BAB 2
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
1. Pajak : kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Wajib pajak : orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong
pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Badan : sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah.
4. Pengusaha : orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan
usaha menghasilkan barang.
5. Pengusaha Kena Pajak: pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak
dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-
Undang Pajak
6. Nomor Pokok Wajib Pajak : nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai
sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal
diri.
7. Masa Pajak : jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk
menghitung, menyetor, dan melapor pajak yang terutang dalam suatu jangka
waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.
8. Tahun Paja: jangka waktu 1 tahun kalender, kecuali bia wajib pajak menggunakan
tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
9. Bagian Tahun Pajak : bagian dari jangka waktu 1 tahun pajak.
10. Pajak yang terutang : pajak yang harus dibayar pada suatu saat dalam masa pajak,
dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahu pajak sesuai ketentuan perarturan
perundang-undangan perpajakan.
11. Surat Pemberitahuan : surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan pembayaran pajak.
12. Surat Pemberitahuan Masa: surat pemberitahuan untuk suatu masa pajak.
13. Surat Pemberitahuan Tahunan : surat pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau
bagian tahun pajak.
14. Surat Setoran Pajak: bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah
dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke
kas negara melalui tempat pembayaran.
15. Surat Ketetapan Pajak : surat ketetapan yang meliputi surat ketetapan pajak
kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak
nihil, atau surat ketetapan pajak lebih bayar
16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar: surat ketetapan pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekuranga pembayaran
pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus
dibayar.
17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan: surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
18. Surat Ketetapan Pajak Nihil : surat ketetapan yang menentukan jumlah pokok
pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan
tidak ada kredit pajak.
19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar: surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar
daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
20. Surat Tagihan Pajak: surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda.
21. Surat Paksa: surat perintah membayar utang pajak dan iaya penagihan pajak.
22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan: pajak yang dibayar sendiri oleh wajib pajak
ditambah dengan pokok pajak yang terutang
23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai: pajak masukan yang dapat
dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalianpendahuluan kelebihan pajak.
24. Pekerja bebas : pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai
keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terkait
oleh suatu hubungan kerja.
25. Pemeriksaan: serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data secara
objektif dan professional sesai standar pemeriksaan.
26. Bukti Permulaan: keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keteranfan, tulisan,
atau benda yang dapat memberikan petunjuk.
27. Pemeriksaan Bukti Permulaan : pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan
bukti permulaan tentang adanyadengan telah terjadi tindak pidana di bidang
perpajakan.
28. Penanggung Pajak: orang pribadi atau badan yang bertanggung jawabatas
pembayaran pajak
29. Pembukuan : suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan.
30. Penelitian: serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan
pengisian surat pemberitahuan dan lampiran-lampiran
31. Penyidik Tindak Pidana di Bidang Perpajakan: serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti tindak pidana.
32. Penyidik: pejabat pegawai negri sip[il tertentu di lingkungan direktorat jendral
pajak yang diberi wewenangkhusus sebagai penyidik.
33. Surat Keputusan Pembetulan: surat keputusan yang membetulkan kesalahan
tulisan, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan.
34. Surat Keputusan KeberTn: surat keputusan atas keberatan terhadap surat
ketetapan pajak.
35. Putusan Banding: putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap surat
keputusan keberatan yang diajukan oleh wajib pajak.
36. Putusan Gugatan: putusan badan peradilan pajak atas gugatan.
37. Putusan Peninjauan Kembali: putusan MA atas permohonan peninjauan kembali.
38. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak: surat keputusan
yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk wajib
pajak.
39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bungan: surat keputusan yang menentukan
jumlah imbalan bunga.
40. Tanggal Dikirim: tanggal stempel pos pengiriman, tanggal facsimile atau dalam
hal disampaikan secara langsung.
41. Tanggal Diterima: tanggal stempel pos pengiriman, tanggal facsimile atau dalam
hal diterima secara langsung
Tata Cara:
1. Untuk WP Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas :
KTP bagi penduduk Indonesia atau paspor bagi orang asing;
2. Untuk WP Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas: KTP
bagi penduduk Indonesia atau paspor bagi orang asing;
3. Untuk WP Badan:
Akte pendirian dan perubahan atau surat keterangan penunjukkan dari
kantor pusat bagi BUT (Bentuk Usaha Tetap);
KTP bagi penduduk Indonesia atau paspor bagi orang asing sebagai
penanggung jawab;
NPWP pimpinan/penanggung jawab Badan.
4. Untuk Bendahara sebagai Pemungut/ Pemotong:
KTP bendahara
Surat penunjukan sebagai bendahara.
5. Untuk Joint Operation sebagai Wajib Pajak Pemotong/pemungut :
Perjanjian kerja sama sebagai joint operation;
NPWP masing-masing anggota joint operation;
KTP bagi penduduk Indonesia atau paspor bagi orang asing sebagai
penanggung jawab Joint Operation.
6. Wajib Pajak dengan status cabang, orang pribadi pengusaha tertentu atau
wanita kawin harus melampirkan surat keterangan terdaftar Kantor
Pusat/domisili/suami.
7. Untuk WP Orang pribadi dan WP Badan yang melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, persyaratan tambahan yang
diminta antara lain SIUP dan keterangan domisili dari pengelola
gedung/kelurahan.
Pengahpusan NPWP:
1. Wajib pajak tidak memenuhi persyaratan
2. Wajib pajak badan dilikuidasi
3. Wajib pajak bentuk usaha tetap menghentikan usaha di Indonesia
4. Wajib pajak wanita menikah
5. Wajib pajak yang piutangnya dihapus
Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dalam mata uang rupiah. Wajib
pajak yang telah mendapat izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa
Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat melakukan pembayaran PPh
Pasal 25, PPh Pasal 29, dan PPh Final yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
serta Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan pajak yang diterbitkan dalam
mata uang dolar Amerika Serikat.
● Pemotongan/Pemungutan
Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri oleh Wajib pajak, ada
pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/
pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Jenis pajak penghasilan yang
pembayarannya melalui pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal, 21, 22,
23, 26, PPN, dan PPnBM.
● Pelaporan
Surat keterangan (SPT) merupakan sarana bagi Wajib Pajak untuk melaporkan
hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan.
1. PPh Pasal 21/26 tanggal 10 bulan berikutnya 20 hari setelah akhir masa
pajak
2. PPh Pasal 25 tanggal 15 bulan berikutnya 20 hari setelah akhir masa pajak
3. PPN dan PPnBM- akhir bulan berikutnya akhir masa pajak berikutnya
PKP sebelum penyampaian SPT
4. PPh wajib pajak tanggal 25 bulan ketiga paling lama 3 bulan setelah
pribadi setelah berakhirnya tahun akhir tahun pajak atau bagian
atau bagian tahun pajak tahun pajak
5. PPh wajib pajak tanggal 25 bulan keempat paling lama 4 bulan setelah
badan setelah berakhirnya tahun akhir tahun pajak atau bagian
atau bagian tahun pajak tahun pajak
Pembetulan SPT
Wajib pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan
yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dengan
syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan pemeriksaan.
E. SURAT KETETAPAN PAJAK
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditertibatkan oleh Direktur Jenderal
Pajak dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak.
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar sebagaimana dimaksud nomor 1 dan 5 ditambah dengan sanksi
administrasi sebesar 2% perbulan paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat
terutangnnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau
Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak
atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila
ditemukan data baru yang pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan. Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan tidak akan mungkin diterbitkan sebelum didahului dengan
penerbitan surat ketetapan pajak.
3. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Surat Ketetapan Pajak Nihil ditetapkan apabila setelah dilakukan pemeriksaan,
ditemukan adanya jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama
dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada
kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak. Surat Ketetapan Pajak Nihil
diterbitkan untuk pajak penghasilan, pajak penambahan nilai, pajak penjualan
atas barang mewah.
4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak
lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
Apabila Wajib Pajak masih mempunyai utang pajak yang meliputi semua jenis pajak
baik di pusat maupun cabang cabang, kelebihan pembayaran tersebut harus
diperhitungkan lebih dahulu dengan utang pajak tersebut dan jika masih terdapat sisa
lebih maka dikembalikan kepada Wajib Pajak.
Batas waktu pengembalian kelebihan pembayaran pajak ditetapkan paling lama satu
bulan untuk Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan
Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan
Pembatalan Ketetapan Pajak atau surat Keputusan Pemberian Imbalan Putusan
Banding, Putusan Peninjauan Kembali.
● Kelebihan Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu adalah Wajib Pajak yang:
1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;
2. Tidak Mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak
3. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan
keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3
tahun berturut turut
4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 tahun terakhir
● Kelebihan Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak yang Memenuhi
Persyaratan Tertentu
1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas
2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
dengan jumlah jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai
dengan jumlah tertentu;
3. Wajib pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar
sampai dengan jumlah tertentu; atau
4. Pengusaha kena pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah
tertentu.
5.
● Kelebihan Pembayaran Pajak bagi Orang Pribadi Bukan Subjek Pajak
Dalam Negeri
Orang pribadi yang bukan subjek pajak dalam negeri yang melakukan pembelian
barang kena pajak di dalam daerah pabean yang tidak dikonsumsi di daerah
pabean dapat diberikan pengembalian pajak pertambahan nilai yang telah dibayar,
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
● Tata Cara Pembayaran Kelebihan Pajak
Tata cara pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak diatur sebagai
berikut:
1. Pengembalian Pembayaran pajak yang masih tersisa tersebut dilakukan
dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak
2. Kelebihan pembayaran pajak dikembalikan oleh Kepala Kantor Pelayanan
Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak dengan menerbitkan Surat
Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.
3. Atas dasar SKPKPP tersebut, Kantor Pelayanan Pajak atas nama Menteri
Keuangan menerbitkan SPMKP per jenis pajak dan per masa/tahun pajak.
4. SPMKP dibuat dalam rangkap 4.
5. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara mengembalikan lembar ke 2
SPMKP setelah dibubuhi cap tunggal dan nomor penerbitan SP2D.
6. SPMKP beserta SKPKPP wajib disampaikan Kantor Pelayanan Pajak ke
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara paling lambat 2 hari kerja
sebelum jangka waktu 1 bulan
H. SURAT PAKSA
Surat Paksa merupakan salah satu sarana penagihan pajak. Surat Paksa diterbitkan
karena jumlah pajak yang masih harus dibayar ternyata belum dibayar oleh
Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.
Pemeriksaan
Direktorat Jenderal Pajak berwenangan melakukan pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan tujuan lain, antara lain :
1. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan;
2. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;
3. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
4. Wajib Pajak mengajukan keberatan;
5. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
6. Pencocokan data dan/atau alat keterangan;
7. Penentuan Wajib Pajak berlokasi didaerah terpencil;
8. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
9. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
10. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan;
dan/atau
11. Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda.
Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rangka pemeriksaan:
1. Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor (Pemeriksaan Keuangan) atau di tempat
Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan) yang ruang lingkup pemeriksaannya dapat
meliputi satu jenis pajak, beberapa jenis pajak, atau seluruh jenis pajak, baik untuk
tahun-tahun yang lalu maupun untuk tahun berjalan.
2. Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak, termasuk terhadap instansi
pemerintah dan badan lain sebagai pemungut pajak atau pemotong pajak.
3. Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak dilakukan dengan menulusuri kebenaran Surat
Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan pemenuhan kewajiban
perpajakan lainnya dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya
dari Wajib Pajak.
4. Petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi
dengan Surat Perintah Pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak
yang diperiksa.
5. Wajib Pajak yang diperiksa wajib :
a. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku catatn, dokumen yang menjadi
dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha, pekerja bebas Wajib Pajak, atau objek yang
terutang pajak;
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang
perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
c. Memberikan keterangan lain yang diperlukan baik secara tertulis dan/atau
lisan, misalnya surat pernyataan tidak audit oleh Kantor Akuntan Publik,
keterangan bahwa fotokopi dokumen yang dipinjamkan sesuai dengan aslinya,
surat pernyataan tentang kepemilikan harta, surat pernyataan tentang perkiraan
biaya hidup, wawancara tentang proses pembukuan Wajib Pajak , wawancara
tentang proses produksi Wajib Pajak, wawancara dengan manajemen tentang
transaksi-transaksi yang bersifat khusus.
6. Buku, catatan, dokumen, data, informasi dan keterangan lain yang diminta oleh
Pemeriksa dalam rangka pemeriksaan, wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak paling
lama satu bulan sejak permintaan disampaikan.
Penyidikan
Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta menumpulkan bukti yang dengan bukti
itu membuat terang tindak pidana dibidang perpajakan yang terjadi serta menemukan
tersangkanya.
Wewenang penyidik tersebut adalah:
1. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan agar keterangan atau laporan
tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
2. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak
pidana dibidang perpajakan;
3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana dibidang perpajakan;
4. Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana
dibidang perpajakan;
5. Melakukan penggeledehan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut;
6. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana dibidang perpajakan;
7. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang,
benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
8. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang perpajakan;
9. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
10. Menghentikan penyidikan; dan/ atau
11. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana
dibidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tindakan pidana di bidang perpajakan dapat berupa kealpaan atau kesengajaan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak. Kealpaan dapat diartikan tidak sengaja, lalai, tidak hati-
hati, atau kurang mengindahkan kewajibannya. Berikut kriteria kesengajaan tersebut:
1. Tidak mendaftarkan diri, atau penyalahgunaan NPWP atau NPPKP;
2. Tidak menyampaikan SPT
3. Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap;
4. Menolak untuk melakukan pemeriksaan;
5. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu;
6. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau
tidak meminjamkan buku, cacatan, atau dokumen lainnya;atau
7. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
L. SANKSI PAJAK
Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi sehubungan dengan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak
berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
Sanksi Pidana
Sanksi pidana sehubungan dengan pelanggaran terhadap peraturan perundang-
undangan perpajakan khususnya dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.