Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Avianto, dkk. (2013) menyatakan bahwa kerapatan mangrove berpengaruh

terhadap populasi kepiting bakau. Kerapatan yang tinggi dapat meningkatkan

jumlah bobot serasah. Bobot serasah yang tinggi akan menjadi sumber makanan

bagi makrozobentos. Sumber makanan serasah dan makrozoobentos yang

melimpah akan meningkatkan populasi kepiting bakau. Serasah mangrove ini

merupakan hasil dekomposisi dan mineralisasi dari daun, ranting, kayu dan buah

mangrove yang berguguran oleh mikroorganisme.

Kepiting bakau merupakan salah satu komoditas perikanan yang penting di

Indonesia. Cita rasa dan kandungan gizinya yang tinggi menyebabkan permintaan

yang terus meningkat untuk diekspor maupun dikonsumsi di dalam negeri

(Herliany dan Zamdial, 2015).

Mirera, dkk. (2013) menyatakan bahwa permasalahan perikanan kepiting

bakau tidak hanya masalah terdegradasinya ekosistem mangrove, namun secara

global juga dihadapkan oleh permasalahan gabungan yaitu dampak penangkapan

berlebihan dari alam, perubahan iklim dan kurangnya intervensi pengelolaan serta

kurangnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki oleh nelayan dalam

mengeksploitasi sumberdaya kepiting bakau.

Le vay (2001) menyatakan bahwa populasi kepiting bakau secara khas

berasosiasi dengan ekosistem mangrove yang masih baik. Penurunan populasi

1
2

kepiting bakau juga dapat disebabkan oleh pemanfaatan ekosistem mangrove

sebagai habitat utama pada kepiting bakau, hal ini dapat dilihat dari adanya alih

fungsi lahan mangrove menjadi tambak, produksi garam, penambangan timah,

industri pesisir, pemukiman dan urbanisasi yang dalam jangka panjang akan

mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove (Macintosh dkk., 2002).

Marcus (2011) menyatakan bahwa kepiting bakau (Scylla serrata)

tergolong dalam famili Portunidae yang hidup hampir di seluruh perairan pantai

terutama pada pantai yang ditumbuhi mangrove, perairan dangkal yang dekat

dengan hutan mangrove, estuari, dan pantai berlumpur yang berperan dalam

peranan ekologis lainnya. Kepiting bakau (Scylla serrata) adalah hewan yang

beradaptasi kuat dengan hutan mangrove dan memiliki daerah penyebaran yang

luas.

Hutan mangrove yang ada di Desa Lalombi sangatlah luas sekitar 15 Ha,

serta merupakan salah satu hutan dengan potensi yang ada di dalamnya sangat

beragam, terutama pada kepiting bakaunya, seiring bertambahnya jumlah

penduduk di Desa Lalombi maka sebagian hutan mangrove telah dijadikan

sebagai tempat pemukiman warga.

Desa Lalombi merupakan daerah yang memiliki potensi kepiting bakau

yang sangat melimpah sebelum dilakukannya penangkapan secara berlebihan.

Berdasarkan hasil observasi di Desa Lalombi menurut warga setempat potensi

kepiting bakau yang ada di Desa Lalombi beberapa tahun sebelumya bisa

dikatakan melimpah, namun setelah dilakukan penangkapan yang secara besar-

besaran untuk bahan makanan maupun sebagai sumber ekonomi bagi masyarakat
3

setempat sehingga potensi yang dulunya sangat melimpah sekarang sudah mulai

berkurang.

Hasil tentang kondisi fisik lingkungan yang ada, hasil observasi

menunjukkan kondisi lingkungan sudah mulai tercemar dikarenakan banyaknya

sampah-sampah masyarakat yang sudah mulai tersebar luas dalam hutan

mangrove, hal ini bisa disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat

mengenai lingkungan. Berdasarkan kondisi tersebut maka rencana penelitian ini

adalah melihat kondisi dan masalah yang ada di Desa Lalombi terkait dengan

kelimpahan kepiting bakau.

Informasi dari hasil penelitian sebelumnya oleh Zainudin pada tahun 2016

mengenai jenis-jenis mangrove yang ada di Desa Lalombi dengan menggunakan

luasan wilayah mangrove sekitar 48 Ha. Setelah masyarakat setempat

mengalihkan hutan mangrove sebagai lahan tambak dan dijadikan sebagai tempat

pemukiman maka luasan wilayah mangrove sekarang tinggal tersisa 15 Ha.

Sebagian masyarakat Desa Lalombi menangkap kepiting bakau yaitu jenis

(Scylla serrat) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari beserta beberapa komoditas

lainnya. Produksi kepiting bakau yang cukup tinggi menjadikannya sebagai

komoditas utama penangkapan. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap stok

kepiting bakau jika dalam melakukan penangkapan dan tidak memperhatikan

batasan-batasan eksploitasi. Penangkapan kepiting bakau tersebut dilakukan di

siang hari dan di malam hari, pada siang hari menggunakan alat gancu yang

terbuat dari besi, sedangkan pada malam hari yaitu dengan menggunakan jaring

atau penjepit. Penangkapan tersebut dilakukan setiap hari. Biasanya kepiting yang
4

didapat oleh masyarakat setempat yaitu dua jenis yang berwarna merah dan

berwarna biru terkhusus pada jenis (Scylla serrata) itu salah satu jenis kepiting

yang sering dikonsumsi masyarakat setempat, pada proses penangkapan tersebut

tidak ada batasan dari pemerintah setempat melainkan hanya dibiarkan begitu saja

sehingga tinggkat eksploitasinya sangat tinggi.

Penelitian tentang kelimpahan kepiting bakau masih jarang dilakukan,

terutama Desa Lalombi Kecamatan Banawa Selatan, yang merupakan daerah

potensi kepiting bakau. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kelimpahan

kepiting bakau di satu lokasi hutan mangrove Desa Lalombi Kecamatan Banawa

Selatan, dan penelitian ini merupakan informasi awal tentang kelimpahan kepiting

bakau di Desa Lalombi. Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai

media pembelajaran berupa poster yang dapat digunakan sebagai informasi untuk

matakuliah ekologi hewan terkhusus pada kepiting bakau.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimana kelimpahan kepiting bakau di Desa Lalombi?

1.2.2 Apakah penelitian ini layak dijadikan sebagai media pembelajaran

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.3.1 Untuk menentukan tingkat kelimpahan kepiting bakau di Desa Lalombi.


5

1.3.2 Untuk menganalisis tingkat kelayakan penelitian sebagai sebagai media

pembelajaran.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1 Mengumpulkan informasi tentang kelimpahan kepiting bakau, artinya

bagaimana cara untuk mengumpulkan informasi tentang kelimpahan

kepiting bakau di ekosistem mangrove di Desa Lalombi yang dibagi dalam

tiga stasiun.

1.4.2 Informasi tentang kelimpahan kepiting bakau, artinya dalam penelitian ini

hanya menginformasikan bagaimana kelimpahan kepiting bakau serta

bagaimana keadaan kondisi fisik kimia di daerah ekosistem mangrove di

Desa Lalombi yang dibagi dalam tiga stasiun.

1.5 Batasan Istilah

Untuk tidak menimbulkan adanya perbedaan pengertian, perlu ada

penjelasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa batasan istilah

yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut:

1.5.1 Kepiting Bakau merupakan salah satu biota perairan yang bernilai

ekonomis penting dan kehidupannya sangat dipengaruhi oleh keberadaan

hutan mangrove. Hutan mangrove selain sebagai penghasil sejumlah besar

detritus dari daun dan dahannya, juga dapat berfungsi sebagai daerah

asuhan (nursery ground), pemijahan (spawning ground), dan daerah


6

mencari makan (feeding ground) bagi kepiting bakau terutama kepiting

muda (Soviana, 2004).

1.5.2 Kelimpahan merupakan jumlah organisme yang melimpah pada suatu

kawasan.

1.5.3 Hutan mangrove adalah tempat terdapatnya berbagai biota, satwa, seperti

mamalia, amfibi, reptil, aves, insekta dan lainnya. Beberapa jenis satwa

yang hidup di sekitar perakaran mangrove, ada yang terdapat di substrat

yang keras maupun lunak (lumpur) antara lain adalah jenis kepiting bakau,

kerang dan golongan invertebrata lainnya (Romimuhtarto, 2009).

Anda mungkin juga menyukai