Anda di halaman 1dari 3

D.

Sistem Pengapian Terkontrol Komputer

Sistem pengapian terkontrol komputer merupakan sistem pengapian yang ada pada
mesin yang sudah menggunakan sistem bahan bakar injeksi (EFI). Pengontrolan pengapian
dilakukan oleh komputer (electronic control unit) yang juga sebagai pengontrol sistem
penginjeksian bahan bakar. Pengontrolan ini terutama pada sistem pemajuan atau
pemunduran saat pengapian (ignition timing) yang disesuaikan dengan kondisi kerja engine.
Pada sistem pengapian yang dikontrol komputer, engine dilayani dengan sistem pengapian
yang sangat mendekati karakteristik saat pengapian yang ideal. Komputer unit menentukan
saat pengapian berdasarkan masukan-masukan dari sensor dan memori internalnya yang
memiliki data saat pengapian yang optimal untuk setiap kondisi putaran engine.
Setelah menentukan saat pengapian, komputer unit memberikan sinyal saat
pengapian ke igniter. Bila sinyal tersebut dalam posisi OFF, igniter akan memutus
aliran arus primer koil dengan cepat sehingga terjadi tegangan tinggi pada kumparan
sekunder. Sistem pengapian terkontrol komputer terbagi menjadi beberapa kategori
dasar, yaitu : 1) sistem pengapian dengan distributor, 2) sistem pengapian tanpa
distributor / distributorless ignition system (DLI), 3) sistem pengapian langsung / direct
ignition system (DIS). Komponen utama sistem pengapian terkontrol komputer terdiri
dari 1) sensor poros engkol (sinyal Ne), 2) sensor poros nok (sinyal G), 3) igniter, 4)
koil, kabel-kabel, dan busi, 4) Komputer (ECM) dan input-inputnya. Diagram blok dari
sistem pengapian terkontrol komputer / electronic spark advance (ESA) adalah
sebagai berikut.

11
Distributor pada gambar di atas diberi garis putus-putus berarti distributor pada
sistem tersebut bisa tidak ada. Bila tidak terdapat distributor, maka sistem tersebut
termasuk pada sistem pengapian DLI, sedangkan jika ada distributor maka sistem
tersebut sistem pengapian ESA dengan menggunakan distributor.

Sinyal IGT digunakan untuk mengatur aliran arus primer koil melalui ECM
(electronic control module) atau ECU (electronik control unit). Sinyal IGT adalah suatu
tegangan untuk meng-on dan off –kan transistor utama (power transistor) di dalam
igniter. Bila sinyal IGT masuk ke ignitier, sinyal tersebut menyebabkan power
transistor menjadi ON sehingga arus dari baterai mengalir ke kumparan primer koil
kemudian ke massa yang mengakibatkan timbul kemagnetan pada koil. Bila tegangan
IGT menjadi 0V, transistor dalam igniter menjadi off sehingga arus primer terputus
yang menyebabkan medan magnet pada koil hilang dengan cepat. Akibatnya, pada
kumparan sekunder timbul tegangan tinggi yang kemudian di salurkan ke busi. Sinyal
IGF digunakan oleh ECM untuk menentukan apakah sistem pengapian bekerja atau
tidak. Berdasarkan sinyal IGF, ECM akan tetap memberikan arus ke pompa bahan
bakar dan injektor.

Igniter merupakan komponen sistem pengapian yang langsung menerima


perintah dari komputer (ECM) melalui sinyal IGT untuk melakukan pengapian. Fungsi
utama igniter adalah untuk memutus dan menghubungkan arus primer koil
berdasarkan sinyal IGT, namun ada beberapa fungsi lainnya dari igniter, yaitu sebagai
1) unit pembangkit sinyal konfirmasi pengapian (IGF), 2) dwell angle control, yang
berfungsi untuk mengontrol lamanya power transistor ON atau lamanya arus primer
mengalir, 3) lock prevention circuit, rangkaian yang berfungsi untuk mematikan
transistor jika arus mengalir ke kumparan primer koil dalam waktu yang lama, 4) over
voltage prevention circuit, rangkaian yang berfungsi untuk mematikan transistor jika tegangan
power supply terlalu tinggi, 5) current limiting control, rangkaian yang dapat
menjamin arus primer yang konstan setiap saat baik pada putaran rendah maupun
tinggi sehingga tegangan sekunder selalu tinggi, 6) tachometer signal.

12
Sinyal Ne dan sinyal G merupakan sinyal putaran poros engkol dan poros nok.
Meskipun ada perbedaan pada sistem pengapian, penggunaan sinyal Ne dan G
konsisten atau sama. Sinyal Ne menunjukkan posisi poros engkol dan putaran engine.
Sinyal G (juga disebut sinyal VVT) memberikan identifikasi posisi tiap silinder. Dengan
membandingkan sinyal G dan sinyal Ne ECM mampu mengidentifikasi silinder yang
sedang melakukan langkah kompresi. Hal ini diperlukan untuk menghitung sudut
poros engkol (sudut saat pengapian), saat sistem pengapian bekerja. Pengaturan
maju mundurnya saat pengapian dilakukan dengan mengatur sinyal IGT oleh ECU.

Sinyal IGT merupakan sinyal untuk mengaktifkan igniter sehingga koil dapat
bekerja menghasilkan tegangan tinggi. Oleh karena itu, memajukan atau
memundurkan saat pengapian dilakukan dengan mempercepat atau memperlambat
sinyal IGT ke igniter. Dengan berubahnya saat pemberian sinyal IGT, maka tegangan
tinggi koil untuk menghasilkan percikan api dari busi juga menjadi maju atau mundur.
ECM menghitung dan menetapkan sinyal IGT berdasarkan mode dan kondisi kerja
mesin. Pemberian sinyal IGT didasarkan terutama pada sinyal sensor posisi poros
engkol, sinyal sensor posisi poros nok, beban engine, temperatur, sensor knock, dll.
Secara global kontrol saat pengapian terbagi menjadi dua, yaitu 1) kontrol pengapian
saat engine di start, dan 2) kontrol pengapian setelah start.
Kontrol pengapian saat start adalah saat pengapian yang diset pada waktu
yang tetap tanpa memperhatikan kondisi kerja engine dan disebut initial timing angle
(5 – 100 sebelum TMA). Kontrol saat pengapian setelah start di dalamnnya meliputi 1)
kontrol pengapian saat engine di start, 2) sudut pengajuan pengapian dasar (basic
ignition advence angle), dan 3) kontrol pemajuan pengapian korektif (didasarkan pada
koreksi pemanasan (warm up), koreksi temperatur, koreksi putaran idle, koreksi EGR,
koreksi balikan AFR, koreksi knocking, koreksi kontrol torsi, koreksi lainnya, kontrol
sudut pemajuan pengapian minimum dan maksimum)

13

Anda mungkin juga menyukai