Anda di halaman 1dari 3

E. Pandangan Islam Tentang Kemiskinan.

Kemiskinan adalah salah satu sebab kemunduran dan kehancuran suatu bangsa.
Bahkan Islam memandang kemiskinan merupakan suatu ancaman dari setan Allah berfirman:
Artinya: “ setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan (Al-Baqarah: 268)
Karena itulah, Islam sebagai risalah paripurna dan sebuah ideolog yang shahih, sangat
konsen terhadap masalah kemiskinan dan upaya-upaya untuk mengatasinya
1. Definisi miskin
Dalam fiqih, dibedakan antara isltilah Fakir dan Miskin. Menurut pengertian
syara’, fakir adalah orang yang tidak mempunyai kecukupan harta untuk
memenuhi kebutuhan pokoknya seperti sandang, pakaian, dan tempat tinggal.
Sedangkan miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai apa apa1
Dari pengertian kedua istilah di atas, Nampak bahwa kriteria Fakir
sebenarnya telah mencakup kriteria Miskin. Karena itulah dalam pembahasan
selanjutnya, kedua istilah tersebut dilebur dalam satu istilah yaitu miskin,
dengan pengertian orang-orang yang tidak mempunyai kecukupan harta untuk
memenuhi kebutuhan pokoknya, berupa pangan, sandang, dan papan
2. Paramenter Kemiskinan
Syariat Islam telah menetapka kebutuhan poko (primer0 bagi setiap individu
adalah pangan, sandang, dan papan. Allah berfirman:
Artinya: Kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada ibu dengan
cara ma’ruf. (al-baqarah: 233)
Artinya: Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal,
sesuai dengan kemampuanmu (ath-halaq: 6)
Rasulullah bersabda:
Dan kewajiban para suami terhadap para istri adalah memberi
belanja(makanan) dan pakaian (HR. Ibn Majah dan Muslim dari Jabir bin
Abdillah).
Sebagai kebutuhan primer, ketiga hal tersebut, harus terpenuhi secara
keseluruhan. Jika salah satu juga tidak terpenuhi, maka seseorang terkategori
sebagai seorang miskin.
Pangan, sandang dan papan yang dimaksud disini, tidak berarti sekadar apa
adanya, melainkan harus mencakup hal-hal yang berkaitan denganya.
Kebutuhan pangan misalnya, juga termasuk hal-hal yang berkaitan denganya,
seperti peralatan dapur, kayu bakar, minyak tanah, atau gas, rak piring, lemari
makan, meja makan dal lain-lain. Sedangkan yang termasuk bagian dari
kebutuhan pakaian adalah apa-apa yang diperlukan seperti peralatan berhias,
parfum, bedak, celak, minyak rambut, lemari pakaian, cermin dan lain-lain.
Sedangkan yang termasuk bagian dari kebutuhan tempat tinggal adalah apa-
apa yang diperlukan untuk tempat tinggal, seperti tempat tidur dan perabotan
rumah tangga, menurut umum diketahui oleh masyarakat, seperti meja, kursu,
karpet, korden, dan lain lain2 . demikian tolak ukur kemiskinan menurut Islam.

1
An-Nabhani, Taqiyuddin, Nadzamul Iqtishadiy Fil Islam, 207. Abdul Qadim Zallum, al-Amwal fi
Daulatil Khilafah, 192. Sulaman Rasjid, Fiqh Islam, 207
2
Al-Maliki, Abdurahman, as-Siyasatu al-Iqtishadiyahtu al-Mutsla, 1963, 176.
Dari sini tampak bagaimana Islam meberikan jaminan kepada manusia untuk
hidup secara layak sebagi manusia.
Tolak ukur kemiskinan berlaku untuk semua manusia, kapan pun dan
dimanapun mereka berada. Tidak boleh ada perbedaan tolak ukur kemiskinan
bagi orang yang tinggal di satu tempat dengan tempat lainya, atau di satu
negeri dengan negeri lainya, Misalnya, orang yang tinggsl di Amerika
dikatakan miskin jika tidak memiliki mobil pribadi (walaupun tercukupi
pangan, sandan, dan papanya). Sementara di Indonesia, orang semacam ini
tidak dikatakan miskin. Pandangan semacam ini bathil dan tidak adil, sebab,
Syariat Islma diturunkan untuk memanusiakan manusia, bukan sebagai
individu. Sehingga tidak ada perbedaan dari sisi kemanusiaan antara orang
yang tinggal di suatu negeri dengan negeri lainya,seandainya sebuah negara
memerintah rakyatnya dari berbagai negeri, di Mesir, yaman, Sudan,
Indonesia, jerman dan lain-lain. Maka tidak sah jika pandangan pemerintah
tersebut terhadap kemiskinan berbeda-beda antara rakyat satu dengn yang lain.
Lebih dari itu, yang ditetapkan syariat Islam sebagai kebutuhan pokok
sebenarnya bukan hanya pangan, sandang, dan papan. Ada hal lain yang juga
termasuk kebutuhan pokok yaitu Kesehatan, Pendidikan, dan keamanan.
Hanya saja pemenuhan kebutuhan tersebut tidak dibebankan kepada individu,
masyarakat, melainkan langsung menjadi tangguung jawab negara. Dalam
membahas kemiskinan, ketiga hal ini tidak dimasukan dlama perhitungan,
karena memang buka tanggung jawab individu.
3. Cara Islam Mengatasi Kemiskinan
Allah sesungguhnya telah menciptakan manusia, sekaligus menyediakan sarana-
sarana untuk memenuhi kebutuhan. Bahkan tidak hanya manusia; selruh mahluk yang
telah, sedang, dan akan diciptakan, pasti Allah menyediakan rizki baginya. Tidaklah
mungkin, Allah menciptakan berbagai mahluk lalu membiarkan begitu saja tanpa
menyediakan rizki bagi mereka. Allah berfirman;
Artinya: tidak ada satu binatang melata pun di bumi, melainkan Allah yang memberi
rizkinya (Hud: 6)
Jika dimikian halnya mengapa terjadi kemiskinan? Seolah-oleh kekayaan alam yang
ada, tidak mencukupi kebutuhan manusia yang populasinya terus bertambah.
Dalam pandangan ekonomi kapitalis, problem ekonomi disebabkan oleh adanya
kelangkaan barang dan jasa, sementara populasi dan kebutuhan manusia terus
bertambah. Akibatnya Sebagian orang terpaksa tidak mendapat bagian, sehingga
terjadilah kemiskinan. Pandangan ini jelas keliru, bathil dan bertentangan dengan
fakta.
Secara I’tiqadiy jumlah kekayaan alam disediakan oleh Allah. Untuk manusia pasti .
hanya saja, apabila kekayaan ala mini tidak dikelola dengan benar tentu akan terjadi
ketimpangan dalam distribusinya, jadi factor utama penyebab kemiskinan adalah
buruknya distribusi kekayaan. Di sinilah pentingnya keberadaan sebuah system hidup
yang shahih dan keberadaan negara yang menjalan system tersebut.
Islam adalah system hidu yang shahih. Islam memiliki cara khas dalam
menyelesaikan masalah kemiskinan. Syariat Islam memiliki banyak hukum yang
berkaitan dengan pemecahan masalah kemiskinan; baik kemiskinan alamiyah,
kultural, maupun structural. Hanya saja hukum-hukum itu tidak berdiri sendiri,
melainkan memiliki hubungan sinergis dengan hukum hukum lainya, jadi dalam
menyelesaikanya setiap masalah, termasuk kemiskinan Islam menggunakan
pendekatan yang bersifat terpadu. Bagaimana Islam mengatasi kemiskinan dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Jaminan Pemenuhan Kebutuhan Primer
Islam telah menetapkan kebutuhan primer manusia terdiri dari sandang,
pangan dan papan. Terpenuhi-tidaknya ketiga kebutuhan tersebut selanjutnya
menjadi penentu miskin-tidaknya seseorang. Sebagai kebutuhan primer, tentu
pemenuhan atas setiap individu, tidak dapat ditawar-tawar lagi, oleh karena
itu, islam memberikan jaminan atas pemenuhan kebutuhan ini.
Adanya jamina pemenuhan kebutuhan primer bagi setiap individu, tidak
berarti negara akan membagi-bagi makanan, pakaian, dan perumahan kepada
siapa saja, setiap sat. sehingga terbayang, rakyat bisa bermalas-malasan karena
kebutuhanya terpenuhi. Ini anggapan yang keliru. Jaminan pemenuhan
kebutuhan primer dalam islam diwujudkan dalam bentuk pengaturan
mekanisme-mekanisme yang dapat menyelesaikan masalah. Mekanisme
tersebut adalah:
1) Mewajibkan laki-laki Memberi nafkah kepada diri dan keluarganya.
Islam mewajibkan laki-laki yang mampu dan membutuhkan nafkah,
untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhanya, Allah berfirman:
Artinya: Maka berjalanlah ke segala penjuru, serta makanlah sebagai
dari rizeki-Nya. (al-Mulk: 15)
Dari Abu Hurairah, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah, bersabda:
“salah seorang diantara kalian pergi pagi-pagi mengumoulkan kayu
bakar, lalu memikulnya dan berbuat baik denganya (menjualnya),
sehingga dia tidak lagi memerlukan pemberian manusia, maka itu baik
baginya daripada dia mengemis pada seseorang yang mungkin
memberinya atau menolaknya3”
Ayat dan hadist di atas menunjukan adanya kewajiban bagi laki-laki
untuk bekerja mencari nafkah. Bagi para suami, syara’ juga
mewajibkan mereka untuk memberi nafkah kepada anak dan istrinya,
allah berfirman:
Artinya: Kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para
ibu denag cara ma’ruf.(sl-Baqarah: 233)
Artinya: Tempatkanlah mereka (para istri) diama kamu bertempat
tinggal, sesuai dengan kemampuanmu. (ath-Thalaq: 6)
Jadi jelas, kepada setiap laki-laki yang mampu bekerja, pertama kalii
Islam mewajibkan untu berusaha sendiri dalam rangka memenuhi
kebutuhannya dan keluarganya Adapun terhadap Wanita islam
tidakmewajibkan mereka bekerja tetapi islam mewajibkan pemberian
nafkah kepada mereka

3
HR. Muslim, Ahmad, dan Tirmidzi dari Abu Hurairah

Anda mungkin juga menyukai