Anda di halaman 1dari 9

ARTIKEL MATEMATIKA

Disusun untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Pengembangan Pendidikan
Matematika SD

Dosen Pengampu : Dr. Fery Muhamad Firdaus, M.Pd.

Disusun oleh:

Elfa Dwi Astuti

19108244093

PGSD 5E

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2021
MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIS (PMR) DALAM
MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI BANGUN
RUANG KELAS 5 SEKOLAH DASAR

Elfa Dwi Astuti

PENDAHULUAN

Bergesernya paradigman pendidikan dari pross belajar mengajar menjadi proses


pembelajaran membawa beberapa perubahan pada tujuan kompetensi yang diharapkan dapat
dimiliki siswa setelah proses pembelajaran juga peran dan tanggung jawab guru dalam
menghantarkan siswa mencapai kompetensi-kompetensi hidup. Proses pembelajaran terutama
di sekolah dasar lebih menekankan pada keaktifan siswa di kelas dari pada gurunya. Hal ini
sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 tahun 2007 tentang standar
proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik.

Sebagai langkah untuk mengimplementasikan standar proses pembelajaran perlu adanya


usaha yang dilakukan, diantaranya peserta didik memiliki kepercayaan diri agar berpartisipasi
aktif, kreatif, dan mandiri selama proses pembelajaran berlangsung. Komponen penting lainya
berada pada peran dan kemampuan guru dalam menerapkan pendekatan, metode, model, dan
strategi pembelajaran sehingga mampu menciptakan suasana pembelajaran dalam kelas yang
interaktif, inspiratif, inovatif, menantang, dan menyenangkan, serta mampu memotivasi peserta
didik agar dapat aktif selama proses pembelajaran dan mampu memahami materi pelajaran
dengan baik dan mudah.

Hingga saat ini, dalam pengimplementasikan proses pembelajaran seperti yang tertuang
dalam Permendikbas No. 41 tahun 2007 tidaklah mudah, terutama pada muatan pembelajaran
Matematika SD. Menurut survey Trend In International Mathematics And Science Study
(TIMSS) tiap empat tahun sekali tahun 2007, 2011, dan 2015, rata-rata skor prestasi
Matematika siswa Indonesia pada tiga periode tersebut masih rendah capaian ini menunjukkan
bahwa secara rata-rata siswa Indonesia hanya mampu mengenali sejumlah fakta dasar tetapi
belum mampu mengkomunikasikan, mengaitkan berbagai topik, apalagi menerapkan konsep-
konsep yang kompleks dan abstrak dalam matematika. Sehingga termasuk kategori Low
International Benchmark. Tak hanya itu, banyak peserta didik menganggap bahwa Matematika
merupakan mata pelajaran yang sulit, terlebih dimasa pembelajaran jarak jauh atau PJJ. Banyak
siswa sulit dalam memahami materi-materi pelajaran Matematika. Rendahnya prestasi belajar
dan statement negative siswa terhadap Matematika salah satunya dipengaruhi oleh metode
yang guru gunakan dalam pembelajaran. Selama kegiatan pembelajaran, guru masih dominasi
menggunakan metode ceramah atau dengan pemberian materi ajar dan penugasan jika sedang
pembelajaran jarak jauh. Matematika lebih banyak diajarkan dengan pemberian rumus dan
siswa menghaflkan rumus matematika tersebut sehingga menyebabkan siswa sulit memahami
konsep matematika mengingat materi pelajaran matematika dalam jangka panjang. Hal ini
menunjukkan bahwa kualitas sistem pembelajaran matematika di SD cukup rendah.

Upaya yang dapat guru lakukan untuk meningkatkan kualitas system pembelajaran
matematika adalah dengan memperbaiki metode pembelajaran yang digunakan guru dalam
proses pembelajaran matematika di SD. Untuk memperbaiki metode pembelajaran agar siswa
aktif, kreatif, dan mandiri, guru perlu menerapkan model pembelajaran yang kontekstual
sehingga peserta didik memiliki pengalaman langsung dalam mempelajari materi ajar
Matematika. Model pembelajaran yang kontekstial namun dikemas dalam konsep matematika
yang dapat diterapkan guru salah satunya model Realistis Mathematic Education (RME) atau
Pembelajarn Matematika Realistik (PMR). Model pembelajaran matematika realistik atau
Realistic Mathematic Education(RME) adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak pada
hal- hal yang real bagi siswa (Zulkardi). Teori ini menekankan ketrampilan proses, berdiskusi
dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan
sendiri(Student Invonting), sebagai kebalikan dari guru memberi (Teaching Telling) dan pada
akhirnya murid menggunakan matematika itu untuk menyeleseikan masalah baik secara
individual ataupun kelompok.

PEMBAHASAN

Matematika adalah salah satu pelajaran yang diajarkan di sekolah. Matematika merupakan
mata pelajaran yang penting baik untuk bidang lain maupun matematika itu sendiri. Menurut
Chambers (2008: 7-9) matematika adalah fakta-fakta objektif, sebuah studi tentang alasan dan
logika, sebuah sistem di sekitar kita yang murni dan cantik, bebas dari pengaruh sosial, berdiri
sendiri, dan mempunyai struktur yang saling berhubungan. Selain itu, matematika adalah studi
tentang pola-pola abstrak di sekitar kita, sehingga apapun yang kita pelajari di dalam
matematika dapat diaplikasikan secara luas. Matematika dikarakteristikkan sebagai sebuah alat
untuk menyelesaikan masalah, tiang penyokong ilmu pengetahuan dan teknologi, dan
menyediakan jalan untuk memodelkan situasi yang nyata.

Matematika merupakan muatan pelajaran yang sangat bermanfaat bagi kehidupan


manusia, sehingga muatan ini sudah diberikan sejak tingkat pendidikan dasar. Menurut Aisyah
(dalam Kriswandani, 2008), matematika dipilih menjadi salah satu mata pelajaran yang
diberikan di SD karena matematika digunkaan untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja
sama. Dalam mengembangkan pemahaman dan kompetensi peserta didik pada pelajaran
matematika, maka guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efesien
sesuai dengan kurikulum dan pola piker peserta didik. Sehingga diperoleh sistim pembelajaran
matematika yang berkualitas. Konsep-konsep pada matematika SD dibagi menjadi 3 kelompok
besar, yaitu penanaman konsep dasar, pemehaman konsep, dan pembinaan keterampilan.
Sementara materi matematika SD terbagi atas 3 topik besar, yaitu aljabar, geometri, dan
pengenalan statistika.

Selama ini, matematika banyak menjadi momok bagi setiap orang tak terkecuali sisw SD.
Mate matika menjadi mata pelajaran yang dianggap sangat sulit untuk dipahami karena
matematika identic dengan banyaknya rumus yang harus dihafalkan oleh peserta didik. Padahal
faktanya, rumus matematika tidak harus dipelajari dengan cara dihafalkan saja, justru dengan
dihafalkan, peserta dominan mengingat rumus tersebut dalam jangka pendek. Akan tetapi,
apabila peserta didik mampu mempelajari materi dan rumus matematika secara bertahap
melalui proses menemukan konsep rumus tersebut dan menggunakan pengalamannya dari
lingkungan sekitarnya, ia akan memahami dan menginga materi dan rumus pelajaran dengan
baik dan mengingatnya dalam jangka panjang. Untuk menerapkan proses pembelajaran
tersebut, guru dapat menggunakan model pembelajaran Realistis Mathematic Education
(RME) atau Pembelajarn Matematika Realistik (PMR).

Realistis Mathematic Education (RME) atau yang biasa disebut dengan Pembelajarn
Matematika Realistik (PMR) adalah suatu pendekatan belajar matemtika yang dikembangkan
sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht
University di Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal (dalam
Kriswandani, 2008) bahwa matematika adalah kegiatan manusia. Menurut pendekatan ini,
kelas matematika bukan tempat memindahkan ilmu matematika dari guru kepada peserta didik,
melainkan peserta didik menemukan sendiri ide dan konsep matematika melalui ekspolrasi
masalah-masalah nyata di kehidupannya. Menutrut teori RME yang dikembangkan Belanda,
pendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan
yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention) matematika berdasarkan usaha
mereka sendiri (Suyanto, 2010).

Gravemeijer (Hobri, 2009) mengemukakan tiga prinsip kunci pembelajaran matematika


realistik, yaitu guided reinvention (menemukan kembali), didactical phenomenology
(fenomena didaktik) dan self developed models (mengembangkan model sendiri).

1. Menemukan kembali (Guided reinvention)


Prinsip ini menghendaki bahwa dalam PMR, dari masalah kontekstual yang
diberikan oleh guru di awal pembelajaran, kemudian dalam menyelesaikan masalah
siswa diarahkan dan diberi bimbingan terbatas, sehingga siswa mengalami proses
menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika
sebagaimana ketika konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika itu
ditemukan. Sebagai sumber inspirasi untuk merancang pembelajaran dengan
pendekatan PMR yang menekankan prinsip penemuan kembali (reinvention), dapat
digunakan sejarah penemuan konsep/prinsip/rumus matematika.
2. Fenomena didaktik (Didactical Phenomenology)
Prinsip ini terkait dengan suatu gagasan fenomena pembelajaran, yang
menghendaki bahwa di dalam menentukan suatu masalah kontekstual untuk digunakan
dalam pembelajaran dengan pendekatan PMR, didasarkan atas dua alasan, yaitu: (1)
untuk mengungkapkan berbagai macam aplikasi suatu topik yang harus diantisipasi
dalam pembelajaran dan (2) untuk dipertimbangkan pantas tidaknya masalah
kontekstual itu digunakan sebagai poin-poin untuk suatu proses pematematikaan
progresif.
3. Mengembangkan model sendiri (Self developed models)
Menurut prinsip ini, model-model yang dibangun berfungsi sebagai jembatan
antara pengetahuan informal dan matematika formal. Dalam menyelesaikan masalah
kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk membangun sendiri model matematika
terkait dengan masalah kontekstual yang dipecahkan. Sebagai konsekuensi dari
kebebasan itu, sangat dimungkinkan muncul berbagai model yang dibangun siswa.
Berdasarkan prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Gravemeijer tersebut, maka dapat
diketahui bahwa pada prinsipnya, pembelajaran matematika realistik di sekolah dasar harus
menuntun siswa SD dalam menemukan masalah matematika yang kontekstual
sering mereka temukan di lingkungan sehari-hari, serta mampu menyelesaikan
masalah kontekstual tersebut secara bebas dalam membangun model matematika yang
mereka pahami. Dalam hal ini, guru SD harus mampu mengaitkan konsep-konsep
matematika di SD dengan masalah yang kontekstual sering ditemui siswa SD pada
kehidupan sehari-hari dan pada lingkungan sekitar siswa, baik lingkungan keluarga,
sekolah, maupun masyarakat.

Model Pembelajaran Matematika Realistik dalam hal ini dapat diterapkan salah satunya
pada topic materi geometri bagian pelajaran Bangun Ruang Kubus dan Balok kelas 5 SD. Sri
Subariah (2006:136) menyatakan bangun ruang merupakan bangun geometri tiga dimensi
dengan batas-batas berbentuk bidang datar atau bidang lengkung. Pokok bahasan bangun ruang
yang diajarkan di kelas V SD adalah bangun ruang Kubus dan Balok. Dalam hal ini, bangun
ruang kubus dan balok merupakan bangun ruang yang menjadi materi dasar sebelum
mempelajari bangun ruang-bangun ruang lainnya. Sehingga eksistensi mempelajari bangun
ruang kubus dan balok sangatlah penting. Pada materi bangun ruang kubus dan balok, terdapat
beberpa konsep yang menjadi momok peserta didik karena dianggap cukup rumit seperti
konsep sifat-sifat, jaring-jaring, volume, dan luas permukaan bangun ruang kubus dan balok.
Terutama pada bagian volume dan luas permukaan kubus dan balok terdapat rumus dan perlu
dipelajari bahkan dihafalkan oleh siswa.

Dalam mempelajari konsep-konsep bangun ruang terutama volume dan luas


permukaannya, siswa perlu mempelajarinya secara sistematis dan konkrit agar materi dapat
dipahami dengan mudah dan dapat diingat dalam jangka yang lama. Siswa dapat menerapkan
model PMR dengan mempelajari materi bangun ruang menggunkana media pembelajaran
benda-benda yang ada di sekitar yang berbentuk kubus dan balok. Siswa dapat menganalisis
unsur-unsur bangun ruang dari benda tersebut, kemudian guru membimbing siswa dalam
menemukan konsep dan rumus terkait bangun ruang.

Pada dasarnya pembelajaran matematika dilandasi oleh teori belajar konstruktivisme


dengan
mengutamakan enam prinsip dalam tahapan pembelajarannya. Adapun tahapan
pembelajarannya yaitu sebagai berikut:
1. Fase Aktivitas.
Pada fase ini, siswa mempelajari matematika melalui aktivitas doing,
yaitu dengan mengerjakan masalah-masalah yang didesain secara khusus. Siswa
diperlakukan sebagai partisipan aktif dalam keseluruhan proses pendidikan sehingga
mereka mampu mengembangkan sejumlah mathematical tools yang kedalaman serta
liku-likunya betul-betul dihayati.
2. Fase Realitas.
Tujuan utama fase ini adalah agar siswa mampu mengaplikasikan
matematika untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pada tahap ini, pembelajaran
dipandang suatu sumber untuk belajar matematika yang dikaitkan dengan realitas
kehidupan sehari-hari melalui proses matematisasi. Matematisasi dapat dilakukan
secara horizontal dan vertikal. Matematisasi horizontal memuat suatu proses yang
diawali dari dunia nyata menuju dunia simbol, sedangkan matematisasi vertikal
mengandung makna suatu proses perpindahan dalam dunia simbol itu sendiri.
3. Fase Pemahaman.
Pada fase ini, proses belajar matematika mencakup berbagai tahapan
pemahaman mulai dari pengembangan kemampuan menemukan solusi informal yang
berkaitan dengan konteks, menemukan rumus dan skema, sampai dengan menemukan
prinsip-prinsip keterkaitan.
4. Fase Intertwinement.
Pada tahap ini, siswa memiliki kesempatan untuk menyelesaikan
masalah matematika yang kaya akan konteks dengan menerapkan berbagai konsep,
rumus, prinsip, serta pemahaman secara terpadu dan saling berkaitan.
5. Fase Interaksi.
Proses belajar matematika dipandang sebagai suatu aktivitas sosial.
Dengan demikian, siswa diberi kesempatan untuk melakukan sharing pengalaman,
strategi penyelesaian, atau temuan lainnya. Interaksi memungkinkan siswa untuk
melakukan refleksi yang pada akhirnya akan mendorong mereka mendapatkan
pemahaman yang lebih tinggi dari sebelumnya.
6. Fase Bimbingan.
Bimbingan dilakukan melalui kegiatan guided reinvention, yaitu
dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mencoba
menemukan sendiri prinsip, konsep, atau rumus-rumus matematika melalui kegiatan
pembelajaran yang secara spesifik dirancang oleh guru (Lestari & Yudhanegara,
2015).

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran


matematika realistis dapat menjadi salah satu pilihan efektif guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran matematika tak terkecuali pada materi bangun ruang kubus dan balok kelas 5
SD. Hal ini karena dengan menggunakan model PMR, siswa dibimbing untuk menemukan
kembali ide atau konsep materi pelajaran melalui proses yang sistematis dan menggunakan
pembelajaran yang kontekstual melalui pengalaman nyata peserta didik di lingkungan
sekitarnya. Sehingga materi pelajaran dapat dipahami dengan baik oleh peserta didik dan
diingatnya dalam jangka panjang tanpa proses menghafalkan konsep atau rumus materi.
Fery Muhamad Firdaus. 2020. PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK
DI SEKOLAH DASAR.

Syamsul Hadi. 2019. TIMSS INDONESIA (TRENDS IN INTERNATIONAL


MATHEMATICS AND SCIENCE STUDY).
http://jurnal.unsil.ac.id/index.php/sncp/article/viewFile/1096/754

Mahrita Julia Hapsari. 2011. Upaya Meningkatkan Self-Confidence Siswa Dalam


Pembelajaran Matematika Melalui Model Inkuiri Terbimbing.
https://core.ac.uk/download/pdf/11064949.pdf

Riza Angga Fauzan. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Matematika Realistik


https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/914/3/T1_292008177_BAB%20II.pdf

Dewi Herawaty. 2018. Model pembelajaran matematika realistik yang efektif untuk
meningkatkan kemampuan matematika siswa SMP. 3(2). Hal 107-125.
https://ejournal.unib.ac.id/index.php/jpmr

Anda mungkin juga menyukai