Anda di halaman 1dari 11

KONSEP TRIKOTONOMI CLIFFORD GEERTZ DAN KRITIK

TERHADAPNYA

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Sosiologi Agama
Dosen Pengampu : Nidlomun Niam

Disusun Oleh :
1. Dana Rahmawati (1904016008)
2. Albef Fahrozi (1904016009)
3. Dian Ananda Permata (1904016012)

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Jawa, salah satu pulau di Indonesia ini kuat dengan nilai kebudayaannya. Seperti
kedatangan agama Buddha, Hindu, dan islam di Jawa membentuk karateristik masyarakat
dengan kategori yang berbeda sesuai dengan pengaruh leluhur dalam lingkungannya. Hal
tersebut mampu membuat para peneliti tertarik dalam mengkaji kebudayaan yang mempengaruhi
masyarakat Jawa. Salah satu peneliti luar negeri yang terkenal ialah Clifford Geertz. Ia
menggunakan pendekatan agama sebagai suatu sistem kebudayaan.

Geertz meneliti pada tahun 1950-an pada masyarakat Pare, Kediri, Jawa Timur yang ia
samarkan namanya menjadi Mojokuto. Dalam hasil penelitiannya ia menyimpulkan fenomena
masyarakat Jawa menjadi tiga kategori yakni, abangan, santri, dan priyayi atau dikenal dengan
trikotonomi Geertz. Kategori abangan olehnya dilihat lebih menekankan pada animistik; santri
menekankan pada aspek-aspek islami; dan priyayi lebih menekankan aspek Hindu.

Trikotonomi oleh Geertz tersebut walaupun banyak menuai kritik namun juga sering
bahkan sampai saat ini masih dijadikan rujukan atas wacana sosial, politik, dan budaya dalam
pengkajian atau penelitian kebudayaan tentang Jawa. Dan hal tersebut menjadikan Geertz
sebagai guru besar di bidang sosiologi dan antropologi. Demikian disusunnya makalah ini tidak
lain agar kita mengetahui dan memahami konsep trikotonomi serta analisanya terhadap
fenomena kebudayaan masyarakat Jawa.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana Latar Belakang Keilmuan Clifford Geertz ?


2. Bagaimana Pemikiran Geertz Mengenai Budaya Jawa ?
3. Bagaimana Kriktik dari Para Ahli Mengenai Konsep Geertz ?
BAB II
PEMBAHASAN

Sejarah Singkat Keilmuan Clifford Geertz

Geertz dilahirkan di San Fransisco, California pada tahun 1926 dan meninggal
dunia pada 31 Oktober 2006 di usia 80 tahun. Ia mempelajari ilmu filsafat di Antioch
College Ohio hingga mendapat gelar B.A pada tahun 1950. Kemudian ia mempelajari
ilmu antropologi di Harvard University dan disanalah ia banyak melakukan studi
lapangan sebagai landasan konstruksi keilmuannya. Selanjutnya ia dan istrinya mendapat
tugas akademis untuk melakukan penelitian pada masyarakat multiagama di Indonesia
(Jawa) selama 2 tahun. Karena itulah ia mendapat gelar doktor dari Harvard’s
Departmen of Social Relation, 1956. Disebabkan keberhasilannya dalam penelitian
tersebut kemudian ia melanjutkan penelitiannya yang kedua di Bali, 1958. Selanjutnya
pada tahun 1970 ia mengabdikan diri sebagai profesor antropologi di Institut for Advance
Study di Princeton hingga akhir hayatnya.

Karya Geertz didasarkan pada pengalaman dan hasil penelitian selama hidupnya.
Seperti kajian antropologi budaya, agama dan sosial, dan lainnya. Salah satu karyanya
yang terkenal mengenai Indonesia ialah The Religion of Java. Dalam penelitian mengenai
Indonesia dan membuahkan karya itulah ia mendapat penghargaan dari pemerintah pada
tahun 2002.

Pemikiran Trikotomi Geertz Tentang Budaya Jawa

Masyarkat Jawa yang selalu erat dengan kaitannya dengan agama dan
kepercayaan terdahulu yaitu animisme, dinamisme, Hindu, Budha, meskipun Islam telah
masuk ke Jawa namun kebudayaan masyarkatnya masih terpengaruh dengan agama dan
kepercayaan terdahulu tersebut.. Agama juga tidak hanya membahas mengenai surga,
neraka, asal-usul dunia, dan sebagainya namun agama juga berkaitan erat dengan
perilaku sosial dalam keseharianya. Clifford yang saat itu tertarik dengan hal yag telah
dikemukakan diatas ia kemudian antara Mei 1953 sampai 1954 ia pergi ke Pare,
Kabupaten Kediri, yang kemudian disamarkan dengan istilah mojokuto. Selama disana ia
mendapatkan data-data yang berasal dari wawancara dengan informan, sering melakukan
observasi-partisipasi dalam setiap perayaan umum, rapat suatu organisasi lokal, upacara-
upacara keagamaan, dan lain sebagainya.1
Pemikirannya mengenai istilah abangan, santri, dan priyayi menjadi terkenal oleh
Geertz melalui karyanya yang berjudul, The Religion of Java. Karyanya yang fenomenal
tersebut diterjemahkan dalam ke bahasa Indonesia oleh Aswab Mahasin dan diterbitkan
Pustaka Jaya pada tahun 1981, menjadi Abangan, Santri Priyayi dalam Masyarakat
Jawa.2 Dalam bukunya yang diambil dari penelitian, Geertz menyimpulkan bahwa agama
bukan hanya merupakan urusan pribadi antara Tuhan dan manusia. Lebih dari itu, agama
sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan budaya sekitarnya.
Berdasarkan penelitiannya ia menemukan tiga typology masyarakat Jawa
dipengaruhi oleh tiga inti struktur sosial, diantaranya pada (desa, pasar, dan birokrasi
pemerintah).tiga struktur sosial tersebut yang dipengaruhi oleh latar belakang sejarah
kebudayaan yang berbeda (masuknya agama Hindu-Budha dan Islam) memunculkan tiga
varian masyarakat yaitu abangan yang menekankan dalam aspek-aspek animisme-
sinkretisme Jawa secara keseluruhan yang diasosiasikan sebagai petani desa. Santri yang
menekankan aspek-aspek Islam yang ketat yang diasosiasikan sebagai pedagang. Dan
yang ketiga priyayi yang menekankan aspek-aspek Hindu yang diasosiasikan dengan
birokrasi pemerintahan. 3
Adapun penjelasan istilah yang ia gunakan, abangan sebagaimana kebudayaan
orang desa seperti para petani yang lingkungannya masih asri, kurang dipengaruhi oleh
pihak luar. Adapun istilah santri, diterapkannya pada kebudayaan muslim yang
berpegang teguh pada agama dan cenderung keras, biasanya tinggal di kota dekat dengan
masjid. Kemudian istilah priyayi ia kaitkan dengan kebudayaan kelas atas, pada
umumnya seperti golongan para bangsawan yang pada zaman itu menguasai penididikan,
kebudayaan mereka diturunkan dari keraton yang mewakili warisan dari kerajaan Hindu-
Buddha.4

1
Dudy Imanuddin Effendi, “The Religion of Jawa: Karya Clifford Geertz” hlm 7
2
Shoni Rahmatullah Amrozi. Keberagaman Orang Jawa Dalam Pandangan Clifford Geertz dan Mark R.
Woodward. Fenomena, Vol 20, No 1 (Januari - Juni 2021). Hlm, 48.
3
Ibid, hlm 46
4
Muchtarom, Zaini. Islam di Jawa; dalam Perspektif Santri & Abangan. (Jakarta: Salemba Diniyah,
2002). Hlm, 5.
a. Varian Abangan

Menurut Clifford dalam varian abangan, terdapat tradisi pesta kepercayaan yang
dikenal dengan nama slametan, slametan dilakukan untuk memenuhi hajat-hajat
masyarakat sehubungan denagn peristiwa apa yang ingin diperingati berupa kelahiran,
perkawinan, kematian, pindah rumah, panen, ganti nama, sakit, khitanan peringatan hari-
hari besar islam dan lain-lain. Dalam slametan selalu terdapat hidangan khasnya dalam
setiap slametan yang diperingati; ada dupa, pembacaan doa Islam, penyampain acara
dengan bahasa Jawa yang halus dan sopan.

Selain slametan juga terdapat ritus-ritus lainnya, seperti kepercayaan terhadap


ruh-ruh halus, danyang demit, tuyul, lelembut, memedi, serta arwah para leluhur.
Meskipun abangan kebanyakan penganut agama Islam mereka tetap menjalankan
Sebagian syariat-syariatnya meskipun tidak dijalankan semuanya, dan dalam kehidupan
sehari-harinya tetap mempercayai kepercayaan yang telah ada sebelumnya. 5

b. Varian Santri

Varian santri merupakan varian yang menjalankan syariat Islam dengan sangat taat.
Pola keagamaanya diatur oleh waktu sembayang dalam 5 waktu yang dilakukan setiap
hari, sembayang jumat seminngu sekali, dan juga menjalankan puasa, sholat teraweh,
membayar zakat, dan menjalankan syariat yang lainnya. Hal ini dilakukan kaum santri
karena shalat, puasa, zakat, dan haji (bagi yang mampu) adalah yang utama bagi mereka.
Kemudian varian santri ini memanifestasikan golongannya kedalam beberapa
6
organisasi/kelompok agama diantaranya seperti NU, Muhammadiyah, dan Masyumi.

c. Varian Priyayi

Pada awalnya istilah kaum priyayi diperuntukkan untuk pejabat-pejabat yang


diangkat raja-raja pribumi. Pejabat-pejabat ini berakar pada keraton Hindu-Jawa sebelum
masa kolonialisme, mereka bertugas memelihara, mengembangkan etika keraton,

5
Shoni Rahmatullah Amrozi, hlm 51
6
Ibid, hlm 52
kesenian-kesenian, tarian, sandiwara, music, dan sastra yang kental dengan agama Hindu-
Budha. Kaum priyayi identik dengan keberadaannya yang selalu berada di kota-kota.

Kaum priyayi umumnya memeluk agama formal mengikuti keraton, meskipun


sebagain juga ada yang memeluk kebatinan (agama kejawen) sedangkan formalnya
hampir sama dengan kaum abangan yang erat dengan menjalankan ritus-ritus islam dan
kebudayaan setempat.7

Kritik dari Beberapa Akademisi Terhadap Konsep Cliffford Geertz

Dalam pandangan Geertz Islam dan budaya Jawa merupakan dualisme entitas
yang hidup dalam suasana harmonis. Karena kehadiran Islam, sebagai agama yang baru,
tidak serta-merta memberangus kebudayaan dan tradisi yang telah hidup. Meskipun
Greertz bukanlah seorang antropolog pertama yang mengkaji budaya Jawa yang lebih
tepatnya Islam-Jawa. Namun Sumbangsih dalam mengungkap seluk-beluk kajian
mengenai Islam dan Budaya khussnya Di Indonesia Banyak yang meneruskan serta
menggunakan Konsepnya dalam meneliti Budaya- Islam Jawa.

Geertz telah menyimpulkan mengenai penggolongan atas tiga Struktur Sosial


Masyarakat Jawa di Mojokuto yang mana fenomena tersebuut dikaji atas dasar sistem
penggolongan yang telah dilakukan oleh masyarakat terhadap diri mereka Sendiri,
tampaknya hal itu tidak sepenuhnya benar. Baik Abangan, Santri Dan Priyai yang
walaupun masing-masing tergolong dalam Tiga Golongan Struktur sosial Orang Jawa di
Mojokuto yang mempunyai pro-kontra. Namun jika disinggung lebih dalam ketiganya
mempunyai tujuan yang mendasar atas terciptanya sistem sosial Jawa yang berlaku
Umum di Mojokuto.8

Tak sedikit Dari mereka yang mengkritik Pemikiran Clifford Geertz mengenai
Konsep Kebudayaan Islam-Jawa terutama pada Konsep 3 golongan Statifikasi Sosial
Masyarakat Jawa Di Mojokuto Jawa Timur. Secara Mendasar ada yang setuju ada pula
yang menuai tanggapan Tajam. Sehingga hal ini sangat menarik jika di kaji lebih dalam

7
Shoni Rahmatullah Amrozi, hlm 53
8
Muhammad Sairi, Islam Dan Budaya Jawa Dalam Persepektif Clifford Geertz, ( Skripsi UIN Syarif
Hidayatullah jakarta: 2017), Fakultas Usshuludidin, Jurusan Studi Agama-agama, hlm. 80
berikut kita simak kritik berapa tokoh Akademisi yang cukup menuai perdebatan pro-
Kontra dalam Mengkritik Pemikiran Cliffor Geertz berikut ulasanya;

Kritik Prof. Harsja W. Bachtiar: Salah Satu tokoh yang mengkritik atas
Pemikiran 3 Penggolongan Orang Jawa Adalah Prof. Bachtiar. Karena jika di Kaji lebih
dalam kerangka teori yang digunakan oleh Geertz memang tidak dikatakan. Sehingga
dalam pandangan Prof. Bachtiar pemikiran Geertz terkesan tidak membicarakan suatu
masalah teoritis Utama dalam Bukunya yang Berjudul " The Religion Of Java". Yang
menjadi Tesis utama Geertz bunyinya sebagai berikut : " Agama Bukan Hanya
Memainkan peranan bagi.

Terwujudnya integrasi tetapi juga memainkan perankan pemecah belah dalam


masyarakat. Sehingga Dalam pandangan Geertz ini beliau terkesan memusatkan pada
masalah perpecahan dalam sistem sosial orang Jawa di Mojokuto dan Bukan Integrasi
yang terwujud didalamnya.

Adapun terhadap penggunakan tiga Istilah pengolongan orang Islam-Jawa yaitu,


Abangan, Santri dan Priyai untuk mengklasifikasi Masyarakat Jawa jika di golongkan
dengan Tujuan penggolongan atas dasar pemahaman Agama Tidaklah Tepat. Dengan
Alasan karena ketiga Golongan tersebut tidak bersumber pada satu sistem klasifikasi
yang sama. Karena Penggolongan tersebut digolongkan atas dasar sesuai tingkat ketaatan
dalam menjalakan ibadah agama Islam.

Di lain Sisi Geertz juga mengungkap bahwa agama merupakan suatu sistem
Kebudayaan. Nah kebudayaanya disini tidak didefinisikan sebagai pola kelakuan akan
tetapi sebagai pola bagi kelakuan yang terdiri dari; serangkaian aturan-aturan, Resep-
resep, Rencana-Rencana dan petunjuk yang digunakan manusia untuk mengatur tingkah
lakunya. Sehingga Prof. Bactiar disini menyinggung sedikit menganai Hal itu. Karena
menurut beliau Agama Merupakan suatu Unit analisis tersendiri yang berupa sistem
normatif yang terbatas, yaitu seperti sistem Kepercayaan ( a system of beliefs) dan yang
membedakanya dengan Unit lain adalah Adat. 9

9
Aswab Mahasin, Clifford Geertz Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, ( Dunia Pustaka
Jaya, Jakarta: 1981), Hlm 7-10
Kritik Zaini Muhtarom: Dalam bukunya yang fenomenal, The Relogion of
Java, Geertz memberikan suatu Analisa mengenai berbagai sistem religius di dunia Jawa.
Namun menurut Zaini Muchtarom hal itu mengakibatkan beberapa kerumitan yang
kadang mengacaukan. Sebagaimana konsep Geertz tentang tiga kategori utama
masyarakat Jawa, abangan, santri, dan priyayi. Menurut Muchtarom ketiganya
merupakan pandangan dunia, gaya hidup, varian dan tradisi religius yang khusus, maka
akan menjadi rancu bila dicampurratakan sebagaimana konsep Geertz.

Menjelaskan mengenai stratifikasi masyarakat Jawa yang sebenarnya (menurut


Muchtarom), pada awalnya orang Jawa membedakan empat tingkat sosial sebagai
stratifikasi status, yakni; ndara (bangsawan), priyayi (birokrat), wong dagang
(pedagang), dan wong cilik (rakyat kecil). Namun, ke-empat golongan tersebut lebih tepat
dan jelasnya dibedakan oleh budaya daripada kekayaan. 10

Selanjutnya berbeda dengan stratifikasi sosial, adapula masyarakat yang


menggolongkan masyarakat berdasarkan pada kebaktian agama islamnya atau ukuran
kepatuhan seseorang dalam mengamalkan syariat, yakni santri dan abangan. Maka
perbedaan antara santri dan abangan mengacu pada perilaku religiusnya. Seorang santri
dinilai lebih religius dibandingkan abangan, tentu saja hal ini juga bergantung pada
pribaadi orang yang menggunakan istilah tersebut. menurut Koentjaraningrat (dalam
Muchtarom), pengertian santri dan abangan dapat dianggap sebagai dua subkultur dengan
pandangan dunia, nilai dan orientasi yang berbeda dalam kebudayaan Jawa. 11

10
Ibid, hlm. 11.
11
Ibid, hlm. 12.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Clifford Greertz merupakan salah Satu Antropolog sekaligus Sosiolog Asal San
Francisco, California Amerika Serikat. Untuk Menyelesaikan Disertasinya atau ( karya
tulis Ilmiah Resmi / Tesis terakhirnya dalam proses Menyandang Gelar S3 nya) beliau
mumutuskan untuk terjun melakukan studi lapangan ke Indonesia khususnya Di wilayah
Mojokuto ( Sebuah Kota Kecil) yang ada di Jawa Timur. Salah satu alasan beliau
memilih negara Indonesia karena, bagi beliau Indonesia Merupakan salah satu Negara
yang terkenal akan berbagai varian Kebudyaan dan model Keberagamaanya yang hingga
saat ini masih Bereksistensi. Maka Tak heran jika beliau tergugah serta tertarik hatinya
dalam upaya meneliti lebih dalam mengenai Varian Budaya yang ada Indonesia Khusus
nya Diwilayah Mojokuto Jawa Timur untuk usaha Memahami sebuah Agama.

Adapun salah satu Karya terbesar beliau yaitu buku yang berjudul " The Religion
Of Java" merupakan hasil Sumbangsihnya terhadap pengetahuan kita mengenai sistem-
sistem simbol, dengan kebudayaan Masyarakat Jawa yang bersifat akulturatif dan
agamanya yang bersifat Sinkretik. Dalam Upaya penelitiannya di Mojokuto, Greertz
memandang Agama sebagai suatu Sistem Kebudayaan. Yang mana di dalam Masyarakat
Jawa di Mojokuto beliau menyimpulkan ada tiga Penggolongan Struktur sosial antara
lain Abangan, Santri Dan Priyai. (1). Abangan disini menekankan pada penting nya
Aspek-Aspek Animistik yang berpusat dipedesaan. Umumnya mereka melakukan acara-
acara ritual keagamaan contohnya seperti Acara Slametan. Abangan biasa di istilahkan
orang yang menjalankan ibadah dengan alakadarnya ada yang menyebutnya dengan
istilah Islam KTP (2). Santri seseorang yang menekankan pada aspek-aspek Islam.
Melakukan upacara kegamaan sebagai mana yang telah digariskan oleh agama Islam.
Umumnya berpusat di perdagangan atau pasar dan menjadi tingkat pertama dari golongan
orang yang paham agama. Dan yang (3). Priyai lebih menekankan aspek-asepk Hindhu.
Yang Memiliki ciri Khas seperti; tarian, Pakaian Adat, ritual, kesenian, dan bahasa.
Berpusat di kantor pemerintahan atau kota.
Dari tesis Geestz ini juga menuai Rekontruksi konflik dan tak sedikit yang
mengkritik maupun yang menerima. Karena sejati sebuah perjuangan pasti menuai
tantangan tersendiri bagi pejuangnya. Sehingga dalam hal ini kita bisa memetik
sumbangsih dari Geestz karena beliau telah memberi Suatu Khasanah Ilmu Pengetahuan
tentang Masyarakat Jawa meskipun banyak menuai tantangan. Pola pendekatan Clifford
Geertz dapat dikategorikaan sebagai metodelogi modernisme. Berbagai kritikan tersebut
justru memperkokoh posisinya baik sebagai teoritisi sosiologi maupun antropologi
budaya. Meskipun tantangan yang cukup telak dan bertubi-tubi dari berbagai kalangan
akademisi, meski cukup menggoyahkan bangunan teorinya (strativikasi) abangan, santri
dan priyayi), namun pada kenyataannya tidak sampai pada taraf menurunkan
eksistensinya sebagai pakar antropolog.
DAFTAR PUSTAKA

Amrozi, Shoni Rahmatullah. 2021. Keberagaman Orang Jawa Dalam Pandangan Clifford
Geertz dan Mark R. Woodward. Fenomena, Vol 20, No 1.

Mahasin Aswab, 1981, Clifford Geertz Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa

Muchtarom, Zaini. 2002. Islam di Jawa; dalam Perspektif Santri & Abangan. Jakarta: Salemba
Diniyah.

Sairi Muahammad, 2017, Islam Dan Budaya Jawa Dalam Persepektif Clifford Geertz, ( Skripsi
UIN Syarif Hidayatullah jakarta, Fakultas Usshuludidin, Jurusan Studi Agama-agama

Subair. 2015. Abangan, Santri, Priyayi; Islam dan Politik Identitas Kebudayaan Jawa.
Dialektika, Vol 9, No 2.

Shonhaji. 2010. Agama; Konflik dan Integrasi Sosial (Agama Jawa dalam Perdpektif Clifford
Geertz). Al- Adyan, Vol V, No 1.

Anda mungkin juga menyukai