Anda di halaman 1dari 20

KARAKTERISTIK PASIEN EPILEPSI DI POLIKLINIK SARAF RUMAH

SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER


2016

Untuk Memenuhi Capaian Tugas Mata Ajar Keperawatan Anak

Disusun Oleh:
Bayu Tri Harryana

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN (UMS)

2021
1. Analisis PICOT
1.1 Populasi
Pada populasi penelitian ini dilakukan di poli klinik RSUP
Sanglah, Denpasar.
1.2 Intervention
Penelitian ini hanya dilakukan observasi dengan menggunakan
data rekam medis pasien epilepsy yang berobat di poliklinik saraf.
1.3 Comparation
Penelitian ini tidak memiliki komparasi pada faktor variable lain
yang terjadi pada kasus.
1.4 Outcome
Pada hasil penelitian ini menunjukan sebanyak 70 pasien epilepsy
memiliki rerata usia 35 tahun dengan laki-laki sebanyak 55,7 %.
Rerata usia awitan bangkitan yakni 29 tahun.
1.5 Time
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2018.
2. Analisis Jurnal
2.1 Abstraksi
Jumlah kasus epilepsy di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi
8,2 per 1.000 penduduk dan insiden 50 per 100.000 penduduk. Pada
bagian abstraksi penelitian ini tidak mencakup secara komperhensif
seperti definisi kasus.
2.2 Latar Belakang
Definisi epilepsi menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSSI) adalah kelainan otak yang ditandai dengan
kecenderungan timbul bangkitan epileptic yang terus menerus dengan
konsekuensi neuro-biologis, kognitif, psikologis, dan sosial. Definisi
membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan epilepsy sebelumnya.
Epilepsi dapat terjadi pada semua umur, gender, dan ras.
Pada belakang yang dideskripsikan oleh peneliti sangat jelas, dan
tergambar baik melalui definisi ataupun data prevalesnsi.
2.3 Metodologi
Pada penelitian merupakan deskriptif observasional terhadap data
sekunder, Teknik penentuan sampel menggunakan metode total
sampling, serta diolah dengan perangkat lunak internasional business
machine. Pada metode uji statistik dilakukan sesuai dengan kebutuhan
peneliti yang ingin mengetahui karakteristik pasien melalui data rekam
medis.
2.4 Hasil
Sebanyak 70 pasien epilepsi memiliki rerata usia 35 tahun dengan
laki-laki sebanyak 55,7%. Rerata usia awitanbangkitan 29 tahun.Profil
terapi sebanyak 77,1% pasien menggunakan monoterapi dan 72,9%
berobat kurang dari dua tahun. Fenitoin merupakan obat antiepilepsi
(OAE) utama dalam monoterapi maupun sebagai kombinasi dengan
OAE lain.
2.5 Pembahasan
Rerata usia pasien dengan epilepsi yang berobat ke Poliklinik Saraf
RSUP Sanglah berusia 35 tahun dengan didominasi pasien berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 55,7%. Rerata usia awitan bangkitan-
bangkitan yaitu 29 tahun. Jenis bangkitan paling banyak adalah
bangkitan umum dan mayoritas disebabkan etiologi yang simtomatik.
Sebanyak 77,1% pasien menggunakan monoterapi dan tercatat 72,9%
melakukan pengobatan kurang dari dua tahun. Fenitoin merupakan
OAE utama dalam monoterapi maupun sebagai kombinasi
2.6 Kesimpulan
Kasus epilepsi didominasi oleh pasien laki-laki dengan rerata usia
35 tahun dengan awitan bangkitan pada dekade kedua. Bangkitan
umum merupakan gejala paling banyak ditemukan dengan fenitoin
sebagai OAE utama
2.7 Implikasi
Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan khususnya pada
desain yang berbeda seperti menggunakan desain eksperimental atau
dapat menggunakan faktor risiko lain dengan usia anak yang berbeda,
dan menggunakan pendekatan pada sampel control.
FAKTOR RISIKO KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK USIA 12-48
BULAN (STUDI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GOMBONG II
KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2017)

Untuk Memenuhi Capaian Tugas Mata Ajar Keperawatan Anak

Disusun Oleh:
Bayu Tri Harryana

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN (UMS)

2021
1. Analisis PICOT
1.1 Populasi
Pada populasi penelitian ini dilakukan padaPuskesmas Gombong
II, Kebumen.
1.2 Intervention
Penelitian ini hanya dilakukan pengamatan dengan pendekatan
kelompok control.
1.3 Comparation
Penelitian ini memiliki beberapa komparasi pada faktor risiko yang
terjadi pada kasus.
1.4 Outcome
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat tujuh faktor resiko
yang terdiri dari tiga faktor resiko pneumonia (jenis kelamin, Riwayat
pemberian asi eksklusif, dan kepadatan penduduk) sedangkan empat
faktor lain yang bukan merupakan faktor resiko pneumonia (riwayat
BBLR, riwayat imunisasi, status gizi, dan keluarga merokok)
1.5 Time
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2017.
2. Analisis Jurnal
2.1 Abstraksi
The findings of pneumonia cases in Kebumen in 2016 as many as 764
cases per 10,000 children under five, where the highest incidence of cases in
Puskesmas Gombong II, which is 508 cases. The purpose of this study was to
determines the risk factors of pneumonia in children aged 12-48 months in
Puskesmas Gombong II in 2017. This study is a descriptive study analitic
using case control approach. The research subject as many as 80 children
aged 12-48 months consisting of 40 cases and 40 controls taken through
criteria inclusion, were analyzed by chi-square test and yates correction. The
data were obtained from a questionnaire related to gender, a history of low
birth weight, immunization history, nutritional status, history of exclusive
breastfeeding, family smoking, and the density of residential living. The
results showed the seven risk factors were examined three of them are risk
factors for pneumonia, sex (p=0,014; CI=1,234-7,706; OR=3,095), history of
exclusive breastfeeding (p=0,014; CI=1,247-7,781; OR=3,115), and the
population density (p=0,003; CI=1,598-11,093; OR=4,210), whereas the
other four is not a risk factor such a history of low birth weight (p=0,356;
CI=0,462-40,608; OR=4,333), history of immunization (p=0,671; CI=0,364-
12,240; OR=2,111), nutrition status (p=0,176; CI=0,625-10,950; OR=2,616),
and family smoking (p=0,098; CI=0,856-5,742; OR=2,217). Despite smoking
inside the house (p=0,012; CI=1,291-11,057; OR=3,778) and near by
children (p=0,002; CI=1,787-20,147; OR=6,000) are counted as risk factors
of pneumonia. This study recommends to be more intense for Puskesmas
Gombong II in educating the citizens related to what is meant of pneumonia
and the risk factors.
Pada bagian abstraksi penelitian ini sudah mencakup secara
komperhensif khususnya apa yang peneliti ingin sampaikan.
2.2 Latar Belakang
Puskesmas Gombong II merupakan 10 besar Puskemas dengan
temuan pneumonia balita terbanyak di Kabupaten Kebumen di tahun
2016. Pada tahun 2016 sendiri telah diemukan 508 kasus balita
pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Gombong II, ini merupakan
temuan kasus terbanyak diantara seluruh Puskesmas yang ada.
Pada manuskrip jurnal tidak dijelaskan pendeskripsian mengenai
fenomena masalah pada latar belakang, hanya terdapat beberapa data
riset.
2.3 Metodologi
Jenis penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dengan
pendekatan case control. Pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara dengan alat bantu kuesioner. Sampel penelitian ini
menggunakan simple random sampling didapatkan sampel berjumlah
80respondenkasus dan kontrol. Analisis data yang dilakukan yaitu
analisis univariat danbivariat dengan uji Chi-Square (taraf signifikansi
5%). Penelitian ini menguji faktor risiko jenis kelamin, riwayat BBLR,
riwayat imunisasi, status gizi, pemberian ASI Eksklusif, anggota
keluarga merokok dan kepadatan hunian dengan kejadian pneumonia
pada anak usia 12-48 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Gombong II.
Pada metode uji statistik dilakukan sesuai dengan kebutuhan
peneliti yang ingin mengetahui faktor resiko pada pneumonia, oleh
karena itu peneliti dengan tepat menggunakan chi-square.
2.4 Hasil
The results showed the seven risk factors were examined three of them
are risk factors for pneumonia, sex (p=0,014; CI=1,234-7,706; OR=3,095),
history of exclusive breastfeeding (p=0,014; CI=1,247-7,781; OR=3,115),
and the population density (p=0,003; CI=1,598-11,093; OR=4,210), whereas
the other four is not a risk factor such a history of low birth weight (p=0,356;
CI=0,462-40,608; OR=4,333), history of immunization (p=0,671; CI=0,364-
12,240; OR=2,111), nutrition status (p=0,176; CI=0,625-10,950; OR=2,616),
and family smoking (p=0,098; CI=0,856-5,742; OR=2,217).
2.5 Pembahasan
Tidak ada pembahasan pada manuskrip, pada bab pembahasan
hanya diterangkan hasil perfaktor risiko.
2.6 Kesimpulan.
Penelitian yang dilakukan ini didapatkan kesimpulan bahwa ada
hubungan bermaka antara jenis kelamin, riwayat pemberian asi
eksklusif, dan kepadatan hunian dengan kejadian pneumonia pada anak
usia 12-48 bulan.
2.7 Implikasi
Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan khususnya pada
desain yang berbeda seperti menggunakan desain eksperimental atau
dapat menggunakan faktor risiko lain dengan usia anak yang berbeda.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANAK DENGAN PNEUMONIA
DALAM PEMENIHAN KEBUTUHAN OKSIGENISASI

Untuk Memenuhi Capaian Tugas Mata Ajar Keperawatan Anak

Disusun Oleh:
Bayu Tri Harryana

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN (UMS)

2021
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
- Nama : An. V
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Usia : 9 Tahun
- Tanggal Pengkajian : 8 April 2021
- Diagnosa Medis : Epilepsi
2. Identitas Orang Tua
- Nama Ibu : Ny. T
- Umur : 30 tahun
- Pendidikan terakhir : SMA
- Pekerjaan : Wiraswasta
- Nama Ayah : Tn. D
- Umur : 37 tahun
- Pendidikan Terakhir : SMA
3. Keluhan Utama
Keluarga An. V mengatakan tidak mengerti penananganan pertama
saat anak kejang
4. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan Umum : Compos Mentis
- TTV :
Suhu : 38
N : 110 x/mnt
Rr : 35 x/mnt
- Mukosa mulut lembab, warna merah muda, tidak ada lesi,
membran mukosa kering, tidak ada kelainan palatum, bibir lembab,
tidak ada kelainan gusi, lidah bersih.
- Gigi belum lengkap, tidak ada karang gigi, karies, obesitas.
Integritas kulit utuh, turgor elastis, tekstur tidak kering, warna
kemerahan dan tidak menggunakan sonde/NGT.
- Pola Respirasi/Sirkulasi
Suara napas vesikuler, ada batuk, tidak batuk darah, tidak ada
sputum, tidak menggunakan otot bantu napas, tidak menggunakan
pernapasan cuping hidung. tidak ada ikterus, tidak sianosis, tidak
edema, pengisian kapiler kurang dari 2 detik, temperatur suhu 38º
C.
- Eliminasi
Bising usus 7x per menit, lingkar perut 38 cm. BAB berbau khas,
warna kuning, tidak ada lendir, konsistensi lunak, tidak melena,
frekuensi BAB kurang lebih 1x/hari. warna BAK kuning jernih,
baunya khas, tidak menggunakan kateter, frekuensinya tidak tentu,
jumlah kurang lebih 150 cc. anus tidak iritasi, tidak atresiaani,
tidak prolaps, anus tidak kemerahan.
- Aktivitas/latihan
Tidak ada gangguan keseimbangan berjalan, kekuatan
menggenggam baik, bentuk kaki simetris dan tidak ada kelainan,
otot kaki kuat dan ada kejang.
- Sensori Persepsi
Reaksi terhadap cahaya baik, orientasi belum dapat berbicara
dengan lancar, pupil isokor, konjungtiva ananemis, pendengaran
baik, penglihatan baik.
- Tidur/Istirahat
Tidak ada masalah
- Seksualitas/Reproduksi
Tidak ada kelainan skrotum, hyposphadia dan fimosis.
- Tingkat Pertumbuhan dan Perkembangan Saat Ini
a. Pertumbuhan: Berat badan 10 kg, tinggi badan 83,5 cm, lingkar
kepala 44 cm, lingkar lengan atas 12,5 cm, pertumbuhan gigi
belum lengkap. Perkembangan
b. Motorik kasar: anak dapat berdiri tanpa berpegangan.
c. Motorik halus: anak dapat mengambil benda kecil seperti
potongan biskuit,menggenggam sendok.
d. Bahasa: anak dapat mengatakan “papa, mama, bude, bobo,
nenen”.
e. Sosialisasi: anak dapat bertepuk tangan, saat perawat datang
An. G dapat “tos” dengan perawat.
5. Pemeriksaan Penunjang
tanggal 11 Maret 2018
Hematologi : HB 9,6 g/dl (11-14,5g/dl), HT 30,7% (40-54%),
Leukosit 20.600/ul (5.000-10.000/ul),
LED 30mm (0-10mm),
Eritrosit 4,2juta/ul (4- 5juta/ul),
Trombosit 229.000/ul (150.000-400.000/ul).
Elektrolit : Natrium 142 mmol/L (135-145mmol/L),
Kalium 4,6 mmol/L (3,5-5,0 mmol/L),
Chlorida 104 mmol/L (94-111 mmol/L).
Imunoserologi : Widal (S.typhi H negatif, S.typhi O negatif).
B. Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif


- Ibu An. V mengatakan anak - makan 3 sendok,
demam naik turun, - anak tampak rewel, anak
- ibu mengatakan kejangnya takut tampak lemas,
timbul lagi, - anak tampak batuk kering
- ibu mengatakan anaknya (non-produktif),
mempunyai riwayat kejang 2 - wajah tampak pucat, anak
bulan yang lalu, tampak takut dan malu saat
- ibu mengatakan anaknya kurang perawat mendekatinya,
nafsu makan, - Ibu An. V bertanya tentang
- ibu mengatakan anaknya batuk akibat lanjut dari epilepsi,
dan pilek, - ibu tampak cemas,
- ibu mengatakan anaknya - tampak An.G tidak mau
menjadi rewel dan tidak mau makan, anak terpasang infus
ditinggal selama di rumah sakit, RL 15 tpm pada tangan kiri,
- ibu mengatakan anaknya malu - Suhu 38ºC,
dan takut dengan perawat, - HB 9,6 g/dl,
- ibu mengatakan tidak - HT 30,7%,
mengetahui akibat - Leukosit 20.600/ul,
lanjut/komplikasi dari kejang - LED 30mm.
atau epilepsi. - BB anak 10 kg (BBI 11,6 kg).
- Kebutuhan cairan saat anak
demam 38ºC (kenaikan 1º =
12%) 1120cc.
- Balance cairan -200 cc/24
jam.

C. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum
2) Risiko cedera berhubungan dengan riwayat kejang berulang
3) Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan intake in adekuat,
Hipertermi
D. Intervensi

No DX Tujuan dan KH Intervensi


Bersihan jalan Tujuan : 1. Atur posisi yang dapat
nafas tidak efektif Setelah dilakukan meningkatkan
berhubungan tindakan keperawatan kenyamanan anak
dengan peningkatan 3x24 jam, bersihan jalan 2. Kaji frekuensi
nafas efektif pernafasan dan suara
produksi sputum. Kriteria Hasil : nafas
Ditandai dengan - Tidak ada batuk, tidak 3. Ubah posisi anak setiap
DS : ada sputum, 1-2 jam
- Ibu mengatakan - tidak ada pilek, 4. Bantu anak dalam
An. V batuk dan - RR <40x/menit, mengeluarkan
- suara nafas vesikuler, dahak
pilek. - leukosit dalam batas 5. Lakukan fisioterapi
DO : normal (5.000- dada sesuai dengan
- An. V tampak 10.000/ul), petunjuk
batuk kering - LED dalam batas 6. Berikan terapi inhalasi
(non-produktif), normal (0-10mm), sesuai
- Leukosit - suhu 36-37ºC. dengan anjuran
20.600/ul, 7. Beri obat sesuai dengan
LED 30mm, program:
- Suhu 38ºC. - Cetrizine 2 x ½ cth,
- Dexamethasone
3x2mg (IV),
Ceftriaxone 1x1gr
(IV),
- Azitromycin
1x100mg (PO)
8. Pantau hasil
laboratorium : leukosit
dan LED
Risiko cedera Tujuan : 1. Observasi peningkatan
berhubungan Setelah dilakukan suhu
dengan riwayat tindakan 2. Kaji sifat dan timbulnya
kejang berulang keperawatan 3x24 jam, kejang
ditandai cidera tidak terjadi. 3. Kaji dan monitor:
dengan Kriteria Hasil : tingkat kesadaran,
DS: - Suhu 36-37ºC, anak adanya kejang (jenis
- Ibu - tidak rewel, dan lamanya)
mengatakan - tidak ada kejang 4. Laporkan tanda-tanda
An. V demam awal munculnya risiko:
naik turun, demam terlalu tinggi,
- ibu An. V tanda- tanda kejang
mengatakan 5. Longgarkan pakaian
kejangnya jika terjadi kejang
takut timbul 6. Beri kompres air hangat
lagi, pada dahi, ketiak dan
- ibu selangkangan
mengatakan 7. Tidurkan dan
An. V istirahatkan anak
mempunyai setelah kejang.
riwayat kejang. 8. Beri obat antipiretik:
DO : Parasetamol 100mg (IV
- Suhu 38ºC, drip)
- anak tampak 9. Beri obat anti kejang :
rewel - Sibital 2x100mg,
- Depakene
2x250mg/5ml
Risiko defisit Tujuan : 1. Monitor dan ukur intake
volume cairan Setelah dilakukan dan output
berhubungan tindakan keperawatan 2. Kaji turgor kulit dan
dengan intake in 3x24 jam, volume cairan membran mukosa serta
adekuat, hipertemi adekuat adanya tanda-tanda
ditandai dengan Kriteria Hasil : dehidrasi
DS : - suhu 36-37,5ºC, 3. Kaji dan observasi
Tidak ada. - bibir lembab, penyebab kehilangan
DO : - turgor kulit elastis, cairan
- HT 30,7%, - membrane mukosa 4. Berikan asupan cairan
- Suhu lembab, sesuai kebutuhan
38ºC, - HT 40-54%, 5. Pantau hasil
- balance cairan - balence cairan Laboratorium :
200 cc/24 jam seimbang Hematokrit

E. Implementasi
No Tgl Jam Implementasi
DX
1 12 April 08.30 1. mengkaji pernafasan, frekuensi
2021 pernafasan, suara nafas dan tanda-tanda
vital
hasil: Ibu An. V mengatakan anaknya
batuk dan pilek, RR 35x/menit, N :
35x/menit, S : 38ºC, suara nafas
14.00 vesikuler, An.G tidak tampak sesak.
2. mengkaji tanda-tanda vital
hasil: RR 37x/menit, N : 100x/menit, S :
38,5ºC, suara nafas vesikuler, An.G
21.00 tidak tampak sesak.
3. mengkaji tanda-tanda vital
hasil : RR 35x/menit, N: 108x/menit,
S:37,5ºC, suara nafas vesikuler, An.G
22.00 tidak tampak sesak.
4. melaporkan ke dokter anak untuk
meminta resep obat batuk, resep obat
batuk sudah di dapat Cetrizine ½ cth
hasil: Resep obat sudah di dapat.
2 12 April 08.30 1. mengobservasi peningkatan suhu
2021 dengan RS : ibu
An.G mengatakan An.V demamnya naik
turun,
08.45 hasil: suhu 38ºC, An.V tidak tampak
kejang.
2. menganjurkan ibu untuk mengompres
anaknya dengan air hangat pada bagian
dahi, ketiak dan memberi obat sanmol
sirup 1 cth
10.00 hasil: ibu mengatakan mengerti dan
sudah diberikan sanmol sirup, tampak
ibu mengompres anaknya.
3. mengkaji sifat dan penyebab timbulnya
11.00 kejang
hasil: ibu An. V mengatakan sebelum
kejang suhu tubuh An.V meningkat
14.00 yaitu sampai 39ºC, suhu 38ºC.
4. Mengkaji dan memonitor tingkat
kesadaran
Hasil: tingkat kesadaran compos mentis.
14.15 5. Mengobservasi peningkatan suhu
Hasil: ibu An.G mengatakan demamnya
semakin meningkat, suhu 38,5º, tampak
ibu terus mengompres anaknya.
15.00 6. memberikan obat paracetamol 100mg
melalui IV drip
hasil: ibu An.G mengatakan anaknya
badannya panas, obat paracetamol
100mg telah diberikan melalui IV drip.
20.30 7. mengobservasi peningkatan suhu
hasil: ibu An.V mengatakan badan An.G
05.00 tidak
panas lagi seperti tadi, suhu 37,5ºC
(perawat ruangan).
8. memantau peningkatan suhu
hasil: suhu 37,3ºC (perawat ruangan).
9. memantau peningkatan suhu
hasil: ibu An.G mengatakan anaknya
sudah tidak panas lagi, suhu 37ºC
(perawat ruangan).
12 April 10.00 1. mengkaji turgor kulit dan membran
2021 mukosa An.V
hasil: turgor kulit elastis, membran
11.00 mukosa lembab.
2. monitor tanda-tanda dehidrasi dengan
hasil: tidak ada tanda-tanda dehidrasi,
14.15 turgor kulit elastis, membran mukosa
lembab, CRT 2 detik.
3. memberikan obat paracetamol 100mg
melalui IV drip
hasil: ibu An. V mengatakan anaknya
15.00 badannya panas, obat paracetamol
100mg telah diberikan
melalui IV drip.
4. mengobservasi peningkatan suhu
hasil: ibu An. V mengatakan badan An.
07.00 V tidak panas lagi seperti tadi, suhu
37,5ºC (perawat
ruangan).
5. memonitor dan ukur intake dan output
hasil: ibu An. V mengatakan anaknya
sangat sering menyusu ±350cc, MPASI
hanya 3 sendok ±150cc, infus 350cc,
urine (pampers) 750cc. IWL (10kgx30)
=300cc. Balance : 850 cc – 1050 cc =
-200cc

F. Evaluasi

No DX Tanggal Evaluasi
1 12 April 2021 S : ibu An. v mengatakan anaknya masih batuk tetapi
sudah tidak pilek.
O : RR 32x/menit, tampak batuk An.G berkurang,
suara nafas vesikuler, leukosit 12.500/ul, LED
32mm, Suhu 36,7ºC.
A : Tujuan tercapai sebagian, masalah belum teratasi.
P : intervensi dilanjutkan dengan memberikan obat
Cetrizine 2 x ½ cth dan Azithromycin 1x100mg.
2 12 April 2021 S : ibu An.V mengatakan anaknya sudah tidak panas
dan tidak kejang.
O : suhu 36,7ºC, tidak rewel, tidak ada kejang.
A : tujuan tercapai, maslah teratasi.
P : intervensi dihentikan (menganjurkan orang tua
untuk memberikan obat panas dan anti kejang jika
anak demam dan kejang, melonggarkan pakaian anak
jika terjadi kejang agar lebih bisa bernafas).
3 12 April 2021 S : ibu An.V mengatakan anaknya sudah tidak panas,
An.GVsering menyusu dan MPASI meningkat.
O : intake 1250cc, output 1100cc, turgor kulit elastis,
membran mukosa lembab, HT 34,5%, balance cairan
seimbang, suhu 36,7ºC.
A : tujuan tercapai, masalah teratasi.
P : intervensi dihentikan (menganjurkan keluarga
untuk memberikan kebutuhan cairan kepada An.V)

Anda mungkin juga menyukai