Anda di halaman 1dari 24

Definisi Budaya Organisasi

Menurut Susanto Budaya organisasi adalah nilai-nilai yang menjadi pedoman


sember daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha
penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan sehingga masing-masing anggota
organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus
bertingkah laku atau berprilaku.
Menurut Robbins Budaya organisasi adalah suatu system makna bersama
yang dianut oelh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan yang
lain.
Menurut Gareth R. Jones Budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama
yang dianut oleh anggota-anggota organisasi, suatu system dari makna bersama.
Jadi Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut
oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi
lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik utama yang
dijunjung tinggi dan dihargai oleh organisasi. Budaya organisasi yang dianut
organisasi tersebut juga menjadi pembeda antara satu organisasi dengan organisasi
yang lain.

Ada tujuh karakteristik utama secara keseluruhan, merupakan hakikat dari budaya
organisasi:
1. Inovasi dan pengambilam resiko.
Sejauh mana para karyawan didorong agar inovatif dan mengambil resiko.

2. Perhatian terhadap detail.


Sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan),
analisis dan perhatian terhadap detail.
3. Orientasi hasil.
Sejuah mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan
proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.
4. Orientasi orang.
Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada
orang-orang di dalam organisasi itu.
5. Orientasi tim.
Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasr tim, bukannya berdasar individu.
6. Keagresifan.
Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai.
7. Kemantapan.
Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo bukannya
pertumbuhan.

Setiap karakteristik tersebut berada pada kontinum dari rendah ke tinggi. Dengan
menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran
gabungan atas budaya organisasi itu. Gambaran itu menjadi dasar bagi perasaan
pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, cara
penyelesaian urusan di dalamnya dan cara para anggota diharapkan berperilaku.

Budaya merupakan istilah deskriptif


Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik
budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai
karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan
seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluatif
Penelitian mengenai budaya organisasi berupaya mengukur bagaimana karyawan
memandang organisasi mereka:

 Apakah mendorong kerja tim?


 Apakah menghargai inovasi?
 Apakah menekan inisiatif?
Sebaliknya, kepuasan kerja berusaha mengukur respons afektif
terhadap lingkungan kerja, seperti bagaimana karyawan merasakan
ekspektasi organisasi, praktik-praktik imbalan, dan sebagainya.

Apakah organisasi mempunyai budaya yang seragam ?


Budaya organisasi merepresentaskan presepsi dari para anggota organisasi
yang sama. Oleh karenanya, kita akan mengharapkan para individu dengan latar
belakang yang berbeda atau pada level dalam organisasi yang berbeda untuk
menggambarkan budayanya dalam istilah yang sama
Namun, hal ini bukan berarti bahwa tidak terdapat subkultur. Sebagian besar
organisasi yang besar memiliki sebuah budaya yang dominan dan subkultur yang
jumlahnya sangat banyak. Budaya yang dominan mengekspresikan nilai luhur yang
diberikan oleh mayoritas anggotanya dan hal itu memberikan organisasi
kebpribadianya yang berbeda. Subkultur cenderung berkembang dalam organisasi
yang besar untuk mencerminkan permasalahan yang umum atau pengalaman yang
dihadapi oleh para anggota dalam departemen atau lokasi yang sama

 Budaya Kuat lawan Budaya Lemah


Dalam budaya kuat, makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan
makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai itu, maka makin kuat budaya tersebut.
Budaya kuat akan mempunyai pengaruh yang besar pada perilaku anggota-
anggotanya karena tingginya tingkat kebersamaan dan intensitas akan menciptakan
iklim internal atas pengendalian perilaku yang tinggi. Dan secara langsung budaya
kuat akan mengurangi kecenderungan tingkat keluar masuknya karyawan. Sedangkan
dalam budaya lemah, karena kurangnya tingkat kebersamaan dan kecilnya tingkat
komitmen maka cenderung mengalami keluar masuknya karyawan.

 Budaya versus Formalisasi


Budaya yang kuat dapat bertindak sebagai pengganti atas formalisasi.
Formalisasi tinggi dalam organisasi menciptakan prediktabilitas, ketertiban, dan
konsistensi. Budaya yang kuat mencapai tujuan akhir yang sama tersebut tanpa perlu
dokumentasi tertulis. Maka dari itu, kita harus memandang formalisasi dan budaya
sebagai dua jalan yang berlainan ke tujuan yang sama. Makin kuat budaya organisasi,
semakin kurang manajemen perlu itu memperhatikan penyusunan aturan dan
pengaturan formal untuk memandu perilaku karyawan jika mereka menerima budaya
organisasi itu.

Fungsi Budaya
Budaya memiliki sejumlah fungsi dalam organisasi :

1. Batas. Budaya berperan sebagai penentu batas-batas; artinya, budaya


menciptakan perbedaan atau yang membuat unik suatu organisasi dan
membedakannya dengan organisasi lainnya.
Contoh : Sekolah Katolik Santa Agnes yg setiap pagi sebelum pelajaran di mulai,
semua guru akan mengadakan doa bersama serta menyanyikan kidung pujian Katolik.
2. Identitas. Budaya memuat rasa identitas suatu organisasi.
Contoh : Sekolah yang setiap hari Senin selalu mengadakan upacara bendera yang
menandakan bahwa organisasi tersebut adalah sekolah.
3. Komitmen. Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang
lebih besar daripada kepentingan individu.
Contoh : Budaya sopan santun dan ramah di Indonesia, menyebabkan perusahaan di
bidang jasa transportasi selalu menjaga relasi yang baik dengan pelanggannya.
4. Stabilitas (kemantapan). Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial karena
budaya adalah perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan
cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan
dilakukan karyawan.
Contoh : Sebuah restoran yang menerapkan prinsip bahwa pelanggan adalah raja,
sehingga karyawan harus ramah dan menghormati pelanggan. Hal itu membuat
pelanggan lebih loyal dengan restoran tersebut.
Budaya Menciptakan Iklim
Iklim organisasional (organizational dimate) persepsi yang tersebar yang
dimiliki oleh para anggota organisasi mengenai organisasi dan lingkungan mereka
kerja. Iklim organisasional mengacu pada berbagai persepsi yang dimiliki oleh
anggota organisasi mengenai organisasi dan lingkungan kerja mereka. Puluhan
dimensi iklim telah dipelajari, meliputi inovasi, kreativitas, komunikasi, kehangatan,
dan dukungan, keterlibatan, keselamatan, keadilan, keanekaragaman serta layanan
konsumen

Dimensi Budaya Yang Etis


Budaya organisasi tidak netral dalam orientasi etis mereka, bahkan ketika
mereka tidak secara terbuka mengejar tujuan-tujuan etis.Dari waktu ke waktu, iklim
kerja yang beretika, atau konsep yang tersebar mengenai perilaku yang benar dan
salah di dalam tempat kerja, yang berkembang sebagai bagian dari iklim
organisasional. Iklim yang beretika mencerminkan nilai dari organisasi yang
sebenarnya dan membentuk pengambilan keputusan yang etis bagi para anggotanya.

Budaya Dan Inovasi


Sebagian besar perusahaan yang inovatif seringkali ditandai dengan
keterbukaan mereka, tidak konvensional, kolaboratif, berbasis visi, budaya
mempercepat.Perusahaan yang perintis seringkali memiliki budaya yang inovatif
karena mereka biasanya kecil, gesit, dan menitikberatkan pada pemecahan
permasalahan agar dapat bertahan hidup dan berkembang.

    Budaya Sebagai Suatu Asset


Seperti yang telah dibahas sebelumnya, budaya organisasi dapat menyediakan
lingkungan positif yang beretika dan membantu perkembangan inovasi. Budaya dapat
juga secara signifikan memberikan kontribusi pada dasar dari organisasi dalam
banyak cara.
 Budaya Sebagai Sebuah Kewajiban
Budaya dapat mendorong komitmen organisasi dan meningkatkan konsistensi
perilaku pekerja, serta memberikan manfaat bagi organisasi. Budaya juga berharga
bagi para pekerja, karena menguraikan bagaimana hal-hal dilakukan dan mana yang
penting.

Hambatan terhadap Perubahan


Budaya menjadi beban, bilamana nilai-nilai yang dimiliki bersama tidak sejalan
dengan nilai-nilai yang dapat meningkatkan efektivitas organisasi.Hal ini paling
mungkin terjadi bila lingkungan sebuah organisasi bersifat dinamis. Konsistensi
perilaku merupakan aset bagi organisasi bila organisasi itu menghadapi lingkungan
yang stabil tetapi konsistensi dapat membebani organisasi itu dan membuatnya
kesulitan menanggapi perubahan-perubahan lingkungannya. Contoh : para eksekutif
pada perusahaan seperti Mitsubishi, Eastman Kodak, Xerox, Boeing dan U.S
Federal Bureau of Investigation dalam tahun-tahun terakhir ini dalam
menyesuaikan diri dengan pergolakan lingkungan mereka. Perusahaan-
perusahaan ini mempunyai budaya yang kuat yang berhasil dengan baik untuk
mereka di masa lalu. Tetapi budaya kuat menjadi penghalang terhadap perubahan
ketika “bisnis speperti lazimnya” tidak lagi efektif.
Hambatan terhadap Keanekaragaman
Merekrut karyawan baru yang karena faktor ras, usia, jenis kelamin,
ketidakmampuan, atau perbedaan-perbedaan lain, tidak sama dengan mayoritas
anggota organisasi lain akan menciptakan sebuah paradoks. Manajemen
menginginkan karyawan baru menerima nilai budaya inti organisasi. Budaya yang
kuat sangat menekan para karyawan agar menyesuaikan diri. Budaya yang kuat juga
membatasi rentang nilai dan gaya yang dapat di terima.
Contoh : Perusahaan asing yang berdiri di Indonesia memiliki budaya yang
berbeda dengan budaya masyarakat Indonesia.

Hambatan terhadap Merger dan Akuisisi


Secara historis, faktor kunci yang diperhatikan manajemen ketika membuat
keputusan akuisisi atau merger terkait dengan isu keuntungan finansial atau sinergi
produk. Belakangan ini, kesesuaian budaya juga menjadi fokus utama.
Contoh : Restoran A yang lebih mengutamakan pelayanan dan kepuasan
pelanggannya daripada laba perusahaan akan bergabung dengan Restoran B yang
lebih mengutamakan laba perusahaan daripada pelayanannya kepada pelanggan.
Dengan adanya perbedaan budaya antara kedua restoran tersebut membuat
penggabungan kedua restoran tersebut menjadi terhambat

Asal Mula Budaya


Kebiasaan, tradisi, dan cara umum dalam melakukan segala sesuatu yang ada
di sebuah organisasi saat ini merupakan hasil atau akibat dari yang telah dilakukan
sebelumnya dan seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya di masa lalu. Hal ini
mengarah pada sumber tertinggi budaya sebuah organisasi: para pendirinya.
Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki pengaruh besar terhadap budaya awal
organisasi tersebut. Pendiri organisasi tidak memiliki kendala karena kebiasaan
atau ideologi sebelumnya. Ukuran kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru
lebih jauh memudahkan pendiri memaksakan visi mereka pada seluruh anggota
organisasi. Proses penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara. Pertama, pendiri hanya
merekrut dan mempertahankan karyawan yang sepikiran dan seperasaan dengan
mereka. Kedua, pendiri melakukan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara pikir dan
berperilakunya kepada karyawan. Terakhir, perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai
model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri dan, dengan
demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri tersebut. Apabila
organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai faktor penentu
utama keberhasilan itu. Di titik ini, seluruh kepribadian para pendiri jadi melekat
dalam budaya organisasi.

Mempertahankan Budaya agar Tetap Hidup


Setelah suatu budaya terbentuk, praktik-praktik di dalam organisasi bertindak
mempertahankannya dengan memberikan kepada para karyawannya seperangkat
pengalaman yang serupa. Proses seleksi, kriteria evaluasi kinerja, praktik pemberian
imbalan, kegiatan pelatihan dan pengembangan karir dan prosedur promosi
memastikan bahwa mereka yang diperkerjakan cocokdengan budaya itu, menghargai
mereka yang mendukungnya dan menghukum(dan bahkan memecat) mereka yang
menentangnya. 3 kekuatan yang menjadi bagian penting dalam mempertahankan
budaya :

1. Pemilihan.
Tujuan dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan memperkerjakan individu-
individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan melakukan
pekerjaan dengan sukses di dalam organisasi itu. Upaya untuk memastikan suatu
kecocokan yang tepat ini, sengaja atau tidak, akan menghasilkan pekerja yang pada
hakikatnya mempunyai nilai yang konsisten dengan nilai-nilai organisasi itu, atau
sekurang-kurangnya sebagian besar dari nilai-nilai itu. Selain itu, proses seleksi juga
memberikan informasi kepada para pelamar mengenai organisasi itu. Para calon
belajar mengenai organisasi itu, jika merasakan konflik antara nilai pelamar dan nilai
organisasi, mpara pelamar dapat menyeleksi diri kemudian keluar dari kumpulan
pelamar. Oleh karena itu seleksi menjadi jalan dua-arah, memungkinkan pemberi
kerja atau pelamar memutuskan perkawinan jika tampaknya ada ketidakcocokan.
Dengan cara ini, proses seleksi mendukung budaya organisasi dengan menyeleksi
keluar individu-individu yang mungkin menyerang atau menghancurkan nilai-nilai
intinya.

2. Manajemen Puncak
Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya
organisasi. Lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku,
eksekutif senior menegakkan norma-norma yang mengalir ke bawah sepanjang
organisasi, misalnya, apakah pengambilan risiko diinginkan; berapa banyak
kebebasan seharusnya diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka; pakaian
apakah yang pantas; dan tindakan apakah yang akan dihargai dalam kenaikan upah,
promosi dan imbalan lain.

3. Sosialisasi
Tidak peduli betapa baik yang telah dilakukan organisasi itu dalam perekrutan
dan seleksi, karyawan baru tidak sepenuhnya terindoktrinasi oleh budaya organisasi
itu. Mungkin yang paling penting, karena mereka tidak kenal baik dengan budaya
organisasi, karyawan baru justru mengganggu keyakinan dan kebiasaan yang ada.
Oleh karena itu, Sosialisasi adalah proses penyesuaian dimana organisasi akan
membantu karyawan baru menyesuaikan diri dengan budayanya.

Tahap Sosialisasi

 
Sosialisasi dapat di konsepkan sebagai proses yang terdiri atas tiga tahap :

1. Tahap Prakedatangan
Pada tahap ini merupakan proses pembelajaran pada proses sosialisasi yang
dilakukan sebelum anggota baru bergabung dengan organisasi itu. Secara eksplisit
mengakui bahwa tiap individu tiba dengan seperangkat nilai, sikap, dan harapan.
Nilai, sikap dan harapan ini mencakup kerja yang harus di lakukan maupun organisasi
itu sendiri. Misalnya, dalam banyak pekerjaan, terutama kerja profesional, anggota
baru akan menjalankan tingkat sosialisasi awal luar biasa melalui pelatihan di tempat
kerja dan pengajaran di sekolah. Maksud utama sekolah bisnis adalah
mensosialisasikan mahasiswa bisnis ke sikap dan perilaku yang diinginkan oleh
perusahaaan bisnis.
2. Tahap Keterlibatan
Dimana tahap dalam proses sosialisasi di mana karyawan baru melihat apa
yang sesungguhnya organisasi itu dan persimpangn yang mungkin dan kenyataan
yang ada. Maksudnya adalah jika harapan dan kenyataan berbeda, karyawan baru itu
harus menjalani sosialisasi yang akan melepaskannya dari asumsi dia sebelumnya dan
menggantikan asumsi itu dengan seperangkat asumsi lain yang dianggap lebih disukai
oleh perusahaan itu. Anggota baru akan benar-benar kecewa jika aktualisasi
pekerjaanya tidak sesuain dengan harapan pelamar dan kemudian mengundurkan diri.
Oleh sebab itu proses seleksi yang baik seharusnya mampu mengurangi probabilitas
terjadinya hal ini.

3. Tahap Metamorfosis
Adalah tahap dalam proses sosialisasi dimana karyawan baru berubah dan
menyesuaikan diri dengan pekerjaan, kelompok kerja dan organisasi. Misalnya,
semakin manajemen mengandalkan program sosialisasi yang formal, kolektif, tetap,
berurutan dan menekankan keterbukaan, makin besar kemungkinan bahwa perbedaan
dan perspektif pendatang baru itu akan ditanggalkan dan digantikan oleh perilaku
yang terbakukan dan dapat diramalkan. Metamorfosis yang berhasil seharusnya
mempunyai dampak positif pada produktivitas karyawan baru itu dan komitmen pada
organisasi, serta mampu mengurangi kecenderungannya untuk keluar dari organisasi
itu.

Beberapa pilihan Sosialisasi saat masuk kerja


1. Formal vs Informal
Semakin kuat seorang karyawan baru dikucilkan dari aturan pekerjaan
yang sudah ada, dan dibedakan sedemikian rupa untuk menunjukkan
peran mereka sebagai pendatang baru, maka semakin formal
sosialisasi yang akan berlangsung. Contohnya, selama program
orientasi dan pelatihan tertentu. Sosialisasi formal menempatkan
karyawan-karyawan baru untuk langsung terlibat didalam pekerjaan
mereka, dengan sedikit atau tanpa adanya perhatian khusus.

2. Individu vs Kolektif
Anggota-anggota baru bisa disosialisasikan secara individu.
Kebanyakan kantor-kantor profesional mensosialisasikan karyawan
baru mereka dengan cara seperti ini. Anggota-anggota baru juga dapat
dikelompokkan bersama dan diproses melalui serangkaian pengalaman
yang serupa, sebagaimana yang berlangsung di pusat pelatihan militer.

3. Jadwal yang Sudah Ditentukan (Tetap) vs Jadwal Variabel


Jadwal kapan pendatang baru melakukan transisi dari orang luar
menjadi orang dalam dapat berupa jadwal yang sudah ditentukan atau
berupa jadwal yang variabel. Suatu jadwal yang sudah ditentukan
menstandarkan tahap-tahap transisi, seperti prosedur enam tahun
“diangkat atau keluar”, yang biasanya diterapkan terhadap
asistenasisten dosen baru di perguruan tinggi. Jadwal variabel tidak
memiliki pemberitahuan awal masa transisi mereka. Sebagai contoh,
jadwal variabel ini menerapkan sistem promosi khusus, dimana
seseorang tidak dilanjutkan ke tahap berikutnya sampai dia “siap”.

4. Berurutan vs. Random


Sosialisasi tersusun ditandai oleh pemakaian modelmodel peran yang
melatih dan mendorong pendatang baru. Misalnya, program magang
dan program penasihat pendamping. Dalam sosialisasi acak, model-
model peran sengaja dihilangkan. Karyawan baru dibiarkan sendiri
dengan penyelesaian yang harus mereka lakukan sendiri.

5. Pelantikan vs. Pelepasan


Sosialisasikan dengan adanya pengakuan bahwa mutu dan kualifikasi
pendatang baru merupakan bagian penting dari keberhasilan
pekerjaan, sehingga mutu dan kualifikasi tersebut ditetapkan dan
didukung. Sosialisasi tanpa adanya pengakuan mencoba
menghilangkan karakter-karakter tertentu karyawan baru. “Ikrar”
kekeluargaan dan persaudaraan digunakan dalam sosialisasi ini, untuk
membentuk mereka agar sesuai dengan peran yang diinginkan.

 
Bagaimana Karyawan Mempelajari Budaya
1. Cerita
Cerita-cerita mengenai bagaimana kerasnya perjuangan pendiri organisasi di
dalam memulai usaha sehingga kemudian menjadi maju seperti sekarang
merupakan hal yang baik untuk disebarluaskan. Bagaimana sejarah pasang-
surut organisasi dan bagaimana perusahaan mengatasi kemelut dalam situasi
tak menentu merupakan kisah yang dapat mendorong dan memotivasi
karyawan untuk bekerja keras jika mereka mau memahaminya.
Contoh : Anak pendiri perusahaan Y menceritakan perjuangan ayahnya saat
mendirikan perusahaan Y kepada para karyawannya. Sehingga hal itu
membuat para karyawannya menjadi termotivasi dengan cerita perjuangan
tersebut dan membuat para karyawan lebih memiliki perasaan untuk
mencintai perusahaan.
2. Ritual / Upacara-upacara
Ritual adalah deretan kegiatan berulang yang mengungkapkan dan
memperkuat nilai-nilai utama organisasi, sasaran apakah yang paling penting,
orang-orang manakah yangpenting, dan mana yang dapat dikorbankan. Semua
masyarakat memiliki corak ritual sendiri-sendiri. Di dalam organisasi, tidak
jarang ditemui acara-acara ritual yang sudah mengakar dan menjadi bagian
hidup organisasi. Sehingga tetap dipelihara keberadaannya, contohnya adalah
nyanyian dari perusahaan walmart yang dimuali oleh pendiri perusahaan,
mendiang Sam Walton, sebagai suatu cara untuk memotivasi para pekerja.

3. Simbol
Simbol-simbol atau lambang-lambang material seperti pakaian seragam,
ruang kantor dan lain-lain, atribut fisik yang dapat diamati merupakan unsur
penting budaya organisasi yang harus diperhatikan sebab dengan simbol-
simbol itulah dapat dengan cepat diidentifikasi bagaimana nilai, keyakinan,
norma, dan berbagai hal lain itu menjadi milik bersama dan dipatuhi anggota
organisasi.
Contoh : Pegawai Negeri yang menggunakan seragam khasnya berwarna abu-
abu dan hijau tua yang mencerminkan bahwa mereka adalah pegawai negeri.

4. Bahasa
Bahasa merupakan salah satu media terpenting di dalam mentransformasikan
nilai. Dalam suatu organisasi atau perusahaan, tiap bidang, divisi, strata atau
semacamnya memiliki bahasa atau jargon yang khas, yang kadang-kadang
hanya dipahami oleh kalangan itu sendiri. Hal ini penting karena untuk dapat
diterima di suatu lingkungan dan menjadi bagian dari lingkungan, salah satu
syaratnya adalah memahami bahasa yang berlaku di lingkungan itu. Dengan
demikian menjadi jelas bahwa bahasa merupakan unsur penting dalam budaya
perusahaan.
Contoh : Cleaning Service di Perusahaan X pada saat berkumpul untuk
evaluasi selalu mengucapkan jargon tertentu untuk melatih kekompakan dan
menciptakan semangat kerja bagi mereka sendiri.
Menanamkan Budaya Organisasi Melalui Sosialisasi

Sosialisasi merupakan salah satu cara penting untuk menanamkan budaya


organisasi. Sosialisasi adalah proses yang mengadaptasi keryawan atau individu
dengan budaya organisasi. Oleh sebab itu organisasi membantu para karyawan baru
tersebut agar dapat beradaptasi dengan budaya organisasi melalui sosialisasi
Hasil dari sosialisasi dapat berupa hasil tingkah laku dan hasil yang bersifat
efektif. Hasil tingkah laku berupa karyawan dapat laksanakan tugasnya dengan
baik, memiliki komitmen untuk tetap berada di organisasi, dan berinovasi serta
bekerja sama secara spontan. Sementara itu hasil yang bersifat afektif berupa
adanya rasa puas secara umum, memiliki motovasi untuk melaksanakan tugas atau
pekerjaan, dan terlibat dalam pekerjaan yang membutuhkan kemampuan tinggi.
Peran budaya dalam mempengaruhi perilaku karyawan tampaknya makin
penting di tempat kerja dengan telah dilebarkannya rentag kendali, didatarkannya
struktur, diperkenalkannya tim-tim, dikuranginya formalisasi dan diberdayakannya
karyawan oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh budaya yang kuat
memastikan bahwa semua orang diarahkan ke arah yang sama. Contoh : para
karyawan di Disneyland dan Disney World tampaknya hampir secara universal
menarik, bersih dan tampak bugar, dengan senyum cemerlang. Itulah citra yang
diupayakan oleh Disney. Perusahaan itu memilih karyawan yang akan memberikan
citra itu. Dan begitu bekerja, budaya kuat, yang didukung oleh aturan dan
pengaturan yang formal, memastikan bahwa karyawan Disney akan bertindak
dalam cara yang relatif seragam dan dapat diramalkan.

Menciptakan Budaya Organisasi Yang Beretika


Prinsip-prinsip yang harus diikuti para manajer untuk menciptakan suatu budaya yang
lebih beretika:
1. Menjadi panutan yang terlihat. Para pekerja akan melihat tindakan dari para
manajemen puncak sebagai patokan atas perilaku yang layak. Kirimkan sebuah
pesan yang posistif.
2. Mengomunikasikan ekspektasi yang beretika. Meminimalkan ketidakjelasan dengan
membagikan kode etik organisasional yang menyatakan prinsip dasar organisasi dan
aturan etika yang mana para pekerja harus mematuhinya.
3. Menyediakan pelatihan yang beretika. Mengadakan seminar, lokakarya, serta
program pelatihan untuk menegakkan standar etika organisasi, menjelaskan apakah
praktik-praktik yang diperblehkan dan membahas mengenai dilemma-dilema etis.
4. Pemberian imbalan atas tindakan beretika yang tampak dan memberikan hukuman
atas tindakan yang tidak bretika. Menilai para manajer mengenai bagaimana
eputusan mereka yang diukur atas kode etik organisasi. Meninjau sarana demikian
pula dengan tujuan akhir. Memberikan imbalan yang tampak bagi mereka yang
bertindak secara etis dan memberikan hukuman yang mencolok bagi mereka yang
bertindak secara tidak etis.
5. Menyediakan mekanisme perlindungan. Menyediakan mekanisme secara formal
sehingga para pekerja dapat membahas dilemma-dilema etis dan melaporkan
perilaku yang tidak etis tanpa ketakutan atau teguran. Hal ini meliputi para penasihat
yang beretika, ombudspeople, atau para pejabat yang beretika.

Menciptakan Budaya Organisasi Yang Positif


Budaya organisasi yang positif adalah suatu budaya yang menekankan pada
membangun kekuatan pekerja, memberikan imbalan yang lebih daripada memberikan
hukuman, serta menekankan pada vitalitas dan pertumbuhan dari individu.
a. Membangun kekuatan pekerja. Meskipun budaya yang positif tidak
mengabaikan permasalahan, hal ini menekankan untuk memperlihatkan
kepada para pekerja bagaimana mereka dapat mengapitalisasikan kekuatan
mereka.Tidakkah lebih baik berada dalam budaya organisasi yang
membantu anda menemukan kekuatan anda dan mempelajari bagaimana
memperbanyak kekuatan tersebut.
b. Memberikan imbalan yang lebih sering daripada memberikan
hukuman. Meskipun sebagian besar organisasi secara memasai menitik
beratkan pada pemberian imbalan secara ekstrinsik seperti misalnya gaji
dan promosi, mereka sering kali lupa dengan kekuatan dari pemberian
yang sederhana dan murah seperti misalnya pujian.
c. Menekankan pada vitalitas dan pertumbuhan. Tidak ada organisasi
yang akan memperoleh hasil terbaik dari para pekerja yang melihat
mereka sendiri hanyalah sebagai roda pada mesin. Suatu budaya yang
positif akan menghargai perbedaan diantara pekerjaan dengan karier. Ini
mendukung bukan hanya apa yang pekerja berikan kontribusi bagi
efektifitas organisasional tetapi bagaimana juga organisasi dapat membuat
unggulan menghargai nilai yang membantu orang untuk bertumbuh.
d. Batasan dari budaya yang positif. Terdapat manfaat untuk menetapkan
suatu budaya yang positif, tetapi sebuah organisasi juga perlu untuk
menjadi objektif dan tidak mengejar titik selain efektivitas.

SPIRITUALITAS DAN BUDAYA ORGANISASI


Spiritualitas di tempat kerja adalah menyadari bahwa orang-orang memiliki
kehidupan batin yang memelihara dan dipupuk oleh pekerjaan yang bermanfaat
dalam konteks komunitas.
Alasan–alasan terhadap meningkatnya ketertarikan pada spiritualitas suatu sikap:
a. Spiritualitas dapat mengimbangi tekanan dan stress dari kecepatan
gejolak dalam kehidupan.
b. Agama yang diformalisasikan kadang tidak sesuai dengan beberapa
orang, dan mereka berlanjut untuk mencari jangkar untuk mengganti
kurangnya keyakinan dan mengisi bertumbuhnya perasaan akan
kekosongan.
c. Tuntutan pekerjaan telah membuat tempat kerja menjadi dominan
dalam kehidupan banyak orang, namun mereka terus menerus
menanyakan arti dari pekerjaan.
d. Orang ingin memadukan nilai kehidupan pribadinya dengan
kehidupan profesionalnya.
e. Peningkatan jumlah orang yang menemukan bahwa pengerjaan
terhadap harta yang berupa materi membuat mereka merasa tidak
terpenuhi.

Karakteristik Dari Organisasi Yang Spiritual:


a. Kebajikan. Nilai dalam organisasi yang spiritual memperlihatkan kebaikan kepada
orang lain dan mempromosikan kebahagiaan bagi para pekerja dan para pemegang
saham bagi organisasional lainya.
b. Kesadaran Akan Tujuan Yang Kuat. Organisasi yang spiritual membangun budaya
mereka di sekitar tujuan yang berarti. Meskipun keuntungan penting hal tersebut
bukanlah nilai utama dari organisasi.
c. Kepercayaan Dan Penghormatan. Organisasi yang spiritual dicirikan dengan rasa
saling percaya, kejujuran dan keterbukaan. Para pekerja diperlakukan dengan
penghargaan diri dan nilai, yang konsisten dengan harga diri dari tiap-tiap individu.
d. Sifat Berpandangan Terbuka. Organisasi yang spiritual akan menilai pemikiran
yang fleksibel dan kreativitas diantara para pekerja.

Banyak organisasi telah meningkatkan ketertarikanya akan spiritualitas tetapi


memiliki kesulitan dalam menempatkan prinsip-prinsipnya kedalam praktik
pelaksanaan. Beberapa tipe dari pelaksanaan dapat memfasilitasi suatu tempat kerja
yang spiritual, termasuk mereka yang mendukung keseimbangan antara pekerjaan
dengan kehidupan.

Kritikan atas gerakan spiritualitas ditempat kerja menitikberatkan pada tiga


permasalahan.Pertama adalah mempertanyakan mengenai fondasi ilmiah.Apakah
sebenarnya yang dimaksud dengan spiritualitas, kedua apakah organisasi yang
spiritual tersebut sah, dan ketiga mempertanyakan mengenai mengenai ekonomi.
IMPLIKASI  MANAJERIAL GLOBAL
Budaya organisasi sangat ampuh hingga sering kali melampaui batas nasional.
Namun bukan berarti bahwa organisasi harus atau dapat mengabaikan budaya
setempat. Maka yang terpenting bagi para pengelola organisasi adalah bagaimana
mencipatakan serta memelihara suatu budaya organisasi yang kuat dan jelas, karena
akan dapat memandu atau mengarahkan usaha-usaha produktif anggota organisasi
dan akhirnya mampu menghantarkan organisasi secara keseluruhan dalam mencapai
tujuan-tujuannya.

Budaya Timur dan Barat

Karakteristik Budaya Timur

1. Hubungan

Budaya juga mengatur hubungan manusia dan hubungan-hubungan organisasi


berdasarkan usia, jenis kelamin, status, kekeluargaan, kekayaan, kekuasaan,
dan kebijaksanaan. Sebagai contoh Dalam budaya indonesia, hubungan orang
tua dengan anak terdapat batasan. Dimana orang tua sangat dihormati oleh
anaknya. Begitu juga didalam organisasi hubugan antara atasan dengan
bawahan cenderung terdapat batasan.

2. Nilai dan Norma

Nilai dan Norma manusia juga dipengaruhi oleh kebutuhan hidup masing-
masing. Seseorang yang menginginkan kelangsungan hidup, menghargai
usaha-usaha pengumpulan makanan, penyediaan pakaian dan rumah yang
memadai. Sedangkan mereka yang mempunyai kebutuhan lebih tinggi
menghargai materi, uang, gelar-gelar pekerjaan, hukum, dan keteraturan. Pada
umumnya di negara-negara Timur, orang-orang lebih menghargai nilai-nilai
yang lebih tinggi, seperti kualitas kehidupan, prestasi diri, dan makna dalam
pengalaman.

3. Keaktifan

Setiap budaya mempunyai suatu proses berpikir, namun setiap budaya


mewujudkan proses tersebut dengan cara yang berbeda. Kehidupan dalam
suatu tempat tertentu menetapkan hukum-hukum untuk mempelajari atau
tidak informasi tertentu, dan ini ditegaskan dan diperkuat oleh budaya di sana.
Sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia yakni membaca, mendengar,
dan mencatat. Hal ini membuat karyawan ataupun manajer didalam sebuah
organisasi kurang aktif dalam mengemukakakan pendapat.

4. Budaya Organisasi yang Kuat


Budaya yang kuat tetapi bertahan terhadap perubahan dapat menjadi sesuatu
yang buruk dari sudut pandang kompetitif dan kemampuan mendapatkan
keuntungan, dibandingkan budaya yang lemah tetapi inovatif. Salah satu hasil
dari budaya yang kuat adalah menurunnya perputaran karyawan/turnover.
Budaya yang kuat mencerminkan kesepakatan yang tinggi antar-anggota
organisasi mengenai apa yang diyakini organisasi. Keharmonisan tujuan
semacam ini akan membangun kekompakan, loyalitas, dan komitmen
organisasional, yang pada gilirannya akan mengurangi kecenderungan
keryawan untuk meninggalkan organisasi

Tipe Budaya Organisasi Timur

Didalam budaya organisasi timur lebih menganut kepada tipe budaya konstruktif.
Budaya konstruktif adalah budaya dimana para karyawan didorong untuk berinteraksi
dengan individu lain serta mengerjakan tugas dan proyeknya dengan cara yang akan
membantu mereka memuaskan kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang.
Budaya Barat

Contoh : GERMAN

Jerman sangat mengutamakan peraturan dan disiplin, dan mereka melakukan dengan
sangat serius. Di mata beberapa orang, dalam banyak kasus, orang Jerman kaku, tidak
fleksibel, dan bahkan sedikit tidak manusiawi.

Jerman mengutamakan peraturan tentang kebersihan dan kerapian. Di Jerman, baik


taman, jalan-jalan, atau teater atau tempat-tempat umum lainnya, dan di mana-mana
terlihat rapi. Jerman juga menekankan peraturan untuk memakai pakaian pada
tempatnya. Saat bekerja memakai pakaian kerja, saat di rumah meskipun Anda bisa
berpakaian santai, tapi selama ketika ada tamu datang, atau pergi keluar, anda harus
berpakaian rapi. Di teater, para wanita mengenakan rok panjang, atau setidaknya
mengenakan pakaian gelap.

* Menghargai waktu *

Jerman sangat menghargai waktu, jika ada janji, tidak akan berubah waktu dengan
mudah. Orang Jerman jika diundang ke rumah orang lain atau pergi keluar untuk
mengunjungi teman, akan tiba dengan tepat waktu , tidak membuang-buang waktu
dengan datang lebih awal ataupun terlambat.

Di Jerman jika tidak ada acara khusus, mereka harus menghargai tetangga sekitar
dengan tidak diperbolehkan menbuat kebisingandari pukul 20:00-8:00 hari
berikutnya. Jika ada acara khusus, harus minta izin di awal ke tetangga-tetangga. Jika
tidak, akan menuai protes dari tetangga dan bahkan akan dikasuskan polisi.

Tulus dan fokus pada fakta

Berurusan dengan orang Jerman tidaklah memiliki banyak kesulitan. Dalam


kebanyakan kasus, yang bisa mereka lakukan, mereka akan segera memberitahu
Anda “bisa melakukannya.” Di mana mereka tidak dapat dilakukan, mereka jelas
akan memberitahu Anda “Tidak”, atau memberi jawaban yang jelas. Tentu saja,
tingkat hubungan pribadi tidak akan pengaruh pada hubungan pekerjaan.

Mirip dengan kebanyakan negara Barat, Jerman lebih memperhatikan etiket. Mereka
bertemu, selalu menyapa “Hello.” .Bertemu dengan teman mereka akan berjabat
tangan dulu. Jika teman lama mereka akan saling memeluk. Pada acara formal
mereka juga akan mencium tangan wanita sebagai rasa hormat.

Memberi hadiah adalah sangat dihargai di Jerman. Ketika diundang ke rumah orang
lain, biasanya datang dengan hadiah. Kebanyakan orang dengan karangan bunga,
beberapa tamu laki-laki dengan botol anggur, ada juga yang membawakan buku atau
album. Dalam menyambut para tamu (seperti stasiun, bandara dan tempat-tempat
lain) untuk mengunjungi pasien, banyak juga mengirimkan bunga. Biasanya mereka
langsung membuka hadiah di depan pemberi dan mengucapkan terimakasih.

Di Jerman dan negara-negara Barat lain, perempuan adalah prioritas. Seperti saat
antrian mereka akan mendahulukan perempuan. Dalam berbicara dengan rekan kerja,
orang Jerman sangat berhati-hati untuk menghormati satu sama lain. Jangan tanya
urusan pribadi orang lain (seperti usia wanita).

Contoh : Google

Google memperkerjakan orang-orang yang cerdas dan tekun, dan google lebih
mengutamakan kemampuan di atas pengalaman. Meskipun Karyawan Google berbagi
tujuan dan visi yang sama untuk perusahaan, google menerima semua orang dari latar
belakang yang berbeda dan dengan keragaman bahasa, yang mencerminkan pengguna
global yang google layani. Di luar pekerjaan, Karyawan Google melakukan
bermacam hobi, mulai dari bersepeda hingga beternak lebah, mulai dari bermain
frisbee hingga berdansa foxtrot.

Google berusaha mempertahankan budaya terbuka yang sering kali dikaitkan dengan
perusahaan rintisan, yang mana setiap orang merupakan kontributor aktif dan merasa
nyaman untuk berbagi ide serta opini. Dalam pertemuan wajib mingguan google
(“TGIF”)—tidak termasuk yang lewat email atau di kafe—para Karyawan Google
mengajukan pertanyaan langsung kepada Larry, Sergey, serta eksekutif lainnya
mengenai masalah perusahaan, berapa pun banyaknya. Kantor dan kafe google
dirancang untuk mendorong interaksi antara Karyawan Google di dalam tim dan
antartim lainnya, serta untuk menghidupkan percakapan tentang pekerjaan serta
bermain.
MAKALAH
PERILAKU ORGANISASI
BUDAYA ORGANISASI BARAT dan TIMUR

Dosen Pengampu :
Wuryan Andayani, SE., M.Si., Ak.

Disusun Oleh :
Zardari Asif // 155020307111036
Almi Hafiz // 155020307111040
Dimas Ariq Saputra // 145020300111037
Rachman Yacob // 155020301111083

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2016

Anda mungkin juga menyukai