Anda di halaman 1dari 13

TERBATAS

MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT


SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

PRODUK PERORANGAN

BIDANG STUDI :
SUB BIDANG STUDI :

NAMA :
PANGKAT/KORPS :
NRP :
NOSIS :
KELOMPOK :

LEMBAR KEHORMATAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


NAMA :
TERBATAS
ii

PANGKAT/KORP :
NRP :
NOSIS :

Menyatakan dengan benar bahwa :


1. Produk ini adalah benar hasil karya sendiri.
2. Materi hasil karya ini merupakan hasil pemikiran sendiri dan idea murni
penulis.
3. Materi hasil karya ini bukan menyalin, menyadur, mencontoh,
mengkopi dan plagiat dari hasil karya Pasis lain atau Pasis sebelumnya atau
karya orang lain.
4. Apabila ternyata dikemudian hari ditemukan bukti-bukti yang benar dan
sah mengandung unsur plagiat atau pelanggaran lainnya (seperti yang diatur
dalam Juklak tentang produk Pasis), maka saya bersedia dan sanggup
menerima sanksi dari lembaga sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Bandung, Februari 2021


Perwira Siswa

Nama
Pangkat Nosis

TERBATAS
TERBATAS

KEBIJAKAN PEACE TALKS AGREEMENT DI KOLOMBIA


DALAM MENGATASI PEMBERONTAKAN ORGANISASI FARC

PENDAHULUAN
Republik Kolombia merupakan salah satu negara bekas jajahan Spanyol
yang memperoleh kemerdekaan pada tahun 1810. Namun selama lebih dari 200
tahun pasca kemerdekaan, Kolombia masih terbilang sebagai negara dengan
stabilitas demokrasi yang rendah (Alsema, 2014). Berdasarkan pada laporan World
Bank yang disadur oleh (www.theglobaleconomy.com, 2008), pada tahun 2008
indeks stabilitas politik di Kolombia berada pada poin (-1.85) per-ambang batas akhir
(-2.5) sebagai kategori weak; dengan rata-rata perbandingan sebesar (-0.49)
diantara negara- negara kawasan regional Amerika Selatan (Uruguay, Chili,
Suriname, Argentina, Brazil, Guyana, Bolivia, Paraguay, Ekuador, Peru, dan
Venezuela). Sedangkan pada peringkat dunia, Kolombia bahkan berada pada urutan
ke-183 dari 195 negara. Indeks stabilitas politik dalam hal ini digunakan untuk
menjelaskan dan mengukur kemungkinan kudeta pemerintah secara unconstitutional
melalui ada tidaknya tingkat kekerasan atau terorisme yang berpotensi untuk
menghancurkan pemerintah (www.theglobaleconomy.com, 2008). Jika melihat pada
dasar pembangunan negara, melalui Amandemen Konstitusi 1991 sebenarnya
Kolombia telah menganut prinsip-prinsip bernegara yang baku, dimana disebutkan
bahwa Kolombia merupakan social state yang berada dibawah aturan hukum
dengan menganut prinsip-prinsip kebebasan seperti demokratis, partisipatif, dan
pluralistik dalam menghormati hak serta martabat manusia (constituteproject.org,
2017). Namun bagaimana mungkin, prinsip-prinsip kebebasan itu sendiri tidak cukup
menciptakan suatu atmosfir yang jauh dari konflik dalam kehidupan bernegara.
Dari uraian di atas, terdapat beberapa pokok-pokok persoalan yang harus
dijawab oleh penulis sebagai berikut : Pertama. Bagaimana latar belakang
terjadinya masalah dinegara tersebut ? Kedua. Bagaimana langkah-langkah
strategis yang digunakan dalam diplomasi dan negosiasi Negara tersebut ? Ketiga.
Bagaimana Lesson learned (proses pembelajaran) yang didapat ditinjau dari
perspektif strategi dan perspektif komunikasi?. Dengan demikian maka didapatkan
rumusan masalah sebagai berikut :” BAGAIMANA KEBIJAKAN PEACE TALKS
TERBATAS
2

AGREEMENT DI KOLOMBIA DALAM MENGATASI PEMBERONTAKAN


ORGANISASI FARC ?”.
Dari penjelasan di atas, maka pentingnya penulisan esai ini adalah agar
dapat diperoleh suatu analisa yang mendalam terhadap bagaimana kepemimpinan
pemerintah Kolombia dalam menghadapi kelompok pemberontak FARC. Sebagai
acuan penulis dalam penulisan ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan
mempelajari berbagai literatur dan kepustakaan yang diperoleh dari berbagai
sumber.
Adapun nilai guna yang dapat diambil adalah nilai guna pribadi bagi Penulis,
yaitu pengalaman untuk menganalisa terjadinya konflik di suatu Negara. Adapun
maksud dari penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran tentang bagaimana
suatu Negara mengatasi pemberontakan yang terjadi di pemerintahan. Sedangkan
tujuan penulisan ini adalah memberikan gambaran kepada pembaca tentang sejarah
serta dampak dari konflik yang terjadi antara pemerintah Kolombia dengan kelompok
pemberontak FARC. Adapun ruang lingkup dalam penulisan esai ini meliputi :
Pendahuluan, Pembahasan dan Penutup.

PEMBAHASAN
Konflik yang terjadi di Kolombia sudah muncul dan mengakar sejak
tercapainya kemerdekaan di Kolombia pada tahun 1819, bahkan mulai dari zaman
penjajahan bangsa Spanyol. Kemunculan dari kelompok pemberontak FARC
sendiri berawal dari kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat. Menurut David
Bushnell dalam Handbook Series of Colombia a Country Studies, Chapter 1
Historical Setting: Early Colombia (Bushnell, 2010: 4-6) disebutkan bahwa
kesenjangan sosial yang terjadi di Kolombia telah muncul sejak kehadiran bangsa
Eropa khususnya Spanyol yang kemudian memiliki sebagian besar pengaruh di
bidang politik, kesejahteraan ekonomi, dan penghormatan sosial di masyarakat.
Sedangkan penduduk asli atau yang biasa disebut dengan Amerindian (American-
Indian) kemudian terpinggirkan dan mengalami degradasi sosial di lingkungannya
yaitu dengan dijadikan bawahan bagi para penjajah. Dominasi kekuasaan bangsa
Spanyol yang terus berlanjut menciptakan strata sosial dalam kehidupan
masyarakat Kolombia.

TERBATAS
TERBATAS
3

Bagaimana latar belakang terjadinya masalah di negara tersebut?


Ketidakstabilan sistem demokrasi di Kolombia ini nyatanya dipengaruhi oleh
keberadaan kelompok pemberontak FARC-EP (the Fuerzas Armadas
Revolucionarias de Colombia Ejércitodel Pueblo) atau yang lebih dikenal dengan
sebutan FARC. Kelompok pemberontak ini sejak tahun 1960-an2 keberadaannya
sudah sangat terkenal di Kolombia. FARC yang pada awalnya merupakan sebuah
perkumpulan gerakan petani pedesaan, kemudian bertransformasi menjadi
kelompok bersenjata sayap kiri dibawah Colombian Communist Party (PCC). Tujuan
awal dibentuknya FARC yaitu untuk menghapus ‘Colombia’s systemic social
inequality’ atau ketidakadilan sosial sistemik yang terjadi di Kolombia. Pada
perkembangannya, FARC kini justru telah bertransformasi menjadi kelompok
pemberontak yang memanfaatkan tindakan kriminal seperti transaksi gelap kokain
sebagai salah satu sumber pendanaan bagi aktifitasnya dalam memperoleh
kekuasaan di beberapa wilayah di Kolombia. Hal ini juga diikuti dengan semakin
maraknya tindakan-tindakan kejahatan seperti ‘non-combatant killings, kidnappings,
forced displacements, landmine casualties, child combatants, and other acts that left
behind a large number of victims’ (Isacson, 2014). Sehingga situasi ini
menempatkan Kolombia sebagai negara yang rentan terhadap berbagai macam
risiko. Menurut laporan Credendo Group yang disadur oleh
(www.theglobaleconomy.com, 2014), tingkat risiko terhadap perang atau war-risk di
Kolombia tergolong dalam poin indikator (4): middle dengan batas poin (1): low dan
(7): high; dimana pada peringkat dunia Kolombia berada pada rangking 52 negara
yang paling rentan, dari total survey di 200 negara.
Selain itu, kerugian lain dapat dilihat melalui laporan UNHCR tentang ‘The
State of the World’s Refugee, Chapter 7: Internally Displace Persons’. Kolombia
disebut sebagai salah satu negara yang menduduki tingkat ‘internally displaced
people’ (orang-orang yang kehilangan tempat tinggal) tertinggi kedua setelah
Sudan dalam kurun waktu tahun 2000an. Sebanyak 2.000.000 hingga 3.000.000
orang kehilangan tempat tinggalnya akibat konflik internal dengan kelompok
pemberontak yang berkepanjangan di Kolombia. Pada tahun 1990 saja konflik
bersenjata di Kolombia telah memakan korban jiwa sebanyak lebih dari 40.000
orang, kebanyakan diantaranya yaitu masyarakat sipil Kolombia.

TERBATAS
TERBATAS
4

Bagaimana langkah-langkah strategis yang digunakan dalam diplomasi dan


negosiasi Negara tersebut?
Pemerintah Kolombia sendiri sebelumnya telah melakukan berbagai
upaya perundingan damai dengan sejumlah kelompok pemberontak sejak tahun
1980-an. Namun upaya tersebut selalu mengalami kegagalan, June S. Beittel dalam
“Peace Talks in Colombia” menjelaskan bahwa hal ini terjadi sebab (1) proses
integrasi kelompok pemberontak kedalam demokrasi politik di Kolombia terbilang
tidak pasti dan membutuhkan jaminan yang lebih efektif; 2) kondisi kekuatan FARC
yang pada saat itu sedang berada di puncaknya menjadi kesulitan tersendiri bagi
Pemerintah Kolombia untuk mencapai proses negosiasi (Beittel, 2015). Selain itu
pada kasus kelompok pemberontak FARC, ditemukan adanya pelanggaran
kesepakatan berupa penyalahgunaan zona demiliterisasi ‘demilitarized zone’ (DMZ)
pada wilayah Caguan. Wilayah ini juga diketahui merupakan salah satu kamp
pertahanan FARC, kelompok ini berusaha kembali membentuk pasukan militer,
meluncurkan serangan kekerasan, bahkan mengembangkan lahan pertanian koka
dalam skala besar, serta melakukan penyanderaan terhadap warga sipil.
Meskipun memperoleh dukungan dari masyarakat, namun upaya-upaya pada
pemerintahan sebelumnya yang cenderung lebih menekankan pada pendekatan
hardline approach dengan penggunaan militer justru dinilai tidak cukup untuk
menyelesaikan masalah. Hingga pada tahun 2010 dimana Juan Manuel Santos
yang merupakan mantan Menteri Pertahanan (2004-2008), terpilih sebagai Presiden
Kolombia dan sejak dilantik Santos menunjukkan komitmennya dalam
menyelesaikan konflik dengan kelompok FARC. Melalui kegagalan tersebut, Santos
mendapatkan pembelajaran dalam menentukan pola pendekatan yang lebih baik
dengan pihak oposisi. Santos merupakan satu-satunya presiden yang mampu
mencapai meja perundingan hingga sejauh sekarang ini. Sejak terpilihnya Santos
sebagai Presiden Kolombia, ia selalu menunjukkan sikap yang berbeda dalam
menanggapi konflik. Hal ini terbukti dengan caranya berpikir dalam memberikan
solusi perubahan bagi perdamaian di Kolombia, ia selalu mempertimbangkan segala
sesuatunya dengan seksama. Melalui pertimbangan kegagalan di masa lalu, Santos
masih terus mengupayakan proses perdamaian dengan FARC dengan mengacu

TERBATAS
TERBATAS
5

pada ‘the triangle of lesson learnt from previous peace processes’ yang mencakup,
1) Perundingan harus dilakukan diluar wilayah Kolombia; 2) Gencatan senjata hanya
akan dilakukan selama implementasi di akhir perjanjian; 3) Pelaksanaan negosiasi
harus dibatasi dengan lima poin agenda (pembangunan agraria, partisipasi politik,
mengakhiri konflik, perdagangan narkoba, dan pemenuhan hak-hak korban).
Dengan metode pendekatan yang berbeda, Santos berhasil mengajak FARC
untuk duduk bersama membahas terkait perdamaian Kolombia. Pada tahun 2012,
Santos secara resmi mendeklarasikan upaya perundingan damai dengan pihak
FARC yang telah melalui proses diskusi tertutup di Oslo, Norwegia dan Havana,
Kuba pada tahun 2010. Konflik antara pemerintah dengan FARC, pada dasarnya
bukanlah perkara yang mudah untuk diselesaikan. Melalui wawancaranya dengan
CFR (Council on Foreign Relations) 22/09/14, Santos menyebutkan keyakinannya
terkait keberhasilan kesepakatan pada perundingan damai. Meskipun hal tersebut
tidaklah mudah untuk dicapai, dalam pernyataannya tersebut ia menekankan bahwa
tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak merupakan tanggung jawabnya
sebagai presiden. Selain itu ia juga meyakinkan masyarakat Kolombia bahwa
Perundingan Damai kali ini adalah salah satu negosiasi dan cara terbaik yang dapat
diterima sebagai suatu usaha untuk melindungi keamanan seluruh rakyat
Kemudian berkaitan dengan bagaimana konflik tersebut nantinya dapat
terselesaikan, maka digunakan analisis pada level individu yaitu dengan
menempatkan pemimpin sebagai aktor utama dalam pembuatan kebijakan.
Keputusan-keputusan politik yang dipilih oleh pemimpin dipengaruhi oleh faktor-
faktor yang muncul dari (E) the environment which surround him; dan (P) the person
itself, dimana hal ini dapat dijelaskan melalui Developing Political Personality
Profiles, yang dikembangkan oleh Jerrold M. Post, dan merupakan pendekatan dari
pengembangan teori di dalam psikologi politik. Studi terkait pemimpin ini dapat
menunjukkan arah kebijakan suatu negara, yang mana dalam hal ini perundingan
damai yang dilakukan oleh pemerintah Kolombia dibawah masa kepemimpinan Juan
Manuel Santos adalah kebijakan dalam negeri yang dipengaruhi oleh aktor non-
negara yaitu FARC.
Selain itu, pada pendekatan ini, kebijakan perundingan damai (Peace Talk
Agreement) nantinya dipahami sebagai Political Behavior Santos yang dihasilkan

TERBATAS
TERBATAS
6

dari lima macam elemen faktor pendorong (historical background; social


environment; the person; immediate situation; dan political behavior as outcome).
Setelah diskusi formal selesai dijalankan maka kedua belah pihak telah
menyepakati beberapa isu-isu substansif yang nantinya akan dibahas dalam
tahapan ketiga, yaitu tahap transformasi konflik yang dilakukan secara berkala
terhitung sejak disepakatinya kerangka perjanjian pada tahun 2012 hingga
tercapainya kesepakatan akhir di tahun 2016 lalu. Menurut June S.Beittel (2015:18)
selama proses pelaksanaan tahap ketiga berlangsung, kedua belah pihak sepakat
untuk membahas isu-isu seperti:1.) Pembangunan wilayah pedesaan dan kebijakan
lahan pertanian; 2.) Partisipasi politik FARC di pemerintahan; 3.) Mengakhiri konflik
bersenjata, termasuk di dalamnya penyesuaian kehidupan dan keberlangsungan
sosial para pasukan pemberontak kedalam masyarakat; 4.) Perdagangan ilegal
tanaman dasar bahan baku narkoba dan narkoba (obat-obatan terlarang); 5.)
Perbaikan hukum dan persiapan pemenuhan hak-hak para korban; dan 6.)
Implementasi final Peace Talks Agreements

Bagaimana Lesson learned (proses pembelajaran) yang didapat ditinjau dari


perspektif strategi dan perspektif komunikasi
Berdasarkan uraian di atas, diperoleh suatu pelajaran
yang mana upaya pemerintahan sebelumnya yang cenderung
menggunakan taktik dan strategi dengan lebih menekankan
pada pendekatan hardline approach yaitu penggunaan
kekuatan militer justru dinilai tidak cukup untuk menyelesaikan
masalah sehingga negosiasi perlu dilaksanakan dengan tujuan
yang diinginkan tidak dapat terpenuhi dan tercapai. Sedangkan
kebijakan perundingan damai (Peace Talk Agreement) dalam
melakukan proses negosiasi telah diperoleh keberhasilan,
Peace Talks Agreement (PTA) atau Perudingan Damai dalam
hal ini adalah suatu kegiatan dan upaya yang dilakukan
sebagai bagian dari negosiasi konflik. Usaha ini biasanya
dilakukan oleh salah satu pihak yang berseteru, yang mulai
menyadari pentingnya penggunaan pendekatan dengan cara

TERBATAS
TERBATAS
7

damai dalam memperoleh kepentingan bersama bagi kedua


belah pihak.
Michelle Maiese (2003) menjelaskan bahwa ketika kedua belah pihak
bernegosiasi, biasanya mereka mengharapkan suatu kondisi yang disebut dengan
‘take and give’ yaitu dimana kedua belah pihak atau lebih dapat saling memperoleh
tujuannya masing-masing. Kemudian R.J. Lewicki dalam (Maiese, 2003)
menggambarkan situasi tersebut sebagai suatu ketergantungan atau
‘interdependence’ antar kedua belah pihak. Struktur dari ‘interdependence’ antara
kedua belah pihak yang bernegosiasi akan menentukan berbagai macam peluang
yang mungkin dapat dihasilkan dalam negosiasi tersebut, Lewicki mencontohkan
dengan kondisi yang disebut ‘win- lose situation’: pihak yang menang di satu sisi
akan memperoleh keuntungan yang lebih; dan ‘win- win situation’: munculnya solusi
bagi kedua pihak, sehingga negosiasi berjalan dengan lancar dan setiap pihak
memperoleh berhasil kepentingannya masing-masing.
Negosiasi perlu menggunakan strategi dan taktik agar tujuan yang diinginkan
dapat terpenuhi dan tercapai. Kedua komponen ini berbeda namun keduanya saling
melengkapi dalam melakukan negosiasi. Taktik dan strategi memiliki berbagai
macam bentuk, dimana semua bentu-bentuk tersebut akan menunjang dari
keberhasilan dari adanya negosiasi untuk mencapai tujuan dan kepentingan yang
ada. Selain taktik dan strategi adapula faktor lain penentu keberhasilan negosiasi,
seperti eksistensi masing-masing pihak, posisi negosiator, frekuensi kekuasaan,
frekuensi negosiasi, kelompok yang terlibat serta eksistensi tenggat waktu
perundingan dan eksistensi perjanjian. Selanjutnya, terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan dari proses negosiasi itu sendiri. Persiapan negosiator,
tanpa adanya persiapan yang baik, hasil yang diperoleh dalam negosiasi tidak akan
memuaskan bahkan mengalami kegagalan yang pada akhirnya menimbulkan
kekecewaan bagi semua pihak yang terlibat. Cara negosiator memulai negosiasi
juga menentukan sukses tidaknya suatu negosiasi, yakni pemilihan waktu, tempat,
pengaturan tempat duduk, menciptakan suasana yang positif, hingga merumuskan
tawaran pembuka perlu diperhatikan negosiator untuk memulai negosiasi yang baik.
Negosiasi yang sukses tidak hanya hasil dari perencanaan atau persiapan yang
baik, tetapi juga implementasi yang baik dari sebuah negosiasi. Selain itu, kompromi

TERBATAS
TERBATAS
8

juga merupakan upaya menuju pencapaian kedua belah pihak dalam bernegosiasi.
Berikutnya, menghindari kesalahan teknis, yakni mengajukan permintaan yang tidak
logis, membuat konsesi bebas, takut, diam, dan marah adalah contoh kesalahan
teknis yang harus dihindari saat bernegosiasi. apabila negosiator melakukan
kesalahan teknis, kepercayaan dari pihak lawan akan hilang dan pada akhirnya
kesepakatan pun gagal tercapai (Hartman dalam Purwanto, 2006).
Dengan adanya kemampuan yang baik dalam berdiplomasi dan bernegosiasi
diharapkan adanya komunikasi yang baik dengan negara-negara berkembang dan
negara maju untuk menunjang tujuan pembangunan kerjasama di masa yang akan
datang. Dalam mencapai hasil diplomasi dan negosiasi yang diinginkan diperlukan
kemampuan berkomunikasi yang efektif dan persuasif serta mampu melakukan
lobby yang efektif. Pada tingkat kepentingan negara, diplomasi selalu menjadi
pilihan negara sebagai cara dominan untuk meraih tujuan tersebut.

PENUTUP
Sebagai akhir dari pembahasan essay ini, yang dapat
disimpulkan bahwa pendekatan hardline approach yaitu
penggunaan kekuatan militer dalam menangani
permasalahan pemberontakan di Kolombia dinilai tidak
cukup untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Sehingga dengan metode pendekatan perundingan damai
(Peace Talk Agreement), yang dilaksanakan oleh Santos
berhasil mengajak FARC untuk duduk bersama membahas
terkait perdamaian Kolombia dalam melakukan proses
negosiasi telah diperoleh keberhasilan.
Berkaitan dalam penjelasan diatas, situasi yang terjadi di
Kolombia selama proses negosiasi melalui PTA dilakukan
sesuai dengan keputusan presiden yaitu negosiasi diambil alih
oleh pemerintah dengan sudut pandang ‘winning not-winner
party’ (Machado, 2016), sehingga dalam hal ini Pemerintah
Kolombia memilih untuk memposisikan pihaknya pada situasi
‘win-win situation’ dimana pemerintah bersedia untuk

TERBATAS
TERBATAS
9

memberikan keuntungan kepada pihak oposisi dengan syarat-


syarat serta ketentuan yang berlaku dan tentunya telah
disepakati oleh kedua belah pihak.
Adapun sebagai saran diakhir tulisan ini adalah
Pemerintah Kolombia harus menjamin terwujudnya
komitmen kedua pihak pada perjanjian yang diantaranya
terdiri dari, 1) Perjanjian implementasi pembangunan wilayah
pedesaan dan lahan pertanian bagi pihak oposisi dan
kelompok marjinal; 2) Pelaksanaan operasi DDR
(Disarmament, Demobilization, and Reintegration) setelah
disepakatinya perjanjian pada PTA untuk menjamin keamanan
rakyat Kolombia pasca berakhirnya konflik; 3) Pembangunan
dan penataan ulang tata kelola pemerintahan di daerah,
sebagai representasi dari kekuasaan pemerintah pusat dan
berfungsi sebagai pengatur kebijakan pada pemerintahan
daerah.
Demikianlah tulisan essay tentang “KEBIJAKAN PEACE TALKS
AGREEMENT DI KOLOMBIA DALAM MENGATASI PEMBERONTAKAN
ORGANISASI FARC” yang penulis buat sebagai bahan masukan bagi pembaca.
Adapun pembahasan ini tentunya terdapat keterbatasan disana sini, untuk itu perlu
masukan dan saran untuk melengkapi apa yang sudah disampaikan.

Bandung, Februari 2021


Perwira Siswa

Nama
Pangkat Nosis

TERBATAS
TERBATAS
1
10
ALUR PIKIR.
KEBIJAKAN PEACE TALKS AGREEMENT DI KOLOMBIA
DALAM MENGATASI PEMBERONTAKAN ORGANISASI FARC

LANDASAN PEMIKIRAN
1. TEORI
NEGARA
KEPEMIMPINAN
2. IDEOLOGI BERKEMBANG

KONFLIK KESEPAKATAN
BERSENJATA KONDISI FAKTUAL: KONDISI IDEAL: DAMAI
PROSES PEMECAHAN
PEMBERONTAKAN KEAMAMANAN PEMERINTAH
ORGANISASI FARC
MASALAH NEGARA DENGAN
IDEOLOGI
ORGANISASI FARC
Marxism-Leninism L

PENGARUH :

KONDISI POLITIK

TERBATAS
11

DAFTAR PUSTAKA

1. http://eprints.undip.ac.id/70317/3/BAB_II.pdf
2. http://repository.uph.edu/6234/4/BAB%20I.pdf
3. “Sejarah Negara Kolombia” https://id.wikipedia.org/wiki/Kolombia
4. https://tirto.id/bagaimana-kolombia-berkembang-menjadi-sarang-kartel-
narkoba-ed7B

Anda mungkin juga menyukai