Metode Pemecahan Selpada Proses Hilir Industri Bioproses
Metode Pemecahan Selpada Proses Hilir Industri Bioproses
net/publication/287632821
CITATIONS READS
0 8,725
1 author:
Brenda Kalista
Bandung Institute of Technology
1 PUBLICATION 0 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Brenda Kalista on 21 December 2015.
Abstrak
Produk yang dihasilkan pada suatu industri bioproses biasanya berada dalam konsentrasi yang rendah,
sehingga dibutuhkan proses pemisahan dan pemurnian yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan industri
kimia biasa. Proses hilir yang dibutuhkan akan semakin menantang apabila produk yang diinginkan merupakan
produk intraseluler. Sebelum dilakukan pemisahan lebih lanjut, diperlukan suatu metode untuk memecahkan
sel, sehingga produk dapat diproses lebih lanjut. Metode untuk melakukan pemecahan sel secara garis besar
dibagi menjadi metode mekanik dan non-mekanik. Metode non-mekanik diklasifikasikan kembali menjadi
metode pemecahan sel secara fisika, kimiawi, dan biologik. Metode mekanik yang umum digunakan adalah
homogenisasi tekanan tinggi (HPH), penggilingan dengan material abrasif, dan ultrasonikasi. Kavitasi, osmotic
shock, pH shock, dekompresi, termolisis, penggunaan agen biologis dan penggunaan zat aditif seperti enzim,
detergen, agen pengkelat, chaotropic agent dan pelarut tertentu akan dijabarkan lebih dalam. Beberapa kasus
pemecahan sel akan dibahas, seperti pemecahan sel mikroalga untuk memperoleh lipid, pemecahan sel Candida
mogii untuk memperoleh enzim xilosa reduktase, dan pemecahan sel E. coli untuk memperoleh HBcAg
(Hepatitis B core Antigen).
Kata kunci: proses hilir, pemecahan sel, metode mekanik, metode non-mekanik, HPH, osmotic shock,
penggilingan, agen biologis
Membran sel tidak berperan dalam kekuatan tahap pemisahan dan pemurnian lebih lanjut.
struktur sel dan mudah pecah akibat osmotic Beberapa produk intraselular terlarut di dalam
shock apabila tidak terdapat lapisan komponen sitoplasma. Namun, ada pula produk
yang berstruktur lebih kuat pada sel. Pada intraselular yang tidak terlarut dan merupakan
bakteri Gram-positif, susunan membran sel partikel yang terselubungi protein, disebut
dari luar ke dalam adalah peptidoglikan, ruang sebagai inclusion bodies. Khusus kasus yang
periplasmik, dan membran plasma. disebutkan terakhir, diperlukan pelarutan
Peptidoglikan pada bakteri Gram-negatif sebelum tahap pemurnian lebih lanjut (Katoh
memiliki ketebalan 1.5 hingga 2.0 nm (10% dan Yoshida, 2009). Secara umum, metode
hingga 20% berat kering dari keseluruhan pemecahan sel dibagi menjadi dua garis besar,
membran sel), sedangkan pada bakteri Gram- yaitu metode mekanik dan metode non-
positif, komposisi peptidoglikan adalah 50% mekanik.
hingga 80% berat kering dari keseluruhan
Pada proses mekanik dalam pemecahan sel
membran sel (Harrison, 1991).
secara umum adalah dengan menggunakan
tekanan, agitasi mekanik, penggilingan,
Membran luar gesekan, dan sebagainya. Perlakuan yang
diberikan dengan metode mekanik seperti
Peptidoglikan homogenisasi tekanan tinggi, dispersi dan
penggilingan koloid, penggilingan kecepatan
Ruang periplasmik
tinggi, impingement jets, ultrasonikasi, dan
Membran sioplasma solid pressure shear. Kerugian utama dari
pemecahan sel dengan metode mekanik adalah
investasi alat yang cukup tinggi dan kebutuhan
energi yang besar. Metode non-mekanik dapat
Gambar 1. Struktur membran dan dinding sel dibagi menjadi tiga garis besar, yaitu secara
bakteri Gram-negatif physical, kimiawi, dan biologik. Secara fisika,
(Belter, 1988) metode non-mekanik memanfaatkan
pemanasan, pendinginan (freezing), osmotic
shock, dekompresi gas, kavitasi ultrasonik dan
Pengetahuan mengenai dinding sel bakteri kavitasi hidrodinamik. Secara kimiawi, dengan
penting dalam upaya pemecahan sel untuk menggunakan asam, basa, detergen, pelarut,
memperoleh produk intraselular, agar metoda EDTA, antibiotik, dan agen chaotropic.
yang dipilih mampu memberikan hasil yang Metode non-mekanik secara biologik
maksimal. memanfaatkan enzim dan agen-agen biologis
(Harrison, 1991). Tidak semua metode
pemecahan sel akan dibahas pada kesempatan
ini.
Peptidoglikan
3. Metode Pemecahan Sel Secara Mekanik
Membran sioplasma
3.1 Homogenisasi Tekanan Tinggi
Homogenisasi tekanan tinggi merupakan
Gambar 2. Struktur membran dan dinding sel metode pemecahan sel yang sering digunakan
bakteri Gram-positif pada industri skala menengah dan besar
(Belter, 1988) (Middleberg, 2000 dan Kleinig dan
Middleberg, 1997). Homogenizer tekanan
Pada beberapa kasus proses hilir industri tinggi secara esensial merupakan pompa
bioproses, produk yang diinginkan merupakan pemindahan positif yang memompakan
produk intraselular, sehingga diperlukan suspensi sel melalui sebuah katup dengan
pemecahan sel agar produk dapat memasuki tekanan hingga 1500 bar (Kleinig dan
Brenda Kalista, Metode Pemecahan Sel pada Proses Hilir Industri Bioproses, 3
2015, 1-13
3-way valve
Validated filters
Homogenate
(Tekanan rendah) Cooling
Valve Storage Storage
jacket
seat tank tank
feed
(Tekanan tinggi)
seperti alat sentrifugasi dengan swing-out Pada alat penggilingan dipasang sistem
motor,elektroforesis dengan gel SDS- pendingin dalam bentuk cooling jacket atau
poliakrilamida (Middleberg, 2000). cooled impeller shaft untuk mendisipasi panas
Homogenisasi tekanan tinggi banyak yang terbentuk selama proses penggilingan.
diintegrasikan dengan metode-metode seperti Penggilingan secara horizontal lebih sering
kavitasi, turbulensi, impingement, shear stress, digunakan karena mampu mengurangi efek
gradien tekanan, dan extensional shear fluidising dari proses penggilingan yang sering
(Kleinig dan Middleberg, 1996). terjadi pada penggilingan secara vertikal. Pada
umumnya, penggunaan manik-manik yang
berukuran lebih kecil akan lebih efektif. Untuk
3.2 Penggilingan (Bead Mill) rata-rata dari sel ragi, digunakan manik-manik
Penggilingan merupakan salah satu metode berukuran 0.2 hingga 2.8 mm (Harrison,
pemecahan sel secara mekanik dengan 1991). Penggunaan manik-manik yang lebih
menggunakan media penggilingan seperti besar bertujuan untuk memperoleh enzim yang
manik-manik kaca (Heim, dkk., 2007). Pada terletak pada ruang periplasmik, sedangkan
prinsipnya, penggilingan menggunakan suatu manik-manik yang lebih kecil penggunaannya
wadah atau ruang penggilingan vertikal atau lebih bertujuan untuk memperoleh produk
horizontal, dengan piringan atau impeler yang pada sitoplasma (Schutte, dkk., 1983).
berotasi. Piringan atau impeler digerakkan
oleh shaft yang terhubung dengan motor
Tabel 1. Waktu tinggal penggilingan
listrik. Pergerakkan secara rotasi ini
(Ross, 1962)
mengakibatkan manik-manik kaca atau plastik
yang digunakan menggiling suspensi sel
secara merata. Dengan kata lain, penggilingan Waktu
merupakan cara pemecahan sel berdasarkan Mikroorganisme Tinggal
gaya gesek solid, dengan mengagitasi suspensi [s]
sel dengan material yang bersifat abrasif
Aerobacter aerogenes 96
(Gaver dan Huyghebaert, 1991).Pada ruang
atau wadah penggilingan (grinding chamber)
terdapat pelat sehingga manik-manik dapat Bacterium cyclo-oxidans 35
dipisahkan dan tertahan di dalam grinding
chamber. Eschericia coli 85
jumlah protein yang belum dilepaskan atau Pada prinsipnya ultrasonikasi merupakan cara
masih di dalam sel. Persamaan (1) untuk pemecahan sel berbasis liquid shear, dimana
operasi secara batch dan persamaan (2) untuk liquid shear ini berasal dari gelombang
operasi secara kontinu (Gaver dan ultrasonik (gelombang dengan frekuensi
Huyghebaert, 1991). tinggi). Gelombang ultrasonik ditransmisikan
di dalam medium melalui ujung logam (Woi
(1) Ho, dkk., 2005).
(2)
4. Metode Pemecahan Sel Secara Non-
Pada Tabel 1, dapat dilihat beberapa jenis mekanik
mikroorganisme dan perkiraan waktu tinggal 4.1 Kavitasi Hidrodinamik
yang dibutuhkan untuk mencapai pemecahan
sel yang sempurna untuk kecepatan Proses pemecahan dinding sel dengan kavitasi
penggilingan 6000 putaran/menit. Efisiensi hidrodinamik dapat dilihat pada Gambar 6.
dari mesin penggilingan diukur berdasarkan Saat cairan dialirkan melalui katup, tekanan
kemampuan untuk memecahkan sel statik akan turun hingga lebih rendah dari
mikroorganisme yang ditentukan berdasarkan tekanan uapnya.
analisis Kjeldahl (Ross, 1962).
Suspensi sel
cavities
3.3 Ultrasonikasi
Pemecahan ultrasonik merupakan proses
pemecahan sel dimana digunakan sinyal katup
akustik dengan frekuensi yang tinggi agar
terjadi proses kavitasi. Gelombang ultrasonik
menyebabkan gaya kohesi pada molekul
Pressure
larutan kaldu fermentasi, sehingga gauge
menyebabkan terbentuknya gelembung-
gelembung kavitasi. Akibat kolapsnya Cooling
gelembung kavitasi, timbul gelombang kejut jacket
dan merambat ke medium di sekitarnya pompa
membentuk aliran jet. Aliran jet ini kemudian
menyebabkan kehancuran sel pada kaldu
fermentasi (Onyeche, dkk., 2002). Gambar 6. Cavitating valve
(Pandit, dkk., 1994)
kotak kedap Hal ini menyebabkan terbentuknya
suara Booster gelembung-gelembung atau rongga yang
horns sangat kecil. Apabila laju alir cairan dari
tangki ditingkatkan, tekanan yang melalui
Cooling Sonotroda
celah orifice akan meningkat, sehingga terjadi
jacket penurunan tekanan statik yang sangat besar
Sampel
pada celah sempit (vena contracta), yang
mengakibatkan jumlah rongga dan ukuran
rongga atau gelembung yang lebih banyak dan
besar. Rongga uap kemudian terkondensasi
generator dengan keras dan hebat (collapse of the cavity)
sehingga terbentuk impuls tekanan. Apabila
Gambar 6. Ultrasonic cell distrupter
kandungan gas di dalam rongga cukup sedikit,
(Onyeche, dkk., 2002)
maka impuls tekanan dapat mencapai ratusan
Brenda Kalista, Metode Pemecahan Sel pada Proses Hilir Industri Bioproses, 6
2015, 1-13
bar, menyebabkan kerusakan pada dinding sel dengan kandungan garam tinggi (Harrison,
(Pandit, dkk., 1994). 1991). Akibatnya, sel menjadi lisis. Metode ini
yang disebut sebagai osmotic shock. Contoh
Peluang terjadinya kavitasi pada rejim aliran
medium yang memiliki tekanan osmotik tinggi
diprediksi dengan perhitungan ratio dari gaya
adalah sukrosa 1 M. Teknik ini tidak terlalu
collapsing cavities terhadap gaya
efektif untuk sel-sel yang memiliki struktur
pembentukan rongga awal (Pandit dan Joshi,
penyokong seperti peptidoglikan. Osmotic
1996). Rasio ini disebut juga sebagai angka
shock biasanya digunakan dalam skala kecil,
kavitasi (cavitation number) dan disimbolkan
karena zat aditif yang mahal dan
sebagai σ.
meningkatkan nilai BOD pada pengolahan
(3) limbah (Middleberg, 1995). Selain itu,
terdapat kemungkinan produk yang diinginkan
Angka kavitasi yang diperoleh dinilai baik menjadi tercemar oleh garam (Harrison, 1991).
apabila berada dibawah angka awal kavitasi, Pada bakteri Gram-negatif, dengan
yaitu yang spesifik untuk setiap proses. menggunakan metode ini, protein pada ruang
periplasmik dapat diperoleh dengan baik.
Apabila diinginkan komponen pada
4.2 Dekompresi sitoplasma, maka dinding sel harus
dilemahkan terlebih dahulu sebelum
Pada metode dekompresi, ke dalam suspensi
menggunakan metode ini (Harrison, 1991).
sel ditambahkan gas superkritik atau gas
subkritik bertekanan selama selang waktu
tertentu. Gas kemudian akan masuk ke dalam
4.4 Termolisis
sel sehingga sel menjadi pecah (Middleberg,
1995). Kelebihan dari metode ini adalah lunak Bakteri Gram-negatif apabila dipanaskan
(gentle) dan menghasilkan sisa sel yang masih hingga temperatur 50-550C akan merusak
berukuran cukup besar. Hal yang disebutkan struktur membran luar, sehingga dapat
terakhir merupakan keuntungan apabila diperoleh protein pada ruang periplasmik
produk yang diinginkan dapat larut pada (Middleberg, 1995). Pada suhu 900C, dapat
cairan, sehingga proses pemisahan produk diperoleh protein pada sitoplasma, pada E. coli
menjadi lebih mudah. Kerugian dari (Watson dkk., 1987). Pada bakteri Gram-
dekompresi adalah nilai efisiensi yang kecil. positif, metode termolisis kurang efektif.
Gas CO2 superkritik pada temperatur 31,1oC Termolisis memberikan beberapa keuntungan,
dan 7,38 MPa dapat meningkatkan yaitu dapat membunuh inang, sehingga
permeabilitas membran (Lee, dkk.,2012). mengeliminasi organisme rekombinan pada
Peningkatan permeabilitas diiringi dengan proses hilir, mendeaktivasi enzim protease,
efek fisio-kimiawi CO2, sehingga dan memberikan sisa sel dengan ukuran yang
menyebabkan sel kehilangan viabilitas masih relatif besar, sehingga pemisahan
(Garcia-Gonzalez, dkk., 2007). Pemecahan sel produk dapat dilakukan dengan mudah
E. coli dan S. cerevisiae dengan gas CO2 (Middleberg, 1995). Namun, apabila produk
dilakukan pada tekanan 3 MPa hingga 5 MPa yang diinginkan tidak terlarut dalam kaldu
selama selang waktu 1,5 jam hingga 5 jam fermentasinya, maka pemisahan produk
(Debs-Louka, 1999). dengan sisa sel akan menjadi sulit.
untuk memecah sel, sampel didinginkan antibiotik kelas β-laktam seperti penisilin.
perlahan agar kristal es yang terbentuk di Penggunaan antibiotik kelas ini relatif mahal
dalam sel lebih besar. Proses ini memerlukan dan cenderung bergantung pada jenis suspensi
konsumsi energi yang tinggi, karena tahapan sel (Geciova, dkk., 2002).
dalam proses ini seperti pembekuan sampel,
Selain itu, terdapat kelas antibiotik kationik
sublimasi, desorpsi dan kondensasi air, serta
polipeptida. Antibiotik kelas kationik
penggunaan pompa vakum untuk menurunkan
polipeptida akan berikatan dan mengubah
tekanan membutuhkan suplai energi yang
struktur membran sitoplasma, sehingga
besar. Konsumsi energi yang besar
membran sitoplasma mengalami lisis. Contoh
menyebabkan peningkatan biaya produksi.
antibiotik kelas kationik polipeptida adalah
Keuntungan dari liofilisasi adalah tidak
polimiksin. Penggunaan antibiotik kelas ini
merusak protein dan enzim di dalam sel,
biasa dikombinasikan dengan lysozyme.
sehingga produk yang diperoleh relatif baik.
Seperti kelas antibiotik β-laktam, antibiotik
(Lee, dkk, 2012)
kelas kationik polipeptida mahal dan
keefektifannya bergantung pada tipe suspensi
sel yang hendak diambil produk
4.6 Ekstrem pH
intraselularnya (Geciova, dkk., 2002).
Pada suasana dengan pH 11.5-12.5, akan
menyebabkan sel pecah dalam 20 hingga 30
menit (Stanbury dan Whittaker, 1984). 4.8 Agen Pengkelat (Chelating Agent)
Efisiensi proses diukur berdasarkan
Agen pengkelat yang sering digunakan adalah
kandungan nitrogen yang berhasil diekstrak
EDTA (ethylenediamine tetra-acetic acid).
dari suspensi sel. Kekurangan pada metode ini
EDTA akan mengganggu membran luar dari
adalah kebanyakan protein menjadi
bakteri Gram-negatif dengan mengikat kation
terdenaturasi dalam keadaan sangat basa
Mg2+ atau Ca2+ pada lipopolisakarida,
(Harrison, 1991). Pemecahan sel dengan
sehingga mengganggu struktur membran luar.
metode ini berbasis pada reaksi saponifikasi.
Penggunaan EDTA sangat bergantung pada
Metode ini bersifat sangat keras, namun efektif
pemilihan buffer (Middleberg, 1995). Bakteri
dan murah apabila produk yang diinginkan
koliform dapat kehilangan kandungan
tahan suasana basa (Middleberg, 1995).
lipopolisakarida hingga 33-50% pada metode
Metode ini berjalan cepat, dapat kurang dari
pemecahan sel menggunakan EDTA
30 detik. Metode pemecahan sel dengan pH
(Harrison, 1991). EDTA tidak efektif apabila
shock biasanya diterapkan pada proses
produk terdapat di dalam sitoplasma, karena
pengolahan PHB, suatu material polimer yang
EDTA tidak berpengaruh banyak terhadap
dapat terbiodegradasi.
membran dalam. Selain itu, EDTA juga tidak
berpengaruh terhadap struktur peptidoglikan
(Middleberg, 1995).
4.7 Antibiotik
Antibiotik sangat efektif untuk bakteri Gram-
negatif. Namun, untuk setiap jenis antibiotik, 4.9 Detergen
akan menyebabkan lisis dengan mekanisme
Detergen merupakan molekul yang mepunyai
yang berbeda (Harrison, 1991). Pada antibiotik
ujung hidrofilik dan ujung hidrofobik. Oleh
kelas β-laktam, akan mempengaruhi sintesis
karena itu, detergen mampu berinteraksi
peptidoglikan. Lisis terjadi akibat sel tidak
dengan air dan lemak. Secara garis besar,
mampu menjaga tekanan osmotik, sehingga
detergen yang dapat melarutkan membran sel
protein intraselular dapat diperoleh.
adalah grup anionik, grup kationik, dan grup
Penggunaan antibiotik pada skala besar hingga
non-ionik. Grup anionik seperti SDS dan
saat ini hampir tidak dilakukan, karena harga
garam dari asam lemak, sedangkan garam
antibiotik yang tinggi dan tidak semua bakteri
tetraalkil amonium tergolong ke dalam grup
dapat secara efektif dipecahkan selnya oleh
kationik. Contoh detergen yang tergolong ke
antibiotik, seperti E. coli. Contoh dari
Brenda Kalista, Metode Pemecahan Sel pada Proses Hilir Industri Bioproses, 8
2015, 1-13
dalam grup non-ionik adalah triton X dan Brij menggunakan 2 mL aseton untuk 30 mg sel.
series. Dalam pemilihan deterjen, perlu dilihat Suspensi kemudian diaduk perlahn dengan
efeknya terhadap produk terutama protein. menggunakan magnetic stirrer selama 16 jam
SDS mampu membuat protein terdenaturasi pada temperatur ruang. Dengan menggunakan
(Middleberg, 1995). Triton X-100 bekerja metode ini, karotenoid astaxantin tidak
secara spesifik terhadap membran sitoplasma terdegradasi (Morais, R., dkk., 2001).
E. coli, namun membran luarnya sangat
resisten terhadap pelarutan oleh Triton
(Schnaitman, C.A., 1971). Kemampuan 4.11 Pemecahan Sel secara Enzimatik
detergen, terutama SDS dan Triton dalam Pemecahan sel dengan menggunakan enzim
melarutkan membran luar dan membran dalam menguntungkan dari segi kondisi yang lunak,
secara sekaligus dapat ditingkatkan dengan kebutuhan energi yang rendah, dan spesifik,
menaikkan temperatur proses, dalam range 4- sehingga tidak merusak produk. Secara umum,
370C (Harrison, 1991). N-lauroyl sarcosinate pemecahan sel secara enzimatik terbagi
(sarkosyl) bekerja secara spesifik terhadap menjadi autolisis, phage lisis dan lisis akibat
membran dalam. Namun, kerja sarkosyl tidak penambahan enzim litik. Sebagai contoh,
dipengaruhi suhu (Middleberg, 1995). strain mutan Saccharomyces cerevisiae tidak
stabil pada suhu yang dinaikkan secara
mendadak, misalnya dari 240C menjadi 370C.
4.10 Solvent
akibatnya, sel pecah dan produk intraselular
Pelarut yang umum digunakan antara lain dapat diperoleh. Hal ini yang disebut sebagai
butanol, toluen (Middleberg, 1995), kloroform autolisis. Konsep autolisis menjadi agak abu-
dan aseton (Geciova, dkk., 2002). Pelarut abu karena dalam keberjalanannya
nonpoloar memiliki kemampuan melarutkan membutuhkan sedikit induksi dengan senyawa
komponen hidrofobik pada membran sel. kimia yang mild dan perlakuan fisik tertentu
Penambahan 10% toluen ke dalam suspensi sel seperti pH shock dan thermal shock
dapat mengakibatkan lipid dinding sel (Middleberg, 1995). Autolisis dikarakterisasi
mengabsorb toluen, mengakibatkan dinding dengan menilai seberapa banyak peptidoglikan
sel pecah (Middleberg, 1995). Namun, yang terdegradasi. Bakteri E. coli dapat
terdapat kerugian, yaitu 25% protein mengalami pemecahan sel dengan
(termasuk protein sitoplasma) yang bakteriophage T4. Hal ini disebut phage lysis,
terdenaturasi akibat penggunaan toluen tanpa karena pecahnya sel diakibatkan oleh phage
kehadiran ion Mg2+, pada sel E. coli. Pada (Middleberg, 1995).
fungi, penggunaan pelarut dapat memecahkan
Tiga tipe enzim bakteriolitik yang
sel secara sempurna. Pelarut dengan parameter
teridentifikasi adalah glikosidase,
solubilitas yang mirip, mempunyai mekanisme
asetilmuramil-L-alanin amidase, dan
pelarutan envelope sel yang mirip pula (Belter,
endopeptidase (Harrison, 1991). Glikosidase
1988). Penggunaan pelarut sebagai metode
memecah rantai polisakarida dari struktur
pemecahan sel tidak terlalu sering digunakan,
peptidoglikan. Salah satu contoh glukosida
karena konsentrasi produk yang diperoleh
adalah lysozyme, diperoleh dari telur putih
tidak terlalu tinggi dan beberapa pelarut
ayam. Lysozyme merupakan enzim yang
bersifat toksik, sehingga tidak cocok
mengkatalisis reaksi hidrolisis ikatan β-1,4-
digunakan pada industri pangan dan
glikosidik, sehingga dapat merusak struktur
pharmaceutical (Middleberg, 1995).
peptidoglikan. Lysozyme sangat efektif untuk
Penggunaan pelarut biasanya dalam
bakteri yang memiliki struktur peptidoglikan,
pemecahan sel skala laboratorium.
seperti pada bakteri Gram-positif (Geciova,
Pada Haemotococcus pluvialis yang dkk., 2002). Asetilmuramil-L-alanin amidase
merupakan sumber natural dari astaxantin memecah ikatan polisakarida dan polipeptida.
(golongan karotenoid), dinding selnya berupa Endopepidase berfungsi untuk memecah
sporopollenin yang tebal. Ekstraksi astaxantin
Brenda Kalista, Metode Pemecahan Sel pada Proses Hilir Industri Bioproses, 9
2015, 1-13
ikatan polipeptida pada struktur peptidoglikan sel akhir (C/Co) dengan konsentrasi sel awal
(Andrews dan Asenjo, 1987). dalam jumlah sel per milimeter kubik, untuk
seluruh tekanan dibawah 0.1.
Pemecahan sel Chlorococcum sp. mencapai
4.12 Chaotropic Agent
73,8% dari sel awal. Grimi, dkk., melakukan
Urea dan guanidin hidroklorida merupakan homogenisasi tingkat tinggi untuk
contoh chaotropic agent yang digunakan Chlorococcum sp.dengan menggunakan
dalam pemecahan sel. Membran E. coli dapat homogenizer NS1001L-PANDA 2K dengan
dilarutkan bagian proteinnya oleh guanidin- nilai Np 1 hingga 10, dengan tekanan 150
HCl, sehingga sel mengalami lisis (Harrison, MPa, Q = 2.78 . 10-3 L.s dan m = 250 g. Katup
1991). Chaotropic agents merupakan ion yang yang digunakan berbahan keramik, dan seat
memfasilitasi perpindahan grup nonpolar ke berbahan stainless steel.
larutan polar seperti air (Hatefi dan Hanstein,
1969). Urea, guanidin, KI, NaClO4, dan
NaSCN menginduksi oksidasi lemak yang
sangat cepat pada mitokondria, mikrosom, dan
sistem transpor elektron. Pada penggunaan
chaotropic agent, oksidasi lipid mitokondria
merupakan akibat dari hancurnya struktur
membran. Penggunaan ion chaotropic simpel,
efektif, dan dapat dikontrol dengan baik.
Namun, penggunannya menyebabkan limbah
sehingga kebanyakan chaotropic agent
digunakan pada skala laboratorium untuk
mengamati kompleks enzim dan mekanisme
membran. Pada bakteri B. subtilis apabila
menggunaan NaSCN dengan konsentrasi 2M, (a)
maka sebanyak 24% protein dapat dilarutkan.
Pada penggunaan NaClO4 dengan konsentrasi
2M, maka sebanyak 21% protein dapat
dilarutkan (Hatefi dan Hanstein, 1969).
temperatur ruang. Konsumsi energi secara rusak menjadi kecil. Namun, perolehan hasil
spesifik dihitung sebagai berikut (Anand, dkk., dengan metode enzimatik jauh lebih rendah
2007): dibandingkan jika menggunakan metode
ultrasonifikasi (Ho, C.W., dkk., 2006).
(4)