Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

Tinjauan Pustaka

2. 1. Pengertian
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan
menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering menyebabkan
penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan hipotensi maka
dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006)
Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory
response syndrome) dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai. Bukti klinisnya
berupa suhu tubuh yang abnormal (>38oC atau <36oC) ; takikardi; asidosis metabolik;
biasanya disertai dengan alkalosis respiratorik terkompensasi dan takipneu; dan
peningkatan atau penurunan jumlah sel darah putih. Sepsis juga dapat disebabkan oleh
infeksi virus atau jamur. Sepsis berbeda dengan septikemia. Septikemia (nama lain untuk
blood poisoning) mengacu pada infeksi dari darah, sedangkan sepsis tidak hanya terbatas
pada darah, tapi dapat mempengaruhi seluruh tubuh, termasuk organ-organ.

Derajat Sepsis
1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), ditandai dengan ≥2
gejala sebagai berikut
a. Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)
b. Tachypneu (resp >20/menit)
c. Tachycardia (pulse >100/menit)
d. Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm
e. 10% >cell imature
2. Sepsis Berat
Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oligouri bahkan anuria.
3. Sepsis dengan hipotensi
Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanansistolik >40
mmHg).
4. Syok septik
Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang
diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai
hipoperfusi jaringan.
Syok septik adalah syok yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas yang
merupakan bentuk paling umum syok distributif. Pada kasus trauma, syok septik dapat
terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Syok septik terutama
terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi rongga
peritonium dengan isi usus.

2. 2. Etiologi Sepsis
Sepsis disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan oleh
virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme kausal yang paling
sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan
Streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga
sering ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara
efek toksik langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons
inflamasi normal dari host terhadap infeksi.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok
septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70% isolat
yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja; sisanya
ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain seperti sputum,
urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura dapat mengungkapkan etiologi spesifik,
tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh
kultur.
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi
dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih lama,
terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-pasien AIDS, terapi medis
(misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif (misalnya
pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis.
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi
yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan
panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
1) Infeksi paru-paru (pneumonia)
2) Flu (influenza)
3) Appendiksitis
4) Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
5) Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
6) Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter telah
dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
7) Infeksi pasca operasi
8) Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.

2. 3. Patofisiologis

Mikroorganisme penyebab yang paling umum dari syok septik adalah bakteri
gram-negatif. Namun demikian, agen infeksius lain seperti bakteri gram positif dan virus
juga dapat menyebabkan syok septik. Ketika mikroorganisme menyerang jaringan tubuh,
pasien akan menunjukkan respon imun. Respons imun ini membangkitkan aktivasi
berbagai mediator kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok.
Peningkatan permeabilitas kapiler, yang mengarah pada perembesan cairan dari kapiler,
dan vasodilatasi adalah dua efek tersebut.
Bakteri gram negatif menyebabkan infeksi sistemik yang mengakibatkan kolaps
kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan
terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer
menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas
kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai
udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan
perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen
karena toksin kuman.
Syok septik terjadi dalam dua fase yang berbeda. Fase pertama, disebut sebagai
fase “hangat” atau hiperdinamik, ditandai oleh tingginya curah jantung dan vasodilatasi.
Pasien menjadi sangat panas atau hipertermik dengan kulit hangat kemerahan. Frekuensi
jantung dan pernafasan meningkat. Haluaran urine dapat meningkat atau tetap dalam
kadar normal. Status gastrointestinal mungkin terganggu seperti yang dibuktikan oleh
mual, muntah, atau diare. Fase lanjut, disebut sebagai fase “dingin”atau hipodinamik,
yang ditandai oleh curah jantung yang rendah dengan vasokonstriksi yang mencerminkan
upaya tubuh untuk mengkompensasi hipovolemia yang disebabkan oleh kehilangan
volume intravaskular melalui kapiler. Pada fase ini tekanan darah pasien turun, dan kulit
dingin serta pucat. Suhu tubuh mungkin normal atau dibawah normal. Frekuensi jantung
dan pernapasan tetap cepat. Pasien tidak lagi membentuk urin dan dapat terjadi kegagalan
organ multiple.
2. 4. Pathway

2. 5. Manifestasi Klinis

Tanda klinis septik syok sangat bervariasi diantara pasien. Pasien yang diketahui
infeksinya dan pasien yang sangat disupresi kekebalannya sehingga berada pada risiko
terhadap syok harus dipantau tanda vitalnya secara rutin dan diawasi. Pada keadaan
tertentu, perawat harus menyadari tanda-tanda :
1. Demam
2. Takikardia (>90 denyut/menit)
3. Takipnea (>20 kali/menit)
4. Adanya kekurangan perfusi organ atau disfungsi dalam bentuk
a. Perubahan status mental
b. Hipoksemia bila diukur dengan gas darah arteri
c. Peningkatan kadar laktat
d. Haluaran urine (<30ml/jam)
5. PaCO2 < 32 mmHg
6. WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3
Meskipun proses syok septik mungkin sangat cepat, khususnya bila dikaitkan
dengan organisme gram-negatif, pemberian antibiotik intravena yang dini, penggantian
cairan, vasopresor, dan oksigen adalah komponen esensial dalam penatalaksanaan pasien
ini. Pada pasien lansia, septik syok mungkin dimanifestasikan sebagai tanpa
ketidaknormalan atau tanda klinik yang membingungkan. Septik syok dapat diperkirakan
pada lansia yang menunjukkan konfusi yang tidak dapat dijelaskan, takipnea atau
hipotensi.
Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok
hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin <0.5 cc/kg/jam, tekanan
darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan
volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit
hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.

GAMBARAN HASIL LABORAT :


a. WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
b. Hiperglikemia > 120 mg/dl
c. Peningkatan Plasma C-reaktif protein
d. Peningkatan plasma procalcitonin.
e. Serum laktat > 1 mMol/L
f. Creatinin > 0,5 mg/dl
g. INR > 1,5
h. APTT > 60
i. Trombosit < 100.000/mm3
j. Total bilirubin > 4 mg/dl
k. Biakan darah, urine, sputum hasil positif.
2. 6. Pemeriksaan Penunjang

Pengobatan terbaru syok sepsis mencakup mengidentifikasi dan mengeliminasi


penyebab infeksi yaitu dengan cara pemeriksaan- pemeriksaan yang antara lain:

a. Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi organisme penyebab
sepsis. Sensitifitas menentukan pilihan obat yang paling efektif.

b. SDP : Ht Mungkin meningkat pada status hipovolemik karena hemokonsentrasi.


Leucopenia (penurunan SDB) terjadi sebalumnya, diikuti oleh pengulangan
leukositosis (1500-30000) dengan peningkatan pita (berpindah kekiri) yang
mengindikasikan produksi SDP tak matur dalam jumlah besar.

c. Elektrolit serum: Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan


asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.

d. Trombosit : penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit

e. PT/PTT : mungkin memanjang mengindikasikan koagulopati yang diasosiasikan


dengan hati/ sirkulasi toksin/ status syok.

f. Laktat serum : Meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati, syok.

g. Glukosa Serum : hiperglikenmio yang terjadi menunjukkan glikoneogenesis dan


glikonolisis di dalam hati sebagai respon dari puasa/perubahan seluler dalam
metabolism

h. BUN/Kreatinin : peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi,


ketidakseimbangan atau kegagalan ginjal, dan disfungsi atau kegagalan hati.

i. GDA : Alkalosis respiratosi dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya. Dalam tahap
lanjut hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolic terjadi karena
kegagalan mekanisme kompensasi.

j. EKG : dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan distritmia menyerupai


infark miokard
2. 7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang


perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam
pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway: a)
breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi
bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter vena sentral sebaiknya dilakukan untuk
mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65
mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam.

1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau
kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi. Transpor oksigen
ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi miokard
menyebabkan penurunan curah jantung. Kadar hemoglobin yang rendah akibat
perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun. Transpor oksigen ke
jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus
dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia. Oksigenasi
bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi oksigen di darah,
meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi oksigen di jaringan.

2. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik
kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor kecukupannya
agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon terhadap pemberian cairan dapat
terlihat dari peningkatan tekanandarah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi,
perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran.
Perlu diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular,
ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen. Pada keadaan serum albumin yang
rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi
albumin perlu diberikan. Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan
perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia
miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan
pada 8-10 g/dl.

3. Vasopresor dan inotropik


Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan
pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi. Terapi
vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60 mmHg,
atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin dengan
dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8
mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan
adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5
mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon).

4. Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum bikarbonat <9
meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.

5. Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun
hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration). Pada hemodialisis digunakan gradien
tekanan osmotik dalam filtrasi substansi plasma, sedangkan pada hemofiltrasi digunakan
gradien tekanan hidrostatik. Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama perawatan,
sedangkan bila kondisi telah stabil dapat dilakukan hemodialisis.

6. Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan, vitamin dan
mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan pemberian secara enteral dan bila
tidak memungkinkan beru diberikan secara parenteral.
7. Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi adrenal, dan
diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan tersebut. Hidrokortison dengan
dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari pada pasien renjatan septik menunjukkan
penurunan
mortalitas dibanding kontrol.

2. 8. Komplikasi

1. Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan
yang berkepanjangan
2. Sindrom distres pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus
kapiler karena hipoksia
3. Acute Renal Failure (Chronic Kidney Disease)
4. Perdarahan usus
5. Gagal hati
6. Gagal jantung
7. Kematian
BAB 3

Teori Asuhan Keperawatan

3.1. Pengkajian

Selalu menggunakan pendekatan ABCDE.

Airway
a. yakinkan kepatenan jalan napas
b. berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
c. jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa
segera mungkin ke ICU.

Breathing
a. kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan
b. kaji saturasi oksigen
c. periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan
asidosis
d. berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
e. auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
f. periksa foto thorak

Circulation
a. kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
b. monitoring tekanan darah, tekanan darah < >
c. periksa waktu pengisian kapiler
d. pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
e. berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
f. pasang kateter
g. lakukan pemeriksaan darah lengkap
h. siapkan untuk pemeriksaan kultur
i. catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang
dari 36o
j. siapkan pemeriksaan urin dan sputum
k. berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat

Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.

Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan dan
tempat sumber infeksi lainnya.

Tanda ancaman terhadap kehidupan


Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan fungsi
organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka pasien harus
dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagaiberikut:
a. Penurunan fungsi ginjal
b. Penurunan fungsi jantung
c. Hypoxia
d. Asidosis
e. Gangguan pembekuan
f. Acute respiratory distress syndrome (ards) – tanda cardinal oedema pulmonal.

Pemeriksaan fisik :
1) Sistem penglihatan : kaji posisi mata, kelopak mata, pergerakan bola mata,
konjungtiva, kornea, sklera, pupil, adanya penurunan lapang pandang, penglihatan
kabur, tanda-tanda radang, pemakaian alat bantu lihat dan keluhan lain.
2) Sistem pendengaran : kaji kesimetrisan, serumen, tanda radang, cairan telinga,
fungsi pendengaran, pemakaian alat bantu, hasil test garpu tala.
3) Sistem wicara : kaji kesulitan atau gangguan bicara.
4) Sistem pernafasan : kaji jalan nafas, RR biasanya meningkat, irama, kedalaman,
suara nafas, batuk, penggunaan otot dan alat bantu nafas.
5) Sistem kardiovaskuler : kaji sirkulasi perifer (nadi (biasanya takikardia), distensi
vena jugularis, temperatur kulit biasanya dingin atau hipertemik, warna kulit
biasanya pucat, CRT, flebitis, varises, edema), sirkulasi jantung (bunyi jantung,
kelainan jantung, palpitasi, gemetaran, kesemutan, nyeri dada, ictus cordis,
kardiomegali, hipertensi).
6) Sistem neurologi : kaji GCS, gangguan neurologis nervus I sampai XII,
pemeriksaan reflek, kekuatan otot, spasme otot dan kebas/kesemutan.
7) Sistem pencernaan : kaji keadaan mulut, kesulitan menelan, muntah, nyeri daerah
perut, bising usus, massa pada abdomen, ukur lingkar perut, asites, palpasi dan
perkusi hepar, gaster; nyeri tekan, nyeri lepas, pemasangan colostomi, pemasangan
NGT.
8) Sistem imunologi : kaji adanya pembesaran kelenjar getah bening.
9) Sistem endokrin : kaji nafas bebau keton, luka, exopthalmus, tremor, pembesaran
kelenjar thyroid, tanda peningkatan gula darah.
10) Sistem urogenital : kaji distensi kandung kemih, nyeri tekan, nyeri perkusi,
urine, penggunaan kateter dan keadaan genital. (jika sudah terjadi kegagalan organ
multipel yang menyerang ginjal biasanya nyeri pada ginjal pada saat di palpasi dan
perkusi)
11) Sistem integumen : kaji keadaan rambut, kuku, kulit.
12) Sistem muskuloskeletal : kaji keadaan ekstremitas, keterbatasan rentang gerak
dan adanya kontraktur, kaji bagaimana pasien berfungsi, bergerak dan berjalan;
beradaptasi terhadap kelemahan atau palisis, tonus otot/kekuatan otot.

3.2. Analisa Data

No Pengkajian Etiologi Masalah


1 DS : Infeksi masif oleh mikroorganisme : Gangguan
 Dispnea bakteri gramnegatif/ bakteri gram Pertukaran Gas
 Sakit kepala pada positif/virus
saat
bangun tidur Pelepasan Endotoksin
 Gangguan
penglihatan Dilatasi arteriol/venula
DO :
 GDA tidak normal Vasodilatasi kapiler
 PH arteri tidak
normal Permeabilitas kapiler meningkat
 Ketidaknormalan
frekuensi, irama, dan
kedalaman pernapasan Perpindahan eksudat plasma ke

 Warna kulit tidak Intertisial


normal
 Gelisah Oedema Ruang kapiler Alveoli
 Takikardia
 Napas cuping Penurunan Difusi O2
hidung

Gangguan Pertukaran Gas


2 DS: perubahan sensasi Infeksi masif oleh Ketidakefektifan
DO: mikroorganisme : bakteri gram Perfusi Jaringan
- Daerah perifer pucat / negatif/ bakteri gram positif/ Perifer
sianosis, virus
- Pengisian kapiler > 3
detik, Pelepasan Endotoksin
- Daerah perifer dingin
- Perubahan tekanan Dilatasi arteriol/venula
darah pada ekstremitas
- Nadi arteri lemah Vasodilatasi kapiler
- Edema
- Perubahan suhu kulit Permeabilitas kapiler meningkat
- Nadi lemah atau
tidak Perpindahan eksudat plasma ke
Teraba Intertisial

Oedema Ruang kapiler Alveoli

Penurunan Difusi O2

Gangguan Pertukaran Gas

Penurunan Saturasi O2

Hipoksia jaringan

Ketidakefektifan Perfusi jaringan


perifer
3 DS : - Infeksi masif oleh Risiko
DO : mikroorganisme : bakteri gram hipovolemia
- Pengisian kapiler negatif/ bakteri gram positif/
lambat virus
- pucat pada bagian
yang terkena. Pelepasan Endotoksin
- Penurunan/tak ada
nadi pada bagian Dilatasi arteriol/venula
distal yang cedera.
- Akral dingin Tekanan darah turun

Venous return turun

Stoke volume turun

Penurunan curah jantung


Kehilangan volume
intravaskular melalui kapiler

Risiko hypovolemia
4 DS :- Infeksi masif oleh Risiko
DO : mikroorganisme : bakteri gram Penurunan
 Gangguan frekuensi negatif/ bakteri gram positif/ Curah Jantung
dan irama jantung virus
 Gangguan preload :
edema, keletihan, Pelepasan Endotoksin
kenaikan BB.
 Gangguan afterload Dilatasi arteriol/venula
:
kulit dingin dan Tekanan darah turun
berkeringat, denyut
perifer menurun, Venous return turun
perubahan warna kulit.
 Gangguan Stoke volume turun
kontraktilitas : batuk,
bunyi crackle Risiko penurunan curah jantung
 Perilaku/emosi :
ansietas, gelisah
5 Faktor Risiko : Infeksi masif oleh Risiko Infeksi
- Penyakit kronis Mikroorganisme
- Penekanan sistem
imun Port de’entri kuman
- Ketidakadekuatan
imunitas dapatan Pertahanan primer/sekunder
- Pertahan primer tidak tidak adekuat
adekuat (kerusakan
kulit, trauma jaringan, Risiko Infeksi
gangguan peristaltik)
- Pertahanan lapis
kedua
tidak memadai
(penurunan Hb,
Leukopenia,
penekanan
respon inflamasi)
- Peningkatan paparan
lingkungan patogen
- Pengetahuan yang
kurang
untuk menghindari
pajanan patogen
- Prosedur Invasif
- Malnutrisi
- Imonusupresi
- Kerusakan jaringan
- Trauma

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-


alveolar; ketidakseimbangan perfusiventilasi.
2. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan peurunan
konsentrasi hemoglobin dalam darah hipovolemia; gangguan pertukaran; perubahan
kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen.
3. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan volume cairan.
4. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan
frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).
5. Risiko Infeksi berhubungan dengan pertahanan primer atau sekunder tidak
adekuat, kulit yang rusak.
Daftar pustaka
Anggraeni, N. (2017). Tata laksana syok sepsis 3. Simposium
Penatalaksanaan Syok Terkini Dalam Rangka Hut Ke 40 Rsud Arifin
Achmad Provinsi Riau Tahun 2017

Chen, CM., Cheng, KC., Chan, KS., Yu,WL. (2014). Age may not influence
the outcome of patients with severe sepsis in intensive care units. Int J
Gerontol. 8 : 22-26

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Keputusan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/342/2017
.Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Sepsis.

Kurniawan, M. B., Pradian, E. and Nawawi, M. (2017). Lactate Clearance


sebagai Prediktor Mortalitas pada Pasien Sepsis Berat dan Syok Septik di
Intesive Care Unit Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung Lactate Clearance as
Mortality Predictor in Severe Sepsis and Septic Shock Pat.
Journal Anastesi Perioperatif, 5(1) : 45–50

Siddiqui, S., Chua, M., Kumaresh, V., Choo R. (2017) ‘A comparison of pre
ICU admission SIRS, EWS and q SOFA scores for predicting mortality
and length of stay in ICU’, Journal of Critical Care. Elsevier Inc., 41, pp.
191–193

Simpson SQ. (2016). New sepsis criteria: a change we should not


make. Chest.149(5):1117–1118.

Singer, M., Deutschman, C., Seymour, C., Shankar-Hari, M., Annane, D.,
Bauer, M., Bellomo, R., et al. (2016) ‘The third international consensus
definitions for sepsis and septic shock. Jama, 315(8) : 801–810

Anda mungkin juga menyukai