Anda di halaman 1dari 7

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rumput laut (seaweed) merupakan sumberdaya hayati yang sangat berlimpah


di perairan Indonesia yang merupakan aspek potensial untuk dikembangkan,
terutama pada sektor industri makanan, minuman maupun kosmetik. Fungsi
rumput laut sebagai bahan baku berbagai produk olahan bernilai ekonomi tinggi
untuk tujuan pangan maupun non pangan yang membuat rumput laut banyak
dibudidayakan dan diperdagangkan di pasar lokal dan internasional (Luhur et al.
2012). Jenis rumput laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia adalah
Gracilaria, Gelidium, Eucheuma, Hypnea, Sargasum dan Tubrinaria Wijayanto et
al. (2011). Beragam jenis rumput laut tersebut, yang dibudidayakan,
dikembangkan dan diperdagangkan secara luas di Indonesia adalah jenis
karaginofit. Jenis rumput laut ini terdiri atas eucheuma spinosium, eucheuma
edule, eucheuma serra, eucheuma cottonii, eucheuma spp, agarofit (gracilaria
spp, gelidium spp dan gelidiella spp), serta alginofit (sargassum spp, laminaria
spp, ascophyllum spp dan macrocystis spp).
Luas wilayah yang menjadi habitat rumput laut di Indonesia sendiri
mencapai 1.1 juta hektar (BPS 2016). Lebih lanjut, luas indikatif lahan yang dapat
dimanfaatkan untuk budidaya komoditas rumput laut Indonesia mencapai 769.452
ha. Dari jumlah itu, baru sekitar 50% atau seluas 384.733 ha yang secara efektif
dimanfaatkan, dan akan terus dimanfaatkan sehingga target produksi tahun 2019
sebesar 19.5 juta ton dapat dicapai (KKP 2015). Hal ini menunjukkan bahwa
potensi besar rumput laut Indonesia untuk dikembangkan dan menjadi produk
unggulan komoditi ekspor Indonesia. Langkah strategi ini menjadi bagian penting
dilakukan, mengingat data sentra lima wilayah penghasil rumput laut dengan
potensi besar untuk dikembangkan, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Provinsi-provinsi penghasil produksi rumput laut di Indonesia pada tahun
2011-2015 (dalam ton)
No Provinsi Rumput Laut (Ton) Kenaikan
2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata
(%)
1 Sulawesi Selatan 1 024 302 1 480 712 1 661 335 2 087 841 2 411 124 24,48
2 Nusa Tenggara 377 200 398 736 1 846 224 1 966 255 2 283 331 97,84
Timur
3 Sulawesi Tengah 734 381 891 381 1 233 058 1 137 030 1 362 812 17,94
4 Nusa Tenggara Barat 277 700 451 031 599 100 749 141 937 463 36,36
5 Sulawesi Tenggara 586 965 639 192 917 363 956 017 915 895 13,11
Sumber: BPS (2016)

Pada Tabel 1 terlihat bahwa produksi budidaya rumput laut di provinsi -


provinsi Indonesia dalam kurun waktu 2011-2015 cenderung mengalami
kenaikan. Provinsi Sulawesi Selatan merupakan provinsi penghasil rumput laut
terbesar pada tahun 2015. Menurut BPS (2016) pada tahun 2015 produksi
budidaya rumput laut di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 2 411 124 ton,
kemudian diikuti oleh Nusa Tenggara Timur 2 283 331 ton, Sulawesi Tengah 1
362 812 ton, Nusa Tenggara Barat 937 463 ton, dan Sulawesi Tenggara 915 895
2

ton. Pada data ini terlihat jelas bahwa pulau Sulawesi sebagai penghasil tertinggi
rumput laut sangat penting untuk dikembangkan.
Pada Tabel 1 terlihat bahwa jumlah produksi rumput laut di Sulawesi yang
tertinggi berada di Sulawesi Selatan. Meskipun demikian, Provinsi Sulawesi
Tenggara merupakan salah satu provinsi penghasil rumput laut di Kepulauan
Sulawesi yang potensial. Provinsi ini memiliki luas lahan yang paling luas
diantara provinsi yang lainnya yaitu sebesar 54 770 hektar (KKP 2016). Hasil
rumput laut yang dihasilkan didominasi oleh jenis Eucheuma cottonii. Rumput
laut ini biasa tumbuh baik di musim kemarau, sebaliknya tumbuh lambat di
musim hujan Arisandi et al. (2013). Menurut hasil wawancara dengan para petani
di Kabupaten Buton, bahwa jenis rumput laut cottoni ini yang paling mudah
dibudidayakan dan memiliki harga yang tinggi. Salah satu kabupaten yang paling
potensial untuk dikembangkan budidaya rumput laut adalah di Kabupaten Buton,
hal ini seperti terlihat pada Gambar 1.

Sumber : Bank Indonesia (2016), data diolah


Gambar 1 Luasan areal budidaya rumput laut pada empat Kabupaten Buton di
Provinsi Sulawesi Tenggara (dalam hektar)

Pada Gambar 1 terlihat bahwa potensi rumput laut untuk dikelola di


Kabupaten Buton sangat tinggi yaitu 9825 hektar. Tetapi luas yang dikelola baru
sekitar 2886 hektar, sehingga masih banyak lahan yang belum digunakan sejalan
dengan target pemerintah pusat yang masih belum terpenuhi. Maka Kabupaten
Buton bisa berperan dalam pengembangan budidaya rumput laut dengan
memanfaatkan 60% lahan yang belum dikelolah. Dengan adanya perluasan
budidaya rumput laut, akan meningkatkan produksi rumput laut di Kabupaten
Buton dan target dari pemerintah pusat. Potensi areal budidaya rumput laut yang
belum dikelolah di Kabupaten Buton sampai saat ini masih belum di kembangan
secara optimal. Rumput laut merupakan salah satu komoditi yang paling banyak di
produksi dan menjadi salah satu komoditi unggulan di Kabupaten Buton.
3

Sumber: Dinas perikanan dan Kelautan Kabupaten Buton (Data diolah), 2016
Gambar 2 Produksi perikanan budidaya per jenis komoditi di Kabupaten Buton
Pada Gambar 2 dilihat grafik produksi budidaya per jenis komoditi, rumput
laut merupakan komiditi dengan hasil produksi yang tertinggi dari komoditi-
komoditi lainnya seperti kerang mabe, kerapu dan lain-lain. Pada tahun 2014
produksi rumput laut mengalami penurunan yaitu sebesar 410 07 per ton dan
pada tahun 2015 terdapat kenaikan signifikan yaitu memproduksi sebesar 4 020
78 per ton dan tahun 2016 produksi sebesar 4 291 79 per ton. Dari data tersebut
disimpulkan bahwa terjadi kenaikan produksi budidaya rumput laut di Kabupaten
Buton.
Dilihat bahwa Produksi rumput laut dalam kurun waktu tiga tahun terjadi
peningkatan sebesar 96 63% dari komoditi laut lainnya, utamanya pada tahun
2014 sampai 2015. Peningkatan produksi ini merupakan suatu prestasi tersendiri
bagi Pemerintah Kabupaten Buton dalam mengelola sumberdaya lautnya yang
lebih dari 80% atau 21 054 km2 adalah wilayah kepulautan. Melihat produksi
rumput laut Kabupaten Buton yang setiap tahunnya meningkat, pencapaian ini
dilakukan untuk memenuhi target produksi yang ditetapkan Pemerintah
Kabupaten Buton.
Apabila melihat target produksi rumput laut yang ditargetkan pemerintah
Kabupaten Buton pada tahun 2017 sebesar 189 ribu ton (BPS Buton 2017), maka
pemerintah Kabupaten Buton sangat perlu untuk melakukan strategi
pengembangan yang tepat. Salah satu strateginya adalah mengembangkan
sumberdaya alam yang lebih dari 80% berupa laut, yang mana areal budidaya
perairan sebagian besar di Kabupaten Buton. Melihat potensi yang produksi
rumput laut dan target produksi yang telah ditetapkan Pemerintah, maka sangat
memungkinan Pemerintah Kabupaten Buton memenuhi target tersebut. Melihat
peran Kabupaten Buton dalam kontribusi rumput laut nasional, sangat perlu
peningkatan industri pengolahan rumput laut.
Hal ini tentu perlu perhatian khusus serta diperlukan strategi pengembangan
usaha rumput laut yang terencana dengan baik. Pada tingkat harga, menurut
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan (2015) menyatakan
bahwa harga yang dibeli oleh pengepul dari petani masih sangat rendah yang
4

mengakibatkan petani merasa dirugikan, hal ini juga terjadi di Kabupaten Buton.
Selain itu, harga beli beberapa jenis rumput laut, dihargai dengan harga yang sama
rata tanpa melihat kualitas dan jenis rumput laut tersebut oleh pengepul.
Akibatnya terjadi perbedaan harga ditingkat petani dan pengepul. Hal tersebut
terjadi karena para petani yang tidak mengetahui perbedaan harga yang up to date
di pasar. Dengan demikian harga rumput masih ditentukan oleh musim dan daerah
masing-masing (Hikmayani et al. 2007). Hal ini secara tidak langsung
memberikan keuntungan yang lebih besar untuk pengepul, namun merugikan para
petani, dikarenakan seharusnya petani menerima bisa lebih besar harga dari
pengepul karena kualitas rumput laut yang dihasilkan petani tergolong rumput laut
yang berkualitas dan harga hasil olahan rumput laut yang relatif tinggi dan
dikarenakan petani sudah terikat dengan pengepul atau memiliki utang dengan
pengepul, sehingga posisi tawar menawar petani begitu rendah ke pengepul.
Selain permasalahan harga yang telah dipaparkan, sistem pengelolahan
rumput laut yang tradisional dan kualitas sumberdaya manusia dalam hal
keterampilan pengolahan rumput laut yang dinilai belum memadai, menjadi
permasalahan tersendiri bagi pengembangan budidaya rumput laut di di
Kabupaten Buton. Dalam hal pengolahan sistem rumput laut di Kabupaten Buton
masih mengandalkan musim dengan sistem budidaya long line (BPS Buton 2017).
Dengan sistem ini, para petani mengandalkan musim untuk menamam dan
memanen rumput laut. Faktor alam turut mempengaruhi produktivitas rumput
laut, seperti kualitas air laut, kandungan garam, besarnya arus dan gelombang di
laut. Masalah sumberdaya manusia dalam hal pengetahuan dan keterampilan
petani dan pengelolaan rumput laut menjadi faktor penentu yang harus
diperhatikan dan menjadi prioritas utama.
Lebih lanjut, dari sisi ketersediaan infrastruktur yang belum memadai dan
kebijakan pemerintah yang belum memihak penuh pada pengembangan usaha
rumput laut, utamanya kesejahteraan petani rumput laut di Kabupaten Buton. Di
Kabupaten Buton, kurang tersedianya infrastruktur pendukung seperti jalan,
pelabuhan, dan kantor administrasi rumput laut. Hal ini penting karena dapat
mengurangi tingginya biaya logistik.
Dengan demikian, penurunan produktivitas, pola budidaya serta penurunan
petani rumput laut masih menjadi permasalahan yang telah berlangsung selama
bertahun-tahun dan menjadi isu-isu yang harus diselesaikan dengan tepat.
Terjadinya permasalahan tersebut membuat arah strategi pengembangan yang
tepat sangat diperlukan saat ini mengingat daerah ini merupakan sentra
pengembangan rumput laut nasional. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan
membuat arah kebijakan melalui strategi pengembangan yang tepat, sehingga
Kabupaten Buton dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Untuk mengatasi berbagai permasalahan diatas terkait
rumput laut di Kabupaten Buton, penelitian ini akan membahas tentang strategi
pengembangan usaha rumput laut di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.

Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini terdapat isu-isu yang menjadi pokok rumusan


permasalahan yang sangat perlu adanya penyelesaian yang tepat dan efektif dalam
5

upaya pengembangan rumput laut di Kabupaten Buton. Pertama adalah potensi


peningkatan produksi rumput laut begitu besar untuk dimanfaatkan. Sampai tahun
2016 pemanfaatan budidaya rumput laut nasional masih sebesar 2 25% atau
sekitar 267 814 hektar dari potensi indikatif kawasan budidaya laut yang seluas
12 12 juta hektar (Kementerian Kelautan dan Perikanan 2015). Potensi rumput
laut E. cottonii di Kabupaten Buton sangat besar, akan tetapi untuk
memaksimalkan potensi rumput laut, para petani dan pemerintah Kabupaten
Buton masih menghadapi kendala diantaranya, luas alam yang belum
dimanfaatkan secara optimal, kualitas rumput laut, distribusi, dari budidaya
rumput laut.
Kedua adalah tingginya target produksi rumput laut nasional dan
pemerintah kabupaten Buton. Pemerintah pusat melalui Kementerian Kelauatan
dan Perikanan (KKP) menargetkan produksi rumput laut nasional pada tahun 2018
yaitu sebesar 16 17 juta ton pada tahun 2018 atau naik 21 58% dibandingkan
tahun 2017 sebesar 13 3 juta ton. Pemerintah Kabupaten Buton sendiri pada tahun
2017 menargetkan produksi rumput laut basah sebesar 189 ribu ton, sedangkan
produksi yang telah dicapai pada tahun 2016 sebesar 4 291 79 per ton (Dinas
perikanan dan Kelautan Kabupaten Buton 2016). Apabila melihat potensi wilayah
perairan Kabupaten Buton yang begitu luas, maka target tersebut optimis tercapai.
Melihat potensi rumput laut yang begitu besar untuk kesejahtraan masyarakat,
maka perlu adanya strategi pengembangan usaha yang tepat, baik dari petani,
pengusaha, dan pemerintah Kabupaten Buton.
Melihat isu-isu permasalahan dalam pengembangan usaha rumput laut di
Kabupaten Buton diatas, maka diperlukan solutif yaitu strategi pengembangan
usaha rumput laut di Kabupaten Buton. Adapun pertanyaan penelitian yang
dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengembangan usaha rumput laut
di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara?
2. Alternatif strategi pengembangan usaha apakah yang tepat untuk diterapkan
sesuai dengan keadaan rumput laut di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara?
3. Bagaimana prioritas strategi dan implikasi manajerial untuk meningkatkan
pengembangan usaha rumput laut di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang dan perumusan masalah,


maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
pengembangan usaha rumput laut di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.
2. Merumuskan alternatif strategi pengembangan usaha rumput laut di
Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.
3. Menentukan prioritas strategi dan implikasi manajerial untuk meningkatkan
pengembangan usaha rumput laut di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.
6

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi beberapa pihak


yaitu:
1. Bagi Pemerintah
Penelitian ini diharapkan mampu membantu Pemerintah Kabupaten Buton
dalam pengambilan keputusan yang cepat, tepat, dan efisien dalam
menjalankan bisnis rumput laut dalam menentukan strategi pengembangan.
2. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat akan
potensi besar rumput laut Indonesia, serta peluang usaha pada produk olahan
rumput laut. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
masyarakat khususnya pelaku bisnis dalam membuat strategi pengembangan
usaha rumput laut.
3. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan mampu untuk meningkatkan kesadaran peneliti akan
pentingnya strategi pengembangan usaha. Selain itu, penelitian ini menjadi
sarana peneliti untuk mengimplementasikan ilmu yang didapatkan selama
kuliah di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
4. Bagi akademis
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan ataupun perbandingan untuk
penelitian mendatang.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini berada di daerah Kabupaten Buton Sulawesi


Tenggara. Komoditas yang menjadi faktor dalam penelitian ini adalah rumput laut
jenis Eucheuma cottonii. Strategi yang dihasilkan hanya sampai pada tahap
menyusunan dan penentuan strategi yang tepat dalam pengembangan usaha
rumput laut di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Rumput Laut

Kebutuhan rumput laut yang semakin meningkat, baik untuk memenuhi


kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri, sekaligus memperbesar devisa
negara dan sektor nonmigas. Maka cara terbaik untuk tidak menggantungkan
persediaan dari alam adalah dengan budidaya rumput laut, baik secara ekstensif
maupun secara intensif dengan menggunakan lahan yang ada Anugarah (1990).
Budidaya merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan di sektor
non-migas yang tanpa menggantungkan sumberdaya alam berbasiskan karbon
(Ask dan Azanza 2002). Salah satu usaha budidaya yang giat dilakukan di
Indonesia adalah budidaya rumput laut (Aluman et al. 2016). Berdasarkan data
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB

Anda mungkin juga menyukai