Anda di halaman 1dari 11

Keselamatan kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan rangkaian program yang menggunakan ilmu

terapan atau aplikatif yang bertujuan untuk menciptakan sistem kerja yang selamat serta keselamatan
bagi individu atau dengan kata lain kesalamatan kerja itu merupakan suatu conceptual frame work yang
digunakan untuk mencari solusi dalam menghadapi masalah yang timbul dalam pekerjaan terkait
dengan manusia. Dengan pendekatan K3 diharapkan kerugian (loss) yang berasal dari hubungan atau
kontak antara bahaya dengan manusia. Kontak antara bahaya dengan manusia ini dapat terjadi akibat
ketidaksesuaian antara manusia dengan peralatan yang dipakai, dapat juga terjadi karena ketidak
sesuaian antara manusia dengan lingkungannya atau bahkan antara mansia dengan manusia itu sendiri.
Ketiga hal tersebut mempunyai keterikata satu sama lain. Untuk mencegah risiko akibat ketidaksesuaian
hubungan antara ketiga kompone tersbut dibutuhkan pengendalian.

Pengendaliannya tentu saja membutuhkan sistem manajemen yang terdiri dari engineering pada
peralatan, administration berupa prosedur serta pengembangan kompetensi serta behavior yang
merupakap sikap atau prilaku dari manusia itu sendiri. Dari ketiga komponen tesebut, manusia dalam
hal ini merupakan faktor kunci yang secara langsung berhubungan dengan kedua faktor lain yaitu
perlatan dan lingkungan, hal ini dikarenakan manusia merupakan satu-satunya unsur yang paling flexibel
oleh karena itu dengan adanya interaksi antara manusia dan dua komponen lainnya akan menimbulkan
terjadinya perubahan-perubahan budaya kerja. Oleh karena hal tersebut juga manusia secara tidak
langsung selalu rentan dikatakan sebagai sumber dari kecelakaan kerja, pdahal sebenarnya manusia
tidak serta merta menjadi penyebab dari kecelakaan tersebut.

Seberapa besar pengaruh manusia dalam kontribusinya sebagai salah satu penyebab kecelakaan
dijelaskan dalam sebuah teori yang disebut dengan The Human Factor Theory. Teori ini menjelaskan
bahwa kecelakaan sebagai suatu rantai kejadian yang disebabkan oleh human error (keslahan manusia).
Kesalahan manusia ini dapat terjadi karena overload, inappropiate responses dan inappropiate
activities. Jika dilihat dari faktor yang mempengaruhi manusia dapat melakuakan sebuah kesalahan, kita
mendapatkan suatu benang merah yaitu prilaku dari manusia itu sendiri menjadi dasar mereka dalam
melakukan tindakan.

Prilaku manusia juga mempengruhi perubahan-perubahan yang dilakukan untuk menjadikan manusia
itu menjadi lebih baik. Berikut akan dijelaskan beberapa teori dan model yang berhubungan dengan
perilaku selamat (safety behavior) tujuannya adalah untuk mengetahui faktor faktor yang
mempengaruhi manusia dalam melakukan pekerjaan sehingga dapat menghindarkan manusia itu sendiri
dari kesalahan atau kecelakaan yang berakibat pada fatality.
Macam-macam teori human factors tersebut adalah (penjelasannya dapat Anda klik pada masing-
masing teori ini):

 Teori Domino Heinrich dan Teori Domino Frank E. Bird


 Swiss Cheese Model
 Shell Model
 Epidemiology of Accident Teori

Dari keempat teori diatas, maka tiga diantaranya lebih melihat kecelakaan terjadi akibat adanya
interaksi dalam suatu system yang gagal. Dan yang melihat kecelakaan yang berasal dari indvidu hanya
satu teori, yaitu teori domino. Penyebab terjadinya kecelakaan atau sakit yang utama adalah bukan
hanya kesalahan individu, tetapi banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku selamat dan
perilaku sehat manusia tersebut.

Dari waktu kewaktu ditemukan teori dan model yang terus berkembang. Dapat dilihat dari teori yang
awalnya menempatkan manusia sebagai pemberi kontribusi terbesar pada kecelakaan sampai dengan
paradigma sekarang bahwa kecelakan juga merupakan permasalahan organisasi, bukan individu saja.
Lebih baik membuat pertahanan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dari pada mencari penyebab
kecelakaan.

Perubahan-perubahan pendapat pada teori dan model tersebut menunjukkan bahwa terjadi juga
perubahan cara berpikir dalam melihat suatu permasalahan kecelakaan dan sakit yang tadinya dilihat
secara linier dengan mencari penyebab (single causes) saja, tetapi kemudian permasalahan tersebut
dilihat juga secara sistemik (manusia, organisasi, dan teknologi). Teori dan model bukan tools dalam
melakukan suatu investigasi kecelakaan, tetapi merupakan acuan dalam membuat tools.

A) Teori Domino Heinrich


Teori ini menyatakan bahwa kecelakaan diakibatkan oleh rantai peristiwa berurutan seperti domino
jatuh dan ketika salah satu domino jatuh, memicu kecelakaan yang berikutnya. Lima faktor kecelakaan
berurutan yang menyebabkan cedera:

Social Environment and Ancestry

Fault of Person

Unsafe Act and/or Unsafe Condition

Accident

Injury

Dalam teri domino ini pencegahan kecelakaan berfokus pada penghilangkan faktor utama (the central
factor), yaitu tindakan tidak aman atau bahaya, yang mendasari 98% dari semua kecelakaan. Heinrich
beranggapan bahwa kecelakaan dapat dicegah dengan menghilang kedua faktor, yaitu meniadakan
unsafe act dan unsafe condition. Atau dengan kata lain dengan cara mengendalikan situasinya (thing
problem) dan masalah manusianya (people problem). Sayangnya teori ini terlalu melimpahkan
kesalahan pada manusia dan kecelakaan bisa terjadi hanya karena ada kesalahan manusia. Namun
dibalik kekeurangan Heinrich dalam teorinya, Heinrich melihat adanya sejumlah faktor yang
memunculkan efek domino kondisi yang menyebabkan kegiatan pekerjaan menjadi tidak aman. Teori
Domino Heinrich ini juga menjadi teori ilmiah pertama yang menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja
karena kecelakaan tidak lagi dianggap sebagai sekedar nasib sial atau karena peristiwa kebetulan.

B) Teori Domino Frank E. Bird

Teori yang dipaparkan oleh Frank E. Bird lahir akibat dari modifikasi teori Heinrich, secara umum
pendekatan teoi ini hampir sama dengan teori domino sebelumnya, Fokus utama teori ini dikemukakan
bahwa kecelakaan terjadi karena adanya kesalahan pada manajemen sistem. Frank E. Bird dan Robert G.
Loftus mengembangkan model tersebut sebagai berikut:

Lack of Control dan Management, yaitu kelemahan fungsi-fungsi management Leadership, pengawasan,
standard kerja, standard performance, correction error.

Basic Concepts dan Origins, yaitu pengetahuan dari pekerja, skill, motivation, physical or capability work
problems.

Immediate Causes dan Sympton, yaitu unsafe acts dan unsafe condition.

Accident dan Contact, yaitu kecelakaan yang terjadi.

Injury Damage dan Loss, yaitu cidera/kecelakaan dan kehilangan property.


Source: http://handikamaulana.blogspot.co.id/2015/05/teori-kecelakaan-kerja.html

Teori Domino Frank E. Bird sudah lebih kompleks menjelaskan bahwa perilaku manusia ini sebagai
subsistem kerja. Kecelakaan terjadi karena ada ‘sesuatu’ yang salah pada sistem (lack of control). Frank
E.Bird dalam teorinya juga tidak serta merta menyalahkan manusia sebagai faktor utama dalam suatu
kejadian kecelakaan karena menurut beliau pada dasarny tidak ada seorang pekerja atau manusia yang
menginginkan adaanya kecelakaan, dalam hal ini beliau sangat memperhatikan sunsistem lain. Teori ini
melihat penyebab kecelakaan ini secara makro, sehingga dapat membantu perusahaan untuk
mengevaluasi akar masalah itu secara sistemik sehingga dapat menghasilkan peningkatan secar
berkelanjutan.

o Swiss Cheese Model - Teori Human Factors Keselamatan Kerja

Swiss Cheese Model ini dikembangkan oleh James Reason pertama kali pada tahun 1990. Model ini
menjelaskan tentang kegagalan sistem, bahwa terjadinya kecelakaan tidak serta merta merupakan
kesalahan personal namun ada faaktr lain dalam sistem. Secara gambaran umum tujuan dari model ini
hampir sama dengan yang dijelaskan oleh Frank E. Bird dalam domino teorinya. Konsep dasar model ini
menjelaskan bahwa kecelakaan organisasi disebabkan oleh pengambilan keputusan yang salah yang
dibuat oleh Top Manajemen. Adanya kebijakan yang salah ini, kemudian ditambah dengan kekurangan
line management, unsafe act yang kemudian berinteraksi dengan local event dan adanya pertahanan
yang memadai, maka terjadilah kecelakaan. Dalam perkembangannya model pertahanan dengan
adanya lubang lubang yang menggambarkan laten failure yang berasal dari management ini lah menjadi
peluang terjadinya kecelakaan dengan adanya psycological precusor, unsafe act maupun aspek pencetus
terjadinya kondisi yang tidak biasa. Kemudia perkembangan selanjutnya disadari bahwa dalam setiap
proses / faktor dalam organisasi berpeluang menciptakan latent pathogens, suatu kondisi yang pada
saat tertentu dapat berkontribusi dalam terjadinya suatu accident. Latent failure dapat mempengaruhi
aspek lain dalam suatu organisasi, sehingga tercipta latent failure yang lain, tetapi dapat pula secara
langsung mempengaruhi defence secara langsung sehingga timbul suatu accident.

Contoh kasus yang dilihat berdasarkan teori ini adalah seperti gambar ilustrasi berikut:

Pada perkembangan terakhir reason menggambarkan defence/ barrier seperti layaknya multiple swiss
cheese. Defences ini tidak ada yang sempurna kesemuanya memiliki limitasi, kesemuanya memiliki
peluang berupa active failure maupun latent condition yang tercermin sebagai holes. Seperti halnya
swiss cheese, holes tersebut terkadang terbuka, terkadang melebar, terkadang menyempit bahkan
terkadang berpindah dari tempat kedudukannya. Loss/ accident terjadi bila kesemua defences/ barrier
memiliki besarnya holes yang mengakibatkan accident. Perubahan dari model sebelumnya :

Masing-masing defences/ barrier tidak spesifik, tergantung masing-masing proses, tidak dibatasi apakah
berasal dari mangement, unsafe act dsb seperti pada model sebelumnya.

Penggunaan kata latent condition, bukan latent failure, karena kondisi bukanlah sebab terjadinya suatu
kecelakaan, tetapi kondisi merupakan faktor penting bagi penyebab untuk terjadinya kecelakaan

o SHELL Model dalam K3

Jika teori- teori sebelumnya lebih menjelaskan mengenai kesalahan sistem sistem secara makro menjadi
penyebab suatu kecelakaan, Dalam SHELL model ini menjelaskan mengenai individu sejatinya akan
bertindak selamat karena setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Menurut model ini,
penyebab kecelakaan disebabkan oleh beberapa faktor. Karena karakteristik yang berbeda-beda
tersebut maka manusia harus dapat beradaptasi dan mencocokan dengan beberapa faktor yang
berkaitan dengan pekerjaannya agar tidak terjadi kecelakaan sehingga tidak hanya manusia saja yang
menjadi penyebab utama kecelakaan.

Faktor-faktor tersebut anatara lain:

Software ( prosedur)

Hardware (mesin atau alat yang digunakan)

Environment (lingkungan)

Lifeware 1(manusia)

Lifeware 2 (manusia)

Jadi, menurut teori ini kelima faktor tersebut harus saling melengkapi satu sama lain (match) agar tidak
terjadi kecelakaan dan yang menjadi pusatnya yaitu manusia dimana terdapat adanya interaksi antara
lifeware 1 dengan lifeware 2 (interaksi antara manusia dengan manusia) , lifeware1 dengan software
(interaksi manusia dengan prosedur atau SOP), lifeware 1dengan hardware (interaksi manusia dengan
mesin yang digunakannya), dan lifeware 1 dengan environment (interaksi manusia dengan lingkungan
kerjanya). Setelah terjadi kecocokan diantara setiap faktor-faktor tersebut maka kemungkinan
terjadinya kecelakaan akan lebih sedikit.
o Epidemiologi Teori Kecelakaan dalam K3

Teori epidemiologi cedera yang dikembangkan oleh John E. Gordon dan James J. Gibson. Ia menjelaskan
kecelakaan dapat terjadi akibat kegagalan interaksi antara agen, host dan lingkungan. Host disini
merupakan manusia yang memiliki karakteristik sendiri seperti umur, keahlian, sikap, kognitif &
perspektif, kondisi fisik, dan sebagainya. Sedangkan agen adalah segala sesuatu berupa benda yang
berada di luar tubuh manusia yang dapat menimbulkan kecelakaan, seperti pisau yang tajam yang
kemungkinan menyebabkan luka sayat. Dan Lingkungan merupakan kondisi lingkungan sekitar tempat
kerja.

Teori epidemiologi injury ini dalam aplikasinya kemudian dikembangkan lagi oleh Dr William Haddon Jr.
ia mengajukan kerangka kerja untuk menggambarkan penyebab kecelakaan dan tindakan
penanggulangan terkait keselamatan di jalan raya. Kerangka ini biasa dikenal dengan Haddon Matriks.
Sehingga, m atriks inilah yang digunakan untuk menilai suatu cedera yang terjadi dan mengidentifikai
metode pencegahan yang digunakan.

Sikap aman kesehatan keamanan kerja – Dalam mengidentifikasi serta memahami potensi yang beresiko
dalam tempat kerja meliputi : Perilaku serta sikap kerja yang aman. Tindakan dalam mengidentifikasi
serta memahami potensi yang beresiko dalam tempat kerja meliputi :

Perilaku serta sikap kerja yang aman.

Tindakan pemeliharaan tempat kerja.

Lingkungan kerja yang aman

Perlindungan personal

Memakai perlengkapan tangan serta listrik dengan aman.

Pemadam kebakaran.

1. Perilaku serta sikap aman.

Kenapa keamaan, kesehatan, kerja (safety) di tempat kerja sangatlah penting? Jika di satu tempat kerja
setiap tahun lebih dari 50 orang meninggal, lebih dari 35,000 orang cedera serta lebih dari 5,000 orang
sakit yang disebabkan oleh tempat kerja yang tidak aman. Biaya yang perlu ditanggung untuk seluruhnya
ialah menakjubkan $ 2.5 Milyar. Tapi kita bisa mencegahnya dengan :
Meningkatkan kesadaran pada keamanan, kesehatan, kerja.

Memperlakukan keamanan, kesehatan, kerja (safety) dalam tempat kerja.

a. Meningkatkan kesadaran keamanan, kesehatan, kerja (safety).

Bagian yang mutlak untuk melatih anda serta anda meningkatkan kebiasaan berpikir serta berperilaku
aman (safety) setiap saat.

Belajar kerja dengan aman

Kapanpun kalian akan mempelajari sesuatu mengenai pekerjaan, kalian diwajibkan untuk belajar serta
menanyakan bagaimana kerja dengan aman (safety).

Mencegah kecelakaan :

Berlaku cermat pada pencegahan kecelakaan serta sadar pada pemicu serta konsekwensi dari
kecelakaan. Bila kalian sudah tahu mengenai apakah pemicu kecelakaan, tentu kalian juga akan tahu
apakah yang tidak akan ditangani.

Peringatan Keamanan :

Sempatkan diri untuk membaca peringatan keamanan, kesehatan, kerja (safety).

Kehadiran tempat kerja anda :

Ketahuilah kehadiran tempat kerja anda dengan tuntas, mencakup tempat :

Pemadam kebakaran.

Perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan.

Saklar darurat atau emergensi daya listrik.

Perlengkapan perlindungan serta pakaian pelindung.

Pintu darurat keluar.

b. Perilaku aman dalam tempat kerja.


Perilaku kalian sendiri sebagai aman saat kerja serta istirahat. Mungkin kalian bisa bermain bola, dengan
ekstrim akan membahayakan tempat kerja.

Janganlah menyandung atau menyenggol orang yang lain.

Tetap berjalan dalam tempat kerja, janganlah lari.

Janganlah bergurau.

Janganlah mempermainkan alat pemadam kebakaran.

Janganlah mempermainkan alat atau perlengkapan bengkel.

Janganlah mengganggu pengoperasian perlengkapan atau alat yang berhahaya.

Konsetrasi pada pekerjaan, tapi sadar kejadian apakah di sekitar tempat kerja anda.

Patuhi rambu-rambu keamanan serta pembatas pada ruang terlarang.

Demikian, info yang bisa kami berikan untuk kalian. Semoga info ini bisa bermanfaat untuk kalian
semua.

Perilaku diterjemahkan dari kata bahasa Inggris “behavior” dan kata tersebut sering dipergunakan dalam
bahasa sehari-hari, namun seringkali pengertian perilaku ditafsirkan secara berbeda antara satu orang
dengan yang lainnya. Perilaku juga sering diartikan sebagai tindakan atau kegiatan yang ditampilkan
seseorang dalam hubungannya dengan orang lain dan lingkungan disekitarnya, atau bagaimana manusia
beradaptasi terhadap lingkungannya. Perilaku, pada hakekatnya adalah aktifitas atau kegiatan nyata
yang ditampikan seseorang yang dapat teramati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku
keselamatan adalah tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan faktor-faktor keselamatan kerja.

Menurut Zhou et al., (2007) ada empat faktor yang paling efektif untuk meningkatkan perilaku
keselamatan, yaitu: safety attitudes, employee’s involvement, safety management systems and
procedures, and safety knowledge. Faktor iklim keselamatan lebih berpengaruh terhadap perilaku
keselamatan jika dibandingkan dengan pengalaman pekerja. Diperlukan strategi gabungan antara iklim
keselamatan dan pengalaman kerja untuk meningkatkan perilaku keselamatan secara maksimal guna
mencapai total budaya keselamatan.

Rundmo dan Hale (2003) melakukan studi terhadap sikap (attitude) manajemen terhadap keselamatan
dan pencegahan terjadi kecelakaan. Hasil studi menunjukkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh sikap.
Sikap yang ideal untuk manajemen adalah:
Komitmen yang tinggi.

Kefatalan rendah.

Toleransi terhadap pelanggaran rendah.

Emosi dan kekhawatiran tinggi.

Tunakuasa rendah.

Prioritas keselamatan tinggi.

Penguasaan dan kesadaran tinggi.

Paul P.S. dan Maiti J. (2007) mempelajari peranan perilaku keselamatan pekerja terhadap terjadinya
kecelakaan pada perusahaan tambang. Dari studi yang dilakukan diperoleh struktural model yang
menunjukkan hubungan work injury secara signifikan dipengaruhi oleh:

Pengaruh negatif

Pengambilan resiko

Ketidakpuasan kerja

Umur

Kinerja keselamatan

Menurut Mullen J. (2004), ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku keselamatan individu
pekerja, yaitu:

Faktor organisasi; yaitu beban kerja yang berlebih, persepsi kinerja keselamatan, pengaruh sosialisasi,
sikap keselamatan dan persepsi terhadap resiko.

Faktor personal image; yaitu kesan macho dan mampu untuk menghindari konsekuensi negatif,
misalnya diejek atau diremehkan rekan kerja dan ketakutan kehilangan posisi.

Menurut Mullen bahwa faktor organisasi menentukan perilaku keselamatan pekerja. Sosialisasi
organisasi terhadap karyawan baru sedini mungkin akan mempengaruhi persepsi pekerja terhadap iklim
keselamatan, sikap keselamatan, komitmen terhadap keselamatan dan perilaku keselamatan.
OHS training dan edukasi serta penegakan aturan, inspeksi, dan komunikasi merupakan karakteristik
perilaku yang paling dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja keselamatan untuk semua posisi diatas.
Mengembangkan atau merubah budaya organisasi merupakan tantangan serta membutuhkan biaya dan
waktu yang lama. Dengan menentukan target yang tepat, seperti OHS advisor dan supervisor, kemudian
mengidentifikasi keahlian dan kemampuan serta perilaku yang paling dibutuhkan yang dapat mengarah
kebudaya keselamatan yang positif, kinerja keselamatan dapat diperbaiki dan dimaksimalkan. Dalam hal
ini ditunjukkan pentingnya peran pimpinan dalam merubah budaya organisasi dan keselamatan.
Pimpinan disini bukan hanya pada tingkatan manajemen akan tetapi sampai pada pimpinan lapangan
seperti foremen (Dingsdag et al., 2008).

Pendekatan budaya keselamatan dimulai dari level manajemen ke level yang lebih rendah (top-down
approach), sementara pendekatan perilaku keselamatan dimulai dari level bawah ke level atas (bottom-
up approach). Keberhasilan kedua pendekatan tersebut bergantung pada ada tidaknya perubahan pada
tata nilai dasar dari organisasi, itikad, dan asumsi tentang keselamatan di tempat kerja. DeJoy (2005)
mengusulkan metode pendekatan terintegrasi antara pendekatan budaya keselamatan dan perilaku
keselamatan. Pendekatan budaya keselamatan lebih bersifat komprehensif namun kurang memberikan
solusi pada masalah keselamatan yang spesifik. Disisi lain, pendekatan perilaku lebih bersifat spesifik
dalam menyelesaikan masalah keselamatan namun kurang komprehensif. Dengan demikian,
disimpulkan bahwa kombinasi pendekatan kedua metode ini akan saling melengkapi dan menghasilkan
perubahan yang lebih komprehensif sekaligus menyelesaikan masalah-masalah keselamatan yang
spesifik. Model pendekatan terintegrasi yang diusulkan sangat baik dan dapat diterima secara konsep
(DeJoy, 2005).

Salah satu program yang paling banyak digunakan untuk memperbaiki perilaku pekerja adalah behavior-
based safety. Behavior-based safety atau lebih dikenal dengan singkatan BBS adalah suatu pendekatan
yang bersifat proaktif dalam meningkatkan kinerja K3, dan sistem ini juga memberikan peringatan dini
terhadap potensi bahaya kecelakaan serta dapat mengukur perilaku aman dan tidak aman di tempat
kerja. Sistem ini juga memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk berbagi informasi mengenai
kinerja K3 dan umpan balik terhadap rekan-rekan kerja mereka, mendorong keterlibatan pekerja dalam
semua aktifitas K3, meningkatkan kesadaran pribadi akan K3, memperbaiki presepsi terhadap resiko dan
mengarahkan konsep berpikir pada pencegahan kecelakaan (IET, 2007).

Program BBS adalah merupakan program perbaikan kontinu yang melibatkan manajemen dan pekerja.
Ada lima program yang harus dijalan secara kontinu dalam BBS, yaitu :
Observasi, diskusi dan umpan balik dari pekerja di lingkungan kerja. Program ini dilakukan untuk
mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya guna mengetahui perilaku aman dan tidak aman dari
pekerja.

Melakukan komunikasi dengan semua pekerja sebagai bentuk pembelajaran berdasarkan informasi yang
diperoleh dari program pertama.

Membuat program perencanaan implementasi BBS berdasarkan masukan dan data yang diperoleh dari
program pertama.

Implementasi perbaikan dan berbagi pembelajaran antar organisasi.

Training dan pembinaan untuk meningkatkan kesadaran akan keselamatan dan presepsi terhadap
resiko, membina individu untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan standar dan menguji dampak
perilaku.

Anda mungkin juga menyukai