengasap yang digunakan lebih
bekerja di atas meja yang bersih serta
efisien, serta mutu ikan cakalang asap
penyiangan ikan dilakukan di atas talenan
meningkat; b. terjadi peningkatan
plastik fiber yang bersih. Hal ini dilakukan
pemahaman dan keterampilan masyarakat
pada mitra agar dihasilkan ikan cakalang
khususnya tentang teknologi pengolahan
asap yang bermutu baik sehingga
ikan cakalang asap, sanitasi selama proses
mempunyai harga jual yang lebih baik juga.
pengolahan, manfaat rumah pengasapan
e. Kegiatan pelatihan dan tertutup, manfaat pengolahan tanpa
pendampingan cara pengemasan ikan pemberian zat pewarna, dan pengemasan
cakalang asap adalah sebagai berikut: ikan produk dengan plastik secara vakum; c.
cakalang dikemas dengan platik polietilen terjadi peningkatan omzet pada mitra yang
dengan mesin pengemas vakum. Tujuannya bergerak dibidang ekonomi yaitu dengan
adalah selain untuk menjaga ikan asap tetap terjadinya peningkatan mutu ikan cakalang
bersih, juga dapat melindungi ikan terhadap asap maka akan terjadi pula peningkatan
kontak dengan udara sehingga dapat harga jual sehingga terjadi peningkatan
menghambat pertumbuhan bakteri pendapatan pengolah, selain itu pengolah
pembusuk yang bersifat aerobik. Dengan telah dilatih tentang bagaimana melakukan
demikian ikan cakalang asap dapat pencatatan uang keluar dan uang masuk
disimpan lebih lama, khususnya untuk ikan sehingga dapat diketahui keuntungan
yang akan dijual ke luar daerah. dalam usaha pengolahan;

f. Kegiatan pelatihan tentang d. terjadi peningkatan ketentraman dan


manajemen keuangan yaitu pembukuan kesehatan masyarakat, salah satu
diantaranya yaitu pengeluaran asap dari mengetahui keuntungan dari usaha
tempat pengolahan terdapat pada bagian pengolahan ikan cakalang yang mereka
atas (atap) dari rumah pengasapan, atap lakukan.
tersebut lebih tinggi dari rumah penduduk
4. Secara keseluruhan, bila mitra
sehingga tidak mencemari lingkungan; dan
sungguh- sungguh menerapkan semua yang
e. Dihasilkan produk dari kegiatan ini yaitu
telah diterima dalam kegiatan diseminasi
rumah pengasapan struktur tertutup dan
ini maka akan terjadi peningkatan mutu
ikan cakalang asap bermutu baik
yang mengakibatkan harga jual akan
yang dikemas dengan plastik polietilen meningkat sehingga akan terjadi
secara vakum. peningkatan pendapatan pengolah.

KESIMPULAN DAN SARAN Saran

Kesimpulan 1. Perlu dilakukan penyuluhan dengan


sungguh-sungguh dari semua pihak yang
1. Pengolah ikan cakalang asap
terkait tentang bahaya penggunaan zat
sudah mengerti bagaimana menjaga
pewarna secara terus-menerus oleh para
sanitasi dan hygiene selama proses
pengolah ikan cakalang asap.
pengolahan untuk perbaikan mutu produk
dan kesehatan.

2. Pengolah ikan cakalang asap 2. Perlu dilakukan penyuluhan kepada


sudah mengerti dan dapat mempraktekkan konsumen tentang bahaya mengkonsumsi
cara pengasapan ikan yang baik, tanpa makanan yang mengandung zat pewarna
penggunaan zat pewarna dan manfaat secara terus-menerus khususnya ikan
menggunakan rumah pengasapan tertutup, cakalang asap.
serta cara pengemasan produk dengan
plastik secara vakum untuk peningkatan
mutu produk dan sekaligus peningkatan DAFTAR PUSTAKA

pendapatan karena harga jual akan Afrianto, E dan E. Liviawaty, 1989.


meningkat. Pengawetan Dan Pengolahan Ikan.

3. Pengolah sudah mengerti dan dapat Kanisius. Yogyakarta.

melakukan analisis biaya berupa [DKP, Sulut]. Dinas Kelautan dan


pembukuan sederhana, sehingga dapat Perikanan Sulawesi Utara. Laporan
Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan [JICA] Japan International Cooperation
Provinsi Sulawesi Utara. Agency. 2009. Indonesian fisheries statistic
index 2009. Ministry of Marine Affairs
Dotulong V. 1985. Pengaruh Bahan Pengasap,
and Fisheries.
Lama Pengasapan dan Lama Penyimpanan pada
http://www.dkp.go.id/index.php/ind/news/1125
Suhu Kamar terhadap Mutu Ikan Cakalang
/jica- download-book [26 April 2013]
(Katsuwonos pelamis L) Asap.
[LPPM Unsrat] Lembaga Penelitian dan
Fawzya, YN. Murniyati dan Suryaningrum TD.
Pengabdian kepada Masyarakat. 2016. Laporan
2011. Persyaratan Pengolahan Produk
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Perikanan. Balai Besar Penelitian dan
(LAKIP) Tahun 2015 Lembaga Penelitian dan
Pengembangan Pengolahan Produk dan
Pengabdian kepada Masyarakat Universitas
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.
Sam Ratulangi Manado.
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Wibowo, S. 2000. Industri Pengasapan Ikan.
Gue, H. 2003. Warna Alami Pada Ikan Asap
Penerbit PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Yang Dibuat Dari Bahan Baku Dengan Tingkat
Kesegaran Dan Lama Pengasapan Yang Winarno, F.G. 1980. Kimia Pangan.
Berbeda Serta Kesukaan Terhadap Ikan Asap PusBangTepa Food Technology Development
Yang Diberi Zat Pewarna. Skripsi. Fakultas Center. Institut Pertanian Bogor.
Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Unsrat.
Manado.
CARA PEMBUATAN IKAN ASAP

A. Prinsip Pengasapan

Proses pengasapan ikan merupakan gabungan aktifitas penggaraman, penggeringan dan


pengasapan. Adapun tujuan utama proses penggaraman dan penggeringan adalah membunuh bakteri
dan membantu mempermudah melekatnya partikel-partikel asap waktu proses pengasapan berlangsung.

Dalam proses pengasapan, unsur yang paling berperan adalah asap yang dihasilkan dari
pembakaran kayu. Pada pengasapan menghasilkan efek pengawetan yang berasal dari beberapa senyawa
kimia yang terkandung di dalamnya, khususnya senyawa-senyawa :

-Aldehide ( formaldehide dan acetaldehyde), dan

-Asam-asam organic (asam semut dan asam cuka)

B. Bahan Baku

a. Ikan

Ikan yang akan diolah harus dalam keadaan segar dan tidak mengalami cacat fisik. Berbagai jenis ikan
diolah menjadi produk asap misalnya tongkol, cucut, tenggiri, belanak, bandeng, cumi-cumi, dll

b. Bahan Bakar / Kayu

Untuk menghasilkan ikan asap yang bermutu tinggi sebaiknya digunakan jenis kayu yang mampu
menghasilkan asap dengan kandungan unsure phenol dan asam organik tinggi, karena kedua unsur lebih
banyak melekat pada tubuh ikan dan dapat menghasilkan rasa, aroma maupun warna daging ikan asap
yang khas. Sebaiknya digunakan jenis kayu yang keras atau tempurung kelapa sebagai bahan bakar.

C. Metode Pengasapan
Pengasapan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengasapan dingin dan pengasapan panas

a. Pengasapan dingin (cold smoking) adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang akan
diasap agak jauh dari sumber asap (tempat pembakaran kayu), dengan suhu sekitar 40 – 500C dengan
lama proses pengasapan beberapa hari sampai dua minggu

b. Pengasapan panas ( hot smoking )

Pengasapan panas (hot smoking) adalah proses pengasapan ikan dimana akan diasapi diletakkan cukup
dekat dengan sumber asap.Suhu sekitar 70 – 1000C, lamanya pengasapan 2 – 4 jam

D. Cara Membuat Ikan Asap

1. Buang insang dan isi perut melalui tutup insang / rongga mulut dengan menggunakan pinset atau
kawat lengkung

2. Cuci bersih dan tiriskan

3. Buat larutan garam 20 – 25% ( untuk 8 kg ikan siapkan 5 liter air dan tambahkan 1 – 1 ¼ kg gram )

4. Rendam ikan dalam larutan garam tersebut selama 30 – 60 menit dan beri pemberat di atasnya agar
ikan tidak terapung

5. Cuci ikan , kemudian tiriskan sambil diangin-anginkan sampai permukaan ikan kelihatan kering.
Penirisan ikan dengan cara mengantung ikan pada kawat (mengait bagian anus dengan posisi mulut di
bawah)

6. Nyalakan kayu bakar dalam rumah asap, sampai didapat asap dengan temperature ruang 60 – 700C

7. Atur ikan di atas rak pengasapan kemudian lakukan proses pengasapan sampai ikan matang dan
berwarna kuning kecoklatan mengkilap

8. Keluarkan rak ikan dari rumah asap dan biarkan hingga dingin.
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
SNI 2725:2013

Ikan asap dengan pengasapan panas

Badan Standardisasi Nasional


Standar Nasional Indonesia

ICS 67.120.30
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
© BSN 2013

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi
dokumen ini dengan cara dan dalam bentuk apapun serta dilarang mendistribusikan dokumen ini baik secara
elektronik maupun tercetak tanpa izin tertulis dari BSN

BSN

Gd. Manggala Wanabakti


Blok IV, Lt. 3,4,7,10.

Telp. +6221-5747043

Fax. +6221-5747045

Email: dokinfo@bsn.go.id www.bsn.go.id

Diterbitkan di Jakarta
SNI 2725:2013

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
Daftar isi

Daftar isi ................................................................................................................................. i


Prakata .................................................................................................................................. ii
1 Ruang lingkup .................................................................................................................. 1
2 Acuan normatif ................................................................................................................. 1
3 Istilah dan definisi ............................................................................................................ 2
4 Syarat bahan baku, bahan penolong dan bahan lainnya .................................................. 2
5 Syarat mutu dan keamanan produk ................................................................................. 3
6 Pengambilan contoh ......................................................................................................... 4
7 Cara uji ............................................................................................................................ 4
8 Teknik sanitasi dan higiene .............................................................................................. 5
9 Peralatan ......................................................................................................................... 5
10 Teknik penanganan dan pengolahan ............................................................................. 5
11 Syarat pengemasan ....................................................................................................... 7
12 Pelabelan ....................................................................................................................... 7
Lampiran A (normatif) Lembar penilaian sensori .................................................................... 8
Lampiran B (informatif) Diagram alir proses pengolahan ikan asap dengan pengasapan
panas..................................................................................................................................... 9
Lampiran C (normatif) Metode uji Malachite green dan Leucomalachite green .................... 10
Lampiran D (normatif) Metode uji benzo[a]piren................................................................... 13
Bibliografi ............................................................................................................................. 15

Gambar B.1 – Diagram alir proses pengolahan ikan asap dengan pengasapan panas .......... 9
Gambar D.1 - Skema prosedur pembersihan/pemurnian ..................................................... 14

Tabel 1 - Persyaratan mutu dan keamanan ikan asap dengan pengasapan panas ................ 3
Tabel A.1 - Lembar penilaian sensori ikan asap dengan pengasapan panas ......................... 8

© BSN 2013 i
SNI 2725:2013

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
Prakata

Dalam rangka memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan komoditas ikan asap dengan
pengasapan panas yang akan dipasarkan di dalam dan luar negeri, maka perlu disusun suatu
Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai upaya untuk meningkatkan jaminan mutu dan
keamanan pangan.

Standar ini merupakan revisi dari:


SNI 2725.1:2009, Ikan asap - Bagian 1: Spesifikasi;

SNI 2725.2:2009, Ikan asap - Bagian 2: Persyaratan bahan baku;


SNI 2725.3:2009, Ikan asap - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan.

Standar ini hanya berlaku untuk ikan asap dengan pengasapan panas, sedangkan untuk
ikan asap dengan pengasapan dingin akan disusun standar tersendiri.

Standar ini disusun oleh Panitia Teknis 65-05 Produk Perikanan, yang telah dirumuskan
melalui rapat teknis dan rapat konsensus pada tanggal 13 Juli 2012 di Bandung dihadiri oleh
wakil dari produsen, konsumen, asosiasi, lembaga penelitian, perguruan tinggi serta instansi
terkait sebagai upaya untuk meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pangan.

Berkaitan dengan penyusunan Standar Nasional Indonesia ini, maka aturan-aturan yang
dijadikan dasar atau pedoman adalah:

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.


2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
3. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor PER.19/MEN/2010 tentang
Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan.
8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor PER.15/MEN/2011 tentang
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan yang Masuk ke dalam Wilayah
Negara Republik Indonesia.
9. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.06.1.52.4011
Tahun 2009 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam
Makanan.
10. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor KEP.06/MEN/2002 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Mutu Hasil Perikanan yang Masuk ke Wilayah
Republik Indonesia.
11. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor KEP.01/MEN/2007 tentang
Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi,
Pengolahan dan Distribusi.

Standar ini telah melalui proses jajak pendapat pada tanggal 12 September 2012 sampai
dengan 11 November 2011 dengan hasil akhir RASNI.

© BSN 2013 i
SNI 2725:2013

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
Ikan asap dengan pengasapan panas

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan syarat mutu dan keamanan pangan ikan asap dengan pengasapan
panas, bahan baku, bahan penolong, penanganan dan pengolahan ikan asap.

Standar ini berlaku untuk ikan asap yang mengalami pengasapan panas dan tidak berlaku
untuk produk yang mengalami pengolahan lebih lanjut.

2 Acuan normatif

Acuan ini merupakan dokumen yang digunakan dalam standar ini. Untuk acuan tak bertanggal
berlaku edisi yang terakhir, dan untuk acuan bertanggal, amandemen atau revisi atau
publikasinya tidak diperkenankan untuk digunakan.

SNI 2326:2010, Metode pengambilan contoh pada produk perikanan.

SNI 01-2332.1-2006, Cara uji mikrobiologi - Bagian 1: Penentuan Coliform dan Escherichia coli pada
produk perikanan.

SNI 01-2332.2-2006, Cara uji mikrobiologi - Bagian 2: Penentuan Salmonella pada produk perikanan.

SNI 01-2332.3-2006, Cara uji mikrobiologi - Bagian 3: Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) pada
produk perikanan.

SNI 2332.7:2009, Cara uji mikrobiologi - Bagian 7: Penghitungan kapang dan khamir pada produk
perikanan.

SNI 2332.9:2011, Cara uji mikrobiologi - Bagian 9: Penentuan Staphylococcus aureus pada produk
perikanan.

SNI 2346:2011, Petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensori pada produk perikanan.

SNI 01-2354.2-2006, Cara uji kimia - Bagian 2: Penentuan kadar air pada produk perikanan.

SNI 01-2354.3-2006, Cara uji kimia - Bagian 3: Penentuan kadar lemak total pada produk perikanan.

SNI 2354.5:2011, Cara uji kimia - Bagian 5: Penentuan kadar logam berat timbal (Pb) dan kadmium
(Cd) pada produk perikanan.

SNI 01-2354.6-2006, Cara uji kimia - Bagian 6: Penentuan kadar logam berat merkuri (Hg) pada produk
perikanan.

SNI 2354.9:2009, Cara uji kimia - Bagian 9: Penentuan residu kloramfenikol dengan Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan.

SNI 2354.10:2009, Cara uji kimia - Bagian 10: Penentuan kadar histamin dengan spektroflorometri dan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan.

SNI 2357, Penentuan kadar arsen pada produk perikanan.

SNI 2367, Penentuan kadar timah putih (Sn) pada produk perikanan.

SNI 2729:2013, Ikan segar.


© BSN 2013 1 dari 15
SNI 2725:2013
SNI 01-4872.1-2006, Es untuk penanganan ikan - Bagian 1: Spesifikasi.

© BSN 2013 2 dari 15


SNI 2725:2013

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
SNI 7587.1:2010, Metode uji residu antibiotik secara enzyme linked immunoassay (ELISA) pada ikan
dan udang – Bagian 1: Semicarbazide (SEM).

SNI 7587.2:2010, Metode uji residu antibiotik secara enzyme linked immunoassay (ELISA) pada ikan
dan udang – Bagian 2: Aminohydantoin (AHD).

SNI 7587.3:2010, Metode uji residu antibiotik secara enzyme linked immunoassay (ELISA) pada ikan
dan udang – Bagian 3: Chloramphenicol (CAP).

SNI 7587.4:2010, Metode uji residu antibiotik secara enzyme linked immunoassay (ELISA) pada ikan
dan udang - Bagian 4: Metabolit Furazolidone (AOZ).

SNI 7587.5:2010, Metode uji residu antibiotik secara enzyme linked immunoassay (ELISA) pada ikan
dan udang - Bagian 5: Metabolit Furaltadone (AMOZ).

3 Istilah dan definisi

3.1
ikan asap
ikan segar yang mengalami perlakuan penyiangan, pencucian dengan atau tanpa
perendaman dalam larutan garam, penirisan, dengan atau tanpa pemberian rempah dan
pengasapan panas yang dilakukan dalam ruang pengasapan dengan menggunakan kayu,
sabut atau tempurung kelapa

3.2
pengasapan panas
proses pengasapan ikan dengan kombinasi suhu dan waktu yang cukup dalam ruang
pengasapan untuk membentuk koagulasi protein pada daging ikan, bertujuan untuk
membunuh parasit, bakteri patogen yang membahayakan kesehatan manusia

3.3
potensi bahaya
potensi kemungkinan terjadinya bahaya di dalam suatu proses atau pengolahan produk yaitu
bahaya yang akan mengakibatkan gangguan terhadap keamanan pangan (food safety)

3.4
potensi cacat mutu
potensi kemungkinan terjadinya ketidaksesuaian spesifikasi mutu produk (wholesomeness)

4 Syarat bahan baku, bahan penolong dan bahan lainnya

4.1 Bahan baku

4.1.1 Bentuk

Ikan segar dengan mutu yang baik.

4.1.2 Asal

Bahan baku berasal dari perairan yang tidak tercemar.

© BSN 2013 3 dari 15


SNI 2725:2013
4.1.3 Mutu

Ikan segar sesuai SNI 2729:2013.

© BSN 2013 4 dari 15


SNI 2725:2013

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
4.2 Bahan Penolong

4.2.1 Air

Air yang dipakai sebagai bahan penolong untuk kegiatan di unit pengolahan memenuhi
persyaratan kualitas air minum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4.2.2 Es

Es sesuai SNI 01-4872.1-2006.

4.3 Bahan Lainnya

Bahan lainnya yang digunakan harus food grade sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

5 Syarat mutu dan keamanan produk

Persyaratan mutu dan keamanan ikan asap dengan pengasapan panas sesuai Tabel 1.

Tabel 1 - Persyaratan mutu dan keamanan ikan asap dengan pengasapan panas

Parameter uji Satuan Persyaratan


a Sensori - Min. 7 (skor 1 – 9)
b Kimia
- Kadar air % Maks. 60,0
- Kadar lemak % Maks. 20,0
- Histamin*** mg/kg Maks. 100
c Cemaran mikroba
- ALT koloni/g Maks. 5,0 x 104
- Escherichia coli APM/g <3
- Salmonella - Negatif/25 g
- Staphylococcus aureus koloni/g Maks. 1,0 x 103
- Kapang* koloni/g Maks. 1 x 102
d Cemaran logam*
- Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
- Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,1
mg/kg Maks. 0,5 **
- Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,5
mg/kg Maks. 1,0 **
- Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
- Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,3
mg/kg Maks. 0,4**
e Residu kimia*
- Kloramfenikol - Tidak boleh ada
- Jumlah malachite green dan - Tidak boleh ada
leuchomalachite green
- Metabolit nitrofuran (SEM, - Tidak boleh ada
AHD, AOS, AMOZ)

© BSN 2013 5 dari 15


SNI 2725:2013

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
Tabel 1 – Lanjutan

Parameter uji Satuan Persyaratan


f Cemaran kimia
- Benzo[a]piren* µg/kg Maks. 5
CATATAN * Bila diperlukan
** untuk ikan predator
*** jika diperlukan untuk ikan scombroid, clupeidae, pomatomidae,
coryphaenedae

6 Pengambilan contoh

Cara pengambilan contoh sesuai SNI 2326:2010.

7 Cara uji

7.1 Sensori

Sensori sesuai SNI 2346:2011. Penilaian sensori sesuai Lampiran A.

7.2 Kimia

- Kadar air sesuai SNI 01-2354.2-2006.


- Kadar lemak sesuai SNI 01-2354.3-2006.
- Histamin sesuai SNI 2354.10:2009.

7.3 Cemaran mikroba

- ALT sesuai SNI 01-2332.3-2006.


- Escherichia coli sesuai SNI 01-2332.1-2006.
- Salmonella sesuai SNI 01-2332.2-2006.
- Staphylococcus aureus sesuai SNI 2332.9:2011.
- Kapang sesuai SNI 2332.7:2009.

7.4 Cemaran logam

- Merkuri sesuai SNI 01-2354.6-2006.


- Kadmium dan Timbal sesuai SNI 2354.5:2011.
- Arsen sesuai SNI 2357.
- Timah putih sesuai SNI 2367.

7.5 Residu kimia

- Kloramfenikol sesuai SNI 7587.3:2010 atau SNI 2354.9:2009.


- Malachite green sesuai Lampiran C.
- Nitrofuran (SEM, AHD, AOZ, AMOZ) sesuai SNI 7587.1:2010, SNI 7587.2:2010, SNI
7587.4:2010, SNI 7587.5:2010.

7.6 Cemaran kimia

Benzo[a]piren sesuai Lampiran D.

© BSN 2013 6 dari 15


SNI 2725:2013

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
8 Teknik sanitasi dan higiene

Penanganan, pengolahan, penyimpanan, pendistribusian dan pemasaran ikan asap dengan


pengasapan panas menggunakan wadah, cara dan alat yang sesuai dengan persyaratan
sanitasi dan higiene dalam unit pengolahan hasil perikanan sesuai dengan peraturan yang
berlaku.

Produk akhir harus bebas dari benda asing yang mengganggu kesehatan manusia.

9 Peralatan

9.1 Jenis peralatan

a) alat pemotong;
b) alat pengemas;
c) bak penampungan;
d) keranjang;
e) meja proses;
f) ruang pengasapan;
g) talenan;
h) timbangan.

9.2 Persyaratan peralatan

Semua peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam penanganan dan pengolahan ikan
asap dengan pengasapan panas mempunyai permukaan yang halus dan rata, tidak
mengelupas, tidak berkarat, tidak merupakan sumber cemaran mikroba, tidak retak, tidak
menyerap air, tidak mempengaruhi mutu produk dan mudah dibersihkan. Semua peralatan
dalam keadaan bersih sebelum, selama dan sesudah digunakan.

10 Teknik penanganan dan pengolahan

10.1 Penerimaan

10.1.1 Kemasan

a) Potensi bahaya: terjadinya kontaminasi produk karena kemasan rusak dan


ketidakamanan produk karena bahan kemasan non food grade.
b) Potensi cacat mutu: kerusakan fisik karena kemasan rusak.
c) Tujuan: mendapatkan kemasan yang sesuai spesifikasi kemasan untuk pangan.
d) Petunjuk: kemasan yang diterima di unit pengolahan diverifikasi terkait keamanan
pangan, dan terlindung dari sumber kontaminasi kemudian disimpan pada gudang
penyimpanan yang saniter.

10.1.2 Label

a) Potensi bahaya: non food grade karena tidak ada bukti untuk digunakan pada pangan
dan kotor karena kesalahan penanganan.
b) Potensi cacat mutu: -
c) Tujuan: mendapatkan label yang sesuai spesifikasi label untuk pangan.
d) Petunjuk: label yang diterima di unit pengolahan diverifikasi terkait peruntukan
produknya, kemudian disimpan pada gudang penyimpanan yang saniter.

© BSN 2013 7 dari 15


SNI 2725:2013

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
10.1.3 Bahan baku

a) Potensi bahaya: ketidakamanan bahan baku karena kontaminasi kimia, bakteri


patogen, dan benda asing.
b) Potensi cacat mutu: tidak sesuai dengan persyaratan mutu yang berlaku.
c) Tujuan: mendapatkan bahan baku sesuai spesifikasi mutu dan keamanan hasil
perikanan.
d) Petunjuk: bahan baku diuji secara organoleptik dan ditangani secara cepat, cermat dan
saniter sesuai dengan prinsip penanganan yang baik dan benar.

10.2 Teknik penanganan dan pengolahan

10.2.1 Bahan baku

a) Potensi bahaya: kontaminasi kimia, bakteri patogen, dan benda asing karena
kesalahan penanganan.
b) Potensi cacat mutu: kemunduran mutu karena kesalahan penanganan.
c) Tujuan: mendapatkan bahan baku sesuai spesifikasi.
d) Petunjuk: bahan baku ditangani secara cepat, cermat dan saniter.

10.2.2 Pencucian 1

a) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen karena kurangnya sanitasi dan higiene.
b) Potensi cacat mutu: kerusakan fisik karena kesalahan penanganan.
c) Tujuan: mendapatkan bahan baku yang bersih sesuai spesifikasi.
d) Petunjuk: bahan baku dicuci dengan menggunakan air mengalir secara cepat, cermat
dan saniter dalam kondisi dingin.

10.2.3 Penyiangan

a) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen karena kurangnya sanitasi dan higiene.
b) Potensi cacat mutu: kerusakan fisik karena kesalahan penanganan.
c) Tujuan: mendapatkan ikan yang bersih dari isi perut dan atau insang serta mereduksi
kontaminasi bakteri patogen.
d) Petunjuk: ikan segar dibuang isi perut dan atau insang secara cepat, cermat dan
saniter dalam kondisi dingin.

10.2.3 Pencucian 2

a) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen karena kurangnya sanitasi dan higiene.
b) Potensi cacat mutu: kerusakan fisik karena kesalahan penanganan.
c) Tujuan: mendapatkan ikan yang bersih sesuai spesifikasi.
d) Petunjuk: ikan segar dicuci dengan menggunakan air mengalir secara cepat, cermat
dan saniter dalam kondisi dingin. Ikan dapat berbentuk utuh atau butterfly.

10.2.4 Penyusunan

a) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen karena kurangnya sanitasi dan higiene.
b) Potensi cacat mutu: kemunduran mutu karena kesalahan penanganan.
c) Tujuan: mendapatkan bentuk produk sesuai spesifikasi.
d) Petunjuk: ikan dapat direndam dahulu dalam air garam atau dibumbui rempah,
kemudian disusun dalam ruang pengasapan secara cepat, cermat dan saniter.

© BSN 2013 8 dari 15


SNI 2725:2013

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
10.2.5 Pengasapan panas

a) Potensi bahaya: pertumbuhan bakteri patogen dan parasit karena pengasapan tidak
sempurna serta terakumulasinya senyawa benzoapiren yang berlebihan.
b) Potensi cacat mutu: kerusakan fisik karena kesalahan penanganan.
c) Tujuan: mendapatkan ikan asap sesuai spesifikasi
d) Petunjuk: ikan diasap dalam ruang pengasapan sampai tingkat kematangan sesuai
spesifikasi secara cermat dan saniter.

10.2.6 Pendinginan

a) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri pathogen karena kurangnya sanitasi dan higiene.
b) Potensi cacat mutu: -
c) Tujuan: menurunkan suhu produk.
d) Petunjuk: produk didinginkan di tempat tertutup pada suhu ruang sesuai spesifikasi.

10.2.7 Pengemasan

a) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen karena kurangnya sanitasi dan higiene.
b) Potensi cacat mutu : kerusakan fisik dan kesalahan label.
c) Tujuan: melindungi produk dari kerusakan fisik selama penyimpanan dan transportasi.
d) Petunjuk: ikan asap dikemas secara cepat, cermat, saniter sesuai dengan label.

10.2.8 Pemuatan

a) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen karena kurangnya sanitasi dan higiene.
b) Potensi cacat mutu: kemunduran mutu karena kesalahan penanganan.
c) Tujuan: mendapatkan produk jadi yang aman dikonsumsi dan melindungi produk jadi
dari kerusakan fisik selama pemuatan.
d) Petunjuk: produk jadi dimuat dalam alat transportasi yang terlindung dari penyebab
yang dapat merusak atau menurunkan mutu produk.

11 Syarat pengemasan

11.1 Bahan kemasan

Bahan kemasan untuk produk jadi adalah bersih, tidak mencemari produk yang dikemas,
terbuat dari bahan yang baik dan memenuhi persyaratan bagi produk jadi.

11.2 Teknik pengemasan

Produk akhir dikemas dengan cepat, cermat, saniter dan higienis. Pengemasan dilakukan
dalam kondisi yang dapat mencegah terjadinya kontaminasi dari luar terhadap produk.

12 Pelabelan

Setiap kemasan produk jadi yang akan diperdagangkan diberi label sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

© BSN 2013 9 dari 15


SNI 2725:2013

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
Lampiran A
(normatif)
Lembar penilaian sensori

Tabel A.1 - Lembar penilaian sensori ikan asap dengan pengasapan panas

Nama panelis : …………………………….. Tanggal: …………………………………...


Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian.
Berilah tanda  pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang diuji.

Kode Contoh
Spesifikasi Nilai 1 2 3 4 dst

1 Kenampakan
- Utuh, warna mengkilap spesifik produk 9
- Utuh, warna kurang mengkilap spesifik produk 7
- Utuh, warna agak kusam 5
- Tidak utuh, warna kusam 3
- Tidak utuh, warna sangat kusam 1
2 Bau
- Spesifik ikan asap kuat 9
- Spesifik ikan asap kurang kuat 7
- Netral 5
- Bau tambahan kuat, tercium bau amoniak dan
3
tengik
- Busuk, bau amoniak kuat dan tengik 1
3 Rasa
- Spesifik ikan asap kuat 9
- Spesifik ikan asap kurang kuat 7
- Hambar 5
- Getir 3
- Basi/busuk 1
4 Tekstur
- Padat, kompak, antar jaringan sangat erat 9
- Padat, kompak, antar jaringan cukup erat 7
- Kurang padat, kurang kompak, antar jaringan
5
kurang erat
- Lembek, antar jaringan longgar 3
- Sangat lembek, mudah terurai 1
5 Jamur
- Tidak ada 9
- Ada 1
6 Lendir
- Tidak ada 9
- Ada 1

© BSN 2013 10 dari 15


SNI 2725:2013

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
Lampiran B
(informatif)
Diagram alir proses pengolahan ikan asap dengan pengasapan panas

Penerimaan

Penerimaan kemasan Penerimaan bahan Penerimaan bahan


dan label baku

Gudang penerimaan Pencucian 1


kemasan

Pencucian 2

Penyusunan

Kayu, sabut, Pengasapan panas


tempurung kelapa

Pendinginan

Pengemasan

Pemuatan

Gambar B.1 – Diagram alir proses pengolahan ikan asap dengan pengasapan panas

© BSN 2013 11 dari 15


SNI 2725:2013

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
Lampiran C
(normatif)
Metode uji Malachite green dan Leucomalachite green

C.1 Prinsip:

Contoh diekstrak dengan acetonitril setelah terlebih dahulu dikondisikan dengan buffer asetat
pH 4,5. Hasil ekstrak dalam acetonitril dipisahkan dengan centrifuge. Ekstrak tersebut
diekstraksi cair-cair dengan diklorometana dan air. Fraksi organik diuapkan dengan rotary
evaporator. Untuk membersihkan analit dan kotoran dan senyawa-senyawa lain yang tidak
diinginkan dilakukan pembersihan (clean-up) melalui SPE alumina dan PRS. Analit dielusikan
dengan asetonitril-buffer asetat untuk langsung diinjeksikan ke KCKT.

C.2 Peralatan:

a) Peralatan gelas
b) Homogenizer
c) Rotoevaporator
d) Vortex
e) Column connection adaptor
f) Centrifuge
g) Unit membran filter
h) Unit alat LC/Vis-Fluoresence

C. 3 Reagensia:

a) Methylen chlorida
b) Metanol
c) Acetonitrile
d) Water LC
e) Deionize water ( > 14 M ohm )
f) Glacial acetic acid
g) Sodium acetate 0.1 M ( 8.2 g/l )
h) p-toluenesulfonic acid (p-TSA) 1 M ( 19.02 g p-TSA H2O dalam 100 ml )
i) Buffer Acetat : siapkan 1 l Na Acetat 0.1 M, atur pH agar menjadi 4.5 dengan
menambahkan 8 mL asam acetat glacial dan 5 ml p-TSA 1M.
j) Diethylene glycol
i) Basic Alumina
j) Alumina SPE column
k) Propysulfonic acid (PRS-SPE) column
l) Hydroxilamine Hydrochloride (HAH) 25 % (25 g /100 ml)
m) Standar Malachite Green (MG) dan Leucomalachite Green (LMG)

Larutan standar MG dan LMG masing-masing dibuat 1000 µg/mL dalam acetonitril, simpan
dalam wadah gelap pada temp dibawah -16 oC. Larutan standar 1 μg/ml dibuat dengan
mengencerkan secara bertahap dengan acetonitril. Larutan standar kerja dibuat dengan
mengencerkan secara bertahap sampai pada level (2; 4 ;8 dan 16) ng/ml diencerkan dengan
mobile phase dibuat segar setiap akan dilakukan analisa.

© BSN 2013 12 dari 15


SNI 2725:2013

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
C.4 Prosedur

C.4.1 Penyiapan contoh

a) Siapkan beaker glass 200 ml.


b) Preparasi contoh dan spike sebagai berikut:

Contoh uji Berat Larutan standar campuran MG-LMG


contoh (g) 500 µg/l yang ditambahkan (µl)
Spike 1 ng/g 5 10
Spike 2 ng/g 5 20
Contoh 1 – n 5 -

c) Tambahkan 1,5 ml HAH 25%; 2,5 ml p-TSA 1 M; 5 ml acetic buffer 0.1 M (pH 4,5).
d) Homogenkan dengan homogenizer selama 1 menit.
e) Tambahkan 45 ml acetonitril.
f) Homogenkan lagi.
g) Tambahkan 10 gr basic alumina.
h) Masukkan ke dalam wadah bertutup kemudian vortex selama 1 menit.
i) Sentrifuge pada 3500 rpm selama 10 menit.
j) Tuangkan cairan (dekantasi) filtrat ke dalam corong pisah.
k) Pada endapan tambahkan lagi 45 ml acetonitril
l) Vortex selama 1 menit.
m) Sentrifuge pada 2500 rpm selama 10 menit.
n) Dekantasi filtrat kedalam corong pisah yang sama dengan langkah (8.1.10).

C.4.2 Ekstraksi cair-cair

a) Ke dalam corong pisah yang berisi filtrat, tambahkan 100 ml air; 50 ml dichloromethan;
2 ml diethylglycol.
b) Kocok larutan dalam corong pisah selama 1 menit.
c) Biarkan memisah selama kurang lebih 15 menit.
d) Tampung lapisan bawah dalam labu alas bulat.
e) Kedalam corong pisah tambahkan lagi 50 ml dichloromethane.
f) Kocok lagi selama 1 menit.
g) Tampung lapisan bawah ke dalam labu alas bulat yang sama dengan langkah (8.2.4).
h) Rotoevaporate sampai tersisa 2-5 ml.
i) Tambahkan 5 ml acetonitril.

C.4.3 Pemurnian (Clean-Up)

a) Bilas alumina SPE dan PRS-SPE masing-masing dengan 5 mL acetonitril.


b) Sambungkan alumina SPE diatas PRS-SPE dengan connector.
c) Lewatkan contoh dengan kecepatan 4 ml/min.
d) Bilas labu alas bulat dengan 5 ml acetonitril.
e) Tuang dan lewatkan ke dalam SPE.
f) Lepaskan sambungan alumina SPE setelah semua contoh dilewatkan.
g) Bilas PRS-SPE dengan 1 ml larutan acetonitril : buffer asetat (1:1) kemudian buang.
h) Elusikan 2,5 ml mobile phase kemudian tampung dalam tabung reaksi.
i) Masukkan dalam vial.
j) Contoh siap di-inject ke alat LC/Vis-Floresence.

Catatan : Spike 1 ng/g setara dengan larutan standar 2 ng/ml.


Spike 2 ng/g setara dengan larutan standar 4 ng/ml.

© BSN 2013 13 dari 15


SNI 2725:2013

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
C.5 Kondisi Operasi KCKT

a) Column: Phenomenex Luna C18 (250 x 4,6 mm, 5 μm) atau yang setara, seperti C18
Sunfire.
b) Detector: Detector I Visible λ= 621 nm untuk MG, diteruskan detektor II Fluoresens
Eksitasi λ=265 nm dan Emisi λ= 360 nm.
c) Mobile Phase: Asetonitril : buffer asetat pH 4,5 (85 : 15 v/v).
d) Flow rate : 1 ml/menit.
e) Volume injek : 50 μl.

C.6 Pembacaan larutan standar kerja (sebagai kalibrasi internal rutin)

Baca larutan standar kerja yang sudah disiapkan (7.15.c) pada Instrumen KCKT hingga
mendapatkan kurva kalibrasi dengan koefisien regresi 0.9. Apabila hasil pembacaan larutan
standar kerja tersebut belum mendapatkan nilai koefisien regresi 0.9 maka harus dilakukan
pengecekan terhadap kondisi instrumen dan larutan standar kerja. Jika nilai koefisien regresi
telah mencapai lebih dari 0,9 maka kurva standar dengan persamaan Y = a + bX dapat
digunakan untuk menghitung konsentrasi analit dalam contoh. Baca blanko, spike dan contoh
yang sudah disiapkan pada 8.3 dengan kondisi operasi instrumen sama pada saat kalibrasi
rutin.

C.7 Perhitungan

Kadar malachite green atau Leucomalachite


ng
green
× konsentrasi Std ( ) × volume akhir (ml)
ml
= Area Standar-Area blanko Std
Berat contoh (g)

C.8 Pelaporan

Jika angka desimal kurang dari 5 (lima) maka pembulatan ke bawah, tetapi bila lebih dari 5
(lima) pembulatan ke atas.

Contoh: 14,454 dibulatkan menjadi 14,45


14,466 dibulatkan menjadi 14,47

Jika angka ke tiga di belakang koma 5 (lima), dan angka kedua genap, maka angka lima
tersebut menjadi hilang tetapi bila angka kedua ganjil maka pembulatan ke atas.

Contoh: 14,765 dibulatkan menjadi 14,76


14,475 dibulatkan menjadi 14,48

© BSN 2013 14 dari 15


SNI 2725:2013

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
Lampiran D
(normatif)
Metode uji benzo[a]piren

D.1 Bahan

a) Heterocylic amine (Amina heterosiklik);


b) Acridines;
c) Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (hidrokabon aromatik heterosiklik);
d) Standar Stock Solutions of 100 µg ml-1 in methanol utk HAAs dan PANHs (Larutan stok
Standar HAAs dan PANHs, 100 µg ml-1 dalam metanol);
e) Larutan stok standar PAHs 100 µg ml-1 dalam isooktan;
f) Aniline dan Coronene yang digunakan sebagai standar internal (dengan konsentrasi
larutan 1 µg ml-1 dalam methanol dan acetonitril);
g) Diatomaceous earth extraction columns (Kolom ekstraksi tanah diatomae/Extrelut 20 ml
merck);
h) Bond-Elut propylsulfonic acid (PRS;500 mg) dan octadecyl-silane columns (C18;100 mg);
i) Diklorometane;
j) Methanol untuk HPLC/Metanol pro KCKT;
k) Akuades untuk HPLC/Air pro KCKT;
l) Silika gel (70-230 mesh);
m) Hexane;
n) Filter syringe 0,45 µm.

D.2 Peralatan

a) HPLC dgn detektor elektrokimia / KCKT dengan detektor elektrokimia;


b) HPLC dgn detektor spektrofotometer UV/KCKT dengan detektor KCKT;
c) GC-MS quaduprole-electron impact;
d) Supelco Visiprep dan Visidry SPE Vacuum Manifold.

D.3 Prosedur

1. Sampel dimurnikan sesuai prosedur yang tertuang dalam gambar 1.


2. Tambahkan 12 ml NaOH 1M kemudian kocok hinnga homegen selama 6 jam
(safonifikasi).
3. Larutan basa dicampurkan dengan bahan pengisi extrelut, masukan ke dalam kolom
extrelut.
4. Pasangkan kolom tanah diatomae (Extrelut 20) dengan kolom propysulfonic (PRS).
5. Alirkan larutan sampel yang telah disafonifikasi.
6. Alirkan 45 ml dichloromethane (DCM), tampung fraksi terelusi pada wadah tertentu.
7. Fraksi DCM terelusi, yang telah berisi PAHs, diuapkan sampai kering.
8. Larutkan kembali dengan 1 ml Heksana, masukan ke bagian atas kolom silica 10 g yang
telah di deaktivasi.
9. Tambahkan/alirkan lg dengan 25 ml Heksana kemudian buang.
10. PAHs dielusi dengan mengalirkan 25 ml Heksana-DCM (60:40) ke dalam kolom.
11. Hilangkan kandungan lemak dari ekstrak akhir.
12. Uapkan pelarutnya dengan cara evaporasi.
13. Larutkan residunya dengan 250 µl metanol, kemudian analisa dengan HPLC-UV.
14. Buang kolom Extrelute, bilas kolom PRS dengan 6 ml HCl 0,1 M dan 2 ml air.
15. Pasangkan kolom PRS dengan kolom C18 (100g) yang sebelumnya telah dikondisikan
seperti telah dijelaskan.

© BSN 2013 15 dari 15


SNI 2725:2013

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
16. Elusi dengan 20 ml Ammonium Acetat 0,5M, pH 8. Proses ini dalam rangka membuat
HAAs akan masuk ke dalam kolom C18, sedangkan PANHs tetap pada kolom PRS.
17. Lepaskan sambungan kedua kolom. Masing-masing kolom dicuci/dibilas dengan 10 ml
air.
18. Kemudian HAAs dielusi dengan 0,8 ml Metanol-Ammonia (9:1) sedangkan PAHNs
dielusi dengan 2 ml Metanol-Ammonia (9:1).
19. Uapkan pelarut dengan nitrogen evaporator.
20. Larutkan kembali analit HAAs dengan 50 µl larutan standar internal, sedangkan analit
PAHNs dengan 250 µl larutan standar internal.
21. Lakukan analisis kromatograpi menggunakan HPLC dengan kondisi yang telah
dijelaskan sebelumnya (8, 17).

D.4 Skema uji


3-4 g Sampel
12 ml NaOH 1 M

Ektraksi
Estrelut 20
(13 gr)
CH2Cl2, 45ml

PRS Cartridge silica


(500 mg) (10 g)

Pretreatment PRS PAHs


1) 6ml 0,1 M HCl HPLC-UV
2) 2 ml H2O

Elution 1 elution 2

20 ml Ammomium asetat 1,6 ml NeOH/NH3(aq) (9:1)


0,5M pH 8

C18 Cartridge PANHs


(100 mg) HPLC-UV
MeOH/NH3(aq)
(9:1),0,6 ml

HAAs
HPLC-ED

Gambar D.1 - Skema prosedur pembersihan/pemurnian

© BSN 2013 16 dari 15


SNI 2725:2013

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
Bibliografi

Code of Practice of Fish and Fishery Products Second Edition, Adopted 2011.
CAC/RCP 52- 2003.

Comission Regulation (EC) No. 1881/2006, amending Regulation (EC) No. 466/2001
as regards heavy metals-Official Journal of the European Union.

Council Regulation (EC) No 104/2000 (o) L 17.21.1.2000.p.22-Office for Official


Publications of the European Communities

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor:
Hk 00.05.52.4040 tentang Katergori Pangan, Tahun 2006.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor:
Hk 00.05.55.6497 tentang Bahan Kemasan Pangan, Tahun 2007.

Permenkes No 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

Rivera Et al – 1996. Solid Phase extraction for the Selective isolation of polycyclic
aromatic hydrocarbons, azaarenes and heterocyclic aromatic amines in charcoal-
grilled meat. J. Chrom A, 731 : 85-94.

© BSN 2013 17 dari 15

Anda mungkin juga menyukai