INDONESIA
Oleh: Vizla Machdavie Kazhilla
Universitas Negeri Jakarta
E-mail: vizlakazhillaa@gmail.com
ABSTRAK
Negara Indonesia merupakan negara Agraris, mayoritas penduduknya bergerak dalam sektor
pertanian dengan memanfaatkan sumber daya alam (kesuburan tanah, hasil perikanan, dll).
Oleh karena itu dibutuhkan instrument yang mengatur bagaimana cara rakyat Indonesia
memanfaatkan tanah dan sumber daya alam yang berada di dalam perut bumi Indonesia
dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk kemakmuran masyarakat Indonesia. Maka
dari itulah pemerintah membuat Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang menegaskan peranan kunci tanah, bahwa bumi,
air dan ruang angkasa mempunyai fungsi yang sangat penting untuk membangun masyarakat
yang adil dan makmur. Pada konteks ini, penguasaan dan penghakkan atas tanah terutama
tertuju pada perwujudan keadilan dan kemakmuran dalam pembangunan masyarakat
Indonesia. Alasan dari pengambilan judul dan tema ini yaitu untuk mengkaji lebih dalam dan
memberikan wawasan tentang peranan Undang-undang pokok agraria bagi masyarakat
Indonesia. Penulisan ini menggunakan studi kepustaakan, karena kajian yang diperoleh
berdasarkan refrensi dari buku-buku, artikel, maupun peraturan-peraturan yang berkaitan
dengan hukum agraria atau kebijakan pertanahan di Indonesia.
PENDAHULUAN
Tanah dalam artian hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia karena dapat menentukan keberadaan dan kelangsungan hubungan dan perbuatan
hukum, baik dari segi individu maupun bagi orang lain. Untuk mencegah masalah tanah
tidak sampai menimbulkan konflik kepentingan dalam masyarakat, diperlukan pengaturan
penguasaan dan penggunaan tanah atau dengan kata lain disebut hukum tanah. Maka dari
itulah pemerintah membuat Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok Agraria (UUPA. Dengan adanya Undang-undang UUPA ini, berarti sejak saat itu
Indonesia telah memiliki Hukum Agraria Nasional yang mana adalah warisan kemerdekaan
setelah kolonial Belanda. Didalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan
Dasar Pokok Agraria, menegaskan peranan kunci tanah, bahwa bumi, air, dan ruang angkasa
mempunyaui fungsi yang sangat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan
makmur. Dalam konteks ini, penguasaan dan penghakkan atas tanah terutama tertuju pada
perwujudan keadilan dan kemakmuran dalam pembangunan masyarakat.
Tanah mempunyai kegunaan yang sangat banyak manfaatnya, baik itu secara
ekonomi, sosial, hukum, dan politik. Pemanfaatan tanah secara ekonomi dimanfaatkan oleh
masyarakat dalam rangka mencari mata pencaharian bagi masyarakat sekitar dengan menjual
tanah, selain itu juga tanah dapat dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan perekonomian
seperti jual beli barang di atas sebidang tanah. Secara sosial, tanah dapat dimanfaatkan
sebagai tempat berlindung dengan membangun rumah dan melakukan kegiatan sosial
lainnya(Doly, 2018). Maka dari itu tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling
mendasar. Dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung
maupun tidak langsung pasti memerlukan tanah. Pada saat manusia mati pun masih
memerlukan tanah untuk penguburannya. Sehingga sebegitu pentingnya tanah bagi manusia.
Maka setiap manusia pasti akan berusaha untuk memiliki dan menguasainya. Dengan hal itu
juga banyak terjadi sengketa terhadap tanah. Terutama sengketa pertanian dibidang
perkebunan. Melihat bahwa betapa pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, Seharusnya
Undang-undang Pokok Agraria harus berjalan seefektif mungkin guna masyarakat Indonesia
yang adil dan makmur. Jangan sampai tanah yang seharusnya menjadi objek untuk
mensejahterakan rakyat dengan cara memanfaatkan tanah untuk kepentingan masyarakat
menjadi “mensejahterakan” golongan tertentu(Doly, 2018).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat diambil rumusan
masalahnya yaitu “Bagaimana peranan Undang-undang Pokok Agraria bagi masyarakat
Indonesia?”. Dan berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui peranan Undang-undang Pokok Agraria bagi masyarakat Indonesia.
PEMBAHASAN
a. Karena Hukum Agraria yang berlaku sebagian dari pemerintah jajahan (Belanda),
hingga bertentangan dengan kepentingan negara.
b. Karena akibat politik-hukum penjajahan, sehingga hukum agraria tersebut
mempunyai sifat dualisme, yaitu berlakunya peraturan-peraturan dari hukum adat
di samping peraturan-peraturan hukum barat sehingga menimbulkan masalah
antar golongan yang serba sulit, dan tidak sesuai dengan cita-cita persatuan bangsa
c. Hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian hukum bagi rakyat asli.
Pengaturan hak milik atas tanah didasarkan pada pasal 28 huruf h ayat (4) UUD 1945
yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun, selanjutnya dalam
pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa: Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat(Hadisiswati, 2014). Sebagaimana yang dimaksudkan oleh UUPA,
Hukum Agraria adalah suatu kelompok hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas
sumber-sumber alam. Dalam pengertian yang luas, ruang lingkup hukum agraria meliputi
hukum tanah, hukum air, hukum kehutanan, hukum pertambangan/bahan galian, hukum
perikanan dan hukum ruang angkasa (hukum yang mengatur penguasaan unsur-unsur tertentu
ruang angkasa).
Upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk menyesuaikan hukum agraria
kolonial dengan keadaan dan kebutuhan setelah indonesia merdeka yang menggunakan
hukum agraria nasional,antara lain[ CITATION Agu \l 1033 ]:
Boedi Harsono dalam jurnal(Doly, 2018) menyatakan bahwa UUPA merupakan undang-
undang yang melakukan pembaharuan agraria karena di dalamnya memuat 5 (lima) program
yang dikenal dengan Panca Program Agrarian Reform Indonesia, yang salah satunya yaitu
melakukan perombakan kepemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan hukum yang
bersangkutan dengan penguasaan tanah dalam mewujudkan pemerataan kemakmuran dan
keadilan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 7 UUPA yang menyatakan bahwa untuk tidak
merugikan kepentingan umum maka tidak diperkenankan kepemilikan dan penguasaan tanah
yang melampaui batas. Adapun program landreform sendiri meliputi(Doly, 2018):
1. Pembatasan luas maksimum penguasaan tanah;
2. Larangan pemilikan tanah secara apa yang disebut “absantee” atau guntai;
3. Redistribusi tanah-tanah yang selebihnya dari batas maksimum, tanah yang terkena
larangan “absentee”, tanah bekas Swapraja dan tanah negara;
4. Pengaturan soal pengembalian dan penebusan tanah pertanian yang digadaikan;
5. Pengaturan kembali perjanjian bagi-hasil tanah pertanian; dan
6. Penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian, disertai larangan untuk melakukan
perbuatan yang mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah pertanian menjadi bagian yang
terlampau kecil.
KESIMPULAN
Doly, D. (2018). Kewenangan Negara Dalam Penguasaan Tanah: Redistribusi Tanah Untuk Rakyat
(the Authority of the State in Land Tenure: Redistribution of Land To the People). Negara
Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Dan Kesejahteraan, 8(2), 195–214.
https://doi.org/10.22212/jnh.v8i2.1053
Hadisiswati, I. (2014). Kepastian Hukum Dan Perlindungan Hukum Hak Atas Tanah. Ahkam: Jurnal
Hukum Islam, 2(1). https://doi.org/10.21274/ahkam.2014.2.1.118-146
Ilyas Ismail. (2012). Kajian terhadap Hak Milik atas Tanah yang Terjadi Berdasarkan Hukum Adat.
(56), 1–11.
Marthinu, E., & Nadiroh. (2017). Pengaruh Experiental Learning dan Pengetahuan Pembangunan
Berkelanjutan terhadap Berpikir Analitik Masalah Lingkungan. Pendidikan Lingkungan Dan
Pembangunan Berkelanjutan, XVIII(2), 38–52.