Anda di halaman 1dari 38

BAB I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Salah satu obat
andalan untuk mengatasi masalah tersebut adalah antimikroba antara lain
antibiotik (anti bakteri), anti jamur, anti virus, antiprotozoa. Antibiotik
merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan
oleh bakteri. Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik
digunakan secara tidak tepat antara lain untuk penyakit-penyakit yang
sebenarnya tidak memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas penggunaan
antibiotik diberbagai rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80% tidak ada
indikasi (Hadi,2009). Data surveilans penggunaan antibiotik di RSU dr. H.
KOESNADI tahun 2017 terdapat 47% pasien rawat inap yang mendapat terapi
antibiotik dan 39% inappropriately yaitu penggunaan yang tidak ada indikasi,
tidak tepat jenis pemilihan antibiotik dan terlalu lama pemberiannya.
Intensitas penggunaan antibiotik yang relative tinggi menimbulkan
berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama
resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak pada morbiditas dan
mortalitas, juga memberi dampak negative terhadap ekonomi dan sosial yang
sangat tinggi. Pada awalnya resistensi ditemukan di tingkat rumah sakit, tetapi
lambat laun juga berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli.
Beberapa bakteri resisten antibiotik sudah banyak ditemukan di seluruh dunia
yaitu Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA), Vancomycin-
Resistant Enterococci (VRE), Penicillin- Resistant Pneumococci, Klebsiella
pneumonia yang menghasilkan Extended-Spectrum Beta-Lactamase(ESBL),
Carbapenem-Resistant Acinetobacter baumannii. Data surveilans nasional
tahun 2016menunjukkan prevalensi bakteri penghasil ESBL pada 8 rumah sakit
rujukan rata-rata mencapai 60%. Peningkatan prevalensi resistensi antimkroba
ini terjadi akibat penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan penerapan
kewaspadaan standar (standard precaution) yang belum optimal.
Untuk meningkatkan penerapan penggunaan antibiotik secara bijak
perlu disusun Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi (PPAB)
dengan harapan dapat digunakan sebagai acuan para klinisi DPJP dalam
menetapkan pilihan jenis antibiotik, rejimen dosis, dan lama pemberian
antibiotik dengan tepat, juga sebagai acuan dalam monitoring dan evaluasi
secara berkala.

1.2. Tujuan
Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi (PPAB) RSU dr.
H. KOESNADI bertujuan sebagai panduan para klinisi DPJP dalam menetapkan
pilihan jenis antibiotik, rejimen dosis, dan lama pemberian antibiotik yang tepat.

1.3.Definisi
Antibiotik : Zat yang dihasilkan oleh mikroba
terutama fungi, yang dapat menghambat pertumbuhan
atau membasmi mikroba jenis lain
Antibiotik Profilaksis : Pemberian antibiotik sebelum, saat dan
hingga 24 jam pasca operasi pada kasus yang secara

1
klinis tidak didapatkan tanda- tanda infeksi dengan
tujuan untuk mencegah terjadi infeksi luka operasi.
Antibiotik Empiris : Penggunaan antibiotik pada kasus infeksi
yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya.
Antibiotik Definitif : Penggunaan antibiotik pada kasus infeksi
yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola
resistensinya
Resistensi Antibiotik : Kemampuan mikroba untuk bertahan
hidup terhadap efek antibiotik sehingga tidak efektif
dalam penggunaan klinis.
Bakteri resisten : Bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik
yang pada awalnya efektif untuk mengobati infeksi
yang disebabkan oleh bakteri tersebut

1.4. Masa Berlaku


Kesesuaian pedoman ini memiliki batas waktu maksimal 3 tahun sehingga
diharapkan dalam 3 tahun kedepan dapat dievaluasi dan diperbarui kembali
berdasarkan pola kuman Rumah Sakit dr. H. KOESNADI dan
perkembangan evidence based.

1.5 Kelebihan dan Keterbatasan


1) Kelebihan
a) Panduan ini merujuk pada Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik
Kementerian Kesehatan RI dan Formularium Nasional.
b) Panduan ini merujuk pada Kebijakan Pengendalian Penggunaan
Antibiotik RSU dr. H. KOESNADI.
c) Panduan ini mempertimbangkan pola bakteri dan antibiogram RSU
dr. H. KOESNADI terbaru.
d) Panduan ini mengikuti perkembangan evidance base medicine
(EBM) terkini.
2) Keterbatasan
a) Panduan ini hanya digunakan sebagai acuan terapi antibiotik empiris
sebelum mendapatkan informasi hasil pemeriksaan mikrobiologi
sebagai terapi definitive.
b) Panduan ini perlu dilakukan evaluasi berkala dengan
mempertimbangkan perubahan pola bakteri dan perkembangan EBM

2
BAB II. KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENGGUNAAN
ANTIBIOTIK

Kebijakan Pengendalian Penggunaan Antibiotik telah ditetapkan


berdasarkan Keputusan Direktur RSU dr. H. KOESNADI nomor: 188.4/ 237/
301/ 2018, sebagai berikut:
1. PENATALAKSANAAN KASUS INFEKSI SECARA UMUM
a. Pasien dengan gejala infeksi dilakukan anamnesis, pemeriksaan klinis
dan pemeriksaan penunjang (laboratorium/ radiologi).
b. Apabila penyebab infeksi diduga bakteri/jamur, maka segera dilakukan
pengambilan sampel untuk pemeriksaan mikrobiologi dan diberikan
antibiotik empiris.
c. Setelah ada hasil pemeriksaan mikrobiologi, maka dilakukan de-eskalasi
untuk terapi antibiotik definitif dengan mempertimbangkan kondisi
klinis pasien.
d. Apabila hasil pemeriksaan mikrobiologi tidak ditemukan bakteri/jamur,
penanganan pasien dikaji sesuai kondisi klinis pasien dan pemeriksaan
laboratorium penunjang lainnya.
e. Penanganan kasus infeksi kompleks dan infeksi yang disebabkan oleh
bakteri pan-resisten, MRSA, MDRO seperti kelompok bakteri penghasil
ESBL, Carbapenem resisten perlu
penanganan secara multi-disiplin yang didiskusikan dalam forum
kajian kasus infeksi terintegrasi.
f. Penanganan penyakit infeksi kompleks dilakukan secara berjenjang
dimulai SMF (DPJP atau Tim PRA SMF) dan bila diperlukan KPRA
RSU dr. H. KOESNADI dapat dilibatkan dalam penanganan kasus
tersebut.
g. Tim PRA SMF dan KPRA RSU dr. H. KOESNADI dapat memberikan
bimbingan dan memantau perkembangannya.

2. PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
2.1 Ketentuan Umum
a. Penerapan penggunaan antibiotik secara bijak berdasarkan prinsip
penggunaan “antibiotic stewardship program (ASP)”.
b. Penggunaan antibiotik meliputi indikasi profilaksis pada
pembedahan dan indikasi terapi.
c. Antibiotik indikasi terapi terdiri dari terapi empiris dan terapi
definitif.
d. Jenis antibiotik yang digunakan untuk indikasi profilaksis pada
pembedahan tidak digunakan untuk indikasi terapi, begitu juga
sebaliknya.
2.2 Ketentuan Khusus
2.2.1 Antibiotik Terapi Empiris dan Definitif
a. Pemilihan terapi antibiotik empiris berdasarkan panduan
penggunaan antibiotik (PPAB) disusun berdasarkan pola
mikroba dan pola sensitivitas antibiotik di RSU dr. H.
KOESNADI, farmakokinetik- farmakodinamik serta kajian
evidence base medicine (EBM).
b. Terapi antibiotik empiris diberikan selama 3 hari untuk
dilakukan evaluasi respon klinis dan/ atau hasil laboratorium.
3
c. Terapi antibiotik definitif didasarkan hasil pemeriksaan
mikrobiologi sesuai prinsip penggunaan antibiotik secara
bijak. Penetapan jenis antibiotik harus mempertimbangkan
kendali mutu dan kendali biaya meliputi: aspek efektivitas,
keamanan, ketersediaan, biaya dan legalitas.

2.2.2 Antibiotik Profilaksis pada Pembedahan


a. Antibiotik profilaksis digunakan pada kategori operasi bersih
berisiko infeksi dan bersih kontaminasi.
b. Pemberian antibiotik profilaksis ditujukan untuk mencegah
kejadian infeksi daerah operasi (IDO), menurunkan morbiditas
dan mortalitas pasca operasi.
c. Saat pemberian 30-60 menit sebelum insisi, sekali pemberian
atau dosis tunggal dalam waktu 15-30 menit secara drip
intravena (dilarutkan dalam 100 ml normal saline pada pasien
dewasa) dan pemberian di kamar operasi.
d. Pemberian antibiotik profilaksis diulang bila terjadi
perdarahan lebih dari 1500 ml atau lebih dari 30% Estimated
blood volume = EBV (pada pasien anak
> 15% EBV) atau lama operasi lebih dari 3 jam, lama
pemberian maksimal 24 jam sejak pemberian antibiotik
profilaksis pertama, kecuali pada kasus- kasus tertentu (sesuai
Panduan Praktek Klinik= PPK).
e. Rekomendasi jenis antibiotik profilaksis adalah Cephalosporin
generasi I (Cefazolin) atau generasi II (Cefuroxime), kecuali
pada kasus-kasus tertentu (sesuai PPK)
2.2.3 Antibiotik Profilaksis pada Non Bedah
Antibiotik profilaksis pada kasus non-bedah mengacu pada PPK
yang berlaku dan referensi berbasis bukti (EBM) yang telah
disepakati di rumah sakit
2.2.4 Antibiotik kombinasi
a. Pemberian antibiotik lebih dari satu jenis ditujukan untuk
meningkatkan sinergisme efek antibiotik pada infeksi yang
spesifik dan mengurangi risiko timbulnya bakteri resisten.
b. Indikasi penggunaan kombinasi antibiotik pada kasus infeksi
yang dicurigai atau diketahui disebabkan lebih dari satu
mikroba patogen dan tidak bisa diatasi dengan satu jenis
antimikroba.
c. Pertimbangan pemberian kombinasi antibiotik berdasarkan
PPK yang berlaku dan referensi berbasis bukti
2.2.5 Kategorisasi Restriksi Antibiotik
a. Pengaturan pembatasan penggunaan antibiotik mengacu pada
aturan regulasi “restriksi” Formularium Nasional (FORNAS)
b. Jenis kategorisasi antibiotik meliputi :
1) Antibiotik lini pertama (unrestricted) diresepkan oleh dokter
umum, PPDS, dan DPJP. Antibiotik lini pertama meliputi:
a. Aminoglikosida: Gentamycin
b. Penisillin : Ampicillin, Amoxicillin
c. Penisillin + penghambat betalaktamase: Ampicillin-
sulbactam, Amoxicillin- clavunalat
acid
4
d. Cephalosporin generasi I: Cephradin, Cephalexin,
Cefadroxil, Cefazolin
e. Cephalosporin generasi II: Cephaclor,
Cefuroxime
f. Phenicol: Chloramphenicol,
Thiamphenicol
g. Golongan Linkosamide: Clindamycin oral
h. Golongan makrolide: Erythromycin, Spiramycin,
Clarithromycin,
Azithromycin
i. Golongan quinolone: Ciprofloxacin
j. Golongan tetrasiklin: Tetracyclin,
Doxicyclin
k. Kombinasi trimethoprim/sulfametoksazol:
Cotrimoxazole oral
l. Golongan imidazol: Metronidazole
2) Antibiotik lini kedua atau restricted
Antibiotik lini kedua (restricted) diresepkan oleh DPJP atau
PPDS dibawah supervisi DPJP dan mendapat persetujuan
konsultan infeksi. Antibiotik lini kedua meliputi:
a. Cephalosporin gen III oral: Cefixime,
Cefditoren, Cefpodoxim-proxetil
b. Cephalosporin gen III injeksi: Ceftriaxone, Cefotaxime,
Ceftazidime, Cefoperazon,
Cefoperazon-sulbactam, Ceftizoxime
c. Cephalosporine gen IV injeksi: Cefepime,
Cefpirome
d. Fluoroquinolon gen III-IV: Levofloxacin, Ofloxacin,
Moxifloxacin,
e. Golongan monobaktam: Aztreonam
f. Golongan aminoglikoside: Amikacin,
FosfomycinGolongan lain: Nitrofurantoin, Colistin per-
oral
3) Antibiotik lini ketiga atau reserved
Antibiotik lini ketiga (reserved) termasuk dalam antibiotik
pengendalian khusus, diresepkan DPJP untuk indikasi
tertentu atas persetujuan tim ASP (tim PGA-KPRA).
Adapun tata laksana pelayanan antibiotik pengendalian
khusus diatur dalam standar prosedur operasional (SPO).
Antibiotik lini ketiga meliputi:
a. Golongan Carbapenem inj (Meropenem, Ertapenem,
Doripenem, Imipenem-cilastatin)
b. Vancomycin inj
c.Piperacillin-tazobactam inj
d.Tygecycline inj
e. Linezolide inj
f. Polimixin B inj g.Colistin inj
h.Cotrimoxazole inj

3. PANDUAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK (PPAB)


a. Setiap SMF/Departemen menyusun panduan penggunaan antibiotik
5
mengacu pada panduan praktek klinik terkait penggunaan antibiotik
(PPK-PAB) dan kebijakan pengendalian penggunaan antibiotik RSU dr.
H. KOESNADI
b. Pemilihan jenis antibiotik pada panduan penggunaan antibiotik (PPAB)
disusun berdasarkan pertimbangan pola mikroba dan pola sensitivitas
antibiotik di RSU dr. H. KOESNADI, farmakokinetik-farmakodinamik
serta kajian evidence base medicine (EBM).
c. Usulan draft PPAB masing-masing Dep/SMF akan dikaji bersama oleh
KPRA, KFT dan SMF terkait, selanjutnya ditetapkan dan disahkan oleh
Direktur RSU dr. H. KOESNADI
d. Evaluasi dan revisi PPAB dilakukan secara berkala setiap 2-3 tahun

4. PEMANTAUAN DAN EVALUASI


a. Pemantauan dan evaluasi kebijakan dilakukan secara berkala setiap
tahun
b. Indikator evaluasi sebagai berikut:
• kuantitas penggunaan antibiotik
• kualitas penggunaan antibiotik
• kepatuhan terhadap kebijakan dan panduan penggunaan antibiotik
• pola mikroba, pola sensitivitas dan resistensi antimikroba
• angka kejadian infeksi di rumah sakit yang disebabkan oleh mikroba
resisten
c. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dilakukan secara kolaboratif dan
koordinatif antara KPRA, KFT, KPPI, Instalasi Mikrobiologi Klinik,
Instalasi Farmasi, dan SMF terkait.

5. SOSIALISASI DAN EDUKASI


a. Sosialisasi dan edukasi dalam meningkatkan pemahaman pengendalian
dan penggunaan antibiotik bijak dilakukan pelatihan atau workshop
bagi:
• staf medik fungsional (DPJP)
• tenaga keperawatan
• tenaga kefarmasian
• Dokter Iternsip
b. Pelaksanaan pelatihan atau workshop bekerjasama dengan Bidang
DIKLAT RSU dr. H. KOESNADI

6
BAB III. PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS
Infeksi Daerah Operasi (IDO) atau Surgical site infection (SSI) adalah
infeksi pada tempat operasi merupakan salah satu komplikasi utama operasi
yang meningkatkan morbiditas dan biaya perawatan penderita di rumah sakit,
bahkan meningkatkan mortalitas penderita. Angka kejadian IDO pada suatu
institusi penyedia pelayanan kesehatan mencerminkan kualitas pelayanan
institusi tersebut.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi (faktor risiko) terjadinya IDO
antara lain:
1. Sifat operasi (derajat kontaminasi operasi),
2. Nilai ASA (American Society of Anesthesiologists),
3. Komorbiditas DM (Diabetes Mellitus),
4. Suhu praoperasi,
5. Jumlah lekosit
6. Operasi yang lama (Prolonged Operation)
7. Obesitas
8. Malnutrisi
9. Penggunaan kotrikosteroid jangka panjang
10. Rematoid arthritis
11. Rokok
12. Infeksi nasokomial
13. Kehilangan banyak darah durante operasi (Massive Blood Loss)
Kategori atau kelas operasi berdasarkan klasifikasi Mayhall, sebagai berikut:

Tabel.1 Kategori/kelas operasi (Mayhall Classification)


Kelas Defini Pengguna
Operasi si an
Antibioti
k
Operasi bersih Operasi yang dilakukan pada Kelas operasi
daerah dengan kondisi pra bedah bersih terencana
tanpa infeksi, tanpa membuka umumnya tidak
traktus (respiratorius, memerlukan
gastrointestinal, urinarius, bilier), antibiotik
operasi terencana, atau penutupan profilaksis
kulit primer dengan atau tanpa kecuali pada
digunakan drain beberapa jenis
operasi, misalnya
mata, jantung
dan sendi
Operasi Operasi yang dilakukan pada Pemberian
bersih- traktus (digestivus, bilier, antibiotik
kontaminasi urinarius, respiratorius, profilaksis pada
reproduksi kecuali ovarium) kelas operasi
atau operasi tanpa disertai bersih
kontaminasi perlu
kontaminasi yang nyata
dipertimbangkan
manfaat dan
risikonya karena
bukti ilmiah
mengenai
efektivitas
antibiotik
profilaksis
belum ditemukan
7
Operasi Operasi yang membuka saluran Kelas operasi
Kontaminasi cerna, saluran empedu, saluran kontaminasi
kemih, saluran napas sampai memerlukan
orofaring, saluran reproduksi antibiotik terapi
kecuali ovarium atau operasi yang (bukan
tanpa pencemaran nyata (Gross profilaksis)
spillage)
Operasi Kotor Adalah operasi pada perforasi Kelas operasi
saluran cerna, saluran kotor
urogenital atau saluran napas memerlukan
yang terinfeksi ataupun operasi antibiotik terapi
yang melibatkan daerah yang (bukan profilaksis)
purulen
(inflamasi bakterial). Dapat pula
operasi pada luka terbuka lebih
dari 4 jam setelah kejadian atau
terdapat jaringan non-vital yang
luas atau nyata kotor

3.1 Bedah Digestive

Jenis/Prosedur Kelas Jenis dan Durasi KET


operasi Opera Rejimen Dosis (level
of
si Antibiotik evidenc
B/BK e)
Herniotomy B Cefazolin 1-2 Dosis A
open/laparosc gram, iv drip 15 tunggal
opi menit,
30-60
menit
sebelum
insisi
Splenectomy (resiko B Cefazolin 1-2 Dosis A
potensial infeksi) gram. iv drip 15 tunggal
menit,
30-60
menit
sebelum
insisi
Appendicitis B Cefazolin 1-2 Dosis A
tanpak K gram, iv drip 15 tunggal
komplikasi menit +
→(open/ Metronidazole
laparoscop) 500 mg iv drip,
30-60 menit
sebelum
insisi
Cholecystectomy B Cefazolin 1-2 A
(resiko rendah)→ K gram, iv drip 15
open/laparoscopi menit,
30-60
menit
sebelum
insisi
Gastroduodena B Cefazolin 1-2 Dosis A
l procedure/ K gram, iv drip 15 tunggal
vagotomy/ menit,
8
pancreaticodudenecto 30-60
my, antireflux, menit
pancreatectomy sebelum
insisi
Small Intestine B Cefazolin 1-2 Dosis A
procedure K gram, iv drip 15 tunggal
menit,
30-60
menit
sebelum
insisi
Obstructed B Cefazolin 1-2 Dosis A
K gram, iv drip 15 tunggal
menit +
Metronidazole
500 mg iv drip,
30-60 menit
sebelum
Insisi
Colorectal procedure B Cefazolin 1-2 Dosis A
K gram, iv drip 15 tunggal
menit +  max
Metronidazole 24 jam
500 mg iv drip,
30-60 menit
sebelum
Insisi
*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi
Terkontaminasi

3.2 Bedah Onkologi

Jenis/Prosed Kelas Jenis dan Durasi KET


ur Opera Rejimen Dosis (level
of
operasi si Antibiotik evidenc
B/BK e)
Eksisi tumor B Cefazolin 1-2 Dosis A
mamma gram, iv drip 15 tunggal
Ginekomastia menit,
Mamma 30-60
aberans menit
sebelum
insisi
Eksplorasi B Cefazolin 1-2 Dosis A
duktus mama gram, iv drip 15 tunggal
menit,
30-60
menit
sebelum
insisi
mastektomi B Cefazolin 1-2 Dosis A
gram. iv drip 15 tunggal
menit,
30-60
menit
sebelum
insisi
Rekonstruksi B Cefazolin 1-2 Dosis A
payudara gram, iv drip 15 tunggal
menit,
9
30-60
menit
sebelum
insisi
Operasi lain B Cefazolin 1-2 Dosis A
pada payudara gram, iv drip 15 tunggal
menit,
30-60
menit
sebelum
insisi
Sentinel node B Tanpa Antibiotik Dosis A
biopsy tunggal
Biopsy B Tanpa Antibiotik Dosis A
stereotaktik tunggal
Eksisi luas B Cefazolin 1-2 Dosis A
lesi kulit gram, iv drip 15 tunggal
menit,
30-60
menit
sebelum
insisi
Skin plasty dan B Cefazolin 1-2 Dosis A
repair luka gram, iv drip 15 tunggal
menit,
30-60
menit
sebelum
insisi
Flap atau graft B Cefazolin 1-2 Dosis A
pedikel gram, iv drip 15 tunggal
menit, 30-60
menit sebelum
insisi
Tumor B Cefazolin 1-2 Dosis A
otot , gram, iv drip 15 tunggal
tendon, menit,
fasia 30-60
menit
sebelum
insisi
Amputasi B Cefazolin 1-2 Dosis A
dan gram, iv drip 15 tunggal
disartikulas menit,
i 30-60
ekstremitas menit
sebelum
insisi
Mastektomi + B Cefazolin 1-2 Dosis A
inflamasi K gram, iv drip 15 tunggal
menit, max 24
30-60 jam
menit
sebelum
insisi
Eksisiluas B Cefazolin 1-2 Dosis A
lesi kulit + K gram, iv drip 15 tunggal
inflamasi menit, max 24
30-60 jam
menit
10
sebelum
insisi
Skin graft B Cefazolin 1-2 Dosis A
K gram, iv drip 15 tunggal
menit, max 24
30-60 jam
menit
sebelum
insisi
Skin plasty B Cefazolin 1-2 Dosis A
atau repair K gram, iv drip 15 tunggal
luka + menit, max 24
inflamasi 30-60 jam
menit
sebelum
insisi
Tumor otot, B Cefazolin 1-2 Dosis A
tendon, K gram, iv drip 15 tunggal
fasia + menit, max 24
inflamasi 30-60 jam
menit
sebelum
insisi
Ovarektomi B Cefazolin 1-2 Dosis A
bilateral, K gram, iv drip 15 tunggal
salfingo- menit, max 24
ovarektomi 30-60 jam
bilateral menit
sebelum
insisi
Amputasi B Cefazolin 1-2 Dosis A
dan K gram, iv drip 15 tunggal
disartikulas menit, max 24
i 30-60 jam
ekstremitas menit
+ inflamasi sebelum
insisi
*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi
Terkontaminasi

3.3 Bedah Orthopaedi dan Traumatologi

Jenis/Prosed Kelas Jenis dan Durasi KE


ur Opera Rejimen Dosis T
(level
operasi si Antibiotik of
B/BK evidenc
e)
Operasi Bersih B Cefazolin 1-2 Dosis C
Meliputi gram, iv drip 15 tunggal
tangan, lutut menit,
atau kaki dan 30-60
tidak meliputi menit
implantasi sebelum
benda asing insisi
Prosedur khusus B Cefazolin 1-2 Dosis A
dengan atau gram. tunggal
tanpa iv drip 15 menit,
instrumentasi 30-60 menit
sebelum insisi
Prosedur soft B Cefazolin 1-2 Dosis A
11
K gram.
tissue atau iv drip 15 menit, tunggal
sejenis
yang beresiko 30-60 menit  max
kontaminasi sebelum insisi 24 jam
pada
Cerebral Spinal
Fluid (Spine
decompresi)
Prosedur B Cefazolin 1-2 Dosis A
operasi K gram,
tahap kedua iv drip 15 menit, tunggal

dalam satu 30-60 menit max 24
waktu
MRS yang sebelum insisi jam
sama
*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi
Terkontaminasi

3.4 Obstetri dan Ginekologi

Jenis/Prosedur operasi Kelas Jenis Duras KET


Opera dan i (level
si Rejimen of
B/BK Dosis evidenc
Antibiot e)
ik
Kuretase (abortus B Tanpa - IA
inkomplit / K Antibiotik
„missed abortion‟)
Kuretase (biopsi B Tanpa - IIID
endometrium) K Antibiotik
Kuretase(„induced B Doksisiklin max 5 IA
abortion‟) K 100 mg p.o hari
1 jam pre
op & 200
mg 1 jam
post op
Alternatif:
Metronidaz
ole 500 mg
p.o 1 jam
pre op, tiap
12 jam
Pemasangan IUD B Tanpa - IA
K Antibiotik
Seksio cesarea B Cefazoline Dosis IA
K i.v drip 15 tunggal
menit 
Dosis:2gr max
(<120kg) 24 jam
atau 3gr (>
120kg)

12
Diberikan
30-
60 menit
sebelum
insisi
Histerektomi (abdominam, B Cefazoline Dosis IA
vaginam, laparoskopi) K i.v drip 15 tunggal
menit 
Dosis:2gr max
(<120kg) 24
atau 3gr (> jam
120kg)
Diberikan
30-
60 menit
sebelum
insisi
*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi
Terkontaminasi

3.5 Bedah Mulut


Jenis/Prosedu Kelas Jenis dan Durasi KET
r operasi Operasi Rejimen Dosis (level of
B/BK evidenc
Antibiotik e)
Resek si BK Cefazolin 2gram Dosis IA
mandibula + metronidazole tunggal
dengan inf 500 mg, drip 
rekonstruksi selama 15 max
plat menit, saat 30 24
menit jam
sebelum
operasi
Reseksi BK Cefazolin 2gram Dosis IA
mandibula + metronidazole tunggal
dengan inf 500 mg, drip 
rekonstruksi selama 15 menit, max
autograft saat 30 menit 24
sebelum jam
operasi
Hemimaksilekto BK
mi Cefazolin 2gram, Dosis IA
Sialodektomi BK
drip selama 15 tunggal
Eksisi plunging BK 
ranula menit, saat 30
Marginal BK menit sebelum max
mandibulektomi operasi 24
Eksisi luas BK jam
Enukleasi BK
Marsupialisasi BK
Grafting mukosa BK
oris
Palatoraphy BK
Plating B/B
mandibula K
Plating maksila B/B
K
Plating zygoma B/B
K
Insisi dan BK Cefazolin 2gram Dosis IA
drainage abses + metronidazole tunggal
inf 500 mg, drip 
13
selama 15 menit, max
saat 30 menit 24
sebelum jam
operasi
Odontektomi BK Dosis IA
berat Cefazolin 2gram, tunggal
Ekstraksi BK
drip selama 15 
gigi dengan menit, saat 30 max
penyulit menit sebelum 24
sistemik
BK operasi jam
Debridement
dan replantasi
gigi serta IA
stabilisasi
dengan arch Cefazolin 2gram,
bar/braket drip selama 15 Dosis
Multipel insisi BK menit, saat 30 tunggal
dan 
drainage menit sebelum
phlegmon operasi max
Vestibuloplasty/ BK 24
alv eolektomi jam
Pemasangan BK
dental implant
*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi
Terkontaminasi

14
BAB IV. PENGGUNAAN ANTIBIOTIK TERAPI
EMPIRIS

Penggunaan antibiotik terapi empiris adalah penggunaan antibiotik pada


kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. Terapi antibiotik
empiris diberikan selama 3-5 hari untuk dilakukan evaluasi respon klinis dan/
atau perkembangan hasil laboratorium. Setelah ada hasil pemeriksaan
mikrobiologi maka segera disesuaikan antibiotik definitif sesuai hasil
antibiogramnya.
Yang dimaksud antibiotik pilihan pertama adalah antibiotik yang
menjadi pilihan pertama untuk terapi empiris. Antibiotik pilihan kedua adalah
antibiotik yang digunakan jika antibiotik pilihan pertama tidak dapat digunakan
dengan alasan kondisi khusus, misalkan tidak memberikan respon perbaikan
klinis , terjadi reaksi efek samping obat/ reaksi alergi, kontra indikasi, terkait
ketersediaan obat. Antibiotik pilihan ketiga adalah antibiotik yang digunakan
jika antibiotik pilihan pertam dan antibiotik pilihan kedua tidak dapat digunakan
karena kondisi khusus.
4.1 Daftar diagnosis klinis infeksi dan terapi antibiotik empirik pada pasien
dewasa

Diagnosis Bakteri Nama dan Regimen Durasi Ket


infeksi Pathog Dosis Antibiotik
en
penyeba
b
terserin
g
Infeksi
saluran
kemih:
 Sistitis E.coli Cotrimoxazole po 500 3 hari
mg,
tiap 8 jam/hari
 Pielonefriti E.coli 7 hari
s Pilihan I:
Ciprofloxacin po 500
mg tiap 12 jam atau

Cotrimoxsazol po 400 7 hari


mg tiap 12 jam

Pilihan II:
Ceftriaxon iv 1
gram tiap 12 jam
Leptospirosis Pilihan I: 10 hari
Penicillin- Procain im
1.2 juta unit tiap 6 jam

Atau 7 hari
Doxicyclin peroral 100
mg
15
tiap 12 jam
7 hari
Pilihan II:
Ceftriaxon iv, 1 gram
tiap 12 jam,
Demam tifoid Salmonel Pilihan I:
la thyphi Ciprofloxacin PO 500 7 hari
mg
tiap 12 jam
atau
7 hari
Cotrimoxazole PO 2
tablet
forte tiap 12 jam 7 hari
Atau
Ceftriaxone iv 1 gram
tiap 12 jam 7 hari

Pilihan II:
Levofloxacin inf 750 mg
tiap 24 jam

Diabetic Bakteri Pilihan I:


food gram Ciprofloxacin iv 400 10 hari
infection negatif mg tiap 12 jam
plus
Metronidazole iv 500
mg tiap 8 jam

Pilihan II: 10 hari


Ceftriaxon iv 1 gram
tiap 12 jam

plus
Metronidazole
iv 500 mg tiap 8 jam

Diare akut Shigell Ciprofloxacin per-oral 3 hari


karena infeksi a, 500 mg tiap 12 jam atau
bakteri 200 mg iv tiap 12 jam
E.coli
Salmonella 7 hari
Ciprofloxacin per-oral
500 mg tiap 12 jam

atau 200 mg iv tiap 12


jam
Vibrio 3 hari
cholera
Ciprofloxacin per-oral
500 mg tiap 12 jam

atau 200 mg iv tiap 12


jam
Dysentri Entamoe Metronidazole per-oral, 10 hari
amoeba ba 750 mg tiap 8 jam
16
histolytic
a
Sepsis Bakteri Pilihan I:
gram Ampicillin- sulbactam 5 hari
negatif 500 mg IV tiap 6 jam
dan atau Pilihan II:
gram
positif 5 hari
Cefoperazone-
sulbactam 500 mg IV
tiap 8 jam
Septik syok Bakteri Pilihan I:
gram Cefoperazone- 5 hari -
negatif sulbactam 500
dan atau
positif
mg IV tiap 8 jam
Pilihan II:
Meropenem 500 mg IV
tiap 8 jam 5 hari Perset
ujua n
tim
ASP
(PGA-
KPRA
)
Pneumonia Pilihan I: 5 hari
Erythromycin
komunitas 500 mg PO tiap 8 jam
(CAP), rawat Pilihan II:
jalan tanpa Klaritromisin
komorbid 500 mg PO tiap 12 5 hari
jam Pilihan III:
Azitromisin
500 mg PO tiap 24 3 hari
jam
Pneumonia Pilihan I:
komunitas levofloxacin 500 mg 5 hari
(CAP), rawat PO
tiap 12 jam Pilihan II:
jalan dengan Moksifloksasi 5 hari
komorbid n 400 mg PO tiap 24
jam
Pneumonia Pilihan I: levofloxacin
komunitas 750 mg IV tiap 24 jam 5 hari
(CAP), Rawat Pilihan II:
Moksifloksasi n 400 mg
inap non ICU IV 5 hari
tiap 24 jam

Pneumonia Pilihan I: levofloxacin


komunitas 750 mg IV tiap 24 jam 5 hari
(CAP), rawat Pilihan II:
Moksifloksasi n 400 mg
inap ICU IV 5 hari
tiap 24 jam

17
Hospital Pilihan I:
acquired Levofloxacin 750 mg 5 hari
pneumonia IV tiap 24 jam
(HAP) Pilihan II:
Cefoperazon- sulbactam 5 hari
1
gram IV tiap 8 jam
5 hari

Ventilator Pilihan I: Cefoperazon-


associated sulbactam 1 gram IV 5 hari
pneumonia tiap 8 jam
(VAP) Pilihan II: Amikasin
750 mg IV tiap 24 5 hari
Jam atau Levofloxacin
750 mg atau
moxifloxacim 1x 400
mg IV
Meningitis:
Immuno- S. pneumo, Pilihan I: Ceftriaxone Terapi
competent * N. meningi, 2 gram IV tiap 12 jam 14 hari dihenti
Usia < 50 H. Pilihan II: (Jika terjadi kan
tahun influenza reaksi alergi)
jika
Moxifloxacin
400 mg IV tiap 24 jam hasil
kultur
Pilihan I: Ceftriaxone 2 LP
gram IV tiap sebelu
12 jam PLUS 14 hari m
Immuno- S. Ampicillin 2 gram IV
competent * pneumo, terapi
tiap 4
Usia > 50 Listeria, jam antibiot
tahun ik
H. influenza.
N. negativ
14 hari
mening, e pada
grup B 48 jam
streptoco ATAU
cci tidak
ada
PMN
pada
hitung
jenis
Pilihan II:
(jika
Imuno- S. pneumo, terjadi
compromised N. mening, reaksi 14 hari
(transplan H. alergi)
organ solid, influenza, Moxifloxaci
leukemia atau Listeria, n 400 mg IV
neutropenia) (Gram tiap 24 jam
negative)

18
Pilihan I:
Cefepime
2
gram IV tiap
8 jam

PLUS
Ampicillin
2
gram IV tiap
4 jam
Meningitis post S. pneumo Pilihan I: 14 hari
neurosurgery (jika CSF Cefepime
atau trauma bocor), H.
penetrasi kepala influenza, 2 gram IV
tiap 8 jam 14 hari
Staphyloco
cci Pilihan II:
, (jika
Gram-
negativ terjadi
es reaksi
alergi)
Ciprofloxaci
n 400 mg IV
tiap 8-12
jam
Shunt S. aureus, Pilihan I:
yang coagulase- Cefepime 7-14
terinfeksi negatif hari
staphyloco 2 gram IV
cci, tiap 8 jam
Gram Pilihan II:
- (jika
negati
terjadi
ve
reaksi
(jaran
alergi)
g)
Ciprofloxaci
n 400 mg IV
tiap 8-12
jam
Abses Cerebri S. aureus, Pilihan I:
Streptococci Ceftriaxone 2
,

19
Sumber Gram- gram IV 14-21
tidak negativ tiap 12 jam hari
diketahui e, PLUS
Anaero Metronidaz
b ole 400 mg
IV tiap 6
jam
Pilihan II:
Ciprofloxaci
n 400 mg IV
tiap 8 jam
PLUS
Metronidazo
le 400 mg
IV tiap
6 jam

4.2 Daftar diagnosis klinis infeksi dan terapi antibiotik empirik pada pasien
anak

Diagnos Bakteri Nama dan Durasi Ke


is Pathog Regimen t
infeksi en Dosis
penyeba Antibiotik
b
terserin
g
Bullous Cloxacillin PO 10-14 hari
impetigo, atau IV 15
Cellulitis of mg/kgBB/dosi
s
unknown tiap 8 jam
etiologi,
Cellulitis
buccal,
pyoderma,
staphylococ
ca
l scalded
skin
syndrome
Leptospirosis, Leptospira Ceftriaxon 7 hari
pasien rawat IV 50
inap mg/kgBB/ha
ri, tiap 24
jam
Leptospirosis,
pasien rawat Doxicyclin
jalan peroral 4 7-10 hari
(usia > 7 th) mg/kgBB/ha
ri (maks
200mg/hari)
, tiap 12 jam
Typhoid Salmonel Pilihan I:
fever la Chlorampheni 7-10 hari
Typhosa co l PO atau
IV 50- 100
20
mg/ kg/hari,
tiap 6 jam bila
intoleransi
Pilihan II: 10 hari
dengan
Cotrimoxazo Chloramp
le PO
8 mg/kg/ 5 hari
hari dari Bila
TMP tiap tifoid
12 jam berat
Pilihan III:
Ceftriaxone 10-14 hari life
IV 100 threateni
mg/kgBB/ha g
ri, tiap 12 pengguna
jam an tidak >
Pilihan IV: 2 minggu
Ciprofloxaci
n IV atau PO
15 mg/kg/
kali, tiap 12
jam
Diphtheria Corynebact Pilihan I: 10-14 hari
eri um Erythromyci
difteria n PO 40-50 10-14 hari
mg/kg/hari,
tiap 6 jam Difteri
berat
Pilihan II:
Penicilli
n
procain
inj
50.000-
100.000
IU/kgBB/
hari, tiap 12
jam
Pharyngiti Amoxicillin 10 hari
s bakterial PO 50-75
mg/kg/hari,
tiap 8 jam
10 hari
Atau
Erythromyci
n PO 40
mg/kg/hari,
tiap 6 jam
Sepsis Bakteri Pilihan I:
gram Ampicillin 10-14 hari
negative Sulbactam
atau gram IV 200
pisitive mg/kgBB/hari,
terbagi 4 dosis
tiap 6 jam
Jika tidak
ada
perbaikan 10-14 hari
21
klinis dalam
waktu 3 hari
dan
procalcitonin
meningkat, 7 hari
maka dapat
ditambahkan
:
Sebagai
Gentamycin
terapi
Inj 5-7
definitive
mg/kgBB/har
sesuai
i, terbagi
hasil
dalam 1-
kultur
2 dosis tiap
dan atau
12-
persetujua
24 jam
n
Tim ASP
Pilihan II:
Meropenem
IV 30-
120mg/kgBB/ (PGA-
ha ri terbagi KPRA)
dalam 2-3
dosis, tiap
8-12 jam
Pneumoniae bakteria Pilihan I:
pada anak atipikal Ampicilin 10 hari
usia Mycoplasm IV 50-100
< 3 tahun a mg/
pneumonia kgBB/hari
e tiap 12 jam 10 hari
Streptococ
cus Pilihan II:
pneumonia
e
Gentamycin
IV 5-7.5
mg/kgBB/h
r tiap 12-24
jam
Pilihan III: 10 hari
Cefotaxim
IV 150-
200 mg/
kgBB/hr
tiap 8 jam
Pneumonia bakteria Pilihan I:
e pada anak atipikal Ampicilin 10 hari
usia 3-5 Mycoplasm IV 50-100
tahun a mg/
pneumonia kgBB/hari tiap
e 8 jam 10 hari
Streptococ
cus Pilihan II:
pneumonia
e

22
Cholrampheni
co l IV 50
mg/kgBB/hr
10 hari
tiap 8 jam
Pilihan III:
Cefotaxim
IV 150-
200 mg/
kgBB/hr
tiap 8 jam
Pneumoniae bakteria Pilihan I:
pada anak atipikal
usia
> 5 tahun Mycoplasm Ampicilin 10 hari
a IV 50-100
pneumonia mg/
e kgBB/hari
Streptococ tiap 6-8 jam 10 hari
cus Pilihan II:
pneumonia
e Cholrampheni
co l IV 50 10 hari
mg/kgBB/hr
tiap 8 jam
Pilihan III:
Ceftriaxon
IV 50-75
mg/kgBB/h
ari tiap 12-
24 hari

4.3 Daftar diagnosis klinis infeksi dan terapi antibiotik empirik pada pasien
neonatus

Diagnosi Bakteri Nama dan Durasi Ket


s infeksi Pathoge Regimen
n Dosis
penyeba Antibiotik
b
tersering
Sepsis Stafilokok Pilihan I: 3-14
neonatoru us hari
Ampisilin IV
m awitan coagulase
dini negative, 50
E Coli, mg/kgBB/dosis
Klebsiela tiap 12 jam per
Sepsis Pneumonia hari 3-14
neonatoru , hari
DAN
m awitan Enterococc
lambat Gentamisin IV
us,
Pseudomon 5
a, mg/kgBB/dosis
Stafilokoku
s aureus Beral lahir
<1200 g
Usia 7
23
hari : tiap
48 jam
Usia 8-30 hari :
tiap 36 jam
Usia >30
hari : tiap
24 jam
Berat lahir 1200
g
Usia 7
hari : tiap
36 jam
Usia >7
hari : tiap
24 jam
Pilihan II:
Cefoperazone- 3-14
sulbactam IV 50 hari
mg/kgBB/dosis
tiap 12-8 jam
per hari DAN
Amikasin IV 3-14
7,5 hari
mg/kgBB/dosis
Usia kronologis
:
<28 minggu tiap
36 jam
28-29 minggu tiap
24 jam
30-35 minggu tiap
18 jam
36 minggu tiap
12 jam
37 minggu
dan > hari tiap
8 jam
Pilihan III:
Meropenem IV 10-14 Sebagai
20- hari
40mg/kgBB/dosis terapi
usia 7 hari tiap definiti
12 ve
jam
usia >7 hari tiap 8 sesuai
jam hasil
DAN /ATAU 10-14 kultur
Amikasin IV hari dan
7,5 mg/kg/kali
Usia kronologis : atau
<28 minggu tiap persetuj
36 u an
Tim
ASP
(PG
A-
jam KPRA)
28-29 minggu tiap
24 jam
30-35 minggu tiap
18 jam
36 minggu tiap
12 jam
24
37 minggu dan
> hari tiap 8 jam

25
BAB V. EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
Evaluasi penggunaan antibiotik di rumah sakit, sesuai peraturan menteri
kesehatan R.I nomor.8 tahun 2015 dalam pasal 10 (2) disebutkan bahwa
evaluasi penggunaan antibiotik di rumah sakit sebagaimana menggunakan
metode audit kuantitas penggunaan antibiotik dan audit kualitas penggunaan
antibiotik.

5.1 Audit Kuantitas Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit

Untuk memperoleh data yang baku dan dapat diperbandingkan dengan


penelitian di tempat lain, maka Badan Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan
klasifikasi penggunaan antibiotik secara Anatomical Therapeutic Chemical
(ATC) Classification dan pengukuran kuantitas penggunaan antibiotik dengan
defined daily dose (DDD)/100 patient-days.

Defined daily dose (DDD) adalah dosis harian rata-rata suatu obat yang
digunakan pada orang dewasa untuk indikasi utamanya. Perlu ditekankan di sini
bahwa DDD adalah unit baku pengukuran, bukan mencerminkan dosis harian
yang sebenarnya diberikan kepada pasien (prescribed daily doses atau PDD).
Dosis untuk masing-masing individu pasien bergantung pada kondisi pasien
tersebut (berat badan, dll). Dalam ATC classification system obat dibagi dalam
kelompok menurut sistem organ tubuh, menurut sifat kimiawi, dan menurut
fungsinya dalam farmakoterapi. Terdapat lima tingkat klasikasi, yaitu:

 Tingkat pertama: kelompok anatomi (mis: untuk saluran pencernaan


dan metabolisme)
 Tingkat kedua: kelompok terapi/farmakologi obat
 Tingkat ketiga: subkelompok farmakologi
 Tingkat keempat: subkelompok kimiawi obat
 Tingkat kelima: substansi kimiawi obat Contoh:

J anti-infeksi untuk penggunaan sistemik (Tingkat


pertama: kelompok anatomi)
J01 antibakteri untuk penggunaan sistemik (Tingkat
kedua: kelompok terapi/farmakologi)
J01C beta-lactam antibacterial, penicillins (Tingkat
ketiga: subkelompok farmakologi)
J01C A penisilin berspektrum luas
(Tingkat keempat: subkelompok kimiawi obat)
J01C A01 ampisilin
(Tingkat kelima: substansi kimiawi obat)

J01C A04 amoksisilin


(Tingkat kelima: substansi kimiawi obat)

26
Cara perhitungan DDD
Data yang berasal dari pasien digunakan rumus untuk setiap pasien:

jumlah dosis konsumsi antibiotik dalam gram jumlah


konsumsi (DDD) = ---------------------------------------------------
DDD antibiotik dalam gram

total DDD
DDD/100 patient days = ------------------------------ x 100
total jumlah hari-pasien

Keterangan:
jumlah hari-pasien = jumlah hari perawatan seluruh pasien dalam
suatu periode studi

5.2 Audit Kualitas Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit


Kualitas penggunaan antibiotik dapat dinilai dengan melihat form
penggunaan antibiotik dan rekam medik pasien untuk melihat perjalanan
penyakit. Setiap kasus dapat dipelajari dengan mempertimbangkan gejala klinis
dan hasil laboratorium apakah sesuai dengan indikasi penggunaan antibiotik,
apakah tepat pemilihan jenis antibiotik, apakah tepat rejimen dosis, lama
pemberian dan saat pemberiannya.

Penilai (reviewer) sebaiknya lebih dari 1 orang (tim KPRA) dan


digunakan alur penilaian menurut Gyssens untuk menentukan kategori kualitas
setiap antibiotik yang digunakan. Bila terdapat perbedaan yang sangat nyata di
antara reviewer maka dapat dilakukan diskusi panel untuk masing-masing kasus
yang berbeda penilaiannya.
Pola penggunaan antibiotik hendaknya dianalisis dalam kaitannya
dengan laporan pola mikroba dan kepekaannya 39 terutama terhadap mikroba
multi-resisten, sekurang-kurangnya satu tahun sekali.
Kategori hasil penilaian (Gyssens
flowchart):

Kategori 0 : Penggunaan antibiotik


tepat dan rasional
Kategori I : tidak tepat saat (timing)
pemberian antibiotik
Kategori II A : tidak tepat dosis
pemberian antibiotik
Kategori II B : tidak tepat interval
pemberian antibiotik
Kategori II C : tidak tepat rute
pemberian antibiotik Kategori III A :
pemberian antibiotik terlalu lama
Kategori III B : pemberian antibiotik
terlalu singkat Kategori IV A : tidak
tepat pilihan antibiotik karena ada
antibiotik lain yang lebih efektif
Kategori IV B : tidak tepat pilihan
antibiotik karena ada antibiotik lain
yang lebih aman
Kategori IV C : tidak tepat pilihan
antibiotik karena ada antibiotik lain
yang lebih murah
Kategori IV D : tidak tepat pilihan
antibiotik karena ada antibiotik lain
dengan spektrum lebih sempit
Kategori V : tidak ada indikasi
pemberian antibiotik Kategori VI : data
tidak lengkap sehingga penggunaan
antibiotik tidak dapat dinilai
BAB VI. PENUTUP
Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi (PPAB)
diterbitkan untuk dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang sudah berlaku.
Apabila didapatkan perbedaan atau perselisihan pendapat tentang panduan
penggunaan antibiotik ini, maka akan diselesaikan secara diskusi berdasarkan
evidence based medicine yang diakui dan dipahami bermanfaat untuk
meningkatkan layanan perawatan pasien. Pandangan akademik masing-masing
pihak akan saling dihormati dan disinkronisasi untuk mendapatkan kesepakatan
yang obyektif, rasional dan berguna bagi kesembuhan pasien.

Pembaharuan dan evaluasi secara regular akan dilakukan untuk


memperbaiki dan menyempurnakan panduan penggunaan antibiotik profilaksis
dan terapi dengan kesesuaian pelaksanaan di lapangan setiap 2-3 tahun. Semua
saran perbaikan dapat disampaikan demi perbaikan dan kesempurnaan panduan
ini. Atas perhatian dan kerja sama positif semua pihak disampaikan terima
kasih.
Lampiran 1. Tabel Saat/Waktu Pemberian Antibiotik per- Oral

Nama AC DC PC Nama Generik AC DC PC


Generik
Amoxicillin + - + Isoniazid 1 jam - 2
jam
Amoxicillin + + - Kanamycin + - +
clavunalic sulfat
acid
Ampicillin 1 jam - 2 Levofloxacin + - +
jam
Ampicillin / + - 2 Lincomycin 1 jam - 2
sulbactam jam jam
Azitromycin 1 jam - 2 linezolid 29 + - +
jam
Cefadroxil + - + Metronidazole - + +
Cefixime - + - Moxifloxacin + - +
Cefuroxime - + - Ofloxacin + - +
Chlorampheni 1 jam - 2 Phenoxymethyl 1 jam - 2
c jam penicillin jam
ol
Ciprofloxacin + - + Pyrazinamide - + -
Clarithomycin + - + Rifampicin 1 jam - 2
jam
Clindamycin + - + Roxythromycin + - -
Cotrimoxazol = _ - Spiramicin - - +
e
Doxycycline - + - Thiamphenicol 1 jam - 2
jam
Erthromycin 1 jam - 2
jam
Ethambutol - + -
Keterangan :
AC : Ante Coenam (sebelum makan) DC : Durate
Coenam (bersama makan) PC : Post Coenam
(sesudah makan)
Lampiran 2. Tabel Penyesuaian Dosis Pada Kelainan Ginjal

Antibiotik Waktu Paruh Dosisi Dosis berdasarkan CrCI (ml/min)


(Jam) (fungsi
Normal ESRD ginjal >50-90 10-50 <10
normal)
Aminoglycoside Antibiotics : Traditional multiple daily doses-adjusment for
renal
diseasae
Amikacin 1.4-2.3 17-150 7.5 mg 17.5 7.5 7.5
per mg/kg/ mg/kg/ mg/kg/48
kg/12
jam atau 12 jam 24 jam jam
15 mg
per
kg/hari
Tobramycin 2-3 20-60 1.7 mg 100%/ 100%/ 100%/48
8 1
per kg/8 jam 2-24 jam
jam jam
Netilmicin 2-3 35-72 2.0 mg 100%/ 100%/ 100%/48
8 1
per kg/8 jam 2-24 jam
jam jam
Streptomyci 2-3 30-80 15 mg Tiap Tiap Tiap 72-96
n 24
per kg jam 24-72 jam
(max.of jam
1.0 g)/24
jam
Golongan Karbapenem
Meropenem 1 6-8 1.0 1.0 1.0 0.5 g/24 jam
g/8 g/8 g/1
2
jam jam jam
Golongan Sefalosporin
Cefazolin 1.9 40- 1.0- /8 jam /12 jam /24-48 jam
70 2.0g/8
jam
Cefepime 2.2 18 2.0 g/8 2 2 g/12- 1 g/24 jam
jam g/8 24 jam
(max jam
dosis)
Cefotaxim,c 1.7 15- 2.0 g/8 /8-12 /12-24 /24-48 jam
ef
tizoxime 35 jam jam jam
Ceftazidime 1.2 13- 2 g/8 /8-12 /12-24 /24-48 jam
jam
25 jam jam

Antibiotik Waktu Paruh Dosis Dosis berdasarkan CrCI (ml/min)


(Jam) i
Normal ESRD >50-90 10-50 <10
(fung
si
ginjal
normal)
Cefuroxime 1.2 17 0.75-1.5 /8jam /8-12 /24 jam
sodium g/8 jam jam
Golongan Florokuinolon
Ciprofloxaci 3.6 6-9 500-750 100% 50-75% 50%
n
mg po 400 mg
(atau IV/24
400
mg jam
IV)/12
jam
Levofloxaci 6-8 76 750 750 20-49: <20: 750
n
mg/24 mg/24 750 mg/24 jam
jam iv, jam mg/48 kemudian
po jam 500 mg/48
jam

Golongan Makrolid
Clarithomycin 5-7 22 0.5-1.0 100% 75% 50-75%
gr/12
jam
Erythromycin 1.4 5-6 250-500 100% 100% 50-75%
mg/6
jam
Golongan Penisilin
Amoxicillin 1 5-20 250-500 /8 jam /8-12 jam /24 jam
mg/8
jam
Ampicillin 1 7-20 /6 jam /6-12 jam /12-24
jam
Amoxicillin/ 1.3 AM 1 500/125 500/12 250-500 250-500
C
lavulanate 5-20 mg/8 5 mg/8 mg AM mg AM
jam
4 jam compone compone
nt/12 jam nt/24 jam
Aztreonam 2 6-8 2 g/8 100% 50-75% 25%
jam
Penicillin G 0.5 6-20 0.5-4 100% 75% 20-50%
millio
n U/4
jam

Antibiotik Waktu Paruh Dosis Dosis berdasarkan CrCI


(Jam) i (ml/min)
Normal ESRD >50-90 10-50 <10
(fung
si
ginjal
normal)
Golongan Tetrasiklin
Tetracycline 6-10 57-108 250-500 /8-12 /12 ja-24 /24 jam
mg/6 jam jam
jam
Golongan Miscelaneus
Colistin <6 ≥48 80-160 160 160 160
mg/8 mg/8 mg/24 mg/36
jam
jam jam dosis jam
sama
untuk
CRRT
Daptomycin 9.4 30 4-6 mg 4-6 CrCI<30, 4-6 mg per kg/48
per kg mg jam
perhari per
kg
perhari
Linezolid 5.6 6.8 600 mg 600 600 600
po/IV/12 mg/12 mg/12 mg/12
jam jam jam dosis jam AD
sama
untuk
CRRT
Metronidazo 6-14 7 21 7.5 mg 100% 100% 50%
le
per kg/6 dosis
jam sama
untuk
CRRT
Nitrofuranto 0.5 1 50-100 100% Hindarka Hindarka
in mg n n
Sulfametazo 10 20-50 1.0 g/8 /12 jam /18 h /24 jam
le
(SMX) jam dosis
sama
untuk
CAVH

Antibiotik Waktu Paruh Dosis Dosis berdasarkan CrCI (ml/min)


(Jam) i
Normal ESRD >50-90 10-50 <10
(funsi
ginjal
normal)
Trimetroprim 11 20-49 100-200 /12 jam >30: /12 /24 jam
(TMP) mg/12 jam 10-
jam 30: /18
jam dosis
sama
untuk
CRRT
Trimethoprim-sulfamethoxazole DS (Doses based on TMP component)
Terapi Sebaga Sebag 5-20 5-20 30-50: Tidak
i 5-
(berdasarkan TMP ai mg/kg/h mg/kg/ 7.5 direkome
a
TMP) TMP ri terbagi hari mg/kg/8 ndasikan
/6-12 terbagi jam tetapi
jam
/6-12 (dosis jika
jam sama digunaka
untuk n: 5-10
CRRT) mg/kg
10-29: per
5-
10 dosis/24
mg/kg/1 jam
2
jam
TMP-SMX Sebaga Sebag 1 tab 100% 100% 100%
i
Prohilaylaxis TMP ai po/24
TMP jam atau
3x/ming
g
u
Vancomycin 6 200- 1g/12 1g/12 1 g/12 1g/4-7
250 jam jam jam hari
Anti tuberculosis
Ethambutol 2.1 250-500 100% 100% 50%
mg/1
2 jam
Isoniazid 0.7-4 8-17 5 mg per 100% 100% 100%
kg/hari( dosis
max 300 sama
mg) untuk
CRRT
Antibiotik Waktu Paruh Dosis Dosis berdasarkan CrCI
(Jam) i (ml/min)
Normal ESRD >50-90 10-50 <10
(fung
si
ginjal
normal)
Pynazinamide 9 26 25 mg 100% 100% 12-25
per dosis mg
kg/24 sama per
jam untu kg/24
(dosis k jam
max CRR
2.5 T
gm/24
jam)
Rifampin 1.5-5 1.8-11 600 mg 600 300-600 300-600
per hari mg/24 mg/24 mg/24
jam jam jam
dosis
sama
untuk
CRRT
Anti Fungi
Amphotericin 24 uncha Non /24 jam /24 jam /24 jam
jam-
B & lipid- 15 hari nged lipid: dosis
based
ampho 0.4-1.0 sama
mg/kg/h untuk
a
ri CRRT
ABLC:
5
mg/kg/h
a
ri
LAB: 3-
5
mg/kg/h
a
ri

Fluconazole 37 100 100-400 100% 50% 50%


mg/24
jam
Itraconazole 21 25 100-200 100% 100% 50%
po mg/12 dosis
jam
sama
untuk
CRRT
Itraconaz 21 25 200 mg Jangan digunakan IV
ole IV IV jikaCrCI<30 oleh
bid karena
menyebabkan carrier :
cyclodextrin
Antibiotik Waktu Paruh Dosis Dosis berdasarkan CrCI
(Jam) i (ml/min)
Nor ESRD >50-90 10-50 <10
mal (fung
si
ginjal
normal
)
Anti viral
Acyclovir, 4- 20 5-12.4 100%/8 100%/ 50%/2
IV Feb mg jam 1 4
per 2-24 jam
kg/8 jam
jam
Adefovir,IV 7.5 15 10 10 10 10
mg/2 mg/24jam mg/4 mg/72
4 8- 72 jam
jam jam
Amantadine 12 500 100 mg /12 jam /24-48 /7hari
po bid jam
Cidovir: Compicated dosing-see packing insert
Induction 2.5 Tidak 5 mg 5 mg Kontraindikasi
diketahui per per kg pada pasien
kg 1x/min dengan CrCI
1x/mi g gu ≤55 ml/min
n ggu
selam
a2
minggu
Maintenance 2.5 Tidak 5 mg 5 mg Kontraindikasi
diketahui per per pada pasien
kg kg/2 dengan CrCI
1z/mi mingg ≤55 ml/min
n ggu u
selam
a2
minggu
Entecavir 128 0.5 0.5 0.15-2.5 0.05
- mg/2 mg/24 mg/24 mg/24
14 4 jam jam jam
9 jam
Ganciclovir 3.6 30 Induc 5 mg 1.15- 1.25
ti on per 0.25 mg
5 mg kg/12 mg/24 per kg
per jam jam 3 kali
Kg/1 per
2 minggu
Iv 2.5-5.0
Mainte mg per 0.6-1.25 0.625
nance 5 kg/24 mg per mg per
mg per kg/24 kg 3
kg/24 jam jam kali per
jam IV 0.5-1 minggu
1.0 g/8 0.5-1.0 0.5
g/8 jam mg/2 mg 3
jam 4 jam kali
p.o per
minggu
Lamivudine 5-7 15-35 300 mg 300 mg 50-150 25-50
5 p.o/2 po/2 mg/24 h mg/24
4 4 jam
jam jam
Stavudine 1- 5.5-8 30-40 100% 50%/12- ≥60
po5 kg:
1.4 minggu 24 jam 20 mg
/12 jam per
hari
≥60
kg:
15 mg
per
hari
Zidovudine 1.1- 1.4-3 300 300mg/1 300 100mg/
5
1.4 mg/12 2 jam mg/12 8 jam
jam jam
dosis
sama
untuk
CRRT
Lampiran 3. Level of Evidences
Tingkat pembuktian dan rekomendasi, mengacu pada Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang
Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, sebagai berikut:

TINGKAT PEMBUKTIAN (STATEMENTS OF EVIDENCE)


LEVE EVIDENCE
L S
Ia Fakta diperoleh dari meta-analisis (meta-analysis) atau
telaah sistematik (systematic review) terhadap uji klinik
acak berpembanding (randomized control trial)
Ib Fakta diperoleh dari sekurang-kurangnya satu uji klinik
acak berpembanding.
IIa Fakta diperoleh dari sekurang-kurangnya satu studi
berpembanding, tanpa acak, yang dirancang dengan
baik.
IIb Fakta diperoleh dari sekurang-kurangnya satu studi
kuasi- eksperimental yang dirancang dengan baik.
III Fakta diperoleh dari studi observasi yang dirancang
dengan baik misalnya studi kohort, kasus-kontrol, dan
potong lintang.
IV Fakta yang diperoleh dari laporan kasus dan opini komite
ahli dan/atau pengalaman klinik dari pakar yang disegani.
(pendapat expert)

REKOMENDASI
A - high recommendation Sangat direkomedasikan
(sangat berdasarkan bukti tingkat 1a
direkomendasikan) dan 1b
B - moderate recommendation Direkomendasikan berdasarkan
(direkomendasikan) bukti
tingkat IIa dan IIb.
C – low recommendation ( tidak Tidak direkomendasikan
direkomendasikan) berdasarkan
bukti tingkat III.
D- very low recommendation Tidak direkomendasikan
(tidak berdasarkan
direkomendasikan) bukti tingkat IV.
Referensi:
1. American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine
Consensus Conference: definitions for sepsis and organ failure and
guidelines for the use of innovative therapies in sepsis. Crit Care Med
1992; 20:864.
2. Antibiotic guideline 2016-2017, Johns Hopskins Medicine
3. Archer GL, Polk RE .(2005). Treatment and prophylaxis of bacterial
infection. In: Harrison‟s Principle of Internal Medicine. 16th. Vol.1.
McGraw-Hill, New York, pp 790-794.
4. Chambers HF, and Sandle MA. (1996). Antimicrobial agents. In: Goodman
and Gilman‟s Pharmacological Basis of Pharmacologic. Edited by
Hardman JG, Lim bird LE. Ninth Editions. McGraw-Hill. New York, 1029-
1032.
5. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, et al. Surviving sepsis campaign:
international guidelines for management of severe sepsis and septic shock:
2012. Crit Care Med 2013; 41:580.
6. DSA Guidelines for Management of Bacterial Meningtits: Clin Infect Dis
2004; 39: 1267
7. Gunderson BW, Ross GH, Ibrahim KH, Rotschafer JC. (2001) What do we
really know about antibiotic pharmacodynamics? Pharmacotherapy. 21:
302S-318S
8. Keputusan Menteri Kesehatan R I Nomor:
HK.01.07/MENKES/659/2017 tentang Formularium Nasional
9. Levy MM, Fink MP, Marshall JC, et al. 2001
SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International Sepsis Definitions
Conference. Crit Care Med 2003; 31:1250.
10. Moellering RC Jr.(1995). Principle of anti-infective therapy. In: Mandell
Principles and Practice of Infectious Diseases. Edited by Mandell, Bennet,
and Dolin R. 4th Ed. Churchill Livingstone Inc. Philladelphia, 199 – 210.
11. Paladino JA, Callen WA. (2003). Fluoroquinolon benchmarking in relation
to pharmacokinetics &pharmacodinamics parameters. JAC 51, supp s1, 43-
73
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2015
tentang pedoman program pengendalian resistensi antimikroba di rumah
sakit
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan
Antibiotik
14. Rhodes A, Evans LE, Alhazzani W, et al. 2017Surviving Sepsis Campaign:
International Guidelines for Management of Sepsis and Septic Shock: 2016.
Crit Care Med 2017; 45:1
15. Russell JA., (2006) Drug therapy. Management of Sepsis. N Engl J Med
355:1699-713.
16. The ProCESS Investigators (2014). A Randomized Trial of Protocol- Based
Care for Early Septic Shock. N Eng J Med 370, 18
17. Therapy in Cerebrospinal fluid shunt infection. Neurosurgery 1980;7:459.
18. Udy A, Roberts J, Boots R, Lipman J. (2008). Dose Adjusment and
Pharmacodynamic Considerations for Antibiotics in Severe Sepsis and
Septic Shock. In:Sepsis: New Strategies for Management. Edited by Rello
J, Restrepo ML, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 97-133.
19. WHO (2015). International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems 10th Revision. Available at
http://apps.who.int/classifications/icd10/browse/2015/en. Accessed on
November 10, 2015

Anda mungkin juga menyukai