RSUD.PROF.MARGONO SOEKARJO
DISUSUN OLEH:
ADEISMA PRASSETIYO NINGTIAS
2111040063
(Nurarif, 2016)
c) Uji DNA-HPV
Telah dibuktikan bahwa lebih dari 90% kondiloma serviks, NIS
(Intraepitel Serviks), dan kanker serviks mengandung DNA-HPV.46 HPV
(Human papiloma Virus) adalah virus penyebab kanker serviks. Perjalanan
dari infeksi HPV sehingga menjadi kanker serviks memakan waktu yang
cukup lama, yaitu sekitar 10 hingga 20 tahun. Namun proses penginfeksian
ini sering tidak disadari oleh para penderita,karena proses HPV kemudian
menjadi pra- kanker sebagian besar berlangsung tanpa gejala. Ujian DNA-
HPV dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi HPV dengan lidi kapas
atau sikat kecil. Tes DNA-HPV lebih berguna bila dikombinasikan dengan
pemeriksaan sitologi. Pasien dengan hasil positif sebaiknya dilakukan
kolposkopi.
d) Kolposkopi
Kolposkopi merupakan pemeriksaan dengan menggunakan alat
kolposkopi yaitu alat mikroskop binokuler dengan sumber cahaya yang
terang untuk memperbesar gambaran visual serviks.40 pemeriksaan
dilakukan untuk melihat porsio (juga vagina dan vulva) dengan pembesaran
10-15. Porsio akan tampak setelah dipulas terlebih dahulu dengan asam
astat 3-5%. Porsio dengan kelainan (infeksi HPV atau NIS) terlihat bercak
putih atau perubahan corak pembuluhan darah. Kolposkopi dapat berperan
sebagai alat skrining awal, tetapi alat ini tidak mudah. Karena mahal, alat
ini lebih sering digunakan sebagai prosedur pemeriksaan lanjut dari hasil
uji Pap abnormal.
e) Pap net
Pap Net (dengan komputerisasi) pada dasarnya berdasarkan
pemeriksaan uji Pap. Bedanya uji ini mengidentifikasi sel abnormal. Secara
komputerisasi pada gelas kaca, hasil uji pap mengandung sel abnormal
dievaluasi ulang oleh ahli patologi atau sitologi.
II.2 Diagnosa
a) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin.
b) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
c) Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna makan
d) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional.
I.3 Faktor-faktor
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan
oksigenasi menurut NANDA (2017),yaitu hiperventilasi, hipoventilasi,
deformitas tulang dan dinding dada, nyeri,cemas, penurunan
energy,/kelelahan, kerusakan neuromuscular, kerusakan muskoloskeletal,
kerusakan kognitif / persepsi, obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis
kelelahan otot pernafasan dan adanya perubahan membrane kapiler-alveoli.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni
jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan
tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-
paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya
fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru. Faktor-faktor risiko
tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga
menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari
kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang
mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah
masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak
dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping).
Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan
segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan
kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi (Brunner &
Suddarth, 2007).
Faktor presipitasi atau pencetus dari adanya gangguan oksigenasi yaitu:
1) Gamgguan jantung, meliputi : ketidakseimbangan konduksi, kerusakan
fungsi valvular, hipoksia miokard, kondisi-kondisi kardiomiopati dan
hipoksia jaringan perifer.
2) Kapasitas darah untuk membawa oksigen.
3) Faktor perkembangan, pada bayi premature beresiko terkena penyakit
membrane hialin karena belum matur dalam menghasilkan
surfaktan.Sistem pernafasan dan jantung mengalami perubahan fungsi
pada usia tua/lansia.
4) Perilaku atau gaya hidup, nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopulmonar.
Obesitas yang berat menyebabkan penurunan ekspansi paru.Latihan fisik
meningkatkan aktivitas fisik metabolism tubuh dan kebutuhan oksigen.
I.4 Macam-macam
1) Hiperventilasi Upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O2 dalam paruparu agar
pernafasan lebih cepat dan dalam. Tanda dan gejalanya yaitu takikardia, nafas
pendek, nyeri dada, menurunnya konsentrasi, disorientasi
2) Hipoventilasi Terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi
penggunaan O2 tubuh atau mengeluarkan CO2 dengan cukup. Biasanya terjadi
pada etelektasis (kolaps paru). Tanda dan gejalanya nyeri kepala, penurunan
kesadaran, disorientasi, 31 kardiak disritmia, ketidakseimbangan elektrolit, kejang
dan kardiak arrest.
3) Hipoksia Kondisi tidak tercukupinya pemenuhan O2 dalam tubuh akibat dari
defisiensi O2 yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan O2 di sel. Tanda
dan gejalanya kelelahan, kecemasan, menunrunnya kemampuan konsentrasi, nadi
meningkat, pernafasan cepat dan dalam, sianosis, sesak nafas dan clubbing finger.
4) Hipoksemia Hipoksemia adalah keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi
oksigen dalam pembuluh arteri. Hipoksemia bisa terjdi karena kurangnya tekanan
parsial O2 (PaO2) atau kurangnya saturasi oksigen (SaO2) dalam pembuluh arteri.
Seseorang dikatakan hipoksemia apabila tekanan darah parsial pada pembuluh
arterinya kurang dari 50 mmHg.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari
4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
4) Sistem pernafasan
a) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan
seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi
kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau
kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
b) Frekuensi pernapasan meningkat
c) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
d) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang
disertai ronchi kering dan wheezing.
e) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi
bahkan mungkin lebih.
f) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-
otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak
retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan
cuping hidung.
g) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan
dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent
chest), sianosis
5) Sistem kardiovaskuler
a) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
b) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
Takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah
sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih
daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau
lebih.
c) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama
jantung.
II.1.3 Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas secara
efisien.
2) Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler
alveolar dan keadekuatan oksigenasi.
3) Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler.
4) Pemeriksaan sinar X-ray
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur dan proses-proses
abnormal.
5) Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel sputum/benda
asing yang menghambat jalan nafas.
6) Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi
7) Fluoroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, missal : kerja jantung dan
kontraksi paru
8) CT-SCAN
Untuk mengidentifikasi adanya massa abnormal
II.4 Diagnosa
e) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin.
f) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
g) Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna makan
h) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional.