Anda di halaman 1dari 60

1

MAKALAH PENELITIAN STUDY KONSEP KASUS DIARE


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah metode penelitian

Disusun oleh :

Ratu Agisna S 32722001D19085

PROGRAM DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2021
1

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu dengan
pertolongan-Nya.
Salawat serta salam semoga telimpah curahkan pada baginda Nabi besar
Muhammad SAW. Ucapan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat-Nya,
baik itu secara sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah keperawatan
Metode Penelitian.
Tentu saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, saya
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca makalah ini dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Mohon maaf apabila ada terdapat banyak kesalahan dalam
pembuatan makalah ini.
Saya mengucapkan terimkasih kepada semua pihak khusunya kepada dosen yang
telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Sukabumi, 4 oktober 2021

penyusun
1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................5
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................5
D. Manfaat Penelitian...................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................9
A. Konsep Kasus Diare................................................................................9
1. Pengertian Diare................................................................................9
2. Klasifikasi Diare................................................................................9
3. Etiologi............................................................................................11
4. Patofisiologi.....................................................................................13
5. WOC................................................................................................17
6. Manifestasi Klinis............................................................................18
7. Respon Tubuh..................................................................................20
8. Penatalaksanaan...............................................................................21
9. Komplikasi......................................................................................30
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Diare......................31
1. Pengkajian.......................................................................................31
2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan............................................37
3. Perencanaan Keperawatan...............................................................38
BAB III PENUTUP.........................................................................................49
1. Kesimpulan......................................................................................49
2. Saran ...............................................................................................49
1
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diare saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi
pada masyarakat. Diare juga merupakan penyebab utama kesakitan dan
kematian pada anak di berbagai negara (Widoyono, 2011). Diare dapat
menyerang semua kelompok usia terutama pada anak. Anak lebih
rentan mengalami diare, karena sistem pertahanan tubuh anak belum
sempurna (Soedjas, 2011).

World Health Organizatin (WHO) (2012), menyatakan bahwa diare


merupakan 10 penyakit penyebab utama kematian. Tahun 2012 terjadi
1,5 juta kematian akibat diare. Sepanjang tahun 2012, terdapat sekitar
5 juta bayi meninggal pada tahun pertama kehidupan. Kematian
tersebut disebabkan karena pneumonia (18%), komplikasi kelahiran
preterm (14%) dan diare (12%).

Hasil Riskesdas (2013), menyatakan bahwa insiden diare pada anak di


Indonesia adalah 6,7 persen. Lima provinsi dengan insiden diare
tertinggi adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%),
Sulawesi Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%). Karakteristik diare balita
tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), laki-laki
(5,5%), perempuan (4,9%). Angka morbiditas dan mortalitas akibat
penyakit diare di Indonesia masih tinggi. Proporsi terbesar penderita
diare pada balita adalah kelompok umur 6 – 11 bulan yaitu sebesar
21,65% lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok
umur 24-29 bulan sebesar 12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada
kelompok umur 54– 59 bulan yaitu 2,06% (Kemenkes, 2011).
Penelitian Marlia (2015), menyatakan bahwa terdapat 99 anak yang
mengalami diare di RS Dr.Cipto Mangunkusumo pada bulan Februari
2013 laki-laki (56%), perempuan (43%), berada pada kelompok umur
3

12-36 bulan.Dinas Kesehatan Kota Padang (2014), menyatakan pada


tahun 2014 jumlah kasus diare yang datang ke sarana kesehatan
sebanyak 12,2% kasus. Jumlah kasus tahun 2014 sedikit menurun
dibandingkan kasus tahun 2013 sebesar 25,9%. Penyakit Diare sampai
saat ini masih termasuk dalam urutan 10 penyakit terbanyak di Kota
Padang. Kecamatan Pauh merupakan kecamatan dengan angka
kejadian diare tertinggi di kota Padang. Kasus diare yang ditangani di
Puskesmas Pauh adalah 48,4%. Puskesmas diobati sesuai dengan
prosedur tetap penatalaksanaan kasus diare dengan pengobatan yang
rasional. Target penemuan kasus diare pada tahun 2014 adalah 2,13%
dari 87,7% penduduk Kota Padang dengan capaian kasus diare adalah
41,7% kasus dan semuanya ditangani dan lebih banyak ditemukan
pada perempuan (Dinkes, 2014).

Target penemuan kasus diare pada tahun 2015 adalah 2,14% dari
92,4% penduduk Kota Padang, dengan capaian kasus adalah 49,7%
kasus dan semuanya ditangani. Jumlah kasus ini naik dari tahun
sebelumnya (41,7% kasus) dan lebih banyak ditemukan pada
perempuan (Dinkes, 2016). Cakupan pelayanan diare pada balita kota
Padang tahun 2015 adalah 48,3% dari 100% yang ditargetkan. Laporan
macam penyakit dan jumlah penderita rawat inap di RS Reksodiwiryo
Padang tahun 2016 pasien yang terdiagnosa menderita diare sebanyak
337 kasus dan diare berada di urutan kedua penyakit terbanyak di
kelompok infeksi saluran pencernaan.

Diare pada bayi dan balita ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya: yaitu infeksi, malabsorbsi, makanan, dan psikologis anak.
Infeksi enteral merupakan infeksi saluran percernaan, yang menjadi
penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral disebabkan karena
bakteri, virus dan parasit. Sedangkan infeksi parenteral merupakan
infeksi dari luar pencernaan seperti otitis media akut (OMA),
bronkopneumonia, ensefalitis. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi
dan anak berumur di bawah 2 tahun (Ngastiyah, 2014).

Wong (2008), mengatakan pengkajian keperawatan terhadap diare


dimulai dengan mengamati keadaan umum dan perilaku anak.
Pengkajian selanjutnya yang dilakukan pada pasien diare dengan
gangguan keseimbangan cairan yaitu pengkajian dehidrasi seperti
berkurangnya keluaran urine, turgor kulit yang jelek, ubun-ubun yang
cekung. Nursalam (2008), mengatakan dampak yang dapat
ditimbulkan jika mengalami gangguan keseimbangan cairan yaitu
terjadi hal-hal seperti dehidrasi pada bayi dan balita, hipoglikemia,
mengalami gangguan gizi, gangguan sirkulasi, hingga terjadi
komplikasi pada anak.

Dampak masalah fisik yang akan terjadi bila diare tidak diobati akan
berakibat kehilangan cairan dan eletrolit secara mendadak. Pada balita
akan menyebabkan anoreksia (kurang nafsu makan) sehingga
mengurangi asupan gizi, dan diare dapat mengurangi daya serap usus
terhadap sari makanan. Dalam keadaan infeksi, kebutuhan sari
makanan pada anak yang mengalami diare akan meningkat, sehingga
setiap serangan diare akan menyebabkan kekurangan gizi. Jika hal ini
berlangsung terus menerus akan menghambat proses tumbuh kembang
anak. Sedangkan dampak psikologis terhadap anak-anak antara lain
anak akan menjadi rewel, cengeng, sangat tergantung pada orang
terdekatnya (Widoyono, 2011).

Upaya yang dilakukan untuk mengurangi resiko meningkatnya episode


diare, diantaranya dengan pemberian ASI. Pemberian ASI pada bayi
atau anak yang mengalami diare akan memiliki manfaat antara lain
untuk mengganti cairan yang hilang (rehidrasi). ASI mengandung zat-
zat gizi yang berguna untuk memenuhi kecukupan zat gizi selama
diare yang diperlukan untuk penyembuhan dan pertumbuhan (Puput,
2011). Hasil penelitian Tamimi, dkk (2016), menyatakan bahwa
92.1% bayi yang mendapat ASI eksklusif tidak mengalami diare dan
29,5% bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif berpeluang untuk
terjadinya diare.
Diagnosis keperawatan yang sering muncul pada pasien yang
menderita diare adalah kekurangan volume cairan dan
ketidakseimbangan nutrisi. Peran perawat sebagai pemberi pelayanan
keperawatan pada anak yang dirawat dengan diare, diantaranya
memantau asupan dan pengeluaran cairan. Anak yang mendapatkan
terapi cairan melalui intravena perlu pengawasan untuk asupan cairan,
kecepatan tetesan harus diatur untuk memberikan cairan dengan
volume yang dikehendaki dalam waktu tertentu dan lokasi pemberian
infus harus dijaga (Wong, 2008). Tindakan keperawatan yang harus
dilakukan selanjutnya yaitu menimbang berat badan anak secara
akurat, memantau input dan output yang tepat dengan meneruskan
pemberian nutrisi per oral dan melakukan pengambilan spesimen
untuk pemeriksaan laboratorium.

Selain dari tindakan keperawatan, orang tua dan keluarga juga ikut
memberikan perawatan seperti memberikan perhatian, semangat dan
mendampingi anak selama dirawat dirumah sakit (Nursalam, 2008).
Selain dari perawatan anak di rumah sakit, pengetahuan orang tua
tentang terjadinya diare sangatlah penting. Hal ini disebabkan karena
sebagian ibu belum mengetahui tentang perilaku sehat untuk menjaga
kesehatan keluarga seperti selalu menjaga kebersihan diri dan
makanan, menjaga kebersihan lingkungan rumah, memeriksakan
kondisi kesehatan ketika terdapat gejala suatu penyakit ke puskesmas,
menjaga pola istirahat serta menyempatkan untuk berekreasi guna
menghilangkan stres yang dapat memicu suatu penyakit (Subakti,
2015).

Survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 11 Januari 2016 di


dapatkan 3 orang anak dengan kasus diare di ruangan 2 anak di RST
Dr. Reksodiwiryo, dengan diagnosa keperawatan utama pada anak
yaitu dengan kekurangan volume cairan. Dari hasil pengamatan,
perawat sudah melakukan pengkajian yang meliputi identitas anak dan
orang tua, alamat, riwayat kesehatan, data pemeriksaan fisik dan
diagnostik. Perawat sudah melakukan tindakan pemasangan infus,
NGT untuk memenuhi kebutuhan cairan pada pasien dan perawat
memantau kondisi pasien pada saat overan, pemberian obat, dan saat
mengganti infus pasien.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti melakukan studi kasus


dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Anak dengan Diare di
Ruang 2 Anak di RS Tentara Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut didapat rumusan masalah dari


kasus tersebut adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien
Anak dengan Diare di Ruangan 2 Anak di RS Tentara Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan


kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr. Reksodiwiryo
Padang Tahun 2017”
2. Tujuan khusus

Berdasarkan tujuan umum tersebut didapatkan tujuan khusus dari


penelitian kasus ini adalah :
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan
kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr. Reksodiwiryo
Padang Tahun 2017
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada
anak dengan kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017
c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada anak
dengan kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak
dengan kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada anak
dengan kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017
f. Mampu melakukan pendokumentasian pada anak dengan kasus
Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr. Reksodiwiryo Padang
Tahun 2017.

C. Manfaat

1. Pengembang Keilmuan

a. Penulis
Dapat menambah wawasan dan pengalaman nyata dalam
memberikan asuhan keperawatan anak pada anak dengan diare.

b. Bagi Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Padang


diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan oleh
mahasiswa prodi D III Keperawatan Padang untuk penelitian
selanjutnya.

2. Institusi Pelayanan
a. Institusi Pendidikan Poltekkes Kemenkes RI Padang

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memberikan


kontribusi laporan kasus bagi pengembangan praktik
keperawatan. Diharapkan dapat memberikan sumbangan
pikiran untuk pengembangan ilmu dalam penelitian lebih lanjut
dengan metode dan tempat yang berbeda untuk penerapan
asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit Diare.

b. Institusi RS Reksodiwiryo Padang

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam


meningkatkan penerapan asuhan keperawatan anak pada anak
dengan diare.
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kasus Diare


1. Pengertian
Nursalam (2008), mengatakan diare pada dasarnya adalah frekuensi
buang air besar yang lebih sering dari biasanya dengan konsistensi
yang lebih encer. Diare merupakan gangguan buang air besar atau
BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi
tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lender (Riskesdas,
2013).

Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi


feses. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari
biasanya, dan bila buang air besar lebih dari tiga kali, atau buang air
besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes,
2016).

WHO (2009), mengatakan diare adalah suatu keadaan buang air besar
(BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari
tiga kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan
diare persisten terjadi selama ≥ 14 hari.

2. Klasifikasi Diare
Pedoman dari Laboratorium/ UPF Ilmu Kesehatan Anak, Uniersitas
Airlangga dalam Nursalam (2008), diare dapat dikelompokkan
menjadi:
a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung
paling lama 3-5 hari.
b. Diare berkepanjangan bila diare berlangsung lebih dari 7 hari.

c. Diare kornik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari. Diare kronik
bukan suatu kesatuan penyakit, melainkan suatu sindrom yang
penyebab dan patogenesisnya multikompleks. Mengingat
banyaknya kemungkinan penyakit yang dapat mengakibatkan diare
kronik dan banyaknya pemeriksaan yang harus dikerjakan maka
dibuat tinjauan pustaka ini untuk dapat melakukan pemeriksaan
10

lebih terarah.

Sedangkan menurut Wong (2008), diare dapat diklasifikasikan, sebagai


berikut:

a. Diare akut
Merupakan penyebab utama keadaan sakit pada balita. Diare akut
didefenisikan sebagai peningkatan atau perubahan frekuensi
defekasi yang sering disebabkan oleh agens infeksius dalam traktus
Gastroenteritis Infeksiosa (GI). Keadaan ini dapat menyertai
infeksi saluran napas atau (ISPA) atau infeksi saluran kemih (ISK).
Diare akut biasanya sembuh sendiri (lamanya sakit kurang dari 14
hari) dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi
tidak terjadi.

b. Diare kronis
Didefenisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi
dan kandungan air dalam feses dengan lamanya (durasi) sakit lebih
dari 14 hari. Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis
seperti sindrom malabsorpsi, penyakit inflamasi usus, defisiensi
kekebalan, alergi makanan, intoleransi latosa atau diare nonspesifik
yang kronis, atau sebagai akibat dari penatalaksanaan diare akut
yang tidak memadai.

c. Diare intraktabel
Yaitu diare membandel pada bayi yang merupakan sindrom pada
bayi dalam usia minggu pertama dan lebih lama dari 2 minggu
tanpa ditemukannya mikroorganisme patogen sebagai penyebabnya
dan bersifat resisten atau membandel terhadap terapi. Penyebabnya
yang paling sering adalah diare infeksius akut yang tidak ditangani
secara memadai.

d. Diare kronis nonspesifik


Diare ini juga dikenal dengan istilah kolon iritabel pada anak atau
diare todler, merupakan penyebab diare kronis yang sering
dijumpai pada anak-anak yang berusia 6 hingga 54 minggu. Feses
pada anak lembek dan sering disertai dengan partikel makanan
yang tidak tercerna, dan lamanya diare lebih dari 2 minggu. Anak-
11

anak yang menderita diare kronis nonspesifik ini akan tumbuh


secara normal dan tidak terdapat gejala malnutrisi, tidak ada darah
dalam fesesnya serta tidak tampak infeksi enterik.

3. Etiologi
Ngastiyah (2014), mengatakan diare dapat disebabkan oleh berbagai
infeksi, selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Diare sebenarnya
merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal
atau penyakit lain di luar saluran pencernaan. Tetapi sekarang lebih
dikenal dengan “penyakit diare”, karena dengan sebutan penyakit diare
akan mempercepat tindakan penanggulangannya. Penyakit diare
terutama pada bayi perlu mendapatkan tindakan secepatnya karena
dapat membawa bencana bisa terlambat.

Faktor penyebab diare, antara lain :


a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi
enteral sebagai berikut :
a) Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
b) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis) Adeno-virus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-
lain.
c) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,
Strongyloides); protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Trichomonas hominis); jamur (Candida albicans)

2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan


seperti: otitis media akut (OMA) , tonsilitis/ tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2
tahun.

b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa,
maltosa dan sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa,
fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting
dan tersering (intoleransi laktosa).
12

2) Malabsorbsi lemak.
3) Malabsorbsi protein.

c. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.


d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi
pada anak yang lebih besar).

Selain kuman, ada beberapa perilaku yang dapat meningkatan resiko


terjadinya diare, yaitu :

a. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama dari
kehidupan.
b. Menggunakan botol susu.
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.
d. Air minum tercemar dengan bakteri tinja.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang
tinja, atau sebelum menjamaah makanan.

Menurut Wong (2008), penyebab infeksius dari diare akut yaitu :


1. Agens virus
a. Rotavirus, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan mengalami
demam (38ºC atau lebih tinggi), nausea atau vomitus, nyeri
abdomen, disertai infeksi saluran pernapasan atas dan diare
dapat berlangsung lebih dari 1 minggu. Biasanya terjadi pada
bayi usia 6-12 bulan, sedangkan pada anak terjadi di usia lebih
dari 3 tahun.
b. Mikroorganisme, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan demam,
nafsu makan terganggu, malaise. Sumber infeksi bisa didapat
dari air minum, air di tempat rekreasi (air kolam renang, dll),
makanan. Dapat menjangkit segala usia dan dapat sembuh
sendiri dalam waktu 2-3 hari.

2. Agens bakteri
a. Escherichia coli, masa inkubasinya bervariasi bergantung pada
strainnya. Biasanya anak akan mengalami distensi abdomen,
demam, vomitus, BAB berupa cairan berwarna hijau dengan
darah atau mukus bersifat menyembur. Dapat ditularkan antar
individu, disebabkan karena daging yang kurang matang,
pemberian ASI tidak eksklusif.
b. Kelompok salmonella (nontifoid), masa inkubasi 6-72 jam
untuk gastroenteritis. Gejalanya bervariasi, anak bisa
mengalami nausea atau vomitus, nyeri abdomen, demam, BAB
kadang berdarah dan ada lendir, peristaltik hiperaktif, nyeri
tekan ringan pada abdomen, sakit kepala, kejang. Dapat
disebabkan oleh makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh binatang seperti kucing, burung, dan
lainnya.
3. Keracunan makanan
a. Staphylococcus, masa inkubasi 4-6 jam. Dapat menyebabkan
kram yang hebat pada abdomen, syok. Disebabkan oleh
makanan yang kurang matang atau makanan yang disimpan di
lemari es seperti puding, mayones, makanan yang berlapis
krim.
b. Clostridium perfringens, masa inkubasi 8-24 jam. Dimana anak
akan mengalami nyeri epigastrium yang bersifat kram dengan
intensitas yang sedang hingga berat. Penularan bisa lewat
produk makanan komersial yang paling sering adalah daging
dan unggas.
c. Clostridium botulinum, masa inkubasi 12-26 jam. Anak akan
mengalami nausea, vomitus, mulut kering, dan disfagia.
Ditularkan lewat makanan yang terkntaminasi. Intensitasnya
bervariasi mulai dari gejala ringan hingga yang dapat
menimbulkan kematian dengan cepat dalam waktu beberapa jam.

4. Patofisiologi
Hidayat (2008), mengatakan proses terjadinya diare dapat disebabkan
oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya :
a. Faktor infeksi
1) Virus
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan infeksi
rotavirus. Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan
masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman
yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian
melekat pada sel-sel mukosa usus, akibatnya sel mukosa usus
menjadi rusak yang dapat menurunkan daerah permukaan usus.
Sel-sel mukosa yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit
baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum
matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini
menyebabkan vili-vili usus halus mengalami atrofi dan tidak
dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya,
terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit.
Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri atau virus akan
menyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel
mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan
elektrolit akan meningkat.

2) Bakteri
Bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu ke
dalam mukosa, terjadi perbanyakan diri sambil membentuk
toksin. Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam darah dan
menimbulkan gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala,
dan kejang-kejang. Selain itu, mukosa usus yang telah dirusak
mengakibatkan mencret berdarah berlendir. Penyebab utama
pembentukan enterotoksin ialah bakteri Shigella sp, E.coli.
diare ini bersifat self-limiting dalam waktu kurang lebih lima
hari tanpa pengobatan, setelah sel-sel yang rusak diganti
dengan sel-sel mukosa yang baru (Wijoyo, 2013).

b. Faktor malabsorpsi,
1) Gangguan osmotik
Cairan dan makanan yang tidak dapat diserap akan terkumpul
di usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus
Akibatnya akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga
usus meningkat. Gangguan osmotik meningkat menyebabkan
terjadinya pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus.
Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen
usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus.
Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong
keluar melalui anus dan terjadilah diare (Nursalam, 2008).
2) Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam
rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat
peningkatan isi rongga usus (Nursalam, 2008).
3) Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan
usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare.
Sebaliknya bisa peristaltik usus menurun akan mengakibatkan
bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.
Akibat dari diare yaitu kehilangan air dan elektrolit yang dapat
menyebabkan cairan ekstraseluler secara tiba-tiba cepat hilang,
terjadi ketidakseimbangan elektrolit yang mengakibatkan syok
hipovolemik dan berakhir pada kematian jika tidak segera
diobati (Nursalam, 2008).

c. Faktor makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak
mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan
peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk
menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare (Hidayat,
2008). Diare akut berulang dapat menjurus ke malnutrisi energi
protein, yang mengakibatkan usus halus mengalami perubahan
yang disebabkan oleh PEM tersebut menjurus ke defisiensi enzim yang
menyebabkan absorpsi yang tidak adekuat dan terjadilah diare berulang
yang kronik. Anak dengan PEM terjadi perubahan respons imun,
menyebabkan reaksi hipersensitivitas kulit terlambat, berkurangnya
jumlah limfosit dan jumlah sel T yang beredar.

Setelah mengalami gastroenteritis yang berat anak mengalami


malabsorpsi. Malabsorpsi juga terdapat pada anak yang mengalami
malnutrisi, keadaan malnutrisi menyebabkan atrofi mukosa usus,
faktor infeksi silang usus yang berulang menyebabkan
malabsorpsi, enteropati dengan kehilangan protein. Enteropati ini
menyebabkan hilangnya albumin dan imunogobulin yang
mengakibatkan kwashiorkor dan infeksi jalan nafas yang berat
(Suharyono, 2008).

d. Faktor psikologis, faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya


peningkatan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses
penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare. Proses
penyerapan terganggu (Hidayat, 2008).
17
18

5. Manifestasi Klini

BAB cair, mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja makin lama
berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah
sekitarnya akan lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama
makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari
laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.

Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit. Jika anak telah banyak
kehilangan cairan dan elektrolit, serta mengalami gangguan asam basa
dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia,
hipovolemia. Gejala dari dehidrasi yang tampak yaitu berat badan
turun, turgor kulit kembali sangat lambat, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung, mukosa bibir kering.

Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat


menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila
tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas
plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya
bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi
berat (Juffrie, 2010). Untuk mengetahui keadaan dehidrasi dapat
dilakukan penilaian sebagai berikut:

Tabel 2.1
Penilaian Derajat Dehidrasi
Penilaian Tanpa Dehidrasi Dehidrasi
Dehidrasi Ringan/Sedan Berat
g
1. Lihat:
Baik, sadar Gelisah, Lesu lungl
Keadaan Umum rewel , ai
Atau tidak
sadar
Mata
Normal Cekung Sang
dan keringceku
19

Air mata Ada Tidak ada Tidak ada

Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering

Rasa haus Minum biasa Haus, ingin Malas minum


tidak haus minum banyak atau tidak bisa
minum

2. Periksa:
Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
Turgor kulit lambat

3. Hasil Tanpa Dehidrasi Dehidrasi


pemeriksaan dehidrasi ringan/ sedang, berat, kriteria
kriteria bila ada 1
tanda*

Bila ada 1 tanda Ditambah 1


ditambah 1 atau atau lebih
lebih tanda lain tanda lain

4. Terapi Rencana terapi Rencana terapi Rencana terapi


A B C
*Tanda-tanda yang juga dapat diperiksa: timbang berat badan, ubun-ubun
besar, urine, nadi, dan pernapasan atau tekanan darah.

Sumber: Depkes, Buku Ajar Diare dalam Nursalam (2008)

6. Respon Tubuh

a. Sistem Integumen

Anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan hingga berat


turgor kulit biasanya kembali sangat lambat. Karena tidak
adekuatnya kebutuhan cairan dan elektrolit pada jaringan tubuh
anak sehingga kelembapan kulitpun menjadi berkurang.

b. Sistem Respirasi

Kehilangan air dan elektolit pada anak yang diare mengakibatkan


gangguan keseimbangan asam basa yang menyebabkan pH turun
karena akumulasi asam non-volatil. Terjadilah hiperventilasi yang
akan menurunkan pCO2 menyebabkan pernapasan jadi cepat, dan
dalam (pernapasan kusmaul).

c. Sistem Pencernaan

Anak yang diare biasanya mengalami gangguan pada nutrisi, yang


disebabkan oleh kerusakan mukosa usus dimana usus tidak dapat
menyerap makanan. Anak akan tampak lesu, malas makan, dan
letargi. Nutrisi yang tidak dapat diserap mengakibatkan anak bisa
mengalami gangguan gizi yang bisa menyebabkan terjadinya
penurunan berat badan dan menurunnya daya tahan tubuh sehingga
proses penyembuhan akan lama.

d. Sistem Muskoloskletal

Kekurangan kadar natrium dan kalium plasma pada anak yang


diare dapat menyebabkan nyeri otot, kelemahan otot, kram dan
detak jantung sangat lambat.

e. Sistem Sirkulasi
Akibat dari diare dapat terjadi gangguan pada sistem sirkulasi
darah menyebabkan nadi melemah, tekanan darah rendah, kulit
pucat, akral dingin yang mengakibatkan terjadinya syok
hipovolemik.

f. Sistem Otak

Syok hipovolemik dapat menyebabkan aliran darah dan oksigen ke


otak berkurang. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya penurunan
kesadaran dan bila tidak segera ditolong dapat mengakibatkan
kematian.

g. Sistem Eliminasi

Warna tinja anak yang mengalami diare makin lama berubah


kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah
sekitarnya akan lecet karena sering defekasi dan tinja yang makin
asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal
dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare.

7. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis

1) Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting


yang perlu diperhatikan

a) Jenis cairan

(1) Oral : pedialyte atau oralit, Ricelyte

(2) Parenteral : NaCl, Isotonic, infus

b) Jumlah cairan

Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang


dikeluarkan.

c) Jalan masuk atau cara pemberian


(1) Cairan per oral, pada pasien dengan dehidrasi ringan dan
sedang cairan diberikan per oral berupa cairan yang berisikan
NaCl dan NaHCO3, KCL dan glukosa.

(2) Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL)


selalu tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai
seberapa banyak cairan yang diberikan tergantung dari berat
ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan
sesuai dengan umur dan berat badannya.

d) Jadwal pemberian cairan

Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan penilaian kembali


status hidrasi untuk menghitung kebutuhan cairan.

(1) Identifikasi penyebab diare

(2) Terpai sistematik seperti pemberian obat anti diare, obat anti
mortilitas dan sekresi usus, antiemetik

2) Pengobatan dietetik

Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat
badan kurang dari 7 kg jenis makanan :

(a) Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah
dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron atau
sejenis lainnya).

(b) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi


tim), bila anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak
biasa.

(c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan


misalnya susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak
yang berantai sedang atau tidak jenuh (Ngastiyah, 2014).

b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Bila dehidrasi masih ringan

Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah


pasien defekasi. Cairan harus mengandung eletrolit, seperti oralit.
Bila tidak ada oralit dapat diberikan larutan gula garamdenan 1gelas
air matang yang agak dingindilarutkan dalam 1 sendok teh

gula pasir dan 1 jumput garam dapur.


Jika anak terus muntah atau tidak mau minum sama sekali perlu
diberikan melaluui sonde. Bila pemberian cairan per oral tidak dapat
dilakukan, dipasang infus dengan cairan Ringer Laktat (RL) atau
cairan lain (atas persetujuan dokter). Yang penting diperhatikan
adalah apakah tetesan berjalan lancar terutama pada jam-jam
pertama karena diperlukan untuk segera mengatasi dehidrasi.

2) Pada dehidrasi berat

Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat. Untuk mengetahui


kebutuhan sesuai dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang
masuk tubuh dapat dihitung dengan cara:

(a) Jumlah tetesan per menit dikalikan 60, dibagi 15/20 (sesuai set
infus yang dipakai). Berikan tanda batas cairan pada botol infus
waktu memantaunya.

(b) Perhatikan tanda vital : denyut nadi, pernapasan, suhu.

(c) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering,
encer atau sudah berubah konsistensinya.

(d) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk mencegah
bibir dan selaput lendir mulut kering.

(e) Jika rehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberi


makan lunak atau secara realimentasi.

Penanganan diare lainnya yaitu dengan rencana terapi A, B dan C sebagai


berikut:
1. Rencana terapi A

Penanganan diare dirumah, dengan menjelaskan pada ibu tentang 4


aturan perawatan di rumah:
a. Beri cairan tambahan

1) Jelaskan pada ibu, untuk:

a) Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali
pemberian.

b) Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau air


matang sebagai tambahan.

c) Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau


lebih cairan berikut ini: oralit, cairan makanan (kuah sayur,
air tajin) atau air matang.

Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:

a) Anak telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C dalam


kunjungan ini.

b) Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah


parah.

2) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6


bungkus oralit (200 ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukkan
kepada ibu berapa banyak oralit atau cairan lain yang harus
diberikan setiap kali anak berak:

a) Sampai umur 1 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali berak.

b) Umur 1 sampai 5 tahun: 100 sampai 200 ml setiap kali


berak.

Katakan kepada ibu:

a) Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari mangkuk/


cangkir/ gelas.

b) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi


dengan lebih lambat.

c) Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.


b. Beri tablet Zinc selama 10 hari

c. Lanjutkan pemberian makan

d. Kapan harus kembali untuk konseling bagi ibu.

2. Rencana terapi B

Penanganan dehidrasi ringan/ sedang dengan oralit. Berikan oralit di


klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.

Tabel 2.2
Pemberian
Oralit
Umu ≤4 4 - <12 bulan 1 - <2 2 - <5
r bulan tahun tahun

Berat < 6 kg 6 - <10 kg 10 - <12 kg 12 – 19 kg

Juml 200 – 400 – 700 700 – 900 900 –


ah 400 1400
Sumber: MTBS, 2011.

a) Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama

(1) Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari


pedoman diatas.

(2) Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu,
berikan juga 100-200 ml air matang selama periode ini.

b) Tunjukkan cara memberikan larutan oralit

(1) Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/gelas

(2) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian berikan lagi


lebih lambat.

(3) Lanjutkan ASI selama anak mau.

c) Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut


(1) Umur <6 bulan : 10 mg/hari
(1) Umur ≥6 bulan : 20 mg/hari

d) Setelah 3 jam

(1) Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat


dehidrasinya.

(2) Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.

(3) Mulailah memberi makan anak.

e) Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai

(1) Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah

(2) Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan dirumah


untuk menyelesaikan 3 jam pengobatan.

(3) Beri oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambahkan 6


bungkus lagi

(4) Jelaskan 4 aturan perawatan diare dirumah (lihat rencana terapi


A).

3. Rencana terapi C

Penanganan dehidrasi berat dengan cepat, yaiu dengan:

a. Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum,


beri oralit melalui mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100
ml/kg cairan Ringer Laktat (atau jika tak tersedia, gunakan cairan
Nacl yang dibagi sebagai berikut:

Tabel 2.3
Pemberian Cairan
Umur Pemberian Pemberian
Pertama 30 ml/kg Berikut 70 ml/kg
Selama
Selama
Bayi 1 jam* 5 jam
(dibawah umur 12 bulan)

Anak 30 menit* 2 ½ jam


(12 bulan sampai 5 tahun)
*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tak teraba
Sumber: MTBS, 2011.

b. Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika nadi belum teraba,
beri tetesan lebih cepat.

c. Beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau


minum: biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan
beri juga tablet Zinc.

d. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam.


Klasifikasikan dehidrasi dan pilih rencana terapi yang sesuai
untuk melanjutkan pengobatan.

e. Rujuk segera untuk pengobatan intravena, jika tidak ada fasilitas


untuk pemberian cairan intravena terdekat (dalam 30 menit).

f. Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukkan
cara meminumkan pada anaknya sedikit demi sedikit selama
dalam perjalan menuju klinik.

g. Jika perawat sudah terlatih menggunakan pipa orogastrik untuk


rehidrasi, mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui
pipa nasogastrik atau mulut: beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam
(total 120 ml/kg).

h. Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:

(1) Jika anak muntah terus atau perut makin kembung, beri
cairan lebih lambat.
(2) Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk
anak untuk pengobatan intravena.

i. Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi.


Kemudian tentukan rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C)
untuk melanjutkan pengobatan.

4. Pemberian tablet Zinc untuk semua penderita diare


a. Pastikan semua anak yang menderita diare
mendapatkan tablet Zinc sesuai dosis dan
waktu yang telah ditentukan.

b. Dosis tablet Zinc (1 tablet = 20 mg). Berikan


dosis tunggal selama 10 hari:

1) Umur < 6 bulan : ½ tablet

2) Umur ≥ 6 bulan : 1 tablet

c. Cara pemberian tablet Zinc

1) Larutkan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh
(tablet akan larut ± 30 detik), segera berikan kepada anak.

2) Apabila anak muntah sekitar setenagh jam setelah pemberian


tablet Zinc, ulangi pemberian dengan cara memberikan
potongan lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga satu
dosis penuh.

3) Ingatkan ibu untuk memberikan tablet Zinc setiap hari selama


10 hari penuh, meskipun diare sudah berhent, karena Zinc
selain memberi pengobatan juga dapat memberikan
perlindungan terhadap diare selama 2-3 bulan ke depan.

4) Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan


infus, tetap berikan tablet Zinc segera setelah anak bisa
minum atau makan.

5. Pemberian Perbiotik Pada Penderita Diare

Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan sebagai


suplemen makanan yang memberikan pengaruh menguntungkan pada
penderita dengan memperbaiki keseimbangan mikroorganisme usus,
akan terjadi peningkatan kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen
saluran cerna. Probiotik dapat meningkatkan produksi musin mukosa
usus sehingga meningkatkan respons imun alami (innate immunity).
Probiotik menghasilkan ion hidorgen yang akan menurunkan pH usus
dengan memproduksi asam laktat sehingga menghambat pertumbuhan
bakteri patogen.

Probiotik saat ini banyak digunakan sebagai salah satu terapi suportif
diare akut. Hal ini berdasarkan peranannya dalam menjaga
keseimbangan flora usus normal yang mendasari terjadinya diare.
Probiotik aman dan efektif dalam mencegah dan mengobati diare akut
pada anak (Yonata, 2016).

3) Kebutuhan nutrisi

Pasien yang menderita diare biasanya juga menderita anoreksia


sehingga masukan nutrisinya menjadi kurang. Kekurangan
kebutuhan nutrisi akan bertambah jika, pasien juga mengalami
muntah-muntah atau diare lama, keadaan ini menyebabkan makin
menurunnya daya tahan tubuh sehingga penyembuhan tidak lekas
tercapai, bahkan dapat timbul komplikasi.

Pada pasien yang menderita malabsorbsi pemberian jenis makanan


yang menyebabkan malabsorbsi harus dihindarkan. Pemberian
makanan harus mempertimbangkan umur, berat badan dan
kemampuan anak menerimanya. Pada umumnya anak umur 1 tahun
sudah bisa makan makanan biasa, dianjurkan makan bubur tanpa
sayuran pada hari masih diare dan minum teh. Hari esoknya jika
defekasinya telah membaik boleh diberi wortel, daging yang tidak
berlemak (Ngastiyah, 2014).

8. Komplikasi

Menurut Suharyono dalam Nursalam (2008), komplikasi yang dapat


terjadi dari diare akut maupun kronis, yaitu:

1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi)


Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan asam
basa (asidosis metabolik), karena:

a. Kehilangan narium bicarbonat bersama tinja.

b. Adanya ketosis kelaparan dan metabolisme lemak yang tidak


sempurna, sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh.

c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia


jaringan.

d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena


tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguri dan anuria).

e. Pemindahan ion natrium dan cairan ekstraseluler ke dalam


cairan intraseluler.

Secara klinis, bila pH turun oleh karena akumulasi beberapa asam non-
volatil, maka akan terjadi hiperventilasi yang akan menurunkan pCO2
menyebabkan pernafasan bersifat cepat, teratur, dan dalam (pernapasan
kusmaul) (Suharyono, 2008).

2. Hipoglikemia
Hypoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita
diare dan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah
menderita kekurangan kalori protein (KKP), karena :

a. Penyimpanan persediaan glycogen dalam hati terganggu.

b. Adanya gangguan absorpsi glukosa (walaupun jarang

terjadi.

Gejala hypoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah


menurun sampai 40% pada bayi dan 50% pada anak-anak. Hal
tersebut dapat berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor,
berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.

3. Gangguan gizi

Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi


sehingga terjadi penurunan berat badan. Hal ini disebabkan karena:

a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare


atau muntahnya akan bertambah hebat, sehingga orang tua
hanya sering memberikan air teh saja.

b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan


pengenceran dalam waktu yang terlalu lama.

c. Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi


dengan baik karena adanya hiperperistaltik.

4. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka


dapat terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau syok
hipovolemik. Akibat perfusi jaringan berkurang dan terjadinya
hipoksia, asidosis bertambah berat sehingga dapat mengakibatkan
perdarahan di dalam otak, kesadaran menurun, dan bila tidak
segera ditolong maka penderita dapat meninggal.

5. Hiponatremia

Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang
hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na<
130 mol/L). Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan
Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit
aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anaka dengan
hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan
dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer Laktat atau
Normal Saline (Juffrie, 2010).

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Anamnesis: pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin,


tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang
tua, pekerjaan orang tua, dan penghasilan.

1) Keluhan Utama

Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB) lebih dari


3 kali sehari, BAB < 4 kali dan cair (diare tanpa dehidrasi),
BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/ sedang), atau BAB >
10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung <14 hari
maka diare tersebut adalah diare akut, sementara apabila
berlangsung selama 14 hari atau lebih adalah diare persisten
(Nursalam, 2008)
2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya pasien mengalami:

a. Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan


mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada,
dan kemungkinan timbul diare.

b. Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan


darah. Warna tinja berubah menjadi kehijauan karena
bercampur empedu.

c. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering


defekasi dan sifatnya makin lama makin asam.

d. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.

e. Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan eletrolit,


maka gejala dehidrasi mulai tampak.

f. Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila


terjadi dehidrasi. Urine normal pada diare tanpa dehidrasi.
Urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan atau sedang.
Tidak ada urine dalam waktu 6 jam (dehidrasi berat)
(Nursalam, 2008).

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

a. Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak Diare


lebih sering terjadi pada anak-anak dengan campak atau
yang baru menderita campak dalam 4 minggu terakhir,
sebagai akibat dari penuruan kekebalan tubuh pada pasien.
Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat
imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG, imunisasi
DPT, serta imunisasi polio.
b. Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan
(antibiotik), makan makanan basi, karena faktor ini
merupakan salah satu kemungkinan penyebab diare.

c. Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja,


menggunakan botol susu, tidak mencuci tangan setelah
buang air besar, dan tidak mencuci tangan saat menjamah
makanan.

d. Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia


dibawah 2 tahun biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan
kejang yang terjadi sebelumnya, selama, atau setelah diare.
Informasi ini diperlukan untuk melihat tanda dan gejala
infeksi lain yang menyebabkan diare seperti OMA,
tonsilitis, faringitis, bronkopneumonia, dan ensefalitis
(Nursalam, 2008).

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya,


yang dapat menular ke anggota keluarga lainnya. Dan juga
makanan yang tidak dijamin kebersihannya yang disajikan
kepada anak. Riwayat keluarga melakukan perjalanan ke
daerah tropis (Nursalam, 2008; Wong, 2008).

5) Riwayat Nutrisi

Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare,


meliputi:

a. Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat


mengurangi resiko diare dan infeksi yang serius.

b. Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air


masak dan diberikan dengan botol atau dot, karena botol
yang tidak bersih akan mudah menimbulkan pencemaran.

c. Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak


merasa haus (minum biasa). Pada dehidrasi ringan atau
sedang anak merasa haus ingin minum banyak. Sedangkan
pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak bisa
minum (Nursalam, 2008).

b. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum

a) Diare tanpa dehidrasi: baik, sadar

b) Diare dehidrasi ringan atau sedang: gelisah, rewel

c) Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar

2. Berat badan

Menurut S. Partono dalam Nursalam (2008), anak yang


mengalami diare dengan dehidrasi biasanya mengalami
penurunan berat badan, sebagai berikut:
Tabel 2.4
Persentase Kehilangan Berat Badan
Berdasarkan Tingkat Dehidrasi

% Kehilangan Berat Badan


Tingkat Dehidrasi Bayi Anak
Dehidrasi ringan 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg)

Dehidrasi sedang 5-10% (50-100 ml/kg) 6% (60 ml/kg)

Dehidrasi berat 10-15% (100-150 ml/kg) 9% (90 ml/kg)


Sumber: Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Nursalam, 2008.
3. Pemeriksaan Fisik

a) Kepala

Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi,


ubun-ubunnya biasanya cekung

b) Mata

Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk


kelopak matanya normal. Apabila mengalami dehidrasi
ringan atau sedang kelopak matanya cekung (cowong).
Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak
matanya sangat cekung.

c) Hidung

Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung,


tidak sianosis, tidak ada pernapasan cuping hidung.

d) Telinga

Biasanya tidak ada kelainan pada telinga.

e) Mulut dan Lidah

(1) Diare tanpa dehidrasi: Mulut dan lidah basah

(2) Diare dehidrasi ringan: Mulut dan lidah kering

(3) Diare dehidrasi berat: Mulut dan lidah sangat kering

f) Leher

Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak


ada kelainan pada kelenjar tyroid.

g) Thorak

(1) Jantung

(a) Inspeksi
Pada anak biasanya iktus kordis tampak terlihat.

(b) Auskultasi

Pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal,


diare dehidrasi ringan atau sedang denyut jantung
pasien normal hingga meningkat, diare dengan
dehidrasi berat biasanya pasien mengalami takikardi
dan bradikardi.

(2) Paru-paru

(a) Inspeksi

Diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan normal,


diare dehidrasi ringan pernapasan normal hingga
melemah, diare dengan dehidrasi berat pernapasannya
dalam.

h) Abdomen

(1) Inspeksi

Anak akan mengalami distensi abdomen, dan kram.

(2) Palpasi

Turgor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi baik,


pada pasien diare dehidrasi ringan kembali < 2 detik,
pada pasien dehidrasi berat kembali > 2 detik.

(3) Auskultasi

Biasanya anak yang mengalami diare bising ususnya


meningkat

i) Ektremitas

Anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refill (CRT)


normal, akral teraba hangat. Anak dengan diare dehidrasi
ringan CRT kembali < 2 detik, akral dingin. Pada anak
dehidrasi berat CRT kembali > 2 detik, akral teraba dingin,
sianosis.

j) Genitalia

Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu
di lakukan pemeriksaan yaitu apakah ada iritasi pada anus.

c. Pemeriksaan diagnostik

1) Pemeriksaan laboratrium

(a) Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum

Biasanya penderita diare natrium plasma > 150 mmol/L,


kalium > 5 mEq/L

(b) Pemeriksaan urin

Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Eletrolit urin yang


diperiksa adalah Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan
adanya ketosis (Suharyono, 2008).

(c) Pemeriksaan tinja

Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion


natrium, klorida, dan bikarbonat.

(d) Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa

Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar


protein leukosit dalam feses atau darah makroskopik
(Longo, 2013). pH menurun disebabkan akumulasi asama
atau kehilangan basa (Suharyono, 2008).

(e) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan


dicurigai infeksi sistemik ( Betz, 2009).
2) Pemeriksaan Penunjang

(a) Endoskopi

(1) Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2,


jika dicurigai mengalami penyakit seliak atau Giardia.
Dilakukan jika pasien mengalami mual dan muntah.

(2) Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan


perdarahan segar melalui rektum.

(3) Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk semua


pasien jika pada pemeriksaan feses dan darah hasilnya
normal, yang bertujuan untuk menyingkirkan kanker.

(b) Radiologi

(1) CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok


menjalani kolonoskopi

(2) Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika di curigai


mengalami penyakit bilier atau prankeas

(c) Pemeriksaan lanjutan

(1) Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam berpuasa


akan mengidentifikasi penyebab sekretorik dan osmotik
dari diare.

(2) Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang dicurigai


membutuhkan sampel feses dan serologi (Emmanuel,
2014).

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan diare menurut
NANDA Internasional (2015), adalah sebagai berikut:
a. Diare berhubungan dengan parasit, psikologis, proses infeksi,
inflamasi, iritasi, malabsorbsi.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif, kegagalan mekanisme regulasi.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis, faktor psikologis,
ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan
mengabsorpsi nutrien.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau sering
BAB, perubahan status cairan, perubahan pigmentasi, perubahan
turgor, penurunan imunologis.
e. Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan diare,
intoleransi makanan, malnutrisi.
f. Resiko syok berhubungan dengan kehilangan cairan dan elektrolit.
g. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, peningkatan laju
metabolisme, penyakit.
h. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera (sering BAB).
i. Ganguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit,
kurang kontrol situasi.
j. Anisetas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan,
gejala terkait penyakit.
k. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi,
kurang sumber pengetahuan.

3. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.5
Intervensi Keperawatan Untuk Pasien Diare

Interven
si
N Diagnosa NO NIC
O Keperawat C
an
1 Diare NOC: NIC:
. berhubungan a. Kontinensi usus a. Manajemen diare
dengan Setelah dilakukan Tindakan keperawatan:
parasit, tindakan keperawatan 1. Evaluasi
psikologis, diharapkan efek samping
proses pasien dapat mengontrol pengobatan
pengeluaran feses terhadap
infeksi, dari usus, gastrointestinal
inflamasi, dengan 2. Anjurkan pasien
iritasi, Kriteria hasil: untuk
malabsorbsi. 1. Diare(4) menggunakan obat
2. Mengeluarkan antidiare
feses paling tidak 3 3. Evaluasi
kali per hari(5) intake
3. Minum cairan makanan
secara adekuat(5)
4. Mengkonsumsi yang dikonsumsi
serat secara sebelumnya
adekuat(5) 4. Identifikasi faktor
penyebab
Keterangan: diare (misalnya,
(4): Jarang menunjukkan bakteri)
(5): Secara 5. Berikan makanan
konsisten dalam porsi kecil
menunjukkan dan lebih sering
serta tingkatkan
porsi secara
bertahap
6. Monitor tanda
dan gejala diare
b. Fungsi b. Manajemen
Gastrointestinal Saluran
Setelah dilakukan Cerna
tindakan keperawatan Tindakan keperawatan:
1. Monitor buang
diharapkan saluran air besar
pencernaan pasien termasuk frekuensi,
mampu untuk mencerna, konsistensi,
dan menyerap nutrisi bentuk, volume,
dari makanan, dengan dan warna, dengan
Kriteria hasil: cara yang
1. Frekuensi BAB(4) tepat.
2. Konsistensi feses(5) 2. Monitor bising usus
3. Distensi perut(5) 3. Instruksikan pasien
4. Peningkat mengenai makanan
an tinggi serat
peristaltik(
4)
5. Diare(4)
Keterangan:
(4): Sedikit terganggu
(5): Tidak terganggu
2 Kekurangan NOC: NIC:
. a. Keseimbangan cairan a. Manajemen cairan
Volume cairan
Setelah dilakukan Tindakan keperawatan:
berhubungan tindakan keperawatan 1. Monitor
diharapkan status
Dengan keseimbangan cairan hidrasi

(misalnya,
kehilangan didalam tubuh pasien membran mukosa
tidak terganggu, dengan lembab, denyut
cairan Kriteria hasil: nadi adekuat)
1. Tekanan darah (5) 2. Jaga intake/asupan
aktif, 2. Denyut nadi yang akurat dan
kegagalan perifer(5) catat
3. Keseimbangan intake output pasien
mekanisme dan output dalam 24 3. Monitor
regulasi.
jam(4) makanan/cairan
4. Berat badan stabil(5) yang dikonsumsi
5. Turgor kulit(5)
6. Kelembaban dan hitung asupan
membran mukosa(5) kalori harian
4. Kolaborasi
pemberian cairan IV
Keterangan: 5. Monitor status
(4): Sedikit terganggu nutrisi
6. Timbang berat
badan
(5): Tidak terganggu setiap hari
dan
monitor status pasien
7. Monitor tanda-tanda
vital
8. Dorong

keluarga
untuk

membantu
pasien makan

b. Hidrasi b. Manajeme
Setelah dilakukan n
tindakan keperawatan Hipovole
diharapkan ketersediaan mia
air didalam tubuh pasien Tindakan Keperawatan:
tidak terganggu, dengan 1. Monitor status
cairan termasuk
Kriteria hasil: intake dan output
1. Turgor kulit(5) cairan
2. Membran 2. Pelihara IV line
mukosa lembab(5) 3. Monitor tingkat Hb
3. Intake cairan(5) dan hematokrit
4. Mata dan ubun-ubun 4. Monitor tanda-
cekung(5) tanda vital
5. Nadi cepat 5. Monitor
dan lemah(5) respon
pasien
Keterangan:
terhadap
penambahan cairan
6. Dorong pasien
untuk menambah
intake oral
(5): Tidak terganggu

c. Status c. Monitor cairan


nutrisi: asupan Tindakan keperawatan:
makanan & cairan 1. Monitor berat badan
Setelah dilakukan 2. Monitor intake dan
tindakan keperawatan output
diharapkan jumlah 3. Monitor nilai
makanan dan cairan serum dan
yang masuk ke dalam elektrolit urin
tubuh pasien adekuat, 4. Monitor
dengan Kriteria hasil: serum albumin dan
1. Asupan total protein
makanan secara 5. Monitor TD, nadi,
oral(4) pernafasan
2. Asupan makan 6. Monitor
secara tube kelembaban
feeding (NGT/OGT) mukosa, turgor
(4) kulit
3. Asupan
cairan intravena(4)
4. Asupan
nutrisi parenteral(4)
Keterangan:
(4): Sebagian
besar adekuat

3 Ketidakseim NOC: NIC:


. ba ngan a. Status nutrisi a. Manajemen nutrisi
Setelah dilakukan Tindakan keperawatan:
nutrisi: tindakan keperawatan 1. Identifikasi adanya
kurang diharapkan nutrisi pasien alergi
dari dapat terpenuhi, dengan atau
kebutuhan Kriteria hasil: intoleransi makanan
tubuh 1. Asupan makanan(4) 2. Instruksikan pasien
2. Asupan cairan(5) mengenai
3. Rasio kebutuhan nutrisi
berat/tinggi badan(5) 3. Atur diet
4. Energi(4) yang diperlukan
5. Hidrasi(4) (yaitu,
menyediakan
Keterangan: makana
(4): Sedikit menyimpang protein tinggi,
dari rentang normal menambah atau
(5): Tidak mengurangi kalori,
menyimpang dari
rentang normal menambah atau
menurangi
vitamin, mineral)
4. Tentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrisi
yang
dibutuhkan
untuk
memenuhi
persyaratan
gizi
b. Status b. Monitor nutrisi
nutrisi: Asupan Tindakan keperawatan:
Makanan & Cairan 1. Monitor
Setelah dilakukan kecendrungan
tindakan keperawatan turun BB
diharapkan jumlah 2. Monitor turgor kulit
makanan dan cairan 3. Monitor adanya
yang masuk ke dalam mual dan muntah
tubuh pasien adekuat, 4. Monitor pucat,
dengan Kriteria hasil: kemerahan, dan
1. Asupan kekeringan
makanan secara jaringan
oral(4) konjungtiva
2. Asupan makan 5. Monitor diet
secara tube dan asupan
feeding (NGT/OGT) kalori
(4)
3. Asupan cairan secara
oral(4)
4. asupan
nutrisi parenteral(4)
Keterangan:
(4): Sebagian
besar adekuat

c. Status c. Monitor nutrisi


nutrisi: Tindakan keperawatan:
asupan 1. Timbang berat
nutrisi badan pasien
Setelah dilakukan 2. Monitor
tindakan keperawatan adanya mual
diharapkan asupan gizi muntah
pasien terpenuhi, dengan 3. Monitor
Kriteria hasil: adanya
1. Asupan kalori(5) penurunan
2. Asupan protein(5) berat badan
3. Asupan 4. Monitor turgor
karbohidrat(5) kulit dan
4. Asupan serat(4) mobilitas
5. Asupan mineral(5)
Keterangan:
(4): Sebagian
besar adekuat
(5): Sepenuhnya adekuat
d. Berat badan: Massa d. Bantuan
tubuh peningkatan
Setelah dilakukan BB
tindakan Tindakan keperawatan:
keperawatan diharapkan 1. Timbang pasien
berat badan pasien pada jam yang
normal, dengan Kriteria sama setiap hari
hasil: 2. Monitor mual
1. Berat badan(5) dan muntah
2. Persentil 3. Monitor
lingkar kepala asupan kalori
(anak)(5) setiap hari
3. Persentil berat 4. Instruksikan
badan (anak)(5) cara
meningkatkan
Keterangan: asupan kalori
(5): Tidak ada deviasi
dari kisaran normal
4. Kerusakan NOC: NIC:
integritas Integritas jaringan: Manajemen
kulit Kulit & membran elektrolit/ cairan
mukosa Setelah Tindakan keperawatan:
dilakukan tindakan 1. Monitor kehilangan
keperawatan cairan (misalnya,
diharapkan muntah, diare)
keutuhan dan fungsi
kulit pasien tidak 2. Tingkatkan intake
terganggu, asupan cairan per
dengan Kriteria hasil: oral
1. Integritas kulit(5) 3. Pastikan
2. Suhu kulit(5) bahwa
3. Elastisitas(5) larutan intravena
4. Hidrasi(4) yang mengandung
5. Perfusi jaringan(5) elektrolit diberikan
dengan aliran yang
Keterangan: konstan dan sesuai
(4): Sedikit terganggu
(5): Tidak terganggu
5. Disfungsi NOC: NIC:
motilitas a. Eliminasi usus a. Manajemen
gastrointestin Setelah dilakukan Saluran
al tindakan keperawatan Cerna
diharapkan pengeluaran Tindakan keperawatan:
feses pasien tidak 1. Monitor buang
terganggu, dengan air besar
Kriteria hasil: termasuk frekuensi,
1. Pola eliminasi(5) konsistensi,
2. Warna feses(5) bentuk, volume,
3. Feses lembut dan warna, dengan
dan cara yang
berbentuk(5) tepat.
4. Kemudahan BAB(5) 2. Monitor bising usus
5. Suara bising usus(5) 3. Instruksikan pasien
6. Nyeri pada mengenai makanan
saat BAB(5) tinggi serat
Keterangan: 4. Monitor adanya
(5): Tidak terganggu tanda dan gejala
(5): Tidak ada diare, konstipasi.

b. Fungsi
gastrointestinal
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan

diharapkan saluran
pencernaan pasien
mampu untuk mencerna,
dan menyerap nutrisi
dari makanan, dengan
Kriteria hasil:
1. Frekuensi BAB(4)
2. Konsistensi feses(5)
3. Distensi perut(5)
4. Peningkat
an
peristaltik(
4)
5. Diare(4)

Keterangan:
(4): Sedikit terganggu
(5): Tidak terganggu
6. Resiko syok
hipovolemik
7. Nyeri akut

8. Hipertermi

9. Gangguan NOC: NIC:


rasa nyaman a. Status a. Teknik
kenyamanan: fisik menenangkan
Setelah dilakukan Tindakan
tindakan keperawatan keperawatan:
diharapkan rasa nyaman 1. Yakinkan
keselamatan
pasien tidak terganggu,
dan keamanan
dengan Kriteria hasil: klien
1. Kontrol 2. Peluk dan beri
terhadap kenyamanan pada
gejala(4) bayi atau anak
2. Intake makanan(4) 3. Identifikasi orang
3. Intake cairan(4) terdekat klien yang
4. Mual dan muntah(5) bisa membantu
5. Diare(4) klien
Keterangan:
(4): Sedikit terganggu
(5): Tidak terganggu
b. Tingkat kecemasan b. Pengurang
Setelah dilakukan an
tindakan keperawatan kecemasan
Tindakan keperawatan:
diharapkan merasakan 1. Gunakan
cemas, dengan pendekatan yang
tenang dan
Kriteria hasil:
menyenangkan
1. Perasaan gelisah(5) 2. Nyatakan dengan
2. Wajah tegang(5) jelas
3. Peningkatan harapan
frekuensi nadi(5) terhadap perilaku
klien
Keterangan: 3. Dorong keluarga
(5): Tidak ada untuk mendampingi
klien dengan cara
yang tepat
4. Identifikasi tingkat
kecemasan
c. Tidur c. Peningkatan tidur
Setelah dilakukan Tindakan keperawatan:
tindakan keperawatan 1. Tentukan
diharapkan tidur pasien pola tidur/aktivitas
tidak terganggu, dengan klien
Kriteria hasil: 2. Monitor pola
1. Pola tidur(4) tidur klien dan
2. Kualitas tidur(4) catat kondisi
fisik
Keterangan: (misalnya,
(4): Sedikit terganggu ketidaknyamanan)
atau
psikologis
(ketakutan
atau kecemasan)
keadaan yang
menggangu tidur
3. Sesuaikan
lingkungan
untuk
meningkatkan tidur

Sumber: NANDA International, 2015, Moorhead, Sue, dkk, 2013, Bulechek,


Gloria M, 2013.
56

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses. Seseorang dikatakan
menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya, dan bila buang air besar lebih dari tiga kali, atau
buang air besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes, 2016).

Diare pada bayi dan balita ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: yaitu infeksi,
malabsorbsi, makanan, dan psikologis anak. Infeksi enteral merupakan infeksi saluran percernaan, yang
menjadi penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral disebabkan karena bakteri, virus dan parasit.
Sedangkan infeksi parenteral merupakan infeksi dari luar pencernaan seperti otitis media akut (OMA).

B. Saran

Setalah membaca makalah ini semoga pembaca memahami isi makalah yang telah disusun meskipun
makalah ini kurang sempurna. Oleh karena itu kami berharap pembaca dapat memberikan kritik dan
saran yang dapat membantu menyempurnakan makalah.
DAFTAR PUSTAKA

Adyanastri, Festy. 2012. Etiologi Dan Gambaran Klinis Diare Akut Di RSUP Dr.
Kariadi Semarang. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. Diakses tanggal 7 Januari 2017 dari
http://eprints.undip.ac.id/37538/1/Festy_G2A008082_Lap_kti.pdf
Arini, Estanti, N. 2012. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Volume
Cairan Pada An.F Dengan Gastroenteritis Akut (GEA) Di Ruang Melati
RSUD Karanganyar. Studi Kasus Keperawatan STIKES Kusuma Husada
Surakarta. Diakses tanggal 6 Juni 2017 dari
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/5/01-gdl-estantinur-227-1-estanti-4.pdf
Astuti, Wiwin, p.; Heriyatun.; Yudha, Hendri, T.; 2011. Hubungan Pengetahuan
Ibu Tentang Sanitasi Makanan Dengan Kejadian Diare Pada Balita. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 7, No. 3. Diakses tanggal 6 Juni
2017 dari
http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/files/disk1/27/jtstikesmuhgo-gdlwiwinpujia1337-
2-hal.151-8.pdf

Anda mungkin juga menyukai