DISUSUN OLEH
Kelompok 4:
1. Bella Rizkia S (1150019004)
2. M.gian Maghribi A.S (1150019016)
3. Weny Mayrani (1150019029)
4. Erlinda Triska M (1150019042)
5. Saudia Putri R.K (1150019060)
6. Echa Citra K (1150019068)
Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyanyang, kami haturkan puja dan puji syukur atas kehadiratnya yang
telah melimpahkan ,rahmat, hidayat, inahyah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah tentang “ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN KASUS SYOK ANAFILAKTIK DAN BAHAN
KIMIA”
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat mempelancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.Terlepas dari semua
itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karna itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat menambah wawasan
dan pengetahuan untuk masyarakat dan juga inspirasi terhadap terhadap
pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER……………………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………..iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………………………….
1.2 RUMUSAN MASALAH……………………………………………………………….
1.3 TUJUAN PENULISAN………………………………………………………………...
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI……………………………………………………………………………….
2.2 TANDA DAN GEJALA………………………………………………………………..
2.3 PENATALAKSANAAN……………………………………………………………….
2.4 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS SYOK ANAFILAKTIK……………………...
2.5 BAHAN DAN KIMIA………………………………………………………………….
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN…………………………………………………………………………
3.2 SARAN…………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Perkembangan yang pesat dalam penemuan, penelitian dan produksi obat
untuk diagnosis, pengobatan dan pencegahan telah menimbulkan reaksi obat
yang tidak dikehendaki yang disebut sebagai efek samping.Reaksi tersebut
tidak saja menimbulkan persoalan baru disamping penyakit dasarnya, tetapi
kadang-kadang dapat menimbulkan maut juga. Hipokalemi, intoksikasi
digitalis, keracunan aminofilin dan reaksi anafilaktik merupakan contoh-contoh
efek samping yang potensial bebahaya. Gatal-gatal karena alergi obat,
mengantuk karena pemakaian antihistamin merupakan contoh lain reaksi efek
samping yang ringan. Diperkirakan efek samping terjadi pada 6 sampai 15%
pasien yang dirawat di rumah sakit, sedangkan alergi obat berkisar antara 6-
10% dari efek samping. 40-60% disebabkan oeh gigitaan serangga, 20-40%
disebabkan oleh zat kontrasradiografi, 10-20% disebabkan oleh penicillin.
1.2RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari anafilasik
2. Bagaimana etiologi dari anafilik
3. Bagaimana pengobatan pada pasien dengan syok anafilik
1.3TUJUAN PENULISAN
1. Mampu menjelaskan definisi dari anafilik
2. Mampu menjelaskan obat kimia pada syok anafilik
3. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan syok anafilik
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Syok anafilaktik atau anafilaksis adalah syok yang disebabkan oleh reaksi
alergi yang berat. Reaksi ini akan mengakibatkan penurunan tekanan darah secara
drastis sehingga aliran darah ke seluruh jaringan tubuh terganggu. Akibatnya,
muncul gejala berupa sulit bernapas, penyempitan saluran pernapasan bahkan
penurunan kesadaran.
Syok anafilaktik dapat terjadi dalam hitungan menit setelah penderita terpapar oleh
penyebab alergi (alergen). Dalam kurun waktu 12 jam setelah syok pertama, syok
anafilaktik berpotensi untuk kembali terjadi (biphasic anaphylaxis). Kondisi syok
anafilaktik ini perlu mendapatkan penanganan secepatnya karena dapat
mengancam jiwa.
Anafilaksis adalah reaksi alergi berat yang berujung pada kematian jika terlambat
ditangani secara medis. Hal ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh mengeluarkan
zat kimia sebagai reaksi terhadap alergen sehingga membuat tubuh dalam keadaan
syok. Serangan anafilaktik dapat diobati dengan suntikan epinefrin untuk mengatur
gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.
2.2 PATOFISIOLOGI
Peristiwa patofisiologi dan respons kompensatoriknya sesuai dengan gagal
jantung, tetapi telah berkembang ke bentuk yang lebih berat. Penurunan
kontraktilitas jantung mengurangi curah jantung dan meningkatkan volume dan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri sehingga menyebabkan kongesti paru dan
edema. Dengan menurunnya tekanan arteri sistemik, maka perangsangan
baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus.
A. Manifestasi klinis
Gejala dan tanda anafilaksis berdasarkan organ sasaran:
1. Umum : Lesu, lemah, rasa tak enak yang sukar dilukiskan
Prodormal : rasa tak enak di dada, dan perut, rasa gatal di hidung dan
Palatum.
2. Pernapasan :
a. Hidung : hidung gatal, bersin, dan tersumbat
b. Laring : rasa tercekik, suara serak, sesak napas, stridor, edema.
c. Lidah : edema
d. Bronkus : batuk, sesak, mengi, spasme.
3. Kardiovaskuler : pingsan, sinkop, palpitasi, takikardia, hipotensi sampai
syok, aritmia. Kelainan EKG : gelombang T datar, terbalik, atau
tanda-tanda infark miokard
4. Gastrointestinal : disfagia, mual, muntah, kolik,diare yang kadang-kadang
disertai darah, peristaltik usus meninggi.
5. Kulit : urtika, angiodema di bibir, muka, atau ekstermitas.
6. Mata : gatal, lakrimasi
7. Susunan saraf pusat : gelisah, kejang
B. Terapi farmakologi
suatu syok anafilaktik amat tergantung dari kecepatan diagnose dan
pengelolaannya.
1. Adrenalin merupakan drug of choice dari syok anafilaktik. Hal ini
disebabkan 3 faktor yaitu :
1) Adrenalin merupakan bronkodilator yang kuat , sehingga penderita
dengan cepat terhindar dari hipoksia yang merupakan pembunuh
utama.
2) Adrenalin merupakan vasokonstriktor pembuluh darah dan inotropik
yang kuat sehingga tekanan darah dengan cepat naik kembali.
3) Adrenalin merupakan histamin bloker, melalui peningkatan produksi
cyclic AMP sehingga produksi dan pelepasan chemical mediator dapat
berkurang atau berhenti.
Dosis dan cara pemberiannya.
0,3 – 0,5 ml adrenalin dari larutan 1 : 1000 diberikan secara
intramuskuler yang dapat diulangi 5 – 10 menit. Dosis ulangan
umumnya diperlukan, mengingat lama kerja adrenalin cukup singkat.
Jika respon pemberian secara intramuskuler kurang efektif, dapat diberi
secara intravenous setelah 0,1 – 0,2 ml adrenalin dilarutkan dalam spoit
10 ml dengan NaCl fisiologis, diberikan perlahan-lahan. Pemberian
subkutan, sebaiknya dihindari pada syok anafilaktik karena efeknya
lambat bahkan mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi pada kulit,
sehingga absorbsi obat tidak terjadi.
2. Aminofilin
Dapat diberikan dengan sangat hati-hati apabila bronkospasme belum hilang
dengan pemberian adrenalin. 250 mg aminofilin diberikan perlahan-lahan
selama 10 menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips
infus bila dianggap perlu.
3) Pemasangan infus.
Jika semua usaha-usaha diatas telah dilakukan tapi tekanan darah masih
tetap rendah maka pemasangan infus sebaiknya dilakukan. Cairan plasma
expander (Dextran) merupakan pilihan utama guna dapat mengisi volume
intravaskuler secepatnya. Jika cairan tersebut tak tersedia, Ringer Laktat
atau NaCl fisiologis dapat dipakai sebagai cairan pengganti. Pemberian
cairan infus sebaiknya dipertahankan sampai tekanan darah kembali
optimal dan stabil.
2.3 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan farmakologis seperti pemberian epinephrine intravena pada
pasien rekasi anafilaksis tidak boleh ditunda. Pemberian epinephrine pertama
diberikan 0,01 ml/kg/BB sampai mencapai maksimal 0,3 ml subkutan dan
diberikan setiap 15-20 menit sampai 3-4 kali. Seandainnya kondisi semakin
memburuk atau memang kondisinya sudah buruk, suntikan dapat diberikan secara
intramuskuler dan bisa dinaikan sampai 0,5 ml selama pasien diketahui tidak
mengidap penyakit jantung. Antihistamin dan kortikosteroid juga dapat diberikan.
Antihistamin pada fase akut dapat menghilangkan pruritus, misalnya
dipenhydramin 25-50 mg intravena secara perlahan-lahan. Kortikosteroid tidak
bermanfaat pada fase akut, tetapi bermanfaat pada
2. EPIDEMIOLOGI
Anafilaksis lokal (alergi atopik) yang merupakan predisposisi herediter
untuk terjadinya respon tipe 1 lokal terhadap allergen yang dihirup atau
dicerna terjadi pada 10% masyarakat..
3. KLASIFIKASI
Berdasarkan reaksi tubuh :
- Lokal : reaksi anafilaktik lokal biasanya meliputi urtikaria serta
angioedema pada tempat kontak dengan antigen dan dapat merupakan reaksi
yang berat tetapi jarang fatal.
- Sistemik : reaksi sistemik terjadi dalam tempo kurang lebih 30 menit
sesudah kontak dalam sistem organ berikut ini :
Kardiovaskuler
Respiratorius
Gastrointestinal
Integumen
4. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI
Syok anafilaktik sering disebabkan oleh obat, terutama yang diberikan
intravena seperti antibiotik atau media kontras. Obat-obat yang sering
memberikan reaksi anafilaktik adalah golongan antibiotik penisilin,
ampisilin, sefalosporin, neomisin, tetrasiklin, kloramfenikol, sulfanamid,
kanamisin, serum antitetanus, serum antidifteri, dan antirabies. Alergi
terhadap gigitan serangga, kuman-kuman, insulin, ACTH, zat
radiodiagnostik, enzim-enzim, bahan darah, obat bius (prokain, lidokain),
vitamin, heparin, makan telur, susu, coklat, kacang, ikan laut, mangga,
kentang, dll juga dapat menyebabkan reaksi anafilaktik.
5. GEJALA KLINIS
- Ringan :
Rasa kesemutan serta hangat pada bagian perifer, dan dapat disertai dengan
perasaan penuh dalam mulut serta tenggorok.
Kongesti nasal
Pembengkakan periorbital
Pruritus
Bersin – bersin dan mata yang berair
Awitan gejala dimulai dalam waktu 2 jam pertama sesudah kontak
- Sedang :
- Rasa hangat
- Cemas
- Gatal – gatal
- Bronkospasme
- Oedem saluran nafas atau laring dengan dispnea
- Batuk serta mengi
Awitan gejala sama seperti reaksi yang ringan
- Berat :
- Reaksi sistemik yang berat memiliki onset mendadak dengan tanda –tanda
serta gejala yang sama seperti diuraikan diatas dan berjalan dengan cepat
hingga terjadi bronkospasme, oedem laring, dispnea berat, serta sianosis.
Disfagia (kesulitan menelan), kram abdomen, vomitus, diare dan serangan
kejang – kejang dapat terjadi. Kadang – kadang timbul henti jantung dan
koma
6. PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi
- Pasien tampak sesak
- Kesadaran menurun
- Sianosis
- Kulit tampak dalam betuk semburat merah
- Pucat
Auskultasi
- Penurunan tekanan darah
- Takikardi
- Bradikardi
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Laboratorium
- Hematologi : Hitung sel meningkat, Hemokonsentrasi,
trombositopenia, eosinophilia naik/ normal / turun
- Kimia: Plasma Histamin meningkat, sereum triptaase meningkat.
Radiologi
- X foto: Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus, plug.
- EKG: Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia
8. THERAPY/TINDAKAN PENANGANAN
Therapy spesifik bergantung pada beratnya reaksi. Pada mulanya diperlukan
pemeriksaan untuk mengevaluasi fungsi respiratorius dan kardiovaskuler.
Jika pasien dalam keadaan henti jantung, resusitasi kardiopulmoner harus
segera dilakukan. Oksigen diberikan dengan konsentrasi yang tinggi selama
pelaksanaan resusitasi kardiopulmoner atau kalau pasien tampak mengalami
sianosis, dispnea atau mengi. Epinephrine dalam bentuk larutan dengan
pengenceran 1:1000 disuntikkan subkutan pada ekstrimitas atas atau paha
dan dapat diikuti dengan pemberian infuse yang kontinu. Antihistamin dan
kortikosteroid dapat pula diberikan untuk mencegah berulangnya reaksi dan
urtikaria serta angiodema. Untuk mempertahankan tekanan darah dan status
hemodinamika yang normal, diberikan preparat volume expander dan
vasopresor. Pada pasien dengan bronkospasme atau riwayat asma bronkiale
atau penyakit paru obstruktif menahun, preparat aminofilin dan
kortikosteroid dapat puloa diberikan untuk memperbaiki kepatenan serta
fungsi saluran nafas. Pada kasus-kasus dimana keadaan hipotensi tidak
responsive terhadap preparat vasopresor, penyuntikan glucagon intravena
dapat dilakukan untuk memberikan efek kronotropik dan inotropik yang
akut. Pasien dengan reaksi yang berat harus diamati dengan ketat
9. KOMPLIKASI
- Henti jantung (cardiac arrest) dan nafas.
- Bronkospasme persisten
- Oedema Larynx (dapat mengakibatkan kematian)
- Relaps jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler).
- Kerusakan otak permanen akibat syok.
- Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan
3. PERENCANAAN
No Tujuan Kriteria Hasil Tindakan Keperawatan Rasional
.
Dx
1 Mempertahanka Setelah dilakukan Mandiri : Mandiri:
n pola nafas tindakan
efektif pasien keperawatan Pastikan tidak terdapat
Menurunkan resiko
selama … x 24 benda atau zat tertentu aspirasi atau
jam pasien mampu atau gigi palsu pada masuknya suatu
mempertahankan mulut pasien benda asing ke
pola pernapasan faring.
efektif dengan
jalan nafas yang
Letakkan pasien pada
Meningkatkan aliran
paten. posisi miring, permukaan sekret, mencegah
datar dan miringkan lidah jatuh dan
kepala pasien menyumbat jalan
nafas.
Kolaborasi : Kolaborasi :
KOLABORASI: KOLABORASI:
- Gunakn/berikan obat - Digunakn pada
obatn atau sistemik perawatan lesi kulit.
sesuai indikasi. Jika digunakn slep
multi dosis,perawatn
harus dilakuakn
untuk menghindari
kontaminasi silang.
KOLABORASI : KOLABORASI:
- Berikan obat obatan - Untuk membantu
sesuai indikasi misl ; mengurangi demam
antipiretik(aceta dan respon
minofen) metabolisme,
menurunkan cairan
tak kasat mata.
4. EVALUASI
No. Dx Evaluasi
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam:
Pasien mampu mempertahankan pola pernapasan efektif dengan
jalan nafas yang paten.
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam :
- Kulit pasien hangat.
- Tanda vital dalam batas normal.
- Pasien sadar atau berorientasi.
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam :
Pasien mencapai peningktan toleransi aktivitas yang dapat di ukur
4 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam :
- Menunjukan kemajuan pada luka atau penyembuhan
Anti histamine
( Benadryl ) D : PO, IM, IV : 5 mg/kg/h dalam 4 dosis terbagi, tidak lebih dari 300
mg/hari
Fenotiasin
(aksi antihistamin)
Turunan piperazine
(aksi antihistamin)
A: (<6thn):>
Keterangan:
b. Mukolitik
Mukolitik berkerja sebagai deterjen dengan mencairkan dan
mengencerkan secret mukosayang kental sehingga dapat dikeluarkan.
Efek samping yang paling sering terjadi adalah mual dan muntah, maka
penderita tukak lambung perlu waspada. Wanita hamil dan selama laktasi
boleh menggunakan obat ini.
Contoh obat : ambroxol, bromheksin.
Dosis:
* ambroksol: dewasa dan anak-anak >12 thn, sehari 3 x 30 mg untuk
2-3 hari pertama. Kemudian sehari 3 x 15 mg.
Anak-anak 5-12 thn, sehari 2-3 x 15 mg
Anak 2-5 thn, sehari 3 x 7,5 mg (2,5 ml sirop)
Anak <2>
* bromheksin: oral 3-4 dd 8-16 mg (klorida)
anak-anak 3 dd 1,6-8 mg.
c. Inhalasi
inhalasi adalah suatu cara penggunaan adrenergika dan
korrtikosteroida yang memberikan beberapa keuntungan dibandingkan
pengobatan per oral. Efeknya lebih cepat, dosisnya jauh lebih rendah dan
tidak diresorpsi ke dalam darah sehingga resiko efek sampingnya ringan
sekali. Dalam sediaaninhalasi, obat dihisap sebagai aerosol (nebuhaler) atau
sebagai serbuk halusv (turbuhaler).
Inhalasi dilakukan 3-4 kali sehari 2 semprotan, sebaiknya pada saat-
saat tertentu, seperti sebelum atau sesudah mengelularkan Inhalasi ternaga,
setelah bersentuhan dengan zat-zat yang merangsang (asap rokok, kabut,
alergan, dan saat sesak napas).
Contoh obat :
minyak angin (aromatis), Metaproterenol
dosis: isoproterenol atau isuprel: 10-20 mg setiap 6-8 jam (dewasa). 5-
10 mg setiap 6-8 jam.
d. Kromoglikat
Kromoglikat sangat efektif sebagai obat pencegah serangan asma dan
bronchitis yang bersifat alergis, serta konjungtivitis atau rhinitis alergica
dan alergi akibat bahan makanan. Efek samping berupa rangsangan lokal
pada selaput lender tenggorok dan trachea, dengan gejala perasaan kering,
batuk-batuk, kadang-kadang kejang bronchi dan serangan asma selewat.
Wanita hamil dapat menggunakan obat ini.
Contoh obat :
Natrium kromoglikat dipakai untuk pengobatan, pencegahan pada asma
bronchial dan tidak dipakai untuk serangan asma akut. Metode
pemberiannya adalah secara inhalasi dan obat ini dapat dipakai bersama
dengan adrenergic beta dan derivate santin. Obai ini tidak boleh dihentikan
secara mendadak karena dapat menimbulkan serangan asma
e. Kortikosteroid
Kortikosteroid berkhasiat meniadakan efek mediator, seperti
peradangan dan gatal-gatal. Penggunaannya terutama bermanfaat pada
serangan asma akibat infeksi virus, selian itu juga pada infeksi bakteri untuk
melawan reaksi peradangan. Untuk mengurangi hiperreaktivitas bronchi,
zat-zat ini dapat diberikan per inhalasi atau peroral. Penggunaan oral untuk
jangka waktu lama hendaknya dihindari, karena menekan fungsi anak ginjal
dan dapat mengakibatkan osteoporosis.
Contoh obat : hidrokortison, deksamethason, beklometason, budesonid.
2. Obat jantung
a. Beta-blockers
Dengan mengonsumsi obat ini, laju denyut jantung akan berkurang dan aliran
darah akan menjadi lebih lancar. Ini berarti beban jantung akan berkurang
sehingga serangan angina pun dapat dihindari. Jenis-jenis beta-blockers meliputi
atenolol, bisoprolol, dan propranolol.
b. Calcium channel blockers
Calcium channel blockers (penghambat kanal kalsium) membuat dinding
pembuluh darah melebar sehingga aliran darah ke jantung pun meningkat.
c. Obat nitrat
Cara kerja nitrat sama dengan cara kerja calcium channel blockers. Obat nitrat
berfungsi untuk melebarkan diameter pembuluh darah sehingga memperlancar
aliran darah ke jantung dan meredakan serangan angina. Obat ini tidak hanya
berbentuk tablet, tapi juga dapat digunakan dalam bentuk semprot, gel, serta
koyo. Kinerjanya juga ada yang singkat dan panjang. Jenis yang biasa digunakan
adalah gliseril trinitrat and isosorbide mononitrate.
d. Ivabradine
Bagi pengidap penyakit jantung yang tidak bisa mengonsumsi beta-
blockers(misalnya, karena mengalami infeksi paru-paru), obat ini sering diberikan
oleh dokter. Ivabradine mengurangi beban jantung dengan cara memperlambat
laju denyutnya.
e. Nicorandil
Obat ini dapat digunakan sebagai pengganti calcium channel blockers karena
fungsinya yang sama. Nicorandil memperlancar aliran darah ke jantung dengan
cara memperlebar diameter pembuluh darah.
f. Ranolazine
Obat ini bekerja dengan membuat otot jantung lebih rileks, tapi tidak
memengaruhi laju detak jantung atau pembuluh darah. Karena itu, ranolazine
sangat cocok digunakan untuk pengidap gagal jantung atau orang dengan ritme
jantung yang abnormal.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Syok anafilaktik adalah syok yang terjadi secara akut yang disebabkan oleh
reasi alergi yang diperantai oleh IgE menyebabkan vasodilatasi sistemik dan
peningkatan permeabilitas vascular. Hal ini dapat disebabkan oleh reaksi obat,
makanan, serta gigitan serangga. Penatalaksaan dari syok anafilaktik mengacu
pemfokusan pada sistem pernapasan dan sistem kardiovaskuler. Reaksi ini
menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah, spasme pada bronkus, edema
pada laring, dan mengenai hampir diseluruh sistem. Hal inilah yang
menyebabkan syok anfilaktik masuk dalam tindakan kegawat daruratan yang
harus cepat ditangani.
3.2 SARAN
Sebab gawat dan darurat adalah kondisi dimana perlu pertolongan secara
cepat dan tepat, maka dari itu penulis mengharapkan melalui makalah ini
akibat fatal dari reaksi hipersensivitas ini dapat menurun.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.alodokter.com/syok-anafilaktik
https://www.docdoc.com/id/info/condition/reaksi-parah-alergi
Rengganis I., Sundaru H., Sukmana N., Mahdi N. Renjatan Anafilaktik. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna Publishing. 2009: 257-261
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Anafilaksis
http://pediatricfkuns.ac.id/data/ebook/29.MODUL%20SYOK%20ANAFILAKSIS