Disusun Oleh:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Ny.B Dengan Chronic Kidney Disease (Ckd) Tindakan Pembedahan Av Shunt”.
Akhirnya kami berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan waktunya serta dukungannya pada kami, sehingga dapat
terselesainya makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Tim Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR..................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN
2.1 Definisi.......................................................................................................................7
2.2 Anatomi.......................................................................................................................8
2.3 Klasifikasi..................................................................................................................10
2.4 Etiologi..............................................................................................................11
2.6 Patofisiologi...............................................................................................................12
2
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pengkajian.................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................34
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronik adalah suatu penyakit
dimana ginjal mengalami penurunan fungsi yang progresif dan ireversibel. The Kidney
Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of The National Kidney Foundation
menyebutkan bahwa CKD adalah penyakit ginjal yang telah berlangsung selama
lebih dari 3 bulan dan penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) sebanyak 60
ml/min/1.73m2. Chronic Kidney Disease adalah kondisi ireversibel di mana fungsi
ginjal menurun dari waktu ke waktu. CKD biasanya berkembang secara perlahan
dan progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak menyadari
bahwa kondisi mereka telah parah. Kondisi fungsi ginjal memburuk,
kemampuan untuk memproduksi erythropoietin yang memadai terganggu, sehingga
terjadi penurunan produksi baru sel-sel darah merah dan akhirnya terjadi anemia.
Dengan demikian, anemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada CKD, dan
sekitar 47% pasien dengan CKD anemia. (Nahas, 2010).
Prevalensi CKD terutama tinggi pada orang dewasa yang lebih tua, dan ini
pasien sering pada peningkatan risiko hipertensi. Kebanyakan pasien dengan
hipertensi akan memerlukan dua atau lebih antihipertensi obat untuk mencapai tujuan
tekanan darah untuk pasien dengan CKD. Hipertensi adalah umum pada pasien dengan
CKD, dan prevalensi telah terbukti meningkat sebagai GFR pasien menurun.
prevalensi hipertensi meningkat dari 65% sampai 95% sebagai GFR menurun 85-
15ml / min/1.73m2. Penurunan GFR dapat ditunda ketika proteinuria menurun melalui
penggunaan terapi antihipertensi. Penanganannya seperti pemantauan ketat tekanan
darah, kontrol kadar gula darah. Kardiovaskular (CVD) adalah penyebab utama
kematian pada pasien dengan CKD. Data dari United States Renal Data System
(USRDS) pada tahun 2014 menunjukan bahwa prevalensi kejadian CKD di
Amerika Serikat meningkat setiap tahunnya, tercatat sebanyak 2,7 juta jiwa pada tahun
4
2011 dan tercatat menjadi 2,8 juta jiwa ditahun 2012. Prevalensi penyakit CKD di
Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 0,2% sedangkan di Jawa Tengah prevalensinya
sebanyak 0,3% (Riskesdas, 2013).
Penyakit CKD sering tidak teridentifikasi sampai pada tahap 3 karena bersifat
asymptomatic atau tanpa gejala hingga tahap uremik akhir tercapai. Uremia adalah
sindrom atau gejala yang terkait dengan CKD. Adanya uremia tersebut akan
mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit, pengaturan dan fungsi endokrin
ginjal rusak, dan akumulasi produk sisa secara esensial memengaruhi setiap sistem
organ lain (Nahas, 2010).
Penyakit CKD akan mempengaruhi penurunan LFG dan fungsi ginjal memburuk
lebih lanjut, retensi natrium dan air biasa terjadi. Hal ini dapat menyebabkan resiko
edema dan hipertensi, pasien juga akan merasa cepat lelah, sesak nafas, dan nafsu
makan menurun. Penanganan pada pasien CKD tahap akhir dilakukan beberapa
terapi diantaranya yaitu terapi pengganti ginjal seperti transplantasi ginjal, dialisis
peritoneal, maupun hemodialisa. Hemodialisa (HD) adalah sebuah proses yang
bertujuan untuk mengeluarkan produk limbah dan cairan yang berada didalam tubuh,
serta menggantikan fungsi ginjal dalam tubuh yang tidak dapat berfungsi dengan
baik. Didunia saat ini tercatat ada lebih dari 2 juta pasien yang menjalani terapi HD.
Peran perawat pada kasus Chronic Kidney Disease (CKD) meliputi sebagai
pemberi asuhan keperawatan langsung kepada klien yang mengalami Chronic Kidney
Disease (CKD), sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah
komplikasi, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan
keperawatan kepada klien Chronic Kidney Disease (CKD) melalui metode ilmiah.
5
Laporan kasus ini disusun untuk menjelaskan “ Asuhan Keperawatan Ny.B Dengan
Chronic Kidney Disease (Ckd) Tindakan Pembedahan Av Shunt”.
1.4.1 Bagi penulis sendiri, hasil karya tulis dapat digunakan sebagai pengalaman yang
nyata tentang “ Asuhan Keperawatan Ny.B Dengan Chronic Kidney Disease
(Ckd) Tindakan Pembedahan Av Shunt”.
1.4.2 Bagi klien dan keluarga, dapat digunakan sebagai ilmu pengetahuan dan mampu
memahami “ Asuhan Keperawatan Ny.B Dengan Chronic Kidney Disease (Ckd)
Tindakan Pembedahan Av Shunt”.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan, sebagai referensi dan tambahan
informasi dalam peningkatan dan mutu pendidikan di massa depan.
1.4.4 Bagi Rumah Sakit, hasil laporan kasus diharapkan menjadi informasi dalam saran
dan evaluasi untuk peningkatan mutu pelayanan yang lebih kepada pasien rumah
sakit yang akan datang.
BAB 2
6
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010).CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia. Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia berupa retensi urea dan
sampah lain dalam darah (Smeltzer, 2009)
7
Ginjal merupakan organ berwarna coklat kemerahan seperti kacang merah yang
terletak tinggi pada dinding posterior abdomen, berjumlah sebanyak dua buah dimana
masing-masing terletak dikanan dan kiri columna vertebralis. Kedua ginjal terletak di
retroperitoneal pada dinding abdomen, masing-masing disisi kanan dan kiri columna
vertebralis setinggi vertebra torakal 12 sampai vertebra lumbal tiga. Ginjal kanan
terletak sedikit lebih rendah dari pada ginjal kiri karena besarnya lobus hati kanan
Pada struktur luar ginjal didapati kapsul fibrosa yang keras dan berfungsi untuk
melindungi struktur bagian dalam yang rapuh. Pada tepi medial masing-masing ginjal
yang cekung terdapat celah vertikal yang dikenal sebagai hilum renale yaitu tempat
arteri renalis masuk dan vena renalis serta pelvis renalis keluar.
Ginjal dibagi dua dari atas ke bawah, dua daerah utama yang dapat digambarkan
yaitu korteks dibagian luar dan medulla dibagian dalam. Masing-masing ginjal terdiri
dari 1–4 juta nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, nefron terdiri atas
korpuskulum renal, tubulus kontortus proksimal, ansa henle dan tubulus kontortus
distal.
Setiap korpuskulum renal terdiri atas seberkas kapiler berupa glomelurus yang
dikelilingi oleh kapsula epitel berdinding ganda yang disebut kapsula bowman. Lapisan
8
viseralis atau lapisan dalam kapsula ini meliputi glomerulus, sedangkan lapisan luar
yang membentuk batas korpuskulum renal disebut lapisan parietal. Di antara kedua
lapisan kapsula bowman terdapat ruang urinarius yang menampung cairan yang disaring
melalui dinding kapiler dan lapisan viseral.
Tubulus renal yang berawal pada korpuskulum renal adalah tubulus kontortus
proksimal, tubulus ini terletak pada korteks yang kemudian turun ke dalam medula dan
menjadi ansa henle. Ansa henle terdiri atas beberapa segmen, antara lain segmen
desenden tebal tubulus kontortus proksimal, segmen asenden dan desenden tipis, dan
segmen tebal tubulus kontortus distal.
9
arkuata, arteri interlobularis dan arteriol aferen yang menuju ke kapiler glomelurus.
Sistem vena pada ginjal ber jalan paralel dengan sistem arteriol dan membentuk vena
interlobularis, vena arkuata, vena interlobaris dan vena renalis. Persarafan ginjal berasal
dari pleksus renalis dari serabut simpatis dan parasimpatis.
2.4 Etiologi
10
Menurut (Muttaqin, 2011) kondisi klinis yang memungkinkan dapat
mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.
6) Keganasan padaginjal.
2) Dyslipidemia.
4) Preeklamsi.
5) Obat-obatan.
11
Menurut perjalanan klinis gagal ginjal kronik:
2.5.1 Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun
hingga25%dari normal
2.5.2 Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dannokturia,
GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum dan BUN sedikit
meningkat diatas normal.
2.5.3 Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, latergi,
anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload),
neuropatiperifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma),
yang ditandai dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan
BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban
solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan tubulus
tidak dapat dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi
disertai dengan hilangnya kemampuan pemekatan urin. Perjalanan gagal ginjal kronik
dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
2.6.1 Stadium I
12
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal. Selama
stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien asimptomatik.
2.6.2 Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya 25% dari
normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung dari kadar protein dalam diet. Kadar
kreatinin serum juga mulai meningkat disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai
akibat dari kegagalan pemekatan urin.
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron telah
hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR (Glomerulus
Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan
meningkat.Klien akan mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal tidak lagi
dapat mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi
isoosmotik dengan plasma dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang
dari 500 cc/hari.
13
2.7 Pathway (Nahas, 2010)
Arterio sklerosis
Perubahan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
(urohrome) atau urobilin dan
suatu hasil dari pemecah
hemoglobin
Cairan ekstra seluler
14
volume akhir diastolik ventrikel naik
Cardiac Output
15
2.8 Pemeriksaan Diagnostic (Guyton, 2008)
2.8.1 Radiologi, ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari
komplikasi yang terjadi.
2.8.2 Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/ obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan
tidak puasa.
2.8.3 IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.
2.8.4 USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih
serta prostat.
2.8.5 Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
2.8.7 Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk falanks
jari), kalsifikasi metastasik.
2.8.8 Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini dianggap
sebagai bendungan.
16
2.8.12 Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang, kemungkinan
adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :
1) Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia.
4) Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada diet rendah
protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
10) Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer)
17
12) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun,
semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.
2.9.1 Konservatif
2.9.2 Dialysis
1) peritoneal dialysis
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidakbersifat akut
adalah CAPD ( Continues Ambulatori PeritonialDialysis )
2) Hemodialisis
18
2.9.3 Operasi
1) Pengambilan batu
2) Transplantasi ginjal
19
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengkajian
Nama : Ny.B
Umur : 54 tahun
No.Register : 2740XX
Alamat : Ajung Jember
Diagnose Medis : CKD
Tanggal MRS : 23 Desember 2019
Tanggal pengkajian : 23 Desember 2019
Ruang : Pre operasi
1. Persiapan Pasien
a. Perawat kamar operasi memeriksa kesesuaian identitas pasien dengan
menanyakan nama sekaligus mengecek gelang identitas pasien
b. Perawat kamar operasi memeriksa kelengkapan status pasien termasuk di
dalamnya persetujuan informed consent
c. Perawat mengganti baju pasien
d. Perawat melakukan pengecekan set marking
e. Pasien dilakukan lokal anastesi
f. Pasien dipastikan dalam keadaan bersih, yaitu mandi sebelum
dilaksanakan pembedahan
g. Perhiasan pasien dilepas semua baik cincin atau jam tangan dan gigi
palsubila ada
h. Pasien diposisikan supinasi setelah dipindahkan ke meja operasi
i. Melakukan skin preparation
j. Memasukan profilaksis sebelum pembedahan
20
2. Persiapan Lingkungan Kamar Operasi
a. Mempersiapkan dan mengecek apakah meja operasi, lampu operasi,AC,
meja mayo, back table berfungsi dengan baik
b. Memberi perlak dan duk pada meja operasi
c. Menyiapkan linen dan instrument yang akan digunakan
d. Menempatkan tempat sampah agar mudah dijangkau
3. Timbang Terima
a. Situation : Pasien elektif
b. Background
1) Diagnose pra operatif : CKD
2) Rencana operasi : Av Shunt
3) RPD : tidak ada
4) Alergi : tidak ada
5) Darah : Tidak tersedia
6) Marking : iya
7) Informed consent : ada
8) Konsultasi : jantung dan lokal anastesi
9) Foto : tidak ada
10) Pemeriksaan Lab : ada
11) Alat bantu : tidak ada
12) Vital sign : TD: 130/70 mm/Hg, N: 79 x/menit, RR 24
X/menit
13) Kesadaran : Compos mentis GCS 4-5-6
4. Sign in
Sign in dilakukan di ruang pre operasi oleh perawat dengan mengisi daftar
tilik pembedahan
21
5. Transfer
Pasien ditransfer dari ruang pre operasi ke ruang operasi oleh perawat lokal
anastesi dipindahkan dari banchard ke meja operasi
6. Positioning
Pasien diposisikan supinasi
7. Anastesi
Pasien dilakukan anastesi Local Anastesi
8. Aseptik
Perawat membersihkan area operasi oleh operator area operasi dengan
menggunakan povidone iodine 10% dan dilanjutkan dengan drapping
9. Time out
Perawat sirkuler membacakan time out
10. Av Shunt
a) Definisi
AV Shunt adalah proses penyambungan (anastomosis) pembuluh darah
vena dan arteri supaya dapat digunakan untuk keperluan hemodialisis.
AV shunt adalah suatu cara untuk membuat akses yang permanen pada
pembuluh darah yaitu dengan membuat anastomosis antara arteri dan vena yang
biasa disebut cimino broschia fistula atau dengan menghubungkan arteri dan
vena lewat pembuluh darah tambahan (graft), daerah yang dipilih biasanya
pembuluh darah di lengan bawah.
Tehnik Instrumentasi AV Shunt adalah suatu tata cara atau tehnik yang
menunjang tindakan pembedahan dimulai dari proses persiapan alat, mengatur
penataan alat secara sistematis dan penggunaan alat/ instrument selama tindakan
operasi AV Shunt berlangsung
22
b) Indikasi
Dilakukan pada pasien dengan kasus gangguan fungsi renal stadium V/
tahap terakhir dan pada pasien yang akan di lakukan tindakan hemodialisa
berulang dan jangka panjang.
c) Kontraidikasi
Tanda-tanda vital tidak normal
Keadaan pasien jelek
Pada pemeriksaan fisik pasien secara palpasi tidak teraba arteri radialis
atau ulnaris dan tidak ditemukan dengan alat pendeteksi.
d) Tujuan
Mengatur alat secara sistematis di meja mayo,
Mempertahankan kesterilan alat – alat sebelum operasi.
Memperlancar handling instrument
23
11. Instrumentasi Tehnik dan Operating Tehnik Intraoperatif
a. Team operasi : Operator, asisten, instrument, dan sirkuler
b. Set Ruangan
1. Instrumen Meja Mayo (dasar)
2. Instrumen tambahan
3. Instrument penunjang
24
Instrumen penunjang on steril
25
(povidun iodin 10%)
15 NGT no.5 1
a) Persiapan
1. Sign in
Identitas pasien
Persetujuan tindakan.
Riwayat alergi.
d. Mengatur posisi tangan yang akan dilakukan tindakan, di bawah tangan diberi
under pad dan di cuci dengan hibiscrub kemudian ditutup duk kecil steril.
26
h. Perawat instrumen menyiapkan untuk anastesi lokal dengan mengoplos
lidocain 4cc ( 2 ampul )
Memasang duk kecil untuk membungkus jari- jari tangan sebelah kiri.
Memasang duk besar untuk menutupi bagian atas sampai mata kaki.
Satu duk kecil di lipat kemudian di ganjal di bawah siku tangan sebelah
kiri.
j. Pasang kabel couter (ESU Pencil) difiksasi dengan duk klem, pastikan alat
berfungsi dengan baik. Meja mayo dan meja instrumen didekatkan pasien
2. Time out
Konfirmasi nama tim operasi dan tugas, konfirmasi nama pasien,jenis tindakan,
dan area yang akan di operasi, tindakan darurat di luar standart operasi, estimasi
lama operasi, antisipasi kehilangan darah, perhatian khusus selama pembiusan,
sterilitas alat instrumen bedah, perhatian khusus pada peralatan. Operator
dipersilahkan memimpin berdoa.
a. Berikan kasa pada operator untuk membersihkan sisa dari povidon iodin
kemudian berikan pinset cirurgis dan povidon iodin 10% untuk marking
daerah yang akan di insisi.
b. Berikan spuit 10cc yang berisi (lidocain%) kepada operator, untuk dilakukan
lokal anastesi.
27
c. Berikan pinset cirurgis pada operator untuk mengecek kerja obat anastesi lokal.
d. Berikan handle mess no.15 pada operator untuk dilakukan insisi kulit, berikan
dobel pinset cirurgis pada operator dan asisten,dan berikan klem bengkok+kasa
pada asisten untuk merawat perdarahan.
e. Berikan klem bengkok pada operator untuk mencari vena dan hak kombinasi
pada asisten untuk memperluas lapangan operasi.
f. Setelah kelihatan vena, berikan Right angele dan tegel dengan side 3/0 pada
operator untuk memisahkan vena dengan jaringan disekitarnya. Kemudian
vena di tegel dengan menggunakan side 3/0 dan berikan klem bengkok untuk
menjepit nelaton.
g. Berikan klem mosquito pada operator untuk menjepit vena bagian distal dan
berikan mess 11 untuk memotong vena distal.
h. Berikan benang ziede 3.0 dengan dijepit klem bengkok , klem lurus pada
operator untuk ligasi vena bagian distal dan berikan gunting benang pada
asisten untuk menggunting benang.
i. Memberikan dobel pinset vaskuler pada operator dan asisten dan gunting
vaskuler untuk memotong vena.
j. Setelah vena terpotong berikan cairan heparin yang telah di oplos dengan Ns
0,9% pada operator dalam spuit 10cc dan disambung dengan selang NGT no 5
untuk dilakukan dilatasi pada vena proximal untuk mengecek apakah ada
sumbatan atau tidak, setelah itu berikan buldog kembali untuk klem vena
proximal.
k. Berikan klem right angele pada operator dan haak kombinasi pada asisten
untuk mencari & membebaskan arteri radialis.
28
m. Setelah arteri ditemukan berikan nelaton warna merah untuk dilakukan tegel
dan dijepit dengan klem pean.
n. Setelah arteri dibebaskan kemudian di klem dengan klem stasinky, lalu berikan
handle mess no 11 pada operator untuk insisi arteri, insisi diperluas dengan
memberikan pinset vaskular dan gunting vaskular agar sesuai dengan lubang
pada vena.
o. Berikan nald foder vasculer dan benang prolene no 7-0 dengan 2 jarum pada
operator untuk dilakukan penyambungan antara vena proximal dengan arteri
dan berikan klem bengkok (rober short) pada asisten untuk mengklem ujung
bawah benang.
3. Sign out
Hitung jumlah kasa, dan jumlah alat, kesesuaian jenis tindakan, permasalahan
pada alat, perhatian masa recovery dari pasien dan anesthesi lokal
a. Bersihkan area operasi dengan kasa basah, keringkan dengan kasa dan ditutup
dengan sufratul, kasa dan hepavix.
c. Rapikan pasien, bersihkan bagian tubuh pasien dari bekas betadin yang masih
menempel dengan menggunakan kassa basah dan keringkan.
29
d. Pasien diberikan motivasi untuk tidak melakukan aktivitas yang berat pada
tangan kiri (yang dilakukan tindakan operasi), termasuk tidak boleh menekuk
tangan sebelah kiri.
Pre operasi
No. Data Masalah Etiologi
1. DS: pasien mengatakan takut ansietas Tindakan pre
mau dioperasi operatif
DO: wajah tampak tegang
TD: 130/70 mm/Hg, N:
79 x/menit, C, RR 24
X/menit
70-84 kali/menit
30
Intra operasi
No. Data Masalah Etiologi
1. DS: - Resiko infeksi Tindakan
DO: pembedahan
Insisi pembedahan 5cm
x 5 cm
.Post operasi
No. Data Masalah Etiologi
1. DS: Hipotermi Suhu ruangan
DO: dingin
• Suhu ruangan 23 °C
• Akral dingin
31
3.3 Diagnosa Keperawatan (NANDA, 2012)
Tujuan dan Kriteria
Diagnosa Intervensi Rasional
Hasil
PRE OPERASI
32
INTRA OPERASI
Resiko Tujuan : Pasien tidak NIC : Pengendalian Infeksi
infeksi mengalami infeksi 1. Pantau tanda / gejala infeksi 1. Mencegah terjadinya
berhubungan atau tidak terdapat 2. Rawat luka operasi dengan infeksi
dengan luka tanda-tanda infeksi teknik steril 2. Mencegah invasi
post operasi pada pasien. 3. Memelihara teknik isolasi, mikroorganisme
Kriteria hasil : batasi jumlah pengunjung 3. Mencegah infeksi
Tidak menunjukkan 4. Ganti peralatan perawatan
tanda-tanda infeksi pasien sesuai dengan
Standar Operasional
Prosedur
POST OPERASI
33
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, A. (2008). Buku ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-9. Jakarta: EGC.
Liu, T., & Campbell, A. (2011). Case Files Ilmu Bedah. Jakarta: Karisma Publishing
Group.
Reksoprodjo, S. (2020). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Bagian Ilmu Bedah. Jakarta:
Fakultas Kedokteran UI.
34