Anda di halaman 1dari 4

VER KORBAN HIDUP

Bentuk dan susunan visum et repertum korban hidup


Bentuk visum et repertum yang sekarang dipakai adalah warisan para tokoh kedokteran
kehakiman FK Unair/RSU dr. Soetomo Surabaya, yaitu: Prof. H. Muller, Prof. Mas Soetejo, dan
Prof. Soetomo Tjokronegoro, ketiganya telah almarhum.
Bentuk visum et repertum yang telah diatur oleh pemerintah adalah visum et repertum
psikiatrik, yang tidak banyak berbeda dengan bentuk visum et repertum diatas (Hoediyanto,
2005).

BAGIAN-BAGIAN VISUM ET REPERTUM


1. PRO JUSTISIA
Kata ini dicantumkan di sudut kiri atas, dan dengan demikian visum et repertum tidak perlu
bermaterai.
2. PENDAHULUAN
Bagian ini memuat antara lain:
a. Identitas pemohon visum et repertum
b. Identitas dokter yang memeriksa/membuat visum et repertum
c. Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit X Surabaya)
d. Tanggal dan jam dilakukannya pemeriksaan
e. Identitas korban
f. Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban dirawat, dan
waktu korban meninggal dunia.
g. Keterangan mengenai orang yang menyerahkan atau mengantar korban pada dokter dan
waktu saat korban diterima di rumah sakit
3. PEMBERITAAN
Yang dimaksud dalam bagian ini ialah:
a. Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, berupa umur, jenis kelamin, tinggi
dan berat badan, serta keadaan umumnya
b. Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban
c. Tindakan-tindakan atau operasi yang telah dilakukan
d. Hasil pemeriksaan tambahan atau hasil konsultasi dengan dokter lain.
Di dalam bagian ini memakai bahasa Indonesia sedemikian rupa sehingga orang awam
(bukan dokter) dapat mengerti, hanya kalau perlu disertai istilah kedokteran/asing di
belakangnya dalam kurung. Angka harus ditulis dalam huruf, misalnya 4 cm ditulis “empat
sentimeter”. Tidak dibenarkan menulis diagnosa luka, misalnya luka bacok, luka tembak, luka
harus dilukiskan dengan kata (to describe, beschrijven).
Pemberitaan memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai apa yang diamati, terutama
apa yang dilihat dan ditemukan pada korban/benda oleh dokter.
4. KESIMPULAN
Bagian ini berupa pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa, mengenai hasil
pemeriksaan sesuai dengan pengetahuannya yang sebaik-baiknya. Seseorang melakukan
pengmatan dengan kelima panca indera (penglihatan, pendengaran, perasa, penciuman dan
perabaan).
5. PENUTUP
Memuat kata “Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah pada
waktu menerima jabatan”. Diakhiri dengan tanda tangan, nama lengkap/NIP dokter.
Yang dimaksud dengan sumpah adalah:
- Untuk dokter pemerintah: sumpah pegawai negeri
- Untuk dokter swasta: sumpah lafal dokter yang diucapkan pada waktu dilantik jadi dokter
- Untuk ahli lain: sumpah pegawai negeri atau disumpah khusus
Di samping hal-hal tersebut di atas perlulah diketahui pula:
- Dalam pemberitaan tidak boleh ditulis apa yang diketahui dokter dari orang lain.
- Kesimpulan bersifat subjektif, dan jika dalam keraguan harus berpegang pada asas “in dubio
pro rea”.
- Visum et repertum dibuat sejujur-jujurnya, bila sengaja menyimpang dapat dituntut karena
memberi keterangan palsu berdasarkan pasal 242 KUHP. (Hoediyanto, 2005)

Macam-macam Visum et Repertum Korban Hidup


Selama ini orang mengenal istilah visum et repertum pada bedah mayat, padahal pasien
korban perlukaan dan keracunan pun berhak mendapatkan prosedur ini kalau memang laporan
medisnya dijadikan bahan pemeriksaan secara hukum. Yang menjadi pusat pelayanan pertama
pada korban, umumnya untuk korban hidup adalah ruang Instalasi Gawat Darurat (IRD). Dari
seluruh kasus yang ditangani IRD Rumah Sakit, sekitar 50-70% merupakan kasus perlukaan dan
keracunan dan kasus – kasus itu berupa forensik klinik. Saat datang berobat atau beberapa hari
sesudah kejadian, pasien dilengkapi dengan surat permintaan visum et repertum dari penyidik
untuk rumah sakit.
Macam-macam visum et repertum korban hidup melipiti :
1. visum et repertum luka
2. visum et repertum sementara
3. visum et repertum lanjutan
1. Visum et repertum luka
Diberikan bila korban setelah diperiksa/diobati, tidak terhalang menjalankan pekerjaan
jabatan/mata pencaharian (Apuranto, Hariadi dan Hoediyanto, 2006). Dengan demikian dapat
dikatakan visum et repertum luka diberikan bila korban tidak memerlukan perawatan lebih lanjut
(Atmodirono, Haroen dan Atmodirono, Anna Haroen, 1980).
Dalam visum et repertum ini pada kesimpulannya digolongkan pada luka kualifikasi C
(sesuai dengan penganiayaan ringan). Tetapi dalam visum et repertum, dokter sama sekali tidak
boleh menulis kata “penganiayaan” dalam kesimpulannya, karena istilah penganiayaan adalah
istilah hukum (Atmodirono, Haroen dan Atmodirono, Anna Haroen, 1980).

2. Visum et Repertum Sementara


Diberikan apabila setelah diperiksa ternyata korban perlu perawatan lebih lanjut baik di
rumah sakit ataupun di rumah, dan atau korban terhalang menjalankan pekerjaan jabatan/mata
pencaharian (Apuranto, Hariadi dan Hoediyanto, 2006). Jadi, bila seseorang masih dipandang
perlu oleh dokter untuk mendapatkan pengawasan, maka dibuatlah visum et repertum sementara.
Visum et repertum sementara dapat digunakan sebagai bukti untuk menahan terdakwa
(Atmodirono, Haroen dan Atmodirono, Anna Haroen, 1980). Jadi dengan menggunakan visum et
repertum sementara, seseorang yang telah melakukan penganiayaan sehingga menyebabkan luka
yang membuat korban terhalang untuk menjalankan pekerjaan atau pencaharian dapat ditahan.
Pada kesimpulan visum et repertum sementara tidak mencantumkan kualifikasi luka,
karena masih dalam pengobatan atau perawatan belum selesai (Atmodirono, Haroen dan
Atmodirono, Anna Haroen, 1980).
3. Visum et Repertum Lanjutan
Diberikan apabila setelah korban dirawat/diobservasi ternyata korban sembuh,
meninggal, pindah rumah sakit, atau pindah dokter. Dalam visum ini dimuat kualifikasi luka
setelah korban dirawat. Bila ternyata korban meninggal maka dibuat visum et repertum jenazah.
3.1.3 Tata Cara Pembuatan Visum et Repertum Korban Hidup
Petunjuk pembuatan Visum et Repertum Korban Hidup adalah sebagai berikut:
A. Petunjuk Umum
1. Karena untuk kepentingan penegakan hukum, maka Visum et Repertum dibuat degan
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh penegak hukum.
2. Isi harus relevan dengan maksud dan tujuan dimintakannya keterangan tersebut, yaitu untuk
membuat terang perkara pidana, dan harus mampu menjawab masalah yang dihadapi
penegak hukum dalam proses peradilan perkara pidana.
3. Memenuhi persyaratan formal, yaitu dibuat dengan sumpah atau janji yang diucapkan di
depan penegak hukum atau dengan mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan.

Anda mungkin juga menyukai