Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

FIQIH

Perbedaan laki-laki dan perempuan dalam shalat, jumlah rakaat shalat, perbuatan yang
tertinggal dari sholat

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Fiqih

Dosen Pengampu : Kholid Ma’ruf, M. Pd.I

oleh :

1. Aris Riyanto NIM. 202 211 6114


2. Muzayinah Sofi NIM. 202 211 6113
3. Wawan Ridwan NIM. 202 211 6089

Kelas: C

JURUSAN TARBIYAH / PBA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

PEKALONGAN

2016

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunanmakalah ini sebagai tugas mata kuliah Fiqih yang berjudul ” Perbedaan laki-
laki danperempuan dalam shalat, jumlah rakaat shalat, perbuatan yang tertinggal dari
sholat”.

Kami telah menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya dan semaksimal


mungkin. Namun tentunya sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan. Harapan kami, semoga bisa menjadi koreksi di masa mendatang agar lebih
baik lagi dari sebelumnya.

Tak lupa ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Dosen, atas dorongan dan
ilmu yang telah diberikan kepada kami. Sehingga kami dapat menyusun dan
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya dan insya Allah sesuai yang kami
harapkan. Dan kami ucapkan terimakasih pula kepada rekan-rekan dan semua pihak
yang terkait dalam penyusunan makalah ini.

Mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan sumbang pemikiran sekaligus


pengetahuan bagi kita semuanya. Amin.

Pekalongan, 5 Oktober 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah iii


2. Rumusan Masalah iv
3. Metode Pemecahan Masalah v
4. Sistematika Penulisan Makalah v

BAB II PEMBAHASAN

1. Perbedaan Laki-Laki Dan Perempuan Dalam Shalat 1


2. Jumlah Rakaat Shalat 7
3. Perkara Yang Tertinggal Dari Sholat 8

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan 12
2. Saran 12

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Beberapa perbedaan didalam shalat antara pria dan wanita adalah


sebagai berikut:

1. Bagi laki-laki ketika ruku’ dan sujud, disunnahkan mengangkat dan merenggangkan
siku tangannya sehingga jauh dari lambungnya, serta mengangkat perut dan
merenggangkannya sehingga jauh dari kedua pahanya. Harap diingat, auratnya harus
tetap tertutup ketika melakukan hal ini.
Adapun bagi perempuan sebaliknya, sewaktu ruku’ dan sujud, disunnahkan
menghimpitkan sebagian anggota badan dengan anggota badan yang lain seperti
menghimpit dan merapatkan siku tangan dengan lambungnya, menghimpitkan serta
merapatkan perut dengan pahanya, juga menghimpitkan serta merapatkan antara dua
lutut dan dua kakinya, karena keadaan seperti ini lebih dapat dan lebih memastikan
untuk menutupi aurat tubuh seorang perempuan.

2. Bagi laki-laki disunnahkan mengeraskan suara sehingga dapat didengar oleh orang
yang berada di dekatnya pada waktu dan tempat yang disunnahkan untuk
mengeraskannya. Baik dia menunaikan shalat sendirian maupun ketika menjadi imam.

Sedangkan shalat-shalat yang disunnahkan untuk mengeraskan suara saat


melaksanakannya adalah sebagai berikut: ketika shalat Subuh, ketika melaksanakan dua
rakaat pertama dari shalat Maghrib dan Isya’, ketika melaksanakan shalat Jum’at, ketika
melaksanakan shalat ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha, ketika melaksanakan shalat Istisqa’,
ketika melaksanakan shalat Gerhana Bulan, ketika melaksanakan shalat Tarawih, dan
ketika melaksanakan shalat Witir di bulan Ramadhan.
Sedangkan bagi perempuan, diperintahkan untuk mengecilkan suaranya sehingga
suaranya tidak terdengar orang lain yang ada di dekatnya apabila saat ia shalat terdapat
laki-laki yang bukan mahramnya. Adapun apabila dia shalat sendiri atau bersamanya
hanya para perempuan atau terdapat laki-laki yang menjadi mahramnya, disunnahkan
baginya mengeraskan suaranya di tempat dan waktu yang sunnahkan untuk
mengeraskan suaranya sebagaimana yang tersebut di atas.

3. Dari segi aurat, bagi laki laki auratnya ketika shalat adalah antara pusar dan lututnya,
sedangkan bagi perempuanauratnya adalah semua anggota badannya kecuali wajah dan
kedua telapak tangannya, baik bagian luar maupun bagian dalamnya.

4. Dari segi menegur imam dalam Shalat, untuk ma’mum laki-laki, dia harus menegur
imam shalatnya dengan membaca tasbih (Subhanallah). Dengan catatan, disyaratkan
ketika mengucapkan “Subhanallah” itu dengan niat membaca dzikir atau membaca
dzikir sekaligus menegur imam.
Adapun bagi ma’mum perempuan, cara menegur atau mengingatkan imam shalatnya
adalah dengan cara bertepuk tangan.

iii
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut perlu kiranya merumuskan masalah sebagai


pijakan untuk terfokusnya kajian perbedaan laki-laki dan perempuan ini. Adapun
rumusan masalahnya sebagai berikut.

1. Apa perbedaan laki-laki dan perempuan dalam shalat ?


2. Berapa jumlah rakaat shalat ?
3. Bagaimana perkara yang tertinggal dalam shalat ?

C. Metode Pemecahan Masalah

Metode pemecahan masalah yang dilakukan melalui studi literature/metode kajian


pustaka, yaitu dengan menggunakan beberapa referensi buku atau dari referensi lainnya
yang merujuk pada permasalahn yang dibahas. Langkah-langkah pemecahan
masalahnya dimulai dengan menentukan masalah yang akan dibahas dengan melakukan
perumusan masalah, melakukan langkah-langkah pengkajian masalah, penentuan tujuan
dan sasaran, perumusan jawaban permasalahan dari berbagai sumber, dan penyintesisan
serta pengorganisasian jawaban permasalahan.

D. Sitematika Penulisan Makalah

Makalah ini ditulis dalam tiga bagian, meliputi: Bab I, bagian pendahuluan yang
terdiri dari: latar belakang masalah, perumusan masalah, metode pemecahan masalah,
dan sistematika penulisan makalah; Bab II, adalah pembahasan; Bab III, bagian penutup
yang terdiri dari simpulan dan saran-saran.

iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perbedaan Laki-Laki dan Perempuan dalam Sholat


1. Menurut Kitab Terjemah Kifayatul Akhyar.

‫ﻓﺼ ٌﻞ واﻟﻤﺮأةُ ﺗﺨﺎﻟﻒُ اﻟﺮﺟ َﻞ ﻓﻲ ارﺑﻌ ِﺔ اﺷﯿﺎ َء ﻓﺎﻟﺮّﺟ ُﻞ ﯾﺠﺎﻓﻲ ِﻣﺮﻓَﻘﯿ ِﮫ ﻋﻦ ﺟﻨْﺒﯿ ِﮫ وﯾﻘِ ﱡﻞ ﺑَﻄﻨﮫُ ﻋﻦ‬
. َ‫ﻓَﺨ َﺬﯾ ِﮫ ﻓﻲ اﻟﺴّﺠﻮ ِد واﻟ ّﺮﻛﻮعِ وﯾﺠﮭ ُﺮ ﻓﻲ َﻣﻮﺿ ِﻊ اﻟﺠﮭ ِﺮ واِذاﻧﺎﺑَﮫُ ﺷﻲ ٌء ﻓﻲ ﺻﻼﺗِ ِﮫ ﺳﺒ ﱠﺢ‬

Artinya : “ Orang perempuan itu berbeda dengan laki-laki dalam empat perkara. Laki-
laki merenggangkan kedua sikunya dari kedua lubangnya, mengangkat
(merenggangkan) perutya dari kedua pahanya sewaktu ruku’ dan sujud, mengeraskan
bacaan pada tempat ( dimana orang boleh mengeraskan), dan bila terjadi sesuatu
dalam shalatnya, maka hendaknya membaca subhanallah.”

Bagi orang yang ruku’ disunatkan pertama kali meluruskan punggungnya dan
lehernya, karena Nabi saw. meluruskan punggungnya dan lehernya, sehingga andaikata
di atas punggung beliau dituangkan air, maka air tersebut akan diam (tidak mengalir).
Berkata Imam Syafi’i: Hendaknya kepala dan leher lurus dengan punggungnya,
dan janganlah membongkok. Kemudian juga disunatkan menegakkan betisnya dan
makruh menundukkan kepala sebagaimana khimar, dan hal itu dilarang dalam hadist.
Selanjutnya ia disunatkan merenggangkan kedua sikunya dari kedua
lambungnya, karena Aisyah r.a. telah meriwayatkan bahwa nabi saw. telah berbuat
seperti itu. Adapun orang perempuan supaya merapatkan tubuhya, karena hal itu lebih
menutupi badannya.1

1
Anas Tohir Sjamsuddin, Kifayatul Akhyar (Surabaya:pt bina ilmu,1984), hlm. 253.

1
Kemudian bagi laki-laki disunatkan agak menjauhkan kedua sikunya dari kedua
lambungnya dalam sujud, karena dalam hadis sahih Bukhari Muslim:

‫اﻧّﮫ ﻋﻠﯿ ِﮫ اﻟﺼّﻼةُ واﻟﺴّﻼ ُم ﻛﺎن اِذا ﺳﺠ َﺪ ﻓﺮّجَ ﺑﯿﻦَ ﯾﺪﯾ ِﮫ ﺣﺘﻰ ﯾﺮى ﺑَﯿﺎضُ اِﺑﻄﯿ ِﮫ‬

Artinya: “Sesungguhnya Nabi saw. bila sujud, beliau merenggangkan kedua tangganya
sehingga nampaklah kedua ketiaknya yang putih”

Sesungguhnya bagi laki-laki disunatkan agar mengangkat perutnya dari kedua


pahanya, karena diriwayatkan bahwa nabi saw.

َ‫ﻛﺎن اِذا ﺳﺠ َﺪ ﻓﺮّج‬

Artinya: “Beliau bila sujud merenggangkan”. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam
Muslim. Selanjutnya menurut riwayat Abu Dawud:

ْ‫ﻛﺎن اِذا ﺳﺠ َﺪ ﻟﻮْ اَرادَتْ ﺑُﮭ ْﯿﻤﺔٌ ﻟَﻨﻔ َﺬت‬

Artinya: “Beliau bila sujud (saking renggangnya) maka andaikata kambing betina yang
kecil mau menelusup, maka dia bisa masuk”

Adapun orang perempuan maka supaya merapatkan badannya, karena hal itu
lebih menutupi tubuhnya.
Selanjutnya orang perempuan itu bila menjadi imam atau sholat sendirian, maka
hendaknya mengeraskan bacaan kalau sekiranya tidak ada laki-laki yang bukan
mahrom, hanya suaranya agar lebih pelan sedikit dari pada laki-laki . Tetapi bila disitu
terdapat laki-laki yang bukan mahrom, maka hendaknya ia memelankan bacaanya.
Berkata Qadi Husain : Menurut tuntunan sunah, perempuan hendaknya memelankan
suaranya, baik kita beranggapan bahwa suara perempuan itu aurat atau bukan. 2

2
Ibid., h. 253-254

2
Selanjutnya kalo kita berpendapat bahwa suara perempuan itu adalah termasuk aurat,
maka bila ia mengeraskan bacaannya maka sholatnya menjadi batal.
Seorang laki-laki bila dalam sholatnya terjadi sesuatu seperti mengingatkan
imamnya atau orang yang buta atau mengingatkan orang yang akan terkena bahaya oleh
orang yang zalim atau binatang buas dan semacamnya, maka pada saat itu hendaknya
iya membaca tasbih.
Adapun orang perempuan hendaknya bertepuk tangan karena sabda Nabi saw. :

‫ﻖ ﻟِﻠﻨّﺴﺎ ِء‬
ُ ‫َﻣﻦ ﻧﺎﺑﮫُ ﺷ ٌﺊ ﻓﻲ ﺻﻼﺗ ِﮫ ﻓﻠﯿﺴﺒِﺢ ﻓﺎﻧّﮫُ اِذا ﺳﺒّﺢَ اﻟﺘﻔﺖَ اِﻟﯿ ِﮫ اِﻧّﻤﺎ اﻟﺘّﺼﻔﯿ‬

Artinya :“Barangsiapa yang terjadi padanya sesuatu di dalam shalatnya, maka


hendaknya ia membaca tasbih, karena bila ia membaca tasbih maka akan di toleh
(diperhatikan ). Adapun tepuk tangan itu adalah bagi orang perempuan”.

Hadist ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Menurut riwayat Imam Bukhari :

ُ ‫َﻣﻦ ﻧﺎﺑﮫُ ﺷ ٌﺊ ﻓﻲ ﺻﻼﺗ ِﮫ ﻓﻠﯿﻘ ْﻞ‬


ِ‫ﺳﺒﺤﺎنَ ﷲ‬

Artinya :“Barangsiapa yang terjadi padanya sesuatu dalam shalatnya, maka suapaya
membaca subhanallah”. Selanjutnya kalau ia membaca tasbih, maka hendaknya niat
dzikir dan memberitahu (mengingatkan pada orang – orang yang di maksud).
FAEDAH :
Membaca tasbih dan bertepuk tangan itu mengikuti atau ( tergantung ) kepada yang
di peringatkan. Bila peringatan itu terhadap sesuatu yang bersifat ibadah, maka bacaan
tasbih dan tepuk tangan itu juga menjadi ibadah . Tapi bila sesuatu itu bersifat mubah,
maka keduanya juga menjadi mubah.
Andaikata orang laki-laki bertepuk tangan dan orang perempuan yang membaca
tasbih, maka hukumnya tidak membahayakan. Demikian pula andaikata orang
perempuan tadi bertepuk tangan berkali – kali. Demikianlah yang dikatakan oleh Imam
Ibnu Rif’ah.3

3
Ibid., h. 254-255

3
Adapun caranya orang perempuan bertepuk tangan ada bermacam – macam. Tetapi
menurut pendapat yang sahih, hendaknya ia menepukkan tangan yang dalam ke
punggung telapak tangan kiri. Bila ia menepukan tangan kanan sebelah dalam telapak
tangan sebelah dalam yang lain seperti orang yang bermain tepuk tangan, dan ia
mengerti kalau hal yang demikian itu haram , maka hukumnya shalat tersebut menjadi
batal, meskipun tepuk tangan itu cuma sedikit .Demikian yang dikatakan oleh Imam
Rofi’i, dan diikuti oleh Imam Nawawi dalam kitab Syarah Muhazzab , serta Ibnu Rif’ah
dalam kitab Matlab. Wallahua’lam.

‫وﻋﻮرةُ اﻟﺮّﺟﻞِ ﻣﺎ ﺑﯿﻦَ ﺳﺮّﺗ ِﮫ و ُرﻛﺒﺘ ِﮫ‬

Artinya : “Aurat orang laki-laki ialah anggota badan antara pusarnya dan lututnya”.

Yakni baik dia itu orang merdeka ataupun hamba sahaya, seorang muslim maupun
orang kafir dzimmi, karena sabda Nabi saw. Kepada Jarhad:

ٌ‫ﻏﻂّ ﻓﺨﺬك ﻓﺎنّ اﻟﻔﺨْ ﺬ ﻋﻮرة‬

Artinya : “Tutuplah pahamu, karena sesungguhnya paha itu adalah aurat”.


Berkata Imam Turmudzi: Hadis ini adalah hasan.

Kata pengarang Taqrib:


‫ﻣﺎ ﺑﯿﻦ ﺳﺮّﺗ ِﮫ ورﻛﺒﺘﯿ ِﮫ‬

Artinya : “Anggota badan antara pusar dan lutunya”, dapat dipahami dari ucapan
tersebut bahwa pusar dan lutut bukanlah termasuk aurat. Demikianlah menurut pendapat
yang sahih yang ditegaskan oleh Imam Syafi’i.4

4
Ibid., h. 255-256

4
Adapun orang perempuan yang merdeka maka auratnya di dalam sholat ialah
semua tubuhnya kecuali muka dan dua tapak tangan sebelah luar dan dalam sampai ke
pergelangan tangan.
Allah berfirman :
‫وﻻﯾُﺒﺪِﯾﻦ زِﯾﻨﺘﮭُﻦّ ّاﻻ ﻣﺎظﮭﺮ ﻣﻨْﮭﺎ‬

Artinya : “Dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan mereka kecuali yang


nampak dari padanya”.

Menurut penafsiran para mufassir dan Ibnu abbas serta Aisyah bahwa yang
dimaksud dengan “yang nampak dari padanya” ialah wajah dan dua tapak tangan, sebab
andaikata keduanya termasuk aurat maka orang perempuan tidak boleh
menampakkannya pada waktu ihram. Selanjutnya Imam Muzani mengatakan bahwa dua
tapak kaki bukan termasuk aurat.
Adapun budak perempuan, maka terdapat dua pendapat. Menurut pendapat paling
sahih dia dianggap sebagai laki-laki, sebab kepala dari seorang budak perempuan tidak
termasuk aurat dengan ijma’ para ulama. Sahabat Umar r.a. pernah memukul seorang
budak perempuan milik keluarga sahabat Anas yang diketahuinya telah menutup
kepalanya, karena hal itu dianggap menyerupai orang perempuan yang merdeka. Jadi
siapa saja yang kepalanya bukan termasuk aurat, maka auratnya ialah bagian tubuh
antara pusar dan lutut sebagaiman orang laki-laki.
Selanjutnya menurut setengah pendapat, apa yang tampak dari tubuhnya waktu
bekerja bukan termasuk aurat yaitu kepala, leher, dan lengan. Demikian pula ujung betis
tidak termasuk aurat sebab ia terpaksa terbuka dan sulit untuk menutupnya. Adapun
anggota tubuh selain tersebut di atas maka termasuk aurat. Wallahua’lam. 5

5
Ibid., h. 256-257

5
2. Menurut Kitab Fathul Qarib

‫ ﻓﺎﻟﺮﺟﻞ ﯾﺠﺎﻓﻲ ﻣﺮﻓﻘﯿﮫ ﻋﻦ ﺟﻨﺒﯿﮫ وﯾﻘﻞ ﺑﻄﻨﮫ ﻋﻦ‬:‫)ﻓﺼﻞ( واﻟﻤﺮأة ﺗﺨﺎﻟﻒ اﻟﺮﺟﻞ ﻓﻲ ﺧﻤﺴﺔ أﺷﯿﺎء‬
‫ﻓﺨﺬﯾﮫ ﻓﻲ اﻟﺮﻛﻮع واﻟﺴﺠﻮد وﯾﺠﮭﺮ ﻓﻲ ﻣﻮﺿﻊ اﻟﺠﮭﺮ وإذا ﻧﺎﺑﮫ ﺷﻲء ﻓﻲ اﻟﺼﻼة ﺳﺒﺢ وﻋﻮرة‬
.‫اﻟﺮﺟﻞ ﻣﺎ ﺑﯿﻦ ﺳﺮﺗﮫ ورﻛﺒﺘﮫ‬
‫واﻟﻤﺮأة ﺗﻀﻢ ﺑﻌﻀﮭﺎ إﻟﻰ ﺑﻌﺾ وﺗﺨﻔﺾ ﺻﻮﺗﮭﺎ ﺑﺤﻀﺮة اﻟﺮﺟﺎل اﻷﺟﺎﻧﺐ وإذا ﻧﺎﺑﮭﺎ ﺷﻲء ﻓﻲ‬
.‫اﻟﺼﻼة ﺻﻔﻘﺖ وﺟﻤﯿﻊ ﺑﺪن اﻟﺤﺮة ﻋﻮرة إﻻ وﺟﮭﮭﺎ وﻛﻔﯿﮭﺎ واﻷﻣﺔ ﻛﺎﻟﺮﺟﻞ‬

Shalat perempuan berbeda dengan laki-laki dalam 5 (lima) perkara:


1. Pria mengangkat dua sikunya dari lambung.
2. Mengangkat perutnya dari dua paha dalam rukuk dan sujud.
3. Membaca keras pada shalat yang sunnah membaca keras.
4. Apabila mengalami sesuatu dalam shalat membaca tasbih dengan tujuan berdzikir.
5. Aurat laki-laki antara pusar dan lutut.

Sementara perempuan berbeda dengan lima hukum di atas, yaitu mendekatkan


perutnya dengan pahanya ketika sujud dan ruku’, menyamarkan suaranya ketika berada
di dekat dengan pria yang buakan mahram, ketika mengalami sesuatu dalam shalat
maka tepuk tangan dengan menepukkan tangan kanan bagian dalam pada tangan kiri
bagian luar, jika menepukkan tanagan dengan tujuan bermain serta mengetahui
keharamannya, maka membatalkan shalat. Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali
wajah dan tangan, hal ini dalam shalat, sedangkan diluar shalat auratnya adalah seluruh
tubuh. Sementara budak wanita auratnya sama seperti pria.6

6
Tim Pembukuan ANFA’ 2015, Menyingkap Sejuta Permasalahan Dalam Fath Al-Qarib ( Lirboyo
: Anfa’ Press, 2015), hlm. 157-158.

6
B. Jumlah Rakaat Shalat

1. Menurut kitab Fathul Qarib

‫ ﻓﯿﮭﺎ أرﺑﻊ وﺛﻼﺛﻮن ﺳﺠﺪة وأرﺑﻊ وﺗﺴﻌﻮن ﺗﻜﺒﯿﺮة‬:‫)ﻓﺼﻞ( ورﻛﻌﺎت اﻟﻔﺮاﺋﺾ ﺳﺒﻌﺔ ﻋﺸﺮ رﻛﻌﺔ‬
‫ وﺟﻤﻠﺔ اﻷرﻛﺎن ﻓﻲ اﻟﺼﻼة ﻣﺎﺋﺔ‬.‫وﺗﺴﻊ ﺗﺸﮭﺪات وﻋﺸﺮ ﺗﺴﻠﯿﻤﺎت وﻣﺎﺋﺔ وﺛﻼث وﺧﻤﺴﻮن ﺗﺴﺒﯿﺤﺔ‬
‫ ﻓﻲ اﻟﺼﺒﺢ ﺛﻼﺛﻮن رﻛﻨﺎ وﻓﻲ اﻟﻤﻐﺮب اﺛﻨﺎن وأرﺑﻌﻮن رﻛﻨﺎ وﻓﻲ اﻟﺮﺑﺎﻋﯿﺔ‬:‫وﺳﺘﺔ وﻋﺸﺮون رﻛﻨﺎ‬
‫ وﻣﻦ ﻋﺠﺰ ﻋﻦ اﻟﻘﯿﺎم ﻓﻲ اﻟﻔﺮﯾﻀﺔ ﺻﻠﻰ ﺟﺎﻟﺴﺎ وﻣﻦ ﻋﺠﺰ ﻋﻦ اﻟﺠﻠﻮس‬.‫أرﺑﻌﺔ وﺧﻤﺴﻮن رﻛﻨﺎ‬
.‫ﺻﻠﻰ ﻣﻀﻄﺠﻌﺎ‬

Jumlah raka’at shalat fardhu sehari semalam-malaam ada 17 (tujub belas)


rokaat, kecuali hari jumat jumlahnya 15 rakaat, sedangkan jumlah rakaat shalat musafir
yang mengqasar sholat ialah11 rakaat. Dalam sholat setiap harinya terdapat
34 sujud, 94 takbir, 9 tasyahud, 10 salam, 153 tasbih. Total rukun dalam shalat
sebanyak 126 rukun, yaitu dalam shalat subuh 30 rukun, maghrib 42 rukun, shalat
empat rakaat ada 54 rukun.
Barang siapa tidak mampu berdiri saat shalat fardhu karena mengalami kesulitan
dalam berdiri, maka shalat dengan duduk bagaimanapun yang dikehendaki, namun lebih
utama duduk iftirisy daripada tawaruk pada waktu yang semestinya berdiri. Barangsiapa
tidak mampu shalat dengan duduk maka dengan tidur miring, dan jika tidak mapu, maka
dengan terlentang serta kedua kakinya menghadap kiblat, jika tidak mampui seluruhnya,
maka isyarat menggunakan kepala serta niat dengan hati, wajib menghadap kiblat
dengan wajahnya dan isyarat dengan kepala untuk ruku’ dan sujud jika tidak mampu,
maka isyarat dengan pelupuk mata, dan jika tidak mapu, maka menjalankan rukun-
rukun shalat di dalam hati. Selama akal seseorang masih ada, maka tidak boleh
meninggalkan shalat. Seseorang yang shalat dengan duduk tidak wajib mengulanginya
dan tidak menurangi pahalanya karena uzur.7

7
Ibid., h. 157-158

7
2. Menurut kitab Kifayatul Akhyar

ً‫ت اﻟﻤﻔﺮﺿ ِﺔ ﺳﺒ َﻊ ﻋﺸﺮةَ رﻛﻌﺔ‬


ِ ‫)ﻓﺼﻞ( ورﻛﻌﺎتُ اﻟﺼّﻠﻮا‬
Artinya : “Rakaatnya shalat fardu ada tujuh belas.”

Apa yang tersebut di atas kalau memang shalat itu dikerjakan di rumah (tidak
waktu musafir) dan bukan pada hari jumat. Bila pada hari jumat maka rakaatnya
berkurang dua, dan bila diqasar (pada musafir) maka kurang empat atau enam rakaat.
Kata pengarang takrib ayat ‫ﻓﯿﮭﺎ ﺳﺒﻊ ﻋﺸﺮة رﻛﻌﺔ‬

Artinya: “didalamnya terdapat tujuh belas rakaat” dan seterusnya, dapat


diketahui (dimengerti) dengan diangan-angan, hanya saja hasilnya kurang begitu
berfaedah. 8

C. Perkara yang Tertinggal Dari Shalat

1. Menurut kitab Fathul Qarib

8
Anas Tohir Sjamsuddin, Kifayatul Akhyar (Surabaya:pt bina ilmu,1984), hlm. 262.
9
Tim Pembukuan ANFA’ 2015, Menyingkap Sejuta Permasalahan Dalam Fath Al-Qarib ( Lirboyo
: Anfa’ Press, 2015), hlm. 166.

8
Perkara yang tertinggal dalam sholat ada tiga, yaitu : fardlu , sunah ab ad dan
sunah hai’at. Meninggalkan perkara fardlu tidak bisa di gantikan sujud sahwi, tetapi jika
ingat meninggalkanya saat masih sholat, maka langsung mengerjakanya. Dan jika
ingatnya stelah salam dalam waktu dekat, maka langsung melaksanakan fardlu tersebut
dan melanjutkan sholatnya serta sunah sujud sahwi. Jika meninggalkan perkara sunah
maka tidak boleh kembali mengerjakanya setelah memulai perkara fardlu , akan tetapi
sunah sujudb sahwi seperti meninggalkan tasyahud awal lalu ingat setelah tegak berdiri,
maka tidak boleh kembali tasyahud, namjun jika menjadi makmum, maka harus
kembali untuk mengikuti imam. Yang di kehendaki sunnah disini adalah sunah ab’ad
yang meliputi tasyahud awal, duduk tasyahud, qunut subuh, qunut witir setelah terakhir
bulan romandhon, berdiri untuk qunnut, doa shpklawat atas nabi dalam tasyahud awal
dan doa sholawat atas keluarga nabi dalam tasyahud akhir.

‫ﺸ ّﻚ و ﻟﯿﺒﻦ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ اﺳﺘﯿﻘﻦ ﺛﻢ‬


ّ ‫اذا ﺷﻚ اﺣﺪﻛﻢ ﻓﻲ ﺻﻼﺗﮫ ﻓﻠﻢ ﯾﺪر ﻛﻢ ﺻﻠّﻰ اﺛﻼﺛﺎ ام ارﺑﻌﺎ ﻓﻠﯿﻄﺮح اﻟ‬
‫ﯾﺴﺠﺪ ﺳﺠﺪﺗﯿﻦ ﻗﺒﻞ ان ﯾﺴﻠّﻢ ﻓﺎن ﻛﺎن ﺻﻠّﻰ ﺧﻤﺴﺎ ﺷﻔﻌﻦ ﻟﮫ ﺻﻼﺗﮫ وان ﻛﺎن ﺻﻠّﻰ اﺗﻤﺎﻣﺎ ﻻرﺑﻊ‬
(‫ﻛﺎﻧﺘﺎ ﺗﺮﻏﯿﻤﺎ ﻟﻠﺸّﯿﻄﺎن )رواه ﻣﺴﻠﻢ‬

Apabila seseorang diantara kalian ragu-ragu dalam shalatnya, sehingga tidak


mengetahui ia telah shalat berapa rakaat, tiga atau empat rakaat, maka hendaknya ia
tinggalkan keragu-raguan dan melanjutkan atas hal yang meyakinkan, kemudian sujud
dua kali sebelum salam. Apabila ia shalat lima rakaat, maka dua sujud itu
menggenapkan shalatnya, dan jika ia shalat sempurna empat rakaat, maka dua sujud
itu merupakan penghinaan terhadap setan (H.R. Muslim)10

10
Ibid., h. 166-167

9
Untuk sunnah hai’at seperti bacaan tasbih dan sesamanya, seseorang yang shalat
tidak boleh kembali setelah meninggalkannya dan tidak pula sujud sahwi karenanya,
baik sengaja meninggalkannya maupun lupa. Apabila ragu mengenai jumlah rakaat
yang telah dikerjakan, seperti tiga ataukah empat rakaat, maka melanjutkannya atas
dasar keyakinan, yaitu yang paling sedikit, seperti tiga rakaat dalam contoh di atas dan
menambahi satu rakaat, kemudian sujud sahwi. Dan tidak berguna adanya dugaan kuat
bahwa ia telah shalat empat rakaat, serta tidak diperbolehkan mengikuti ucapan orang
lain bahwa ia telah shalat empat rakaat. Sujud sahwi hukunya sunnah dan
pelaksanaannya sebelum salam.11

11
Ibid., h. 169

10
2. Menurut kitab Fathul Mu’iin

‫ ﻗﺎل ﺷﯿﺨﻨﺎ أﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﺠﺮ‬.‫ ﻓﯿﻠﺰﻣﮫ اﻟﻘﻀﺎﺀ ﻓﻮرا‬،‫ إن ﻓﺎت ﺑﻼ ﻋﺬر‬،‫وﯾﺒﺎدر) ﻣﻦ ﻣﺮ (ﺑﻔﺎﺋﺖ) وﺟﻮﺑﺎ‬
‫ واﻟﺬي ﯾﻈﮭﺮ أﻧﮫ ﯾﻠﺰﻣﮫ ﺻﺮف ﺟﻤﯿﻊ زﻣﻨﮫ ﻟﻠﻘﻀﺎﺀ ﻣﺎ ﻋﺪا ﻣﺎ ﯾﺤﺘﺎج ﻟﺼﺮﻓﮫ ﻓﯿﻤﺎ‬:‫رﺣﻤﮫ اﻟﻠﮫ ﺗﻌﺎﻟﻰ‬
‫ إن ﻓﺎت ﺑﻌﺬر ﻛﻨﻮم ﻟﻢ ﯾﺘﻌﺪ ﺑﮫ وﻧﺴﯿﺎن‬- ‫ ﻧﺪﺑﺎ‬- ‫ وﯾﺒﺎدر ﺑﮫ‬،‫ وأﻧﮫ ﯾﺤﺮم ﻋﻠﯿﮫ اﻟﺘﻄﻮع‬،‫ﻻ ﺑﺪ ﻣﻨﮫ‬
‫ وھﻜﺬا‬،‫ ﻓﯿﻘﻀﻲ اﻟﺼﺒﺢ ﻗﺒﻞ اﻟﻈﮭﺮ‬،‫ (وﯾﺴﻦ ﺗﺮﺗﯿﺒﮫ) أي اﻟﻔﺎﺋﺖ‬.‫ﻛﺬﻟﻚ‬.

---------

Dan hendaknya ia (orang yang meninggalkan shalat) mempercepat untuk


mengganti shalat yang ditinggalkan sebagai (kewajiban), apabila meninggalkan shalat
tersebut tanpa adanya udzur (alasan). Bahkan, wajib baginya untuk mengganti Shalat
dengan segera. Guru kami, Syekh Ahmad bin Hajar telah berkata: "Tampaknya ia
(orang yang meninggalkan shalat) harus menghabiskan seluruh waktunya untuk
mengqadha shalatnya kecuali apa yang ia butuhkan untuk menggunakan waktu pada
perkara yang wajib".

Sesungguhnya, implementasi ritual shalat sunnah atau shalat tambahan


diharamkan secara primary hukum. (jika masih ada shalat fardhu yang belum di-qadha'
yang ditinggalkan tanpa udzur), dan hendaknya ia mempercepat untuk menganti shalat
fardhu sebagai perihal sunah, apabila meninggalkannya disebabkan udzur (dengan
alasan). Seperti, "tidur yang tidak melampaui batas, lupa dan seumpamanya"
Disunahkan "tertib" didalam meng- qadha shalat-shalat yang rusak, seperti meng-qadha
shalat Subuh sebelum shalat Dluhur begitu seturusnya.12

12
Assyaikh Zainuddin, Fathul Mu’in (Imaarotallah), hlm.

11
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
 Perbedaan laki-laki dan perempuan dalam shalat dalam 5 (lima) perkara:
1. Pria mengangkat dua sikunya dari lambung.
2. Mengangkat perutnya dari dua paha dalam rukuk dan sujud.
3. Membaca keras pada shalat yang sunnah membaca keras.
4. Apabila mengalami sesuatu dalam shalat membaca tasbih dengan tujuan
berdzikir.
5. Aurat laki-laki antara pusar dan lutut.
 Jumlah raka’at shalat fardhu sehari semalam-malam ada 17 (tujub belas) rokaat,
kecuali hari jumat jumlahnya 15 rakaat.
 Perkara yang tertinggal dalam sholat ada tiga, yaitu : fardlu , sunah ab ad dan
sunah hai’at.

2. Saran
Demikianlah makalah ini dibuat dengan sesederhana ini. Kami yakin bahwa masih
banyak kekuranganya yang terdapat dalam makalah ini. Kami harap banyak saran dan
kritikan dari bapak pembimbing mata kuliah ini dan juga dari kawan-kawan semuanya
agar kiranya makalah ini menjadi sempurna. Kami mohon maaf atas segala keterbatasan
dan kekurangan makalah ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuddin, Anas Tohir, Kifayatul Akhyar. Surabaya: pt bina ilmu. 1984.


Tim Pembukuan ANFA’ 2015, Menyingkap Sejuta Permasalahan Dalam Fath Al-
Qarib.Lirboyo : Anfa’ Press. 2015.
Zainuddin Assyaikh, Fathul Mu’in (Imaarotallah)

13

Anda mungkin juga menyukai