Anda di halaman 1dari 128

Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Al-Qur’an

Kajian Surat Al-Mu’minun ayat 1-11

(Telaah Kitab Tafsir Al-Mishbah dan Tafsir An-Nuur)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

CHABBATUL CHAYATI

NIM. 11114208

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2018

i
ii
Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Al-Qur’an

Kajian Surat Al-Mu’minun ayat 1-11

(Telaah Kitab Tafsir Al-Mishbah dan Tafsir An-Nuur)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

CHABBATUL CHAYATI

NIM. 11114208

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2018

iii
iv
v
vi
MOTTO

“sukses itu berjalan dari satu kegagalan ke kegagalan lain,

tanpa kehilangan semangat”

(Abraham Lincoln)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Kedua orang tua penulis tercinta (Bapak Anwari dan Ibu Safangatun) yang

telah memberikan cinta dan kasih sayangnya serta kesabaran dan doa restu

disetiap langkah yang penulis lewati.

2. Kedua kakak-kakak penulis (Ahmad Jamaluddin dan Slamet Afifudin) beserta

keluarganya yang telah memberikan dukungan, motivasi dan pengalamannya.

3. Kepada sahabat-sahabat tercinta yang selalu memberikan semangat, dukungan

dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini (Laras Hanifah, Fitrian Khoirul

Fajriah, Aufiy Millatana, Marta Annisa, Nurma Wulan Sagita Bastiningsih,

Aghata Paramita Andiyani, Fitriana Nurul Haqqi, dan Mariza Kurnia Ulfa).

4. Teman-teman seperjuangan jurusan PAI angkatan tahun 2014.

5. Teman-teman PAI kelas F angkatan tahun 2014.

6. Teman-teman PPL di SMA Negeri 1 Bringin.

7. Teman-teman KKN posko 60 di Ngleban, Klewor, Kemusu, Boyolali dan

masyarakat Ngleban.

8. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini yang tidak bisa

disebutkan satu per satu.

vii
KATA PENGANTAR

   

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul ―Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Al-Qur’an Kajian

Surat Al-Mu’minun Ayat 1-11 (Telaah Kitab Tafsir Al-Mishbah dan An-Nuur)‖.

Tak lupa shalawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad Saw, yang kita nanti-nantikan syafa’atnya kelak di Yaumul Qiyamah.

Ucapan terima kasih penulis kepada pihak yang telah memberikan motivasi,

bimbingan serta memberikan kritik dan saran yang membangun demi terwujudnya

skripsi ini. Maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dengan

penuh rasa hormat kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

3. Ibu Siti Rukhayati selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

4. Bapak Muh Hafidz, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi, terimakasih

atas bimbingan, arahan dan motivasi yang diberikan.

5. Ibu Dra. Djamiatul Islamiyah, M.Ag selaku dosen pembimbing akademik.

6. Seluruh anggota tim penguji skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk

menilai kelayakan dan menguji skripsi dalam rangka menyelesaikan studi

Pendidikan Agama Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

viii
7. Kedua orang tua penulis tercinta, bapak Anwari dan ibu Safangatun yang

telah memberikan cinta, kasih sayang serta pengorbanan yang tiada henti

untuk selalu mendoakan kebahagiaan serta kesuksesan penulis di setiap

sujudnya.

8. Kakak-kakak penulis, Ahmad Jamaluddin dan Slamet Afifudin serta

keluarganya yang selalu memberikan nasihat, motivasi dan pengalamannya.

9. Sahabat-sahabat tercinta, Laras Hanifah, Fitrian K.F, Aufiy Millatana, Marta

Annisa, Nurma W. S.B., Aghata P.A, Fitriana N.H., dan Mariza K.U. yang

selalu memberikan penulis motivasi dan hiburan dalam menyelesaikan skripsi.

10. Teman-teman seperjuangan jurusan PAI angkatan tahun 2014.

11. Teman-teman PPL di SMA Negeri 1 Bringin.

12. Teman-teman KKN posko 60 di Ngleban, Klewor, Kemusu, Boyolali.

13. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini yang tidak bisa

disebutkan satu per satu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata

kesempurnaan. Skripsi ini masih terdapat kekurangan serta kesalahan, untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi

ini. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat berguna khususnya bagi penulis dan

para pembaca yang budiman.

Salatiga, 5 Juni 2018

Penulis

Chabbatul Chayati

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL LUAR ..................................................................... i

LEMBAR BERLOGO .................................................................................. ii

HALAMAN SAMPUL DALAM .................................................................. iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... iv

PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................... v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................................... vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. vii

KATA PENGANTAR ................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................................. x

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii

ABSTRAK ..................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................. 5

C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 6

D. Kegunaan Penelitian ......................................................................... 6

E. Penegasan Istilah ............................................................................... 6

F. Metode Penelitian .............................................................................. 10

G. Kajian Pustaka ................................................................................. 11

H. Sistematika Penulisan ....................................................................... 13

x
BAB II KOMPILASI AYAT-AYAT

A. Surat Al-Mu’minun ayat 1-11 ........................................................... 15

B. Mufrodat ............................................................................................ 16

C. Tafsir Al-Mishbah surat Al-Mu’minun ayat 1-11 ............................ 28

D. Tafsir An-Nuur surat Al-Mu’minun ayat 1-11 ................................. 34

E. Persamaan dan perbedaan kitab tafsir Al-Mishbah dan An-Nuur atas

surat Al-Mu’minun ayat 1-11 ........................................................... 41

F. Biografi Penulis Kitab Tafsir Al-Mishbah dan An-Nuur .................. 42

BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH

A. Asbabun Nuzul .................................................................................. 49

B. Munasabah ........................................................................................ 50

BAB IV NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM SURAT AL-

MU’MINUN AYAT 1-11

A. Pendidikan Karakter dan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter .............. 55

B. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam

surat Al-Mu’minun ayat 1-11 ........................................................... 60

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................... 79

B. Saran .................................................................................................. 80

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

xi
DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 Tafsir Al-Mishbah dan An-Nuur surat Al-Mu’minun

ayat 1-11

2. Lampiran 2 Surat Tugas Pembimbing Skripsi

3. Lampiran 3 Daftar Nilai SKK

4. Lampiran 4 Lembar Bimbingan Skripsi

5. Lampiran 5 Riwayat Hidup Penulis

xii
ABSTRAK

Chayati, Chabbatul. 2018. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Al-Qur‟an


Kajian Surat Al-Mu‟minun Ayat 1-11 (Telaah Kitab Tafsir Al-Mishbah dan
An-Nuur). Skripsi, Salatiga: Program Studi Pendidikan Agama Islam.
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing Muh. Hafidz, M.Ag.

Kata Kunci: Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Al-Qur’an

Penelitian ini tentang nilai–nilai pendidikan karakter dalam Al-Qur’an surat


Al-Mu’minun ayat 1-11 bahwa pendidikan karakter bertujuan untuk
menumbuhkan karakter yang baik bagi anak. Di era globalisasi karakter yang ada
semakin luntur, terbukti dengan meningkatnya kenakalan remaja seperti free sex,
penyalahgunaan narkoba, tawuran dan lain-lain. Selain itu, anak bangsa
cenderung mengikuti budaya barat yang mengajarkan tentang kebebasan tanpa
batasan. Padahal, budaya barat tidak semua cocok dengan budaya kita yang
menganut budaya timur, yaitu budaya yang menjunjung tinggi rasa hormat dan
sopan santun. Pendidikan karakter sangat penting untuk diajarkan kepada peserta
didik saat ini karena melihat banyaknya karakter bangsa yang semakin hilang.
nilai-nilai pendidikan karakter yang mereka miliki pun semakin terkikis dengan
kemajuan zaman. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah apa
saja nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam Al-Qur’an surat Al-
Mu’minun ayat 1-11?.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan
penelitian kepustakaan (library research) dengan metode analisis isi (content
analysis), yaitu penulis mendiskripsikan isi/ kandungan nilai pendidikan karakter
dalam surat Al-Mu’minun ayat 1-11. Sedangkan dalam metode penafsiran Al-
Qur’an, penelitian ini menggunakan tafsir muqāran. Sumber data dalam penelitian
ini dibedakan menjadi dua kelompok, pertama, sumber primer yang berasal dari
Al-Qur’an dan kitab tafsir Al-Mishbah dan An-Nuur. Kedua, sumber sekunder
yang berasal dari sumber-sumber lain yang berkaitan dengan masalah penelitian
serta buku-buku lain yang memiliki relevansi dengan pembahasan.
Kajian ini menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan karakter yang
terkandung dalam surat Al-Mu’minun ayat 1-11 adalah: (1) Religius. Nilai ini
berhubungan antara manusia dengan Tuhan-Nya. Salah satu yang menunjukkan
nilai religius adalah pelaksanaan salat dengan khusyuk. (2) Disiplin. Nilai disiplin
berhubungan dengan mengerjakan kewajiban dan menjauhi larangan-Nya, dan
mengerjakan sesuatu tepat waktu. (3) kerja keras. Nilai ini menunjukkan bahwa
untuk mencapai suatu hal perlu dilakukan kerja keras, bukan hanya mengandalkan
doa tanpa usaha. Perlu dilakukan usaha dan doa untuk mencapai suatu hal. (4)
Peduli sosial. Tak dapat dipungkiri, kita sebagai manusia tidak akan bisa hidup
sendiri tanpa bantuan dari manusia lain dan lingkungan yang ada. Oleh karena itu,
sebagai manusia kita harus memiliki rasa peduli baik terhadap manusia di sekitar
kita maupun alam kita. (5) Tanggung jawab. Nilai yang menunjukkan bahwa
semua perbuatan manusia akan dipertanggung jawabkan, sehingga manusia akan
selalu berpikir sebelum bertindak.

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia

karena pendidikan berguna bagi masa depannya. Setiap manusia yang

dilahirkan ke dunia terlahir dalam keadaan suci atau fitrah, kemudian dia akan

belajar melalui panca indera, lingkungan dan masyarakat luas yang telah

membangun lembaga—lembaga pendidikan dan pengajaran (Hafidz dan

Kastolani, 2009:5). Sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an surat An-

Nahl/16:78

          

     


Artinya : “dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.

Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003 adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,

dan negara. Sedangkan menurut Marimba dalam Hasbullah (2009:3)

pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik

terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya

1
kepribadian yang utama. Hal serupa juga diungkapkan oleh Ghufron

(2017:128) pendidikan adalah upaya sadar yang dilakukan untuk meningkatkan

kemampuan individu agar dapat menentukan kehidupan secara mandiri.

Setiap pendidikan pasti memiliki tujuan, tanpanya pendidikan menjadi

hal yang tidak penting untuk dilakukan. Dengan adanya tujuan pendidikan,

diharapkan proses pendidikan dapat mencapai hasil yang efektif dan efisien.

Manfaat dari tujuan pendidikan menurut Jumali dkk (2008:52) adalah pertama,

dengan adanya tujuan, arah yang akan dicapai oleh serangkaian kegiatan

pendidikan menjadi jelas. Kedua, dengan adanya tujuan pendidikan yang jelas,

akan didapatkan titik tolak untuk berkomunikasi dengan semua pihak yang

berkepentingan. Ketiga, dengan tujuan pendidikan yang jelas, merupakan

kerangka yang dapat digunakan dalam rencana kegiatan akademik.

Tujuan pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan manusia

Indonesia sesuai dengan falsafah pancasila, menjadi pribadi yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, menguasai ilmu

pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki kesehatan jasmani dan rohani,

memiliki keterampilan hidup yang berharkat dan bermartabat, memiliki jiwa

yang mantap dan mandiri serta memiliki tanggung jawab kemasyarakatan dan

rasa kebangsaan agar mampu mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas.

Untuk mencapai suatu pendidikan yang sesuai dengan tujuan yang telah

ditetapkan tentu terdapat banyak rintangan. Rintangan atau halangan tersebut

dapat berasal dari mana saja, bisa dari pihak pendidik, peserta didik,

pemerintah serta pihak lain yang terkait dengan pendidikan itu sendiri. Salah

2
satu tantangan untuk mencapai tujuan pendidikan adalah penanaman karakter,

baik bagi pendidik maupun peserta didik. Pendidik membutuhkan penanaman

karakter yang baik, karena mereka sebagai pihak yang akan memberikan

contoh serta dicontoh perbuatannya oleh peserta didik. Selain itu, pendidik juga

berkewajiban untuk menanamkan karakter yang baik bagi peserta didik untuk

bekalnya di masa depan.

Arus globalisasi turut serta mempengaruhi kehidupan manusia baik

secara langsung maupun tidak langsung, salah satu contohnya adalah internet.

Di satu sisi, internet sangat berguna bagi manusia untuk mendapatkan

informasi, tetapi di sisi lain internet juga mengandung unsur kebebasan, yang

berisi konten-konten negatif seperti pornografi, yang berdampak buruk bagi

mereka yang belum cukup umur untuk mengetahuinya. Selain internet,

perkembangan zaman juga turut mempengaruhi moral anak bangsa yang suka

meniru budaya barat. Sebenarnya, kebudayaan tersebut tidak cocok, karena

bangsa kita merupakan penganut budaya timur yang menjunjung rasa hormat

dan sopan santun.

Kualitas moral anak bangsa semakin hari semakin menunjukkan

penurunan. Terbukti dengan semakin maraknya kenakalan remaja seperti free

sex¸ narkoba, tawuran serta kenakalan-kenakalan remaja yang lain. Menurut

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2003 menyatakan

sebanyak 32% remaja usia 14-18 tahun di kota-kota besar di Indonesia (Jakarta,

Surabaya, dan Bandung) pernah berhubungan seks (Wibowo, 2012:8-9).

Lembaga survey lain yang dikutip oleh Kesuma dkk (2012:3) menyatakan

3
bahwa pengangguran terdidik yang mengkhawatirkan seperti lulusan SMA,

SMK dan perguruan tinggi semakin meningkat. Data Badan Pusat Statistik atau

BPS menyebutkan lulusan SMK mencapai tingkat pengangguran tertinggi

yakni 17,26% disusul dengan lulusan SMA sebesar 14,31%, lulusan universitas

12,59%, serta diploma I/II/III 11,121%. Lulusan SD ke bawah justru paling

sedikit menganggur yakni 4,57%, dan SMP 9,39%.

Selain angka pengangguran yang tinggi, rusaknya moral bangsa yang

menjadi penyakit akut seperti korupsi, asusila, kejahatan, tindakan kriminal

pada semua sektor pembangunan dan lain-lain semakin meningkat.

Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2009, korupsi

mengalami kenaikan yang sebelumnya sebesar 2,6% pada tahun 2008 menjadi

2,8%. Dengan skor ini, peringkat Indonesia terdongkrak cukup signifikan,

yakni berada di urutan 111 dari 180 negara (naik 15 posisi dari tahun

sebelumnya) yang disurvey IPK-nya oleh Transparency International (TI)

(Kesuma dkk, 2012:4).

Berdasarkan survey di atas rusaknya moral bangsa Indonesia semakin

hari semakin menjadi, dan hal ini terus menerus meningkat setiap tahun. Hal

ini menyebabkan kekhawatiran yang besar bagi setiap orang terutama pendidik

akan terciptanya moral bangsa yang bobrok. Kenakalan yang dilakukan remaja

juga semakin mengkhawatirkan, padahal sebagai penerus bangsa mereka

seharusnya menunjukkan karakter-karakter yang baik dan dapat dicontoh bagi

orang yang lebih muda daripada mereka. Ada pepatah mengatakan ―bangsa

4
yang besar dapat dilihat dari kualitas atau karakter bangsa (manusia itu

sendiri)‖.

Indonesia merupakan sebuah negara dengan penduduk muslim

terbanyak di dunia. Sebagai umat muslim, kita selalu menjadikan Al-Qu’an

sebagai panutan kita untuk melakukan setiap tindakan. Al-Qur’an berisi

tentang segala hal yang berkaitan dengan dunia maupun akhirat, tak terkecuali

dengan pentingnya pendidikan karakter atau pendidikan akhlak. Bahkan, Nabi

Muhammad Saw sebagai nabi terakhir, juga mengemban tugas dari Allah

untuk mendidik manusia agar memiliki akhlak dan karakter yang baik. Salah

satu surat dalam Al-Qur’an yang berisi tentang nilai-nilai pendidikan karakter

adalah surat Al-Mu’minun. Di dalam surat tersebut terdapat banyak nilai

pendidikan karakter yang seharusnya dimiliki oleh setiap manusia. Hal itu

menjadi daya tarik bagi peneliti untuk melakukan telaah pustaka surat Al-

Mu’minun, tetapi terbatas hanya pada ayat 1-11. Oleh karena itu peneliti

tertarik melakukan telaah pustaka dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan

Karakter dalam Al-Qur’an Kajian Surat Al-Mu’minun ayat 1-11 (Telaah

Kitab Tafsir Al-Mishbah dan Tafsir An-Nuur)”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, peneliti merumuskan rumusan

masalah yaitu apa saja nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam

Al-Qur’an surat Al-Mu’minun ayat 1-11 telaah kitab tafsir Al-Mishbah dan

tafsir An-Nuur?.

5
C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian adalah untuk

mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam Al-

Qur’an surat Al-Mu’minun ayat 1-11 telaah kitab tafsir Al-Mishbah dan tafsir

An-Nuur.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun secara praktis, adapun manfaat penelitian ini adalah

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat menambah wawasan dan

pengetahuan mengenai nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung

dalam surat Al-Mu’minun ayat 1-11 berdasarkan telaah kitab tafsir Al-

Mishbah dan tafsir An-Nuur.

2. Manfaat praktis

Secara praktis penelitian ini dapat memberikan masukan kepada setiap

pendidik akan pentingnya mengajarkan nilai-nilai pendidikan karakter bagi

peserta didik.

E. Penegasan Istilah

Untuk mempermudah bagi para pembaca dalam memahami istilah-istilah

dalam penelitian ini, penulis memberikan penegasan istilah dalam penelitian ini

antara lain:

6
1. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Menurut Helmawati (2013:14) pendidikan adalah membantu

mengembangkan dan mengarahkan potensi manusia untuk mencapai tujuan

hidupnya. Ada dua hal penting dalam pengertian tersebut. Pertama, orang

yang dapat membantu mengembangkan potensi manusia. Kedua, adalah

orang yang dibantu agar menjadi manusia. Sedangkan menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2000:263) Pendidikan berasal dari kata

dasar ―didik‖ yang mendapat awalan pe dan akhiran an, yang berarti suatu

perbuatan untuk memelihara, memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan).

Dalam mendidik juga akan dihasilkan suatu ―didikan‖ yang berarti hasil

mendidik yang berupa manusia atau hewan yang dididik, ini semua

berhubungan erat dengan ―pendidik‖ yaitu orang yang mendidik. Jadi,

pendidikan dalam KBBI adalah suatu proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran dan pelatihan yang berupa proses, cara, dan

perbuatan mendidik.

Menurut Zuchdi (2013:15) kata karakter berasal dari bahasa inggris

character yang artinya watak, karakter, atau sifat. Dalam Kamus Bahasa

Indonesia kata "karakter" diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan,

akhlak atau budi pekerti yang seseorang dengan yang lain, dan watak.

Karakter juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbul khusus yang dapat

dimunculkan pada layar dengan papan ketik. Karakter adalah nilai-nilai

yang khas baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan

7
baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan

terwujud dalam perilaku (Salahudin dan Alkrienciehie, 2013:42). Lickona

(2014:72) berpendapat bahwa karakter terbentuk dari tiga macam bagian

yang saling berkaitan yaitu pengetahuan moral, perasaan moral dan perilaku

moral. Karakter yang baik terdiri atas mengetahui kebaikan, menginginkan

kebaikan, dan melakukan kebiasaan-kebiasaan pikiran, kebiasaan hati, dan

kebiasaan perbuatan.

Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta

didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi

hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa (Samani dan Hariyanto, 2014:45).

Sedangkan menurut Ratna Megawati dalam Kesuma dkk (2012:5)

pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk mendidik anak-anak

agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya

dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi

yang positif kepada lingkungannya. Dalam hubungannya dengan pendidikan,

pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan

budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan

mengembangkan kemampuan siswa untuk memberikan keputusan baik-

buruk, memelihara kebaikan, mewujudkan dan menebar kebaikan dalam

kehidupan sehari-hari sepenuh hati (Salahudin dan Alkrienciehie, 2013:42).

Nilai-nilai pendidikan karakter menurut Kemendiknas tahun 2010

dalam Aqib (2012:42-44) dan Wibowo (2012:43-44) dibagi menjadi 18

yaitu, religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,

8
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,

menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca,

peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

2. Surat Al-Mu’minun

Surat Al-Mu’minun merupakan salah satu surat dalam Al-Qur’an yang

termasuk dalam surat makkiyah dan terdiri dari 118 ayat. Ada juga yang

mengitungnya hanya 117 ayat, karena mereka menilai firman-Nya ayat 10

dan ayat 11 sebagai satu ayat saja. Dinamakan Al-Mu’minun karena

permulaan ayat ini menerangkan bagaimana seharusnya sifat-sifat orang

mukmin yang menyebabkan keberuntungan mereka di akhirat dan

ketentraman jiwa manusia di dunia.

Surat Al-Mu’minun ini berisi tentang keimanan. Dimulai dengan

uraian tentang sifat orang-orang mukmin, lalu bukti keniscayaan beriman

kepada Allah SWT yang dapat ditemukan dalam diri manusia dan alam.

Kemudian uraian tentang hakikat iman, sebagaimana dipaparkan oleh rasul-

rasul Allah SWT sejak Nabi Nuh a.s. sampai dengan Nabi Muhammad Saw.

Surat ini juga berisi dalih para pengingkar dan keberatan-keberatan mereka

serta pembangkangan mereka, sampai dengan kebinasaan para pengingkar

dan kemenangan orang-orang mukmin. Secara umum, isi surat Al-

Mu’minun adalah mengajak manusia menghiasi diri dengan keimanan demi

meraih kemenangan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat (Shihab,

2012:535-536).

9
F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (Library

Research) yaitu suatu riset kepustakaan atau penelitian kepustakaan murni

(Hadi, 2001:9). Penelitian kepustakaan adalah penelitian dengan mencari

dan membandingkan naskah atau pendapat para ahli pendidikan tentang

pendidikan karakter.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua yaitu

a. Primer

Sumber data primer yang dimaksud disini adalah kitab tafsir Al-

Mishbah dan An-Nuur yang membahas pokok permasalahan secara

langsung.

b. Sekunder

Sumber data sekunder yang dimaksud adalah buku-buku yang

membahas pokok permasalahan secara tidak langsung selain kitab tafsir

Al-Mishbah dan An-Nuur, seperti buku karangan ilmiah, artikel yang

berhubungan dengan pokok permasalahan.

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini,

penulis menggunakan metode dokumentasi. Metode dokumentasi yang

dimaksud adalah mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan,

transkip, buku, surat kabar dan lain-lain.

10
4. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kepustakaan

(library research), metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah

analisis isi (content analysis) (Suryabrata, 1995:85). Sedangkan dalam segi

metode penafsiran ayat, penulis menggunakan metode muqāran. Metode

muqāran adalah metode penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas

suatu masalah dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat atau

antar ayat dengan hadits baik dari segi isi maupun redaksi atau antara

pendapat-pendapat para ulama’ tafsir dengan menonjolkan segi perbedaan

tertentu dari objek yang dibandingkan (Hamdani, 2015:137). Metode ini

digunakan penulis untuk mendeskripsikan isi/ kandungan nilai pendidikan

karakter yang terkandung dalam surat Al-Mu’minun ayat 1-11.

G. Kajian Pustaka

Fungsi kajian pustaka adalah untuk mengemukakan hasil-hasil penelitian

dahulu yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Adapun

beberapa penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

Skripsi Firly Maulana Sani (093111047), Jurusan Pendidikan Agama

Islam UIN Walisongo Semarang tahun 2016 dengan judul ―Nilai-Nilai

Pendidikan Karakter dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 261-267‖

mengungkapkan bahwa dalam ayat tersebut perumpamaan orang yang

menginfakkan harta bendanya dijalan Allah dengan ikhlas akan memperoleh

pahala yang berlipat ganda, tumbuh dan berkembang di sisi Allah seperti

11
tumbuhnya tanaman dari satu biji atau benih menghasilkan 700 buah,

sedangkan yang bersedekah diiringi dengan menyebut-nyebut pemberian dan

menyakiti perasaan penerima, tidak mendapat pahala apapun seperti tanah di

atas batu yang licin akan lenyap ditimpa hujan lebat. Sedangkan pendidikan

karakter yang terdapat dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 261-267, diantaranya

adalah religius, peduli sosial dan bersahabat/ komunikatif.

Skripsi Junardi (073111099), jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN

Walisongo Semarang tahun 2011 dengan judul ―Pendidikan Karakter dalam

Perspektif Surat Ash-Shaff ayat 2-3‖ mengungkapkan mengenai konsistensi

dan keterpaduan antara perkataan dan perbuatan seseorang, jujur, berani

berjuang, bertanggung jawab, serta menghindari sifat munafik yang mana sifat

munafik tersebut termasuk sifat yang tercela dan sangat berbahaya kepada

perilaku pelakunya dan bahkan berdampak buruk bagi orang lain.

Skripsi Ninik Himawati (11111127), jurusan Pendidikan Agama Islam

IAIN Salatiga tahun 2016 dengan judul ―Konsep Pendidikan Karakter dalam

Al-Qur’an Surat Luqman ayat 12-19 (Telaah Atas Kitab Tafsir Al-Mishbah)‖

mengungkapkan bahwa (1) konsep pendidikan karakter yang terdapat dalam

Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19 hasil telaah kitab tafsir Al-Mishbah adalah

pendidikan tauhid, pendidikan ibadah, dakwah dan pendidikan akhlak, (2)

penerapan konsep pendidikan karakter dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-

19 dalam konteks pendidikan karakter masa kini adalah cara penanaman nilai-

nilai yang dilakukan setiap hari baik di lingkungan keluarga maupun di

lingkungan sekolah, sehingga diharapkan mampu menjadikannya kebiasaan

12
yang baik agar nilai-nilai tersebut dapat dijadikan pondasi yang kokoh dalam

karakter seseorang.

Berbeda dari penelitian sebelumnya, penelitian nilai-nilai pendidikan

karakter ini dikaji pada Al-Qur’an surat Al-Mu’minun ayat 1-11 berdasarkan

telaah kitab tafsir Al-Mishbah dan tafsir An-Nuur. Peneliti memilih surat Al-

Mu’minun karena dalam surat ini banyak mengandung nilai-nilai pendidikan

karakter yang penting untuk diketahui serta di realisasikan oleh seorang

manusia.

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini berikut

merupakan sistematika penulisannya

Bab I Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian,

kajian pustaka serta sistematika penulisan.

Bab II Kompilasi Ayat berisi tentang surat Al-Mu’minun ayat 1-11 beserta

terjemahnya, mufrodat, tafsir Al-Mishbah dan An-Nuur, persamaan dan

perbedaan kitab tafsir Al-Mishbah dan An-Nuur dalam menafsirkan surat Al-

Mu’minun ayat 1-11 serta biografi penulis kitab tafsir Al-Mishbah dan An-

Nuur.

Bab III Asbabun Nuzul dan Munasabah berisi tentang sebab-sebab turunnya

surat Al-Mu’minun ayat 1-11 serta hubungan surat Al-Mu’minun dengan surat

yang sebelumnya dan sesudahnya.

13
Bab IV Pembahasan berisi tentang pengertian pendidikan karakter dan nilai-

nilai pendidikan karakter, serta nilai-nilai pendidikan karakter yang

terkandung dalam surat Al-Mu’minun ayat 1-11 dari telaah kitab tafsir Al-

Mishbah dan An-Nuur.

Bab V Penutup berisi kesimpulan, saran dan daftar pustaka.

14
BAB II

KOMPILASI AYAT-AYAT

A. Surat Al-Mu’minun ayat 1-11 dan terjemah

Berikut ini merupakan surat Al-Mu’minun ayat 1-11 dan terjemahannya

menurut Departemen Agama RI (2010:342):

            

          

            

          

          

        

Artinya:
1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
2. (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,
3. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan)
yang tiada berguna,
4. dan orang-orang yang menunaikan zakat,
5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka
Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.
7. Barangsiapa mencari yang di balik itu, Maka mereka Itulah orang-orang
yang melampaui batas.
8. dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan
janjinya.
9. dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.
10. mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi,
11. (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.

15
B. Mufrodat surat Al-Mu’minun ayat 1-11

Berikut ini merupakan terjemah per kata surat Al-Mu’minun ayat 1-11

menurut Wahab (2013:342):

1. Ayat 1

‫ْما ُم ْم ِم ُم ْم َن‬ ‫َن ْم َن َن‬ ‫َن ْم‬

Orang-orang yang Beruntunglah Sesungguhnya

beriman

2. Ayat 2

‫َن ِم‬
‫ا ُم َن‬ ‫َن َن ِم ِم ْم‬ ‫ِم‬ ‫ُم ْم‬ ‫َناَّل ِم يَن‬

Orang-orang Dalam salat Mereka Orang-orang

khusyu’ mereka yang

3. Ayat 3

‫ُم ْم ِم ُم ْم َن‬ ‫ِمَني ا َّل ْم ِم‬ ‫ُم ْم‬ ‫َن اَّل ِم يَن‬

Mereka Dari perbuatan Mereka Dan orang-

berpaling/ tak berguna orang yang

menjauhkan diri

16
4. Ayat 4

‫َن ِم ُم َن‬ ‫ا ِم َّل َن ِمو‬ ‫ُم ْم‬ ‫َن اَّل ِم يَن‬

Mengerjakan/ Pada zakat Mereka Dan orang-

menunaikan orang yang

5. Ayat 5

‫َن ِم ُم َن‬ ‫ِما ُم ُم ِمو ِم ْم‬ ‫ُم ْم‬ ‫َن اَّل ِم يَن‬

Mereka Pada kemaluan Mereka Dan orang-

memelihara/ mereka orang yang

menjaga

6. Ayat 6

‫َن َن َن ْم‬ ‫َن ْم َن‬ ‫َن ْم َن ِمو ِم ْم‬ ‫َن َن‬ ‫ِم َّل‬

Memiliki Atau apa Isteri-isteri Atas/ Kecuali

(budak) mereka terhadap

‫َن ُم ْم ِم يَن‬ ‫َن ْم ُم‬ ‫َن ِم َّل ُم ْم‬ ‫َن ْم َن ُم ُم ْم‬

tercela Budak/ tidak Maka Tangan

sesungguhnya kanan

mereka mereka

17
7. Ayat 7

‫َن ِما َن‬ ‫َن َن َنا‬ ‫ْمبت َن َن‬ ‫َن َن ِمي‬

Demikian itu Belakang Ia mencari Maka barang

(selain) siapa

‫ْما َن اُم َن‬ ‫ُم ُم‬ ‫َن ُم ْم اَن ِم َن‬

Melampaui batas Mereka Maka mereka

itu

8. Ayat 8

‫َن ُم َن‬ ‫َن َن ْم ِم ِم ْم‬ ‫ِم َن َن َن َن ِم ِم ْم‬ ‫ُم ْم‬ ‫َن اَّل ِم يَن‬

Mereka Dan janji Pada amanat Mereka Dan orang-

memelihara mereka mereka orang yang

9. Ayat 9

‫ُم َن ِم ُم َن‬ ‫َن َن َن ِم ِم ْم‬ ‫َن َن‬ ‫ُم ْم‬ ‫َن اَّل ِم يَن‬

Mereka Salat mereka Atas Mereka Dan orang-

menjaga/ orang yang

Memelihara

18
10. Ayat 10

‫ْما َن ِم ُم َن‬ ‫ُم ُم‬ ‫ُم ْم اَن ِم َن‬

Orang-orang yang Mereka Mereka itu

mewarisi

11. Ayat 11

‫َن ِما ُم َن‬ ‫ِم ْم َن‬ ‫ُم ْم‬ ‫َن ْما ِم ْم اَن ْم َن‬ ‫َن ِم ُم ْم َن‬ ‫اَّل ِم ْميَن‬

Mereka Di Mereka Surga (mereka) Orang-

kekal dalamnya Firdaus akan orang

mewarisi yang

Berikut ini merupakan beberapa arti kosa kata dari surat Al-Mu’minun

ayat 1-11:

1. ‫ َن ْم َن َن‬berasal dari kata ‫َن َن ٌح‬

Kata ‫ َن ْم َن َن‬merupakan ‫ ل‬dari kata ‫ َن َن ٌح‬. Dalam kamus Arab-Indonesia

Indonesia-Arab kata ‫َن َن ٌح‬ berarti kemenangan, kebahagiaan (Sya’bi,

1997:191). Hal tersebut seperti dalam kamus Arab-Indonesia (Yunus,

2010:323) bahwa kata ‫ َن َن ٌح‬- ‫ َن َن ٌح‬berarti kemenangan, kebahagiaan. Dalam

ensiklopedia Al-Qur’an kata ‫ َن ْم َن َن‬diartikan beruntung, berbahagia, dan

selamat (Makhruf, 1996:184). Menurut Shihab (2012:312) kata ‫َن ْم َن َن‬

19
terambil dari kata ‫ َن ْما َن َن ْم‬yang berarti membelah, dari sini petani dinamai

‫ َن ْما َن َّل ْم‬karena dia mencangkul untuk membelah tanah lalu menanam benih.

Benih yang ditanam petani menumbuhkan buah yang diharapkan. Dari

sini maksud memperoleh apa yang diharapkan dinami falah dan hal

tersebut melahirkan kebahagiaan yang juga menjadi salah satu makna

falah.

2. ‫ ْما ُم ْم ِم ُم ْم َن‬berasal dari kata ‫ُم ْم ِم ٌحي‬

Kata ‫ ْما ُم ْم ِم ُم ْم َن‬merupakan ‫ل‬ ‫ س‬dari kata ‫ ُم ْم ِم ٌحي‬Dalam kamus

Arab-Indonesia kata ‫ ْما ُم ْم ِم ُم ْم َن‬merupakan jamak dari kata ‫ي‬


‫ُم ْم ِم ٌح‬ yang

berarti yang beriman, yang percaya (Yunus, 2010:49). Iman adalah ucapan

dan perbuatan. Ucapan hati dan lisan, dan amal hati, lisan dan anggota

tubuh, iman itu bertambah dengan taat dan berkurang dengan maksiat (At-

Tuwaijri, 2012:33)

3. ‫ َن َن ِم ِم ْم‬berasal dari kata ‫َن َن وٌح‬

Kata ‫َن َن ِم ِم ْم‬ merupakan ‫ض‬ ‫ ل‬dari kata ‫َن َن وٌح‬ dengan tambahan

dhomir ‫ ِم ْم‬. Dalam kamus Arab-Indonesia kata ‫َن َن وٌح‬ yang berarti berdo’a

dan memelihara sembahyang (Yunus, 2010:220). Menurut Nasution

(1992:834) salat dalam arti bahasa ialah do’a, adapun dalam istilah hukum

Islam salat adalah suatu ibadat yang terdiri dari beberapa perkataan dan

perbuatan, yang dimulai dengan takbir (membaca Allahu Akbar) dan

disudahi dengan memberi salam. Kata ‫َن َن ِم ِم ْم‬ menurut Shihab (2012:314)

20
menisbahkan salat itu kepada pelakunya, bukan kepada Allah, walaupun

pada hakikatnya salat tersebut ditujukan kepada-Nya.

4. ‫ َن ِم‬berasal dari kata ‫َن َن َن‬


‫ا ُم َن‬

Kata ‫َن‬ ‫ َن ِم‬merupakan ‫ض‬


‫ا ُم‬ ‫ل‬ dari kata ‫ َن َن َن‬. Dalam kamus

Arab-Indonesia kata ‫َن‬ ‫َن ِم‬


‫ا ُم‬ berasal dari kata ً ‫ ُم ُم ْم‬- ‫ َن ْم َن ُم‬- ‫ َن َن َن‬yang

berarti tunduk, rendah, takluk (Yunus, 2010:116). Dalam ensiklopedia Al-

‫ َن ِم‬diartikan tunduk, takut, tenang (Makhruf,1996:184).


Qur’an kata ‫ا ُم َن‬

‫ َن ِم‬terambil dari kata ‫ َن َن َن‬yang dari


Menurut Shihab (2012:314) kata ‫ا ُم َن‬

segi bahasa berarti diam dan tenang.

5. ‫ ا َّل ْم ِم‬berasal dari kata ‫اَن َن‬

Kata ‫ ا َّل ْم ِم‬merupakan ‫ض‬ ‫ل‬ dari kata ‫اَن َن‬. Dalam kamus Arab-

Indonesia kata ‫ ا َّل ْم ِم‬meruapakan asal kata dari ً ‫اَن ُم‬- ‫ اَن َن – َن ْم ُم ْم‬yang berarti

berkata dengan perkataan yang tiada guna, tanpa berfikir dahulu (Yunus,

2010:398). Dalam ensiklopedia Al-Qur’an kata ‫ ا َّل ْم‬diartikan perkataan

dan pebuatan yang tidak baik (Makhruf,1996:184). Kata ‫ اَن َن َن اَن ِم َن‬berarti

berbicara yang bukan-bukan (Munawwir, 1997:1276). Menurut Shihab

(2012:314) kata ‫ ا َّل ْم ِم‬terambil dari kata ‫ اَن َن‬yang berarti batal, yaitu

sesuatu yang seharusnya tidak ada atau ditiadakan.

6. ‫ ُم ْم ِم ُم ْم َن‬berasal dari kata ‫ض‬


‫َن ْم َن َن‬

Kata ‫ُم ْم َن‬ ‫ ُم ْم ِم‬merupakan ‫ ص‬dari kata ‫ض‬


‫ َن َن َن‬. Dalam kamus

Arab-Indonesia kata (‫ض‬ ‫ َن ْم َن َن‬diartikan berpaling (Yunus, 2010:44).


‫ض ) َن َن َن‬

21
Sedangkan dalam kamus Al Munawwir (1997:917) kata (‫ض‬ ‫َن ْم َن َن‬
‫ض ) َن َن َن‬

‫ َن ْم ُم‬diartikan dengan berpaling, menghindar. Menurut Shihab (2012:318)

kata ‫ُم ْم َن‬ ‫ ُم ْم ِم‬terambil dari kata ‫ َن ْما ُم ْم ض‬yang berarti samping, maksudnya

seseorang yang tidak memberikan perhatian kepada sesuatu yang tidak

bermanfaat atau mengesampingkannya.

7. ‫ ا ِم َّل َن ِمو‬berasal dari kata ‫َن َن وٌح‬

Dalam kamus Arab-Indonesia kata ‫ ا ِم َّل َن ِمو‬merupakan jamak dari kata

‫ َن َن وٌح‬yang berarti zakat, bersedekah, kebersihan (Yunus, 2010:156). Dalam

ensiklopedia Islam (1992:1003) zakat menurut bahasa artinya tumbuh,

berkembang, bersih atau baih dan terpuji. Dalam hukum Islam istilah

tersebut berarti nama bagi kadar tertentu untuk kekayaan yang diserahkan

kepada golongan-golongan masyarakat yang telah diatur di dalam kitab

suci Al-Qur’an. Sedangkan menurut Shihab (2012:321) kata ‫ َن َن وٌح‬dari segi

bahasa berarti suci dan berkembang, hal ini karena menafkahkan harta

mengantar kepada kesuciannya dan kesucian jiwa penafkah.

8. ‫ َن ِم ُم َن‬berasal dari kata ‫َن َن َنل‬

Kata ‫َن‬ ‫ َن ِم ُم‬merupakan ‫ض‬ ‫ل‬ dari kata ‫ َن ِم َنل‬. Dalam kamus

Arab-Indonesia kata ‫ َن ِم َنل‬bisa berkembang menjadi ‫َن‬ ‫ َن ِم ُم‬yang berarti

yang mengerjakan pekerjaan (Yunus, 2010:320). Sedangkan dalam kamus

Al Munawwir (1997:1064) kata ً ‫َن َن َنل ـ َن ْم‬ berarti menjalankan,

mengerjakan, melakukan, berbuat.

22
9. ‫ ِما ُم ُم ِمو ِم ْم‬berasal dari kata ‫َن َن ٌح‬

Dalam kamus Arab-Indonesia kata ‫ ِما ُم ُم ِمو ِم ْم‬merupakan jamak dari

kata ‫َن َن ٌح‬ yang berarti kemaluan manusia, qubul dan dubur (Yunus,

2010:311). Sedangkan menurut Munawwir (1997:1041) kata ‫َن َن ٌح‬

) ‫ُم ُم ْم ٌح‬ ( yang artinya celah, kata ‫ َن َن ٌح‬yang dimaksud disini ‫ْم ُم ْمث َن‬

‫ َن َن ٌح‬yang artinya farji, vulva (lubang kemaluan perempuan). Hal serupa

juga diungkapkan Shihab (2012:324) kata ‫ْم‬ ‫ُم ُم‬ adalah jamak dari kata

‫ َن َن ْم‬yang pada mulanya dimaksudkan dalam arti segala sesuatu yang

buruk diucapkan pada pria atau wanita (alat kelamin).

10. ‫َن‬ ‫ َن ِم ُم‬berasal dari kata ‫َن ِم َن‬

Kata ‫َن‬ ‫ َن ِم ُم‬merupakan ‫ض‬ ‫ ل‬dari kata ‫ َن ِم َن‬. Dalam kamus Arab-

Indonesia kata ‫َن‬ ‫ َن ِم ُم‬berasal dari kata ً ‫ ِم ْم‬-‫ َن ْم َن ُم‬-‫ َن ِم َن‬yang berarti

memelihara, menjaga, menghafal (Yunus, 2010:105). Sedangkan menurut

Shihab (2012:323) kata ‫َن‬ ‫َن ِم ُم‬ terambil dari kata ‫ِم ِم ْم‬ yang berarti

memelihara atau menahan.

11. ‫ َن ْم َن ِمو ِم ْم‬berasal dari kata ‫َن ْم ٌح‬

Kata ‫ َن ْم َن ِمو ِم ْم‬dalam kamus Arab-Indonesia berasal dari kata ‫ِم‬ ‫َن ْم َن‬

yang merupakan jamak dari kata ‫ َن ْم ٌح‬yang artinga suami, isteri, sepasang

(Yunus, 2010:159).

23
12. ‫ َن َن َن ْم‬berasal dari kata ‫َن َن َن‬

Kata ‫ َن َن َن ْم‬merupakan ‫ض‬ ‫ ل‬dari kata ‫ َن َن َن‬. Dalam kamus Arab-

Indonesia kata ‫ َن َن َن ْم‬merupakan fi’il madhi dari kata ‫ َن َن َن – َن ْم ِم ُم‬yang

berarti memiliki, mempunyai (Yunus, 2010:428)

13. ‫ َن ْم َن ُم ُم ْم‬berasal dari kata ‫ْمي‬


‫َن ِم ٌح‬

Dalam kamus Arab-Indonesia Indonesia-Arab kata ‫ َن ْم َن ُم ُم ْم‬merupakan

‫ َن ِم ٌح‬yaitu ( ‫ َن ْم َن ٌح‬- ‫ َن ْم َن يَن‬-‫ ) َن ِم ٌحْمي‬yang berarti sebelah kanan,


jamak dari kata ‫ْمي‬

tangan kanan (Sya’bi, 1997:311).

14. ‫ َن ُم ْم ِم يَن‬berasal dari kata ‫َن ُم ْم ٌح‬

Dalam kamus Arab kata ‫ َن ُم ْم ِم يَن‬berasal dari kata ‫ َن ُم ْم ٌح‬yang artinya

tercela (Ibrahim, Tt:365). Sedangkan menurut Shihab (2012:326) kata

‫َن ُم ْم ِم يَن‬ terambil dari kata ‫ اُم ْم‬yaitu kecaman atau celaan terhadap

perbuatan dan atau ucapan dari pihak lain yang dinilai pengecam sebagai

tidak wajar.

15. ‫ ْمبت َن َن‬berasal dari kata ‫ِم ْمبت َن َن‬

Kata ‫ ِم ْمبت َن َن‬merupakan ‫ض‬ ‫ ل‬dari kata ‫بَن َن‬. Dalam kamus Arab-

Indonesia kata ‫بُم َن ًا( ْمبت َن َن‬- ‫ َن ْمب ِم‬- ‫ )بَن َن‬yang berarti mencari, menghendaki,

menuntut (Yunus, 2010:31, 69).

24
16. ‫َن‬ ‫ْما َن اُم‬

Dalam ensiklopedia Al-Qur’an kata ‫َن‬ ‫ ْما َن اُم‬diartikan orang-orang

yang melanggar batas halal sehingga masuk ke dalam haram

(Makhruf,1996:184).

17. ‫ ِم َن َن َن َن ِم ِم ْم‬berasal dari kata ‫َن َن َن ٌح‬

Dalam kamus Arab-Indonesia kata ‫ ِم َن َن َن َن ِم ِم ْم‬merupakan jamak dari

kata ‫ َن َن َن ٌح‬yang berarti kepercayaan, lurus, setia (Yunus, 2010:49). Selain

itu, ‫ َن َن َن َن ُم‬juga berarti orang yang dapat dipercaya (jujur), orang yang

mempercayai setiap orang (Munawwir, 1997:41). Hal ini juga diperkuat

oleh Shihab (2012:327) bahwa kata ‫ أ َن َن َنتِم ِم ْم‬adalah bentuk jamak dari ‫أ َن َن ْم‬

yang terambil dari kata ‫ أ َن َن يَن‬yang berarti percaya atau aman.

18. ‫ َن َن ْم ِم ِم ْم‬berasal dari kata ‫َن ْم ٌح‬

Dalam kamus Arab-Indonesia kata ‫ َن َن ْم ِم ِم ْم‬berasal dari kata ‫ َن ْم ٌح‬yang

berarti perjanjian, janji setia (Yunus, 2010:283). Sedangkan dalam kamus

Al Munawwir (1997:981) ‫ َن ْما َن ْم ُم‬berarti pemenuhan, penepatan janji, janji,

perjanjian. Hal serupa juga diungkapkan Shihab (2012:328) bahwa kata

‫ َن ْم‬berarti wasiat atau janji.

19. ‫َن‬ ‫ َن ُم‬berasal dari kata ‫َن َن‬

Dalam kamus Arab-Indonesia kata berasal dari kata ً ‫ ُم ْم‬- ‫ َن ُم َن‬- ‫َن َن‬

yang artinya (hewan) makan rumput di padang rumput, memelihara,

mengembala, memperhatikan (Yunus, 2010:143). Penjelasan lebih lanjut

25
oleh Shihab (2012:328) bahwa kata ‫َن‬ ‫ َن ُم‬terambil dari kata ‫ َن ِم َن‬yang

bearti memelihara, membimbing. Dari akar kata yang sama lahir kata ‫َن ِم‬

yakni penggembala, karena yang bersangkutan memberi perhatian kepada

gembalaannya, memelihara dan membimbingnya sehingga tidak

mengalami bencana. Hal tersebut di dukung dengan kamus Arab-Indonesia

Indonesia-Arab (Sya’bi, 1997:72).

20. ‫َن َن َن ِم ِم ْم‬ berasal dari kata ‫َن َّل‬

Kata ‫َن َن ِم ِم ْم‬ merupakan ‫ض‬ ‫ ل‬dari kata ‫َن َن وٌح‬ dengan tambahan

dhomir ‫ ِم ْم‬. Dalam kamus Arab-Indonesia kata ‫ص ِماّم‬


‫َن َّل ـ ُم َن‬ yang berarti

berdo’a dan memelihara sembahyang (Yunus, 2010:220). Dalam

ensiklopedia Islam, salat menurut arti bahasa ialah do’a, adapun dalam

istilah hukum Islam salat adalah suatu ibadat yang terdiri dari beberapa

perkataan dan perbuatan, yang dimulai dengan takbir (membaca Allahu

Akbar) dan disudahi dengan memberi salam (Nasution, 1992:834).

Menurut kamus Al Munawwir (1997:792) ‫َن َّل‬ artinya doa, berdoa seperti

dalam kata ‫ص َن ْمو‬


‫ َن َن َن ا َن‬artinya bersalat, bersembahyang.

21. ‫َن‬ ‫ ُم َن ِم ُم‬berasal dari kata ‫َن ِم َن‬

Kata ‫َن‬ ‫ َن ِم ُم‬merupakan ‫ل ا ض ع‬ dari kata ‫ َن ِم َن‬. Dalam kamus

Arab-Indonesia kata ‫َن‬ ‫ َن ِم ُم‬berasal dari kata ً ‫ ِم ْم‬-‫ َن ْم َن ُم‬-‫ َن ِم َن‬yang berarti

memelihara, menjaga, menghafal (Yunus, 2010:105). Sedangkan dalam

26
kamus Al Munawwir (1997:279) ً ‫ َن ِم َن ـ ِم ْم‬berarti menjaga, memelihara,

melindungi.

22. ‫ ْما َن ِم ُم َن‬berasal dari kata ‫َن ِم ٌح‬

Dalam kamus Arab-Indonesia kata ‫ ْما َن ِم ُم َن‬merupakan jamak dari

kata ‫ َن ِم ٌح‬yang berarti ahli waris, waris (Yunus, 2010:496). Sedangkan

dalam kamus Al Munawwir (1997:1551) kata )‫َن َن َن ُم‬ ( ‫ َن ْما َن ِم ُم‬yang

artinya waris, ahli waris.

23. ‫ َن ِم ُم ْم َن‬berasal dari kata ‫َن ِم َن‬

Dalam kamus Arab-Indonesia kata ‫ َن ِم ُم ْم َن‬berasal dari kata ‫َن ِم َن‬

( ً ‫ ِم ْم‬- ‫ ) َن ِم َن – َن ِم ُم‬yang berarti mempusakai harta (Yunus, 2010:496).

Sedangkan dalam kamus Arab-Indonesia Indonesia-Arab kata ‫َن ِم ُم ْم َن‬

berasal dari kata ‫َن ِم َن‬ ( ً ‫ ِم ْم‬- ‫ ) َن ِم َن – َن ِم ُم‬yang berarti mewariskan

mempusakai harta (Sya’bi, 1997:292). Kata ‫َن ِم َن‬ ) ً ‫( ِم ْم ً ـ َن ِم ً ـ َن ُم َن‬

berarti mewarisi harta (Munawwir, 1997:1550).

24. ‫َن‬ ‫ َن ْما ِم ْم اَن ْم‬berasal dari kata ‫ِم ْم اَن ْم َن‬

Dalam kamus Arab-Indonesia kata ‫ ِم ْم اَن ْم َن‬diartikan kebun, taman,

surga firdaus (Yunus, 2010:312). Dalam Ringkasan Fiqih Islam (1)

(2012:142) menyatakan bahwa kata ‫ ِم ْم اَن ْم َن‬juga terdapat dalam Al-Qur’an

surat Al-Kahfi/18:107 sebagai berikut:

          

27
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh,
bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal”.

Dalam ensiklopedia Al-Qur’an kata ‫ َن ْما ِم ْم اَن ْم َن‬diartikan surga yang

paling tinggi, paling tengah, dan paling utama (Makhruf,1996:184). Hal

tersebut didukung dalam buku ensiklopedia Al-Qur’an yang menyatakan

bahwa firdaus ialah nama surga tingkat yang tertinggi (Fachruddin,

1992:365). Sedangkan dalam ensiklopedia Islam firdaus berarti taman.

Kata ini dapat dijumpai dalam Al-Qur’an dalam dua tempat yakni dalam

surat Al-Kahfi ayat 107 dan surat Al-Mu’minun ayat 11 (Nasution,

1996:251).

25. ‫َن‬ ‫ َن ِما ُم‬berasal dari kata ‫َن َن َن‬

Dalam kamus Arab-Indonesia kata ‫َن‬ ‫ َن ِما ُم‬berasal dari kata ‫َن َن َن‬

( ً‫ ُم ُم ْم ا‬-‫ ) َن َن َن – َن ْم ُم ُم‬yang berarti kekal, tetap (Yunus, 2010:119). Sedangkan

menurut kamus Al Munawwir (1997:358) kata ً‫ َن َن َن ـ ُم ُم ْم ا‬berarti kekal

abadi.

C. Tafsir Al-Mishbah surat Al-Mu’minun ayat 1-11

1. Ayat 1-2

Menurut Shihab (2012:312) ayat di atas menyatakan bahwa

sesungguhnya telah yakni pasti berutunglah mendapat apa yang

didambakannya orang-orang mukmin, yang pasti mantap imannya dan

mereka buktikan kebenarannnya dengan amal-amal saleh yatitu mereka

yang khusyu‟ dalam salatnya, yakni tenang, rendah hati lahir dan batin,

28
serta perhatiannya terarah kepada salat yang sedang mereka kerjakan. Istilah

khasyi‟un (orang-orang yang khusyuk) berasal dari kata khusyu‟ yang

berarti kesopanan spiritual dan fisik, yang disandang secara lahiriah oleh

jasad manusia manakala berada dihadapan sang pencipta (Faqih, 2006:32).

Di sini Al-Qur’an tidak anya memperhitungkan pelaksanaan salat wajib itu

sendiri sebagai tanda orang beriman, tapi juga memandang kekhusyukan

dalam salat sebagai salah satu sifat mereka.

Ar-Raghib al-Asfahani dalam Shihab (2012:313) menyatakan bahwa

kebahagiaan ada dua, yakni kebahagiaan duniawai dan kebahagiaan ukhrawi.

Kebahagiaan duniawi adalah memperoleh hal-hal yang menjadikan hidup

duniawi nyaman antara lain berupa kelanggengan hidup, kekayaan dan

kemuliaan. Sedangkan kebahagiaan ukhrawi terdiri dari empat hal, yaitu

wujud yang langgeng tanpa kepunahan, kekayaan tanpa kebutuhan,

kemuliaan tanpa kehinaan, dan ilmu tanpa ketidaktahuan.

Kata ( ‫ ) َن َن ِم ِم ْم‬menisbahkan salat itu kepada pelakunya, bukan kepada

Allah SWT, walaupun pada hakikatnya salat tersebut ditujukan kepada-Nya.

Hal ini disebabkan karena ayat ini bermaksud menggarisbawahi aktivitas

pelaku, apalagi mereka itulah yang akan memperoleh manfaat salatnya

‫ ) َن ِم‬terambil dari kata ( ‫ ) َن َن َن‬yang dari segi


bukan Allah SWT. Kata ( ‫ا ُم ْم َن‬

bahasa berarti diam dan tenang. Patron kata yang digunakan ayat ini

menunjukkan kepada pelaku yang mantap melakukan kekhusyu’an itu

(Shihab, 2012:314).

2. Ayat 3

29
Shihab (2012:317) menyatakan salat yang benar dan baik menjauhkan

pelakunya dari hal-hal yang buruk bahkan yang mestinya ditiadakan, sifat

selanjutnya yang disebut adalah tidak memberi perhatian kepada hal-hal

yang tidak bermanfaat. Dari ayat tersebut menyatakan Dan, di samping

mereka telah disebut pada ayat yang lalu, termasuk juga yang akan

memeperoleh kebahagiaan adalah mereka yang terhadap al-laghw, yakni

hal-hal yang tidak bermanfaat adalah orang-orang yang tidak acuh, yakni

tidak memberi perhatian atau menjauhkan diri secara lahir dan batin dari

hal-hal tersebut.

Kata ) ‫ ) َن ْما َّل ْم ِم‬terambil dari kata ( ‫ )اَن َن‬yang berarti batal, yakni sesuatu

yang seharusnya tidak ada. Laghw pada dasarnya adalah hal-hal yang

bersifat mubah, yakni sesuatu yang tidak terlarang, tetapi tidak ada

kebutuhan atau manfaat yang diperoleh ketika melakukannya. Selanjutnya

kata ( ‫ْم‬ ‫ ) َن ْما ُم ْم‬yang berarti samping. Seseorang


‫ ) ُم ْم ِم ُم‬terambil dari kata (‫ض‬

yang tidak memberi perhatian kepada sesuatu, dia tidak akan melihat dan

mengesampingkannya (Shihab, 2012:317-318).

3. Ayat 4

Menurut Al-Biqai dalam Shihab (2012:321) penyebutan pengeluaran

zakat setelah sebelumnya dinyatakan bahwa mereka menjauhkan diri dari

al-laghw disebabkan karena menghindarinya tidaklah mudah. Kata ( ‫) َن َن ْم‬

dari segi bahasa berarti suci dan berkembang. Hal ini karena menafkahkan

harta mengantar kepada kesuciannya dan kesucian jiwa penafkah. Di

30
samping itu, ia menjadi pengembang harta tersebut. Al-Qur’an seringkali

menggunakan kata ini dalam arti sedekah yaitu pada surat At-Taubah/9:60

        

            

   


Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang
yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang
sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana”.

4. Ayat 5-7

Surat Al-Mu’minun ayat lima sampai tujuh ini menyebutkan diri

manusia dan yang pertama serta terutama disucikan adalah alat kelamin,

karena perzinaan adalah puncak kebejatan moral serta perusakan generasi

dan masyarakat. Menurut Shihab (2012:323) orang-orang mukmin yang

akan memperoleh kebahagiaan adalah mereka yang memelihara kemaluan

mereka, dengan kata lain mereka menyalurkan kebutuhan biologisnya

melalui hal dan cara-cara dibenarkan dan direstui agama. Mereka

menyalurkannya terhadap pasangannya atau budak-budak yang telah

dimiliki. Dan apabila mereka melampiaskan hawa nafsu bukan terhadap

pasangannya atau pun budak yang dimiliki, maka mereka itulah orang-orang

yang melampaui batas.

31
5. Ayat 8

Orang-orang mukmin yang akan memperoleh kebahagiaan selanjutnya

adalah orang-orang yang senantiasa bertanggung jawab terhadap amanat-

amanat yang telah dipikulkan kepadanya. Amanat yang berada dalam

pundak manusia mencakup empat aspek. Pertama, antara manusia dengan

Allah, misalnya nazar. Kedua, sesama manusia misalnya berupa titipan,

rahasia dan lain-lain. Ketiga, antara manusia dengan lingkungannya,

misalnya memelihara kebersihan lingkungan untuk generasi mendatang.

Keempat, terhadap dirinya sendiri, misalnya menyangkut kesehatannya

(Shihab, 2012:328).

6. Ayat 9

Salah satu yang terpenting menyangkut amanat dan janji adalah salat.

Karena itu, pada ayat ini ibadah salat tersebut ditekankan lagi antara lain

dalam konteks memelihara pelaksanaannya pada waktu yang ditetapkan.

Orang mukmin yang senantiasa memelihara salat mereka merupakan

penutup sifat terpuji yang akan mengantarkannya menuju kebahagiaan ayat

ini merupakan ayat penutup sifat-sifat terpuji bagi seorang mukmin yang

penyandangnya masing-masing dapat meraih kebahagiaan. Memang, pada

ayat kedua telah disebut juga shalat, tetapi dalam konteks yang berbeda.

Pada ayat kedua berisi tentang kekhusyukan dan pada ayat ini tentang

pemeliharaan shalat secara keseluruhan dan untuk tiap-tiap waktu (Shihab,

2012:329).

32
Menurut Thahir Ibn Asyur dalam Shihab (2012:330) bila kita

memperhatikan sifat-sifat orang mukmin di atas, kita akan menemukan

bahwa apa yang diperintahkan adalah hal-hal yang biasanya nafsu terdorong

mengabaikannya, seperti khusyuk dalam shalat, meninggalkan laghw, serta

pemeliharaan dorongan biologis. Selain itu, ada juga sifat-sifat yang

biasanya nafsu manusia ingin mempertahankannya seperti membelanjakan

harta atau menunaikan amanat yang biasanya ingin terus disimpan oleh

pemiliknya dan oleh yang diberi amanat. Dengan demikian, sifat-sifat

terpuji di atas mencerminkan dua hal pokok yang harus menghiasi setiap

muslim, yakni memiliki kemampuan melaksanakan serta kemampuan

menahan diri.

7. Ayat 10-11

Setelah menyebutkan sifat-sifat terpuji orang mukmin yang akan

memperoleh kebahagiaan atau keberuntungan, surat al-Mu’minun ayat

sepuluh dan sebelas menyebutkan bahwa merekalah yang akan mewarisi

surga firdaus serta mereka kekal berada di dalamnya. Kata ( ‫ ) َن ْما َن ِم ُم ْم َن‬dan

) ‫ ( َن ِم ُم ْم‬terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf wau, ra, dan tsa.

Maknanya berkisar pada peralihan sesuatu kepada sesuatu yang lain. Ada

yang memahami ayat ini dalam arti orang mukmin, yang sifatnya seperti

diuraikan ayat-ayat lalu, akan mewarisi yakni akan dialihkan kepada mereka

surga yang tadinya Allah SWT telah siapkan untuk semua manusia. Tetapi,

karena ada diantara mereka yang kafir, mereka tidak berhak memperolehnya

33
dan dengan demikian, surga yang Allah SWT siapkan buat orang-orang

kafir itu diwarisi oleh orang-orang mukmin (Shihab, 2012:330-331).

Surga firdaus disebut sebagai surga yang paling baik dan

kedudukannya paling tinggi dibandingkan dengan surga yang lain. Setelah

menyebutkan sifat-sifat paling menonjol dari orang-orang beriman, Al-

Qur’an mengatakan bahwa nasib akhir mereka adalah menjadi pewaris-

pewaris yang akan mewarisi surga dan tinggal di dalamnya untuk selamanya.

D. Tafsir An-Nuur surat Al-Mu’minun ayat 1-11

1. Ayat 1

Ash-Shiddieqy (2000:2724) menjelaskan bahwa Allah memberikan

kemenangan kepada semua orang mukmin. Yaitu orang-orang yang telah

disifati oleh Allah dengan enam sifat sebagaimana yang difirmankan Allah

dalam surat Al-Mu’minun ayat dua sampai ayat sembilan.

2. Ayat 2

Enam sifat tersebut adalah pertama, mereka yang ketika melakukan

sembahyang anggota tubuhnya tenang dan jiwanya khusyuk Ash-Shiddieqy

(2000:2724). Khusyuk bertingkat-tingkat, minimal adalah ketenangan

anggota badan sehingga tidak bergerak di luar gerakan salat, kecuali sangat

diperlukan dan dalam tidak lebih dari tiga kali berturut-turut, atau bahkan

sekali jika gerakan itu sangat besar (Shihab, 2012:538-539).

Sama halnya dengan Shihab, Ash-Shiddieqy (2000:2724) juga

menjelaskan tanda-tanda khusyuk, yaitu tidak berpaling (menoleh) ke kiri

34
atau ke kanan, tidak menguap, tidak menutup mulut dengan tangan, tidak

mempermainkan jenggot atau tidak mengerjakan sesuatu yang makruh.

Khusyuk dalam sembahyang akan diperoleh oleh orang yang menjalankan

sembahyang dengan membulatkan jiwanya dan melepaskan diri dari selain

sembahyang. Ketika itu, yang terdapat dalam hati dan jiwanya hanyalah

sembahyang, sehingga sembahyang bisa menjadi penawar untuk

mewujudkan ketenangan jiwa.

Salat khusyuk adalah salat yang dilaksanakan dengan sempurna, tertib,

tenang, konsentrasi, dan selama salat sama sekali tidak terbersit hal-hal yang

bersifat duniawi (El-Sutha, 2016:96). Khusyuk dalam sembahyang akan

diperoleh oleh orang yang menjalankan sembahyang dengan membulatkkan

jiwanya dan melepaskan diri dari selain sembahyang. Ketika itu, yang

terdapat dalam hati dan jiwanya hanyalah sembahyang, sehingga

sembahyang menjadi penawar untuk mewujudkan ketenangan jiwa (Ash-

Shiddieqy, 2000:2724).

3. Ayat 3

Kedua, mereka yang menjauhkan diri dari segala sesuatu yang tidak

berfaedah dan segala pembicaraan yang tidak berharga, seperti berdusta,

memaki-maki, dan kata-kata lain yang sia-sia (Ash-Shiddieqy, 2000:2725).

Serupa dengan Ash-Shiddieqy, Ibnu Katsir dalam Ar-Rifa’i (2000:408) juga

mengungkapkan bahwa orang mukmin yang akan mendapatkan

kebahagiaan adalah orang-orang yang menjauh dari perilaku yang tidak

35
berguna meliputi syirik, kemaksiatan, dan hal yang tidak berfaedah yang

menyangkut perkataan dan perbuatan.

Mukmin yang sebenar-benarnya selalu menjauhkan diri dari

pembicaraan yang batal dan dari segala perbuatan yang tidak memberi

kebajikan. Dia merasa berat menjalankan tanggung jawab yang harus

dipikulnya dan berat melaksanakan kewajiban yang terletak di atas

pundaknya. Dia merasa dirinya ditugaskan untuk memelihara amanat.

Karenanya, dia merasa belum puas jika belum menyelesaikan atau

menunaikan amanat itu, sehingga dia tidak mempunyai waktu untuk

bermain-main dengan menjalankan pekerjaan yang sia-sia.

4. Ayat 4

Ketiga, mereka yang menyucikan hartanya dengan menunaikan zakat.

Menurut lahiriah ayat ini, yang dimaksud dengan zakat adalah memberi

nafkah (infak) di jalan Allah, bukan zakat yang telah ditentukan nishab dan

jumlahnya (zakat wajib, maal, atau fitrah). Zakat yang demikian itu baru

difardhukan pada tahun kedua hijriah. Di Mekkah, umat Islam diperintahkan

berinfak di jalan Allah SWT secara mutlak. Dalam surat Al-An’am, Tuhan

menegaskan: ―dan berilah haknya pada hari mengetamnya (panen)” (Ash-

Shiddieqy, 2000:2725).

Zakat, di samping sebagai ibadat, kewajiban menyangkut harta yang

berfungsi sosial, juga merupakan taklif an-nafs (kewajiban pribadi).

Dikatakan demikian, karena mengeluarkan zakat merupakan beban yang

menyangkut dengan jiwa dan diri seseorang. Seseorang akan merasa berat

36
mengeluarkan sebagian dari harta yang dirasanya adalah miliknya, yang

pada lahirnya adalah hasil jerih payahnya. Dalam hal tersebut, sikap rakus

dan cinta harta selalu menjadi kendala bagi pelaksanaan zakat. Di antara

hikmah zakat adalah untuk membasmi sikap rakus dan cinta harta yang

berlebihan, agar manusia mempunyai sifat dermawan sejati (Nasution,

1992:1004).

5. Ayat 5-6

Keempat, mereka yang memelihara kemaluannya dari perbuatan

haram (zina), tidak menjerumuskan diri ke dalam perbuatan yang dilarang

oleh Allah SWT. Tidak mau mendekati (melakukan persetubuhan) kecuali

dengan isteri yang telah dihalalkan untuk mereka (sah) atau budak-budak

mereka yang tertawan dalam peperangan. Orang yang mendekati atau

melakukan persetubuhan (seksual) dengan pasangan yang dihalalkan oleh

Allah tentu tidak dicela (Ash-Shiddieqy, 2000:2725-2726). Allah SWT

berfirman dalam surat Al-Isra/17:32

         


Artinya : “dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina
itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang
buruk”.

Zina adalah persetubuhan atau hubungan kelamin yang dilakukan

tanpa melalui akad pernikahan yang sah menurut syariat. Islam memandang

perbuatan zina sebagai perbuatan keji yang harus dijauhi oleh umat manusia

dan sekaligus memandangnya sebagai tindakan kejahatan berat (dosa besar)

yang diancam dengan hukuman berat pula. Para ulama dalam Nasution

37
(1992:1009) membedakan zina menjadi dua macam yaitu zina muhsan dan

zina ghairu muhsan. Zina muhsan adalah zina yang dilakukan oleh orang-

orang yang telah berkeluarga (telah pernah menikah) dan juga telah pernah

melakukan hubungan seksual selama pernikahannya itu. Sedangkan zina

ghairu muhsan adalah zina yang dilakukan oleh mereka yang belum pernah

menikah (gadis atau perjaka) atau belum pernah bersenggama meskipun

pernah menikah.

6. Ayat 7

Siapa yang menggauli isteri-isterinya dan budak-budak yang

dihalalkan baginya (sewaktu perbudakan belum dihapuskan), maka dialah

orang yang melampaui batas. Demikian pula perempuan yang melakukan

persetubuhan dengan lelaki yang bukan suami sahnya, juga merupakan

perbuatan yang melampaui batas (Ash-Shiddieqy, 2000:2726).

7. Ayat 8

Ash-Shiddieqy (2000:2726) Kelima, mereka yang apabila dipercayai

dengan suatu amanat tidak mengkhianatinya. Mereka akan menyampaikan

atau menjalankan amanat itu kepada yang berhak. Apabila membuat

perjanjian, mereka akan melaksanakannya dengan baik. Menyalahi janji

adalah sifat orang munafik, seperti yang ditegaskan Rasulullah Saw

38
ِ ِ‫ال حدَّثَنَا ََنفِع بن مال‬ ِ ِ َ َ‫الربِي ِع ق‬
‫ك بْ ِن أَِِب‬ َ ُْ ُ َ َ َ‫يل بْ ُن َج ْع َف ٍر ق‬ُ ‫ال َحدَّثَنَا إ ْْسَاع‬ َّ ‫َحدَّثَنَا ُسلَْي َما ُن أَبُو‬
ٌ ‫ال آيَةُ الْ ُمنَافِ ِق ثَََل‬
‫ث‬ َ َ‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّب‬ ِ ِ ِِ ٍ ٍِ
ِّ ‫َعامر أَبُو ُس َهْيل َع ْن أَبيه َع ْن أَِب ُهَريْ َرةَ َع ْن الن‬
‫َّث َ َ َ َوإِ َا َو َع َد أَ ْ لَ َ َوإِ َا ْاؤُِ َن َ ا َن‬ َ ‫إِ َا َحد‬

Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Sulaiman Abu ar Rabi' berkata,


telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ja'far berkata, telah
menceritakan kepada kami Nafi' bin Malik bin Abu 'Amir Abu
Suhail dari bapaknya dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, beliau bersabda: tanda orang munafik ada tiga
macam yaitu, apabila berbicara dia berdusta, apabila berjanji
dia menyalahinya dan apabila dipercayai suatu amanat dia
berkhianat.

Konsep luas amanat mencakup juga amanat-amanat dari Allah SWT

dan dari para nabi serta orang banyak pada umumnya.. Masing-masing dari

anugerah-anugerah Allah SWT adalah amanat-Nya. Agama yang benar,

kitab-kitab langit, ajaran-ajaran dan perintah-peritah praktis dari para

pemimpin jalan kebenaran, harta benda yang dimiliki, tanggung jawab yang

dipikul, serta kedudukan sosial yang kita miliki semuanya adalah amanat-

Nya yang oleh orang-orang beriman senantiasa dijaga supaya tetap

terpenuhi (Faqih, 2006:49).

8. Ayat 9

Keenam, mereka yang selalu menjalankan sembahyang, melaksanakan

pada waktu-waktu yang ditentukan dengan memelihara syarat, adab, dan

rukun-rukunnya. Allah SWT memulai surat ini dengan menjelaskan masalah

sembahyang (salat) dan mengakhirinya juga dengan menerangkan masalah

sembahyang. Hal ini untuk menunjukkan bahwa sembahyang merupakan

suatu ibadat yang sangat utama (Ash-Shiddieqy, 2000:2726.) Salat

39
merupakan pendidikan tertinggi menuju kesadaran jiwa dan hati serta

menjamin bahwa pelakunya akan menjauhi dosa. Singkatnya, jika salat

menyatu dengan semua ritusnya maka ia akan menjadi landasan yang pasti

bagi semua kebaikan dan amal saleh (Faqih, 2006:53).

9. Ayat 10-11

Orang-orang mukmin yang memiliki sifat dengan sifat-sifat utama

seperti telah diterangkan itulah orang yang layak menduduki martabat surga

yang paling tinggi (surga firdaus) sebagai pembalasan atas amal dan

perbuatannya yang terpuji selama hidup di dunia. Mereka kekal berada di

dalam surga firdaus untuk selama-lamanya, inilah sifat-sifat yang

membentuk kepribadian seorang manusia (Ash-Shiddieqy, 2000:2727).

Digunakannya kata ―mewarisi‖ mungkin menunjukkan bahwa orang-orang

beriman akan mendapatkannya tanpa kesulitan, persis seperti orang yang

mendapatkan warisan tanpa melalui kesulitan atau kerja keras. Tentu saja,

untuk mencapai tempat-tempat yang tinggi di surga diperlukan perbaikan

diri, penyucian dan perjuangan. Tetapi, imbalan besar yang diperoleh untuk

itu menjadikan upaya-upaya ini tampak seolah-olah kecil, sehingga dapat

dikatakan bahwa orang-orang beriman itu memperoleh surga firdaus itu

tanpa melalui kesulitan dan rasa sakit sedikitpun (Faqih, 2006:58)

Firdaus adalah nama surga yang berada pada tingkat tertinggi

sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah Saw dalam Fachruddin

(1992:365-366) “Surga itu ada seratus tingkat, antara satu tingkat bagai

antara langit dan bumi. Firdaus itu surga tingkat yang paling tinggi. Dari

40
situ memancar empat sungai surga dan di atasnya terletak „Arasy. Sebab itu,

kalau kamu meminta kepada Allah SWT mintalah kepada-Nya surga firdaus

(diriwayatkan oleh Hakim)”. Menurut Faqih (2006:57) firdaus dalam

bahasa Arab berarti kebun, yang artinya tempat terbaik di surga karena di

dalamnya semua nikmat dan anugerah terkumpul.

E. Persamaan dan Perbedaan Kitab Tafsir Al-Mishbah dan An-Nuur atas

Surat Al-Mu’minun ayat 1-11

Persamaan kitab tafsir Al-Mishbah dan An-Nuur dalam menafsirkan

surat Al-Mu’minun ayat 1-11 menurut penulis adalah kedua kitab tafsir sama-

sama mengungkapkan bahwa orang mukmin yang memiliki sifat-sifat seperti

mereka yang khusyuk dalam salat, menjauhkan diri dari hal yang tidak

bermanfaat, menyucikan jiwa dan harta melalui zakat, menjauhi perbuatan zina,

menyampaikan amanat, senantiasa memelihara salat, baik dari segi waktu

pelaksanaannya maupun syarat, rukun dan adab salat akan memperoleh

keberuntungan berupa surga firdaus dan akan kekal berada di dalamnya.

Sedangkan perbedaan kedua kitab tafsir terletak dalam jumlah sifat yang

dimiliki oleh orang mukmin yang akan mewarisi surga firdaus.

Dalam kitab tafsir Al-Mishbah, sifat tersebut berjumlah tujuh yaitu

pertama, mereka yang khusyuk dalam salat. Kedua, menjauhkan diri secara

lahir dan batin dari hal yang tidak bermanfaat. Ketiga, melakukan penyucian

jiwa dan harta melalui zakat. Keempat, menjauhi perbuatan zina. Kelima,

memelihara, menunaikan dan melaksanakan secara sungguh-sungguh amanat

41
yang diterimanya. Keenam, memelihara secara sungguh-sungguh janji dan

komitmen (amanat) termasuk waktu yang disepakati. Ketujuh, memperhatikan

pelaksanaan salat baik waktu, rukun, syarat serta adabnya. Tetapi dalam kitab

tafsir An-Nuur menyebutkan sifat orang mukmin tersebut hanya berjumlah

enam yaitu pertama, orang yang mengerjakan salat dengan khusyuk. Kedua,

menjauhkan diri dari segala sesuatu yang tidak bermanfaat. Ketiga,

menyucikan hartanya melalui zakat. Keempat, menjauhi perbuatan zina.

Kelima, menyampaikan amanat. Keenam, menjalankan salat sesuai waktu yang

telah ditetapkan beserta memelihara syarat, rukun, adab dan rukun-rukunnya.

Perbedaan mencolok dari kedua tafsir di atas adalah tambahan sifat orang

mukmin yang akan mewarisi surga firdaus dalam kitab tafsir Al-Mishbah yaitu

adanya sifat memelihara amanat atau janji berdasarkan waktu yang telah

disepakati. Sedangkan kitab tafsir An-Nuur tidak memberikan penjabaran lebih

lanjut dalam hal memelihara amanat.

F. Biografi Penulis Kitab Tafsir Al-Mishbah dan An-Nuur

1. Biografi Muhammad Quraish Shihab

Nama lengkap penulis kitab tafsir Al-Mishbah ini adalah Muhammad

Quraish Shihab. Beliau lahir di Rappang, Sulawesi Selatan pada 16 Februari

1944. Ayahnya bernama Prof. KH. Abdurrahman Shihab yaitu keluarga

keturunan Arab yang terpelajar. Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama

dan guru besar dalam bidang tafsir dan dipandang sebagai salah seorang

tokoh pendidik yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat

42
Sulawesi Selatan (Shihab, 1998:6). Pendidikan formalnya dimulai dari

sekolah dasar di Ujung Pandang, kemudian melanjutkan pendidikan

menengahnya di Malang, sambil ―nyantri‖ di Pondok Pesantren Dar al-

Hadits al-Faqihiyyah. Pada tahun 1958 setelah selesai menempuh

pendidikan menengah, beliau berangkat ke Kairo (Mesir) dan diterima di

kelas II Tsanawiyyah al-Azhar. Pada tahun 1967, beliau meraih gelar Lc (S-

1) pada fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadits Universitas Al-Azhar.

Selanjutnya beliau melanjutkan studinya di fakultas yang sama. Pada tahun

1969 beliau meraih gelar MA untuk spesialisasi bidang Tafsir Al-Qur’an

dengan tesis berjudul al-I‟jaz al-Tashri‟iy li al-Quran al-Karim

(kemukjizatan Al-Qur’an Al-Karim dari Segi Hukum) (Shihab, 1998:6).

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Kairo, M. Quraish Shihab

kembali ke Ujung Pandang , beliau dipercaya untuk menjabat Wakil Rektor

bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN Alauddin, Ujung Pandang.

Selain itu, beliau juga diserahi jabatan-jabatan lain , baik di dalam kampus

seperti Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Wilayah VII Indonesia

Bagian Timur), maupun di luar kampus seperti Pembantu Pimpinan

Kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan mental. Selama di

Ujung Pandang, beliau juga sempat melakukan berbagai penelitian , antara

lain penelitian dengan tema ―Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di

Indonesia Timur‖ pada tahun 1975 dan ―Masalah Wakaf Sulawesi Selatan‖

pada tahun 1978 (Ensiklopedi Islam Indonesia, 1988:111).

43
Demi cita-citanya, pada tahun 1980 M. Quraish Shihab menuntut ilmu

kembali ke almamaternya dulu, al-Azhar dengan spesialisasi studi tafsir Al-

Quran. Untuk meraih gelar doktor dalam bidang ini, beliau hanya

membutuhkan waktu dua tahun. Disertasinya yang berjudul Nazm al-Durar

li al-Biqa‟i Tahqiq wa Dirasah (Suatu Kajian terhadap Kitab Nazm al-

Durar karya al-Biqa’i) berhasil dipertahankannya dengan predikat ssumma

cum laude dengan penghargaan Mumtaz Ma‟a Martabah al-Saraf al-Ula

(sarjana teladan dengan prestasi istimewa) (Ensiklopedi Islam Indonesia,

1988:111).

Setelah pulang ke tanah air, beliau kembali mengabdi di tempat

tugasnya semula, IAIN Alauddin Ujung Pandang. Namun, dua tahun

kemudian (1984) beliau ditarik ke Jakarta sebagai dosen pada Fakultas

Ushuluddin dan Fakultas Pasca-Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah. Karena

keahliannya dalam bidang kajian Al-Qur’an , M. Quraish Shihab tidak

memerlukan waktu lama untuk dikenal di kalangan masyarakat intelektual

Indonesia. Dalam waktu singkat beliau segera dilibatkan dalam berbagai

forum di tingkat nasional, antara lain menjadi wakil ketua MUI (Majelis

Ulama Indonesia) sejak tahun 1984, anggota Lajnah Pentashih Al-Qur’an

Departemen Agama sejak tahun 1989, dan anggota Badan Pertimbangan

Pendidikan Nasional sejak tahun 1989. Selain itu, beliau juga aktif di

berbagai organisasi lain seperti organisasi Perhimpunan Ilmu-Ilmu Syariat,

Konsorsium Ilmu-Ilmu Agama Depdikbud, dan Ikatan Cendekiawan

Muslim Indonesia (ICMI) (Ambary, 2003:111).

44
M. Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar Al-Qur’an di

Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan menyampaikan

pesan-pesan Al-Qur’an dalam konteks masa kini dan masa modern

membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar Al-Qur’an

lainnya. Berikut ini beberapa karya-karya beliau Mukjizat Al-Qur’an di

Tinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib;

Tafsir Al-Amanah; Membumikan Al-Qur’an; Studi Kritis Al-Manar;

Menjemput Maut Bekal Perjalanan Menuju Allah; Islam Madzhab

Indonesia; Tafsir Al-Mishbah; Tafsir Al-Lubab dan lain sebagainya

(Ambary, 2003:111-112).

2. Biografi Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy

Nama lengkap beliau adalah Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy yang

lahir pada tanggal 10 Maret 1904 di Lhokseumawe, Aceh Utara. Beliau

berasal dari kalangan keluarga pejabat, di mana ibunya yang bernama

Tengku Amrah adalah putri Tengku Abdul Aziz yang memangku jabatan

Qadli Chik Maharaja Mangkubumi. Beliau juga keponakan Abdul Jalil yang

bergelar Chik di Awe Geutah yang dikenal sebagai ulama sekaligus pejuang

bersama Tengku Tapa melawan Belanda (Shiddiqi, 1997:3). Ayahnya

bernama Tengku Muhammad Husen ibnu Muhammad Su’ud adalah anggota

rumpun dari Tengku Chik di Simeuluk Samalanga, yang keturunannya

dikenal sebagai pendidik sekaligus pejuang yang gigih. Berdasarkan fakta

tersebut, ternyata M. Hasbi tidak hanya berasal dari keluarga pejabat, tetapi

juga keluarga pendidik dan pejuang Aceh. Kendatipun berasal dari keluarga

45
terpandang serta keturunan Abu Bakar Ash-Shiddiq yang ke-37, namun

tidak memberikan jaminan keistimewaan hidup pada beliau. Hal ini terbukti

dengan perjalanan hidupnya, di mana pada saat usianya enam tahun ibunya

meninggal dunia. Akhirnya beliau tinggal bersama saudara ibunya bernama

Tengku Syamsiah, karena ayahnya menikah lagi. Dua tahun kemudian yaitu

tahun 1912, ibu asuhnya tersebut meninggal dunia, sehingga memaksa

beliau tinggal bersama kakeknya yang bernama Tengku Maneh. Sejak di

rumah kakeknya tersebut, M. Hasbi sering tidur di Meunasah (Langgar)

sampai dia pergi Meudagang atau nyantri (Maziyah, 2006:21).

Sejak remaja, M. Hasbi sudah dikenal luas oleh masyarakat Aceh,

karena ia sudah aktif berdakwah dan berdebat dalam diskusi-diskusi. Beliau

dipanggil Tengku Muda atau Tengku di Lhok. Pada usia 19 tahun, beliau

dijodohkan dengan Siti Khadijah, namun usia pernikahan itu tidak

berlangsung lama disebabkan istrinya meninggal saat melahirkan anak

pertama. Tidak lama setelah itu, M. Hasbi menikah lagi dengan Tengku

Nyak Aisyah binti Tengku Haji Hanum. Dari hasil pernikahnya itu, ia

mendapat empat orang anak, dua orang laki-laki dan dua orang perempuan.

Sedangkan dalam bidang keilmuan, beliau telah khatam mengaji Al-Qur’an

sejak usia delapan tahun. Ketika berusia sembilan tahun, beliau sudah

belajar qira'ah, tajwid dan dasar-dasar tafsir serta fiqih pada ayahnya sendiri.

Selama delapan tahun M. Hasbi menjadi santri dari satu dayah (sistem

sekolah Islam tradisional yang berada di Aceh) ke dayah lain. Pada tahun

46
1920 beliau pulang ke Lhokseumawe dan diizinkan membuka dayah sendiri

(Shiddiqi, 1997:13-14).

Adapun dayah yang pertama kali didirikan M. Hasbi adalah Madrasah

di Buloh Beureughang pada tahun 1924, dan didukung oleh Tengku Raja

Itam Uleebalang. Namun madrasah itu akhirnya ditutup karena beliau

melanjutkan pendidikannya di Perguruan Al-Irsyad Surabaya pada tahun

1926 M. Setelah menyelesaikan pendidikan tersebut, tahun 1928 Hasbi

mendirikan madrasah bersama Syaikh al- Kalali dengan nama al-Irsyad.

Lantaran madrasah tersebut telah menggunakan model pembelajaran secara

klasikal, maka madrasah itu di klaim masyarakat sebagai sekolah kafir,

sehingga tidak ada siswa yang mau mendaftar ke sana, dan akhirnya ditutup.

Kemudian M. Hasbi pindah ke tempat lain dan mendirikan madrasah al-

Huda. Namun sayangnya usaha tersebut tidak mendapat dukungan dari

pihak penguasa, dan akhirnya ditutup. Kemudian beliau pindah ke Kutaraja

dan mengajar di sekolah HIS dan MULO Muhammadiyah serta kursus-

kursus yang diadakan oleh Jong Islamiten Bond Daerah Aceh (JIBDA).

Pada tahun 1937, beliau diminta mengajar di Jadam Montasik, dan tahun

1941 mengajar dan membina Ma’had Imanul Mukhlis atau Ma’had Iskandar

Muda (MIM) di Lampaku. Beliau juga mengajar di Leergang

Muhammadiyah atau Darul Mu’allimin. Pada tahun 1940, beliau

mendirikan sekolah sendiri bernama Darul Irfan (Shiddiqi, 1997: 20-24).

Adapun tahun 1951, M. Hasbi pindah ke Yogyakarta untuk mengajar

di PTAIN atas permintaan Menteri Agama K.H. Wahid Hasyim. Tahun

47
1960, beliau diangkat menjadi guru besar dalam Ilmu Syari’ah pada IAIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan dipercaya sebagai Dekan Fakultas Syari’ah

sejak tahun 1960 sampai 1972. Selain itu, beliau juga mengajar di

Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta tahun 1964. Pada tahun

1967–1975, beliau mengajar dan menjabat Dekan Fakultas Syari’ah

Universitas Islam Sultan Agung (Unisula) Semarang. Kemudian antara

tahun 1961–1971, dia pernah menjabar Rektor di Universitas al-Irsyad

Surakarta, di samping menjabat Rektor di Universitas Cokroaminoto

Surakarta. M. Hasbi juga pernah mengajar dan menjadi dosen tamu di

Universitas Islam Bandung (Unisba) dan Universitas Muslimin (UMI) di

Ujung Pandang. Aktivitas dan kiprah beliau di dunia pendidikan baru

terhenti ketika ajalnya menjemput (wafat) pada hari Selasa, 9 Desember

1975. Meskipun beliau telah wafat, namun karya-karyanya masih tetap

hidup hingga saat ini, antara lain: Koleksi Hadits-hadits Hukum (9 jilid),

Mutiara Hadits (5 jilid), Sejarah dan Pengantar Ilmu Alquran dan Tafsir

Tengku M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Islam dan HAM, Dokumenter Politik

Pokok-pokok Pikiran Partai Islam dalam Sidang Konstituante 4 Februari

1958, Sejarah Pengantar Ilmu Hadits, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir,

Kriteria antara Sunnah dan Bid‟ah, serta lainnya (Depag RI, 1993:770-771).

48
BAB III

ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH

A. Asbabun Nuzul

Kata Asbab adalah bentuk jamak dari kata ‫س َنب ٌح‬


‫ َن‬yang berarti sebab,

karena (Yunus, 2010:161). Sebab adalah kejadian atau sesuatu hal yang

melatarbelakangi suatu wahyu Al-Qur’an di turunkan (Anas, 2008:9).

Sedangkan kata Nuzul berasal dari kata ً ‫ َن َن َن ـ ُم َن ِم ّم ُم ـ ُم ُم‬yang berarti turun

(Yunus, 2010:448). Jadi, asbabun nuzul dapat diartikan sebagai sebab-sebab

turunnya ayat Al-Qur’an. Hal serupa juga diungkapkan oleh Al-Shalih dalam

Syadali (2000:90) asbabun nuzul adalah sesuatu yang menyebabkan turunnya

suatu ayat yang memberi jawaban terhadap sebab itu, dan menerangkan

hukumnya pada masa terjadinya sebab itu.

Al-Qur’an merupakan kitab suci agama Islam yang diturunkan Allah

SWT kepada Nabi Muhammad Saw. Al-Qur’an itu sendiri diturunkan secara

berangsur-angsur kurang lebih selama 23 tahun. Dilihat dari segi turunnya, Al-

Qur’an dibedakan menjadi dua kelompok, pertama, ayat yang tidak memiliki

sebab dan hubungan dengan kejadian. Kedua, ayat yang memiliki sebab

dengan suatu peristiwa (Ichwan, 2008:74). Dengan kata lain, ayat dalam Al-

Qur’an tidak semuanya memiliki asbabun nuzul. Dalam surat Al-Mu’minun ini

ayat 1-11 terdapat satu asbabun nuzul yaitu pada ayat 1-2 . Adapun asbabun

nuzul surat Al-Mu’minun ayat 1-2 adalah Iman Al Hakim meriwayatkan dari

Abu Hurairah bahwasanya dulu Rasulullah Saw setiap salat selalu mengangkat

pandangannya ke langit, kemudian ayat ini pun turun (Saifudin, 2010:342).

49
Sedangkan asbabun nuzul surat Al-Mu’minun itu sendiri menurut Ash-

Shiddieqy (2000:2721) ada riwayat yang menyebutkan bahwa sebagian sahabat

bertanya kepada Aisyah: ―Bagaimana perangai (akhlak) Rasulullah Saw itu?‖.

Aisyah menjawab ―perangai Rasulullah Saw adalah Al-Qur’an‖. Aisyah

kemudian membaca surat Al-Mu’minun ini ayat satu sampai sepuluh.

―beginilah perangai Rasulullah Saw‖ katanya. Diriwayatkan oleh Umar ibn al-

Khattab: ―apabila turun sesuatu wahyu kepada Rasulullah Saw, maka

terdengarlah suara seperti lebah. Maka kami pun berdiam sejenak, lalu

Rasulullah Saw menghadap kiblat, seraya mengangkat kedua tangannya

dengan membaca

‫ض َعنَّا َوأ َْر ِضنَا‬ ِ ِ ِ


ْ ‫اَللَّ ُه َّم ِزْد ََن َوالَتَْن ُق‬
َ ‫صنَا َواَ ْ ِرْمنَا َوالَ ُُتنَّا َواَث ْرََن َوالَتُ ْؤث ْر َعلَْي نَا َو ْار‬
Artinya: “Wahai Tuhanku. Tambahkanlah untukku dan janganlah Engkau
kurangi, muliakanlah aku dan jangan Engkau hinakan, berikanlah
sesuatu kepadu dan jangan Engkau tidak memeberi sesuatu,
utamakan aku atas orang lain dan janganlah Engkau mengutamakan
orang lain atas diriku. Ridhailah kami dan gembirakanlah kami”.

Setelah itu Nabi Muhammad Saw memberitahu bahwa beliau baru saja

menerima wahyu. ―Telah turun kepadaku sepuluh ayat, barang siapa

melaksanakan kandungan (maknanya), masuklah dia ke surga‖ ujar beliau,

seraya membacakan sepuluh ayat pertama dari surat Al-Mu’minun yang baru

saja diterima.

B. Munasabah

Menurut Shihab dalam Baidan (2010:184-185), kata munasabah berasal

dari kata ً ‫س َنب‬


‫س ُم ـ ُم َن َن‬
‫س َن ـ ُم َن ِم‬
‫ َن َن‬karena mengikuti wazan (pola kata/ pola

50
dasar) ً ‫ َن َن َنل ـ ُم َن ِم ُمل ـ ُم َن َن َن‬. Secara etimologi munasabah berarti kedekatan dan

kemiripan (keserupaan). Sedangkan secara terminologi, munasabah adalah

ilmu Al-Qur’an yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar ayat atau

surat dalam Al-Qur’an secara keseluruhan dan latar belakang penempatan ayat

dan suratnya. Syadali dan Rofi’i (1997:168) juga mengungkapkan bahwa ilmu

munasabah yaitu menerangkan korelasi atau hubungan antara suatu ayat

dengan ayat yang lain, surat sebelumnya dan surat sesudahnya baik yang ada di

belakang maupun yang ada di awal.

1. Munasabah ayat

a. Munasabah ayat 78 surat Al-Hajj dengan ayat 1 surat Al-Mu’minun

Pada akhir surat Al-Hajj Allah SWT memerintahkan kepada orang-

orang beriman supaya melaksanakan salat berjamaah, beribadah kepada

Allah SWT, berbuat kebaikan kepada sesama manusia, berjihad dan

berjuang untuk agama yang merupakan kelanjutan agama Nabi Ibrahim

yang lurus, menunaikan zakat dan senantiasa berpegang pada ketentuan

Allah SWT. Maka pada permulaan surat Al-Mu’minun ini Allah SWT

menegaskan bahwa orang-orang beriman akan memperoleh kebahagiaan

dan keberuntungan di akhirat di samping ketentraman jiwa mereka dalam

kehidupan dunia (Depag RI, 2009:471).

b. Munasabah ayat 11 surat Al-Mu’minun dengan ayat 12 surat Al-

Mu’minun

Pada ayat sebelas yang lalu diterangkan sifat-sifat orang mukmin

yang beruntung yang akhirnya masuk surga firdaus, maka pada ayat-ayat

51
berikutnya ini Allah SWT menerangkan permulaan penciptaan mereka

dan seluruh umat manusia, agar mereka menyadari betapa besar nikmat

dan karunia Allah SWT yang telah dilimpahkan kepada mereka (Depag

RI, 2009:477).

2. Munasabah surat

a. Munasabah surat Al-Mu’minun dengan surat Al-Hajj

Surat Al-Mu’minun turun di Mekkah terdiri dari 118 ayat, namun

ada juga yang menghitung hanya 117 ayat. Sedangkan surat Al-Hajj

terdiri dari 78 ayat. Dinamakan surat Al-Hajj karena surat ini

mengemukakan hal-hal yang berhubungan dengan ibadah haji seperti

ihram, thawaf, sa‟i, wuquf di Arafah, mencukur rambut, syiar-syiar Allah,

faedah-faedah dan hikmah di syariatkannya haji.

Adapun keterkaitan surat Al-Mu’minun dengan surat Al-Hajj

sebagaimana yang di ungkapkan oleh Ash-Shiddieqy (2000:2721-2722)

adalah pertama, surat Al-Hajj ditutup dengan suatu firman yang

ditujukan kepada para mukmin, yang isinya menyuruh salat, memberi

zakat, dan mengerjakan segala kebajikan supaya mereka mendapat

kemenangan (keberuntungan). Pada permulaan surat Al-Mu’minun ini

Allah SWT menandaskan kemenangan. Kedua, dalam kedua surat itu

sama-sama dijelaskan tentang penciptaan pertama makhluk, dan hal itu

juga sebagai dalil untuk kebangkitan manusia dari kuburnya dan hari

berkumpulnya segenap manusia pada hari kiamat. Ketiga, dalam kedua

surat dikemukakan tentang kisah nabi-nabi yang telah lalu beserta umat

52
masing-masing untuk menjadi ibarat dan pelajaran bagi kita sekarang.

Keempat, dalam kedua surat tersebut dikemukakan dalil-dalil yang

menunjuk kepada wujud Allah dan keesaan-Nya.

b. Munasabah surat Al-Mu’minun dengan surat An-Nur

Surat An-Nur terdiri atas enam puluh empat ayat dan termasuk

golongan surah-surah madaniyah. Dinamai An-Nur yang berarti cahaya,

diambil dari kata an-nur yang terdapat pada ayat 35. Dalam ayat ini,

Allah SWT menjelaskan tentang nur ilahi, petunjuk-petunjuk Allah SWT

itu merupakan cahaya yang terang benderang yang menerangi alam

semesta. Surah ini sebagian besar isinya memuat petunjuk-petunjuk

Allah SWT yang berhubungan dengan soal kemasyarakatan dan rumah

tangga.

Menurut Departemen Agama RI (2009:559) berikut ini merupakan

munasabah atau keterkaitan antara surat Al-Mu’minun dengan surat An-

Nur yaitu, pertama, pada bagian permulaan surat Al-Mu’minun

disebutkan bahwa salah satu tanda orang-orang mukmin itu ialah orang-

orang yang menjaga kelaminnya (kehormatannya), sedang permulaan

surat An-Nur menetapkan hukum bagi orang-orang yang tidak dapat

menjaga kelaminnya, yaitu perempuan pezina, laki-laki pezina dan apa

yang berhubungan dengannya, seperti menuduh orang yang berbuat zina,

kisah ifk (gosip), keharusan menutup mata terhadap hal-hal yang akan

menyeret seseorang kepada perbuatan zina, dan menyuruh orang-orang

yang tidak sanggup melakukan pernikahan agar menahan diri dan

53
sebagainya. Kedua, pada surat Al-Mu’minun dijelaskan bahwa dibalik

penciptaan alam ini pasti ada hikmahnya, yaitu agar semua makhluk yang

diciptakan itu melaksanakan perintah dan larangan-Nya, sedang surat

An-Nur menyebutkan sejumlah perintah-perintah dan larangan-larangan

itu.

54
BAB IV

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

DALAM SURAT AL-MU’MINUN AYAT 1-11

A. Pendidikan Karakter dan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Menurut Abu Ahmad dkk dalam Helmawati (2013:12) menyatakan

secara etimologi pendidikan atau paedagogie berasal dari bahasa Yunani,

terdiri dari kata pais yang berarti anak dan again memiliki membimbing. Jadi

paedagogie yaitu bimbingan yang diberikan kepada anak. Sama halnya dengan

Abu Ahmad, Suhartono (2008:43) juga mendefinisikan pengertian pendidikan

yaitu segala jenis pengalaman kehidupan yang mendorong timbulnya minat

belajar untuk mengetahui dan kemudian bisa mengerjakan sesuatu hal yang

telah diketahui itu.

Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap

individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga,

masyarakat, bangsa dan negara (Samani dan Hariyanto, 2014:41). Sedangkan

menurut Ryan dan Bohlin dalam Majid dan Andayani (2013:11) karakter

mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good),

mencintai kebaikan (loving the good) dan melakukan kebaikan (doing the

good). Dalam pendidikan karakter kebaikan itu sering kali dirangkum dalam

sederet sifat-sifat baik. Dengan demikian, maka pendidikan karakter adalah

sebuah upaya untuk membimbing perilaku manusia menuju standar-standar

baku.

55
Hal serupa juga diungkapkan oleh Winton dalam Samani dan Hariyanto

(2014:43) pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari

seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya. Karakter

identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku

manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam

rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama

manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran,

perasaan, dan perkataan serta perilaku sehari-hari berdasarkan norma-norma

agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat (Zuchdi, 2015:16-17).

Menurut Koesoema dalam Nata (2013: 149) pendidikan karakter bukan hanya

berurusan dengan penanaman nilai-nilai luhur pada diri peserta didik,

melainkan merupakan sebuah usaha bersama untuk menciptakan suatu

lingkungan yang kondusif, yaitu tempat di mana setiap individu dapat

menghayati kebebasannya sebagai sebuah prasyarat bagi kehidupan moral

dewasa.

Nilai-nilai pendidikan karakter menurut Kemendiknas tahun 2010 dalam

Wibowo (2012:43-44) serta Salahudin dan Alkrienciehie (2013:54-56):

1. Religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama

yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan

hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

56
2. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai

orang yang selalu dapat di percaya dalam perkataan, tindakan dan

pekerjaan.

3. Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,

pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dengan dirinya.

4. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai

ketentuan dan peraturan.

5. Kerja Keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi

berbagai hambatan belajar dan tugas serta menyelesaikan tugas dengan

sebaik-baiknya.

6. Kreatif

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil

baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain

dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis

Cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan

kewajiban dirinya dan orang lain.

57
9. Rasa ingin tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih

mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.

10. Semangat Kebangsaan

Cara perpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan

kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan kelomponya.

11. Cinta Tanah Air

Cara perpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,

kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik,

sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa.

12. Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan

sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati

keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat/ Komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul dan

bekerja sama dengan orang lain.

14. Cinta Damai

Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa

senang dan aman atas kehadiran dirinya.

58
15. Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang

memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada

lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk

memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17. Peduli Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang

lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan

kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri,

masyarakat, lingkungan alam, sosial dan budaya, negara dan Tuhan YME.

Dalam mewujudkan pendidikan karakter, tidak dapat dilakukan tanpa

penanaman nilai-nilai. Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-

nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-

Nya; kedua, kemandirian dan tanggung jawab; ketiga, kejujuran/ amanah,

diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong

menolong dan gotong royong/ kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja

keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati,

dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian dan kesatuan (Muslich,

2015:77-78).

59
B. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Surat Al-Mu’minun Ayat 1-11

Telaah Kitab Tafsir Al-Mishbah dan An-Nuur

Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam surat Al-

Mu’minun ayat 1-11 berdasarkan telaah kitab tafsir al-mishbah dan an-nuur

adalah sebagai berikut:

1. Religius

Ayat yang menunjukkan nilai religius terdapat dalam ayat 2 yaitu

     

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya”.


Ayat tersebut menunjukkan nilai pendidikan karakter berupa nilai

religius. Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan

ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama

lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain (Fadhillah dan Khorida,

2012:190). Religius juga merupakan penghayatan dan implementasi ajaran

agama dalam kehidupan sehari-hari (Naim, 2012:124). Dikatakan

mengandung nilai religius karena dalam ayat tersebut di tekankan bahwa

orang yang melakukan salat dengan khusyuk. Salat berarti doa, bermunajat

dan berkomunikasi. Selain itu salat merupakan ibadah fardhu „ain yang

harus ditegakkan oleh setiap umat Islam yang sudah memenuhi syarat

(Subur, 2015:137). Kata khusyuk dari segi bahasa, berasal dari kata

khasya‟a – yakhsya‟u – khusyukan yang berarti khidmat, tunduk,

menundukkan pandangan ke bawah (arah bumi) dan merendahkan suara.

60
Sedangkan secara istilah, khusyuk adalah khidmat atau konsentrasinya hati

yang berpengaruh pada tertib dan tenangnya anggota badan karena

merendahkan diri dan merasa takut kepada Allah SWT (El-Sutha, 2016:97).

Jadi salat khusyuk adalah salat yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh,

tidak memikirkan masalah duniawi, serta hanya berfokus pada sang

pencipta.

Salat merupakan pilar kedua setelah syahadat, bahkan Rasulullah Saw

menegaskan bahwa pembeda orang-orang yang beriman dengan orang kafir

adalah salatnya. Mengingat keagungan dan kemuliaan salat maka tidak

sepantasnya kita meremehkannya. Sebab, meremehkan salat berarti

meremehkan agama, memuliakan salat berarti memuliakan agama. Bahkan

disebutkan bahwa orang yang mengerjakan salat berarti mendirikan agama,

sedangkan orang yang meninggalkan salat berarti merobohkan agam

(Masykur, 2011:3). Salat juga merupakan sarana komunikasi antara seorang

hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk ibadah yang di dalamnya

merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan

yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam, serta

sesuai dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah

ditentukan syara’ (As-Suyuti, 1998:30). Allah SWT telah menjadikan salat

sebagai jalan untuk mencapai kemenangan, keberuntungan, kebahagiaan,

dan kesuksesan, baik di dunia maupun di akhirat (Ash-Shawwaf, 2007:1-2).

Pada hakikatnya, salat bukan sekedar ucapan dengan lidah dan bibir

serta gerakan anggota badan. Akan tetapi, salat juga merupakan ibadah hati.

61
Saat lidah dan bibir membaca ―Allahu Akbar‖, hati membenarkan

keagungan Allah SWT. Ia menjadi tertunduk dan hilanglah keangkuhan

dalam dirinya. Ucapan dan gerakan salat bagaikan sebuah bejana,

sedangkan dzikir sebagai isinya. Salat yang dikerjakan tanpa adanya

mengingat Allah SWT dalam hatinya bagaikan bejana kosong (Masykur,

2011:4-5). Salat mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam ajaran

Islam antara lain: pertama, salat dinilai sebagai tiang agama. Kedua, salat

merupakan kewajiban yang paling pertama diturunkan kepada Nabi

Muhammad Saw (peristiwa Isra Mi‟raj). Ketiga,salat merupakan kewajiban

universal yang telah diwajibkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi

Muhammad Saw. Keempat, salat merupakan wasiat terakhir Nabi

Muhammad Saw. Kelima, salat merupakan ciri orang yang bertaqwa.

Keenam, salat merupakan ciri orang yang berbahagia. Ketujuh, salat

mempunyai peranan untuk menjauhkan diri dan pekerjaan jahat dan munkar

seperti dalam Firman Allah dalam surat Al-Ankabut/29:45 (Luthfiah dkk,

2011:169).

            

           
Artinya: “bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al
Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah
dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya
mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.

62
Untuk melaksanakan salat khusyuk tentu tidaklah mudah, manusia

harus berkonsentrasi serta melepaskan beban duniawi yang setiap saat selalu

menemani. Berikut ini merupakan kiat-kiat untuk salat khusyuk menurut El-

Sutha (2016:130-141) adalah pertama, menganggap bahwa ini adalah salat

yang terakhir. Kedua, menyadari bahwa Allah selalu mengawasi. Ketiga,

membayangkan bahwa seakan-akan malaikat maut mengintai dibelakang.

Keempat, membayangkan nikmat dan indahnya kehidupan di surga. Kelima,

meletakkan neraka tepat di sebelah kiri. Keenam, menjauhi hal-hal yang

bisa menyebabkan hilangnya khusyuk.

2. Disiplin

Ayat yang menunjukkan nilai pendidikan karakter disiplin terdapat pada

lima ayat, yaitu ayat 3, ayat 5, ayat 6, ayat 7, dan ayat 9

     


Artinya: “dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan
perkataan) yang tiada berguna.”

    

Artinya: “ dan orang-orang yang menjaga kemaluannya”.

          

Artinya: “kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka


miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa”.

       

Artinya: “Barangsiapa mencari yang di balik itu. Maka mereka Itulah


orang-orang yang melampaui batas”.

63
     

Artinya: “dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya”.


Disiplin berasal dari bahasa latin discere yang memiliki arti belajar.

Dari kata ini kemudian muncul kata disclipina yang berarti pengajaran atau

pelatihan. Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan

suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan,

pemerintah dan peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, disiplin adalah

sikap menaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih

(Naim, 2012:142-143). Kelima ayat dalam surat Al-Mu’minun yang telah

disebutkan diatas mengandung nilai pendidikan karakter yaitu disiplin

karena diawali dengan ayat ke-3 yang menyatakan ―dan orang-orang yang

menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna‖. Ayat

tersebut menunjukkan sikap disiplin orang mukmin yang senantiasa

menjauhkan dirinya dari perbuatan serta perkataan yang tidak berguna.

Ayat ke-5, ayat ke-6 dan ayat ke-7 yang memiliki terjemah ―dan

orang-orang yang menjaga kemaluannya‖, ―kecuali terhadap isteri-isteri

mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam

hal ini tiada terceIa ― dan ―Barangsiapa mencari yang di balik itu, Maka

mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas”. Ketiga ayat tersebut

mengandung nilai pendidikan karakter berupa disiplin karena pada ayat

tersebut telah dikatakan secara langsung bahwa orang mukmin yang

senantiasa menjaga kemaluannya kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau

64
budak yang mereka miliki serta mereka yang mencari dibalik itu merupakan

orang yang melampaui batas. Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa orang

mukmin mengindari perzinahan. Zina sendiri merupakan hubungan kelamin

sesaat yang tak bertanggung jawab serta harus dihindari oleh setiap manusia

yang menyadari kemuliaan harkat manusia (Sabiq, 1984:88). Zina dapat

dimulai dengan hal-hal kecil, misalnya zina mata (melihat gambar senonoh,

menonton film porno), zina telinga (mendengarkan hal-hal yang kurang

pantas), dan zina kecil lainnya (Suharsono dan Agustina, 2008:356).

Dalam Al-Qur’an dan hadits banyak disebutkan mengenai larangan

melakukan perbuatan zina diantaranya dalam surat Al-Isra/17:32

         

Artinya: “dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu


adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”.
Surat An-Nisa/4:25

          

           

        

          

           

          

65
Artinya: “dan Barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak
cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi
beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-
budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu;
sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain, karena itu
kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah
maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun
wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan
(pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya;
dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian
mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka
separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang
bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-
orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari
perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik
bagimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim yang dikutip oleh
Suharsono dan Agustina (2008:357) ―diantara tanda-tanda kiamat adalah
ilmu terangkat, kebodohan menjadi dominan, arak menjadi minuman biasa,
zina dilakukan secara terang-terangan, wanita berlipat banyak, dan laki-
laki berkurang sehingga lima puluh orang wanita berbanding seorang pria
(HR. Muslim)”.
Di era masa kini, pergaulan bebas seolah telah menjadi trademark

tersendiri seperti seks di luar nikah atau biasa disebut dengan free sex.

Mereka para pelakunya kebanyakan tidak merasa malu telah melakukan hal

seperti itu yang bisa berakibat pada terjadinya kehamilan sebelum

melakukan pernikahan pada seorang wanita serta penularan penyakit

mematikan seperti HIV, AIDS, Siphillis serta penyakit kelamin yang lain.

Kebanyakan pelaku zina atau free sex tidak dapat menahan hawa nafsu

mereka sehingga mereka menyalurkannya di bawah naungan pernikahan.

Pendidikan seks seharusnya telah ditanamkan oleh orang tua sedari anak

kecil bahkan lebih penting lagi saat anak memasuki masa remaja dimana

mereka sedang dalam mencari proses jati diri dan merasa menjadi orang

yang paling benar.

66
Hal menarik persoalan seksualitas dalam ajaran Islam adalah ketika

bicara hasrat atau nafsu seksual. Ajaran Islam tidak menganjurkan

mematikan hawa nafsu termasuk nafsu seksual tetapi lebih pada bagaimana

mengelolanya. Islam menawarkan sebuah solusi pada penganutnya

khususnya para pemuda yang belum menikah, tetapi ingin sekali

melakukan hubungan seksual yakni dengan berpuasa (Qibtiyah, 2006:71-

72). Puasa sendiri dalam Islam tidak boleh makan, minum serta melakukan

hubungan seksual dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Dengan

demikian, berpuasa dapat mencegah dan mengontrol hasrat seksual

seseorang.

Ayat ke-9 yang memiliki terjemah ―dan orang-orang yang

memelihara sembahyangnya‖. Ayat ini mengandung sikap disiplin dimana

orang mukmin selalu memelihara salat mereka baik dari segi waktu

pelaksanaan, syarat salat, rukun salat maupun adab salat. Hal tersebut

merupakan salah satu hal yang paling disukai oleh Allah SWT. Rasulullah

Saw bersabda

ُّ ‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم أ‬


َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬ ٍ ‫اَّللِ ب ِن مسع‬ ِ
‫ال‬ َ ْ‫َي الْ َع َم ِل أَف‬
َ َ‫ض ُل ق‬ َ ‫اَّلل‬ َ ‫ت َر ُس‬ ُ ْ‫ال َسأَل‬ َ َ‫ود ق‬ ُ ْ َ ْ َّ ‫َع ْن َعْبد‬
‫اَّللِ فَ َما‬
َّ ‫اد ِِف َسبِ ِيل‬ُ ‫اْل َه‬
ِْ ‫ال‬ َ َ‫َي ق‬ ٌّ ‫ت ُُثَّ أ‬ َ َ‫ال بُِّر الْ َوالِ َديْ ِن ق‬
ُ ‫ال قُ ْل‬ َ َ‫َي ق‬ٌّ ‫ت ُُثَّ أ‬ ُ ‫ال قُ ْل‬َ َ‫الص ََلةُ لَِوقْتِ َها ق‬
َّ
‫يد ُ إَِّال إِْر َعااًء َعلَْي ِه‬
ُ ِ َ‫َست‬
ْ‫تأ‬ ُ ْ‫تَ َر‬
Artinya : “Dari Abdullah bin Mas‟ud, dia berkata, “saya pernah bertanya
kepada Rasulullah Saw, “apakah perbuatan yang paling utama?”
Beliau menjawab, “salat tepat pada waktunya”. Dia berkata,
“saya bertanya lagi, kemudian apa?” Beliau menjawab,
“berbuat baik kepada kedua orang tua”. Dia berkata, “saya
bertanya lagi, lalu apa?” Beliau menjawab, “jihad di jalan
Allah”. Maka saya tidak menambah pertanyaan melainkan untuk
melaksanakan dan menjaga hal tersebut. (HR. Muslim 2/63).

67
3. Kerja Keras

Ayat dalam surat Al-Mu’minun yang menunjukkan bahwa ada nilai kerja

keras di dalamnya adalah ayat ke lima, ke enam dan ke sembilan yang

berbunyi

    

Artinya: “ dan orang-orang yang menjaga kemaluannya”.

          

Artinya: “kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka


miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa”.

     

Artinya: “dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya”.

Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-

sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta

menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya (Salahudin dan Alkrienciehie,

2013:111). Ayat ke-5 dan ke-6 surat Al-Mu’minun menunjukkan nilai

pendidikan karakter berupa kerja keras karena untuk menghindari perbuatan

zina dibutuhkan kerja keras untuk mencapai hal tersebut. Setiap orang

mukmin diperintahkan oleh Allah SWT untuk menjaga kemaluan mereka

kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki. Dengan

kata lain, orang mukmin dilarang melakukan persetubuhan kecuali dibawah

naungan pernikahan serta budak yang mereka merdekakan.

68
Ayat ke-9 surat Al-Mu’minun juga menunjukkan nilai kerja keras,

karena untuk menjaga atau memelihara salat, seseorang memerlukan upaya

kerja keras. Tanpa hal tersebut, seseorang akan menganggap mudah ibadah

salat tersebut. Misalnya adalah mengulur-ngulur waktu untuk mengerjakan

salat dan yang terjadi selanjutnya adalah tidak mengerjakan salat yang

menjadi kewajibannya.

4. Peduli Sosial

Ayat ke empat dalam surat Al-Mu’minun ini mengandung nilai peduli sosial

yang berbunyi

    


Artinya: “dan orang-orang yang menunaikan zakat.”

Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi

bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan (Fadhillah

dan Khorida, 2012:204). Ayat ke-4 menunjukkan nilai peduli sosial karena

dengan pemberian zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya

secara tidak langsung adalah kita telah memberikan bantuan kepada mereka.

Pengeluaran zakat selain berguna untuk membantu sesama yang

membutuhkan juga sebagai ajang penyucian jiwa dan juga harta yang telah

dimiliki. Harta yang dimiliki selama hidup di dunia hanya titipan dari Allah

SWT yang tidak akan kekal serta kita bawa ketika kita meninggal dunia.

Menurut Mannan dalam Huda dkk (2015:1) zakat adalah istilah Al-

Qur’an yang menandakan kewajiban khusus memberikan sebagian

kekayaan individu dan harta untuk amal. Secara harfiah zakat berasal dari

69
bahasa arab yang berarti memurnikan dan menumbuhkan. Zakat merupakan

salah satu dari rukun Islam dan disebut beriringan dengan salat. Allah SWT

menetapkan bahwa zakat hukumnya wajib, baik dari Al-Qur’an, sunnah

serta ijma’ (Sabiq, 1982:5). Hal serupa juga diungkapkan oleh Faqih

(2006:38) Kata zakat dalam filologi berarti penyucian, kebersihan,

pertumbuhan, dan perkembangan. Dalam hukum Islam dan bagi kaum

muslim zakat berarti bagian khusus dari harta benda seseorang yang harus

diambil, dengan syarat-syarat tertentu, dan kemudian diberikan kepada

kaum fakir-miskin dan untuk kegiatan-kegiatan kebaikan yang lain. Firman

Allah SWT dalam surat At-Taubah/9:103 menyatakan tentang manfaat

zakat

           

      


Artinya: “ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.”

Selain itu firman Allah SWT juga terdapat dalam surat Al-Hajj/22:41

         

        


Artinya: “(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka
di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang,
menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari
perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan”.

70
Allah SWT menjadikan pemberian zakat itu sebagai salah satu tujuan dari

memberikan kekuasaan di muka bumi, seperti Turmudzi yang meriwayatkan

dari Abu Kabsyah al-Anmari dalam Sabiq (1982:9) Nabi Muhammad Saw

bersabda yang artinya “ada tiga perkara yang saya bersumpah benar-benar

terjadi, dan akan saya ceritakan kepadamu, maka ingatlah baik-baik,

yaitu:tidaklah akan berkurang harta disebabkan zakat, dan tidak teraniaya

seorang hamba yang diterimanya dengan hati yang sabar, kecuali Allah

SWT akan menambah kemuliannya, serta tidak membuka seorang hamba

pintu meminta, kecuali akan dibukakan Allah SWT baginya pintu

kemiskinan.”

Makna zakat dalam syariah menurut Shalehuddin dalam Huda dkk

(2015:2) terkandung dua aspek di dalamnya. Pertama, sebab dikeluarkan

zakat itu karena adanya proses tumbuh kembang pada harta itu sendiri atau

tumbuh kembang pada aspek pahala yang semakin menjadi banyak dan

subur disebabkan mengeluarkan zakat. Atau keterkaitan adanya zakat itu

semata-mata karena memiliki sifat tumbuh kembang seperti tijarah dan

zira‟ah. Kedua, pensucian karena zakat adalah pensucian atas kerakusan,

kebakhilan jiwa, dan kotoran-kotoran lainnya, sekaligus pensucian jiwa

manusia dari dosa-dosanya. Zakat adalah ibadah maaliah ijtima‟iyyah yang

memiliki posisi yang strategis dan menentukan bagi pembangunan

kesejahteraan umat. Zakat tidak hanya berfungsi sebagai suatu ibadah yang

bersifat vertikal kepada Allah (hablumminallah), namun zakat juga

71
berfungsi sebagai wujud ibadah yang bersifat horizontal (hablumminannas)

(Huda dkk, 2015:5).

Secara garis besar zakat dibagi menjadi dua macam yaitu: pertama,

zakat mal (zakat harta) meliputi zakat emas, perak, binatang, tumbuh-

tumbuhan (buah-buahan dan biji-bijian), dan barang perniagaan (tijarah).

Kedua, zakat nafs (zakat jiwa) atau biasa disebut dengan zakat fitrah yaitu

zakat yang siberikan berkenaan dengan telah selesai mengerjakan puasa

ramadhan (Luthfiah dkk, 2011:171). Penyaluran zakat harus diberikan

kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Berikut ini merupakan

orang-orang yang berhak menerima zakat seperti yang tercantum dalam

surat At-Taubah/9:60

        

            

   


Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah,
dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

Nasution (1992:1004) memberikan penjelasan bahwa orang-orang yang

berhak menerima zakat adalah:

a. Fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan

tenaga untuk memenuhi penghidupannya.

72
b. Miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan

kekurangan.

c. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan

membagikan zakat.

d. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru

masuk Islam yang imannya masih lemah.

e. Orang yang memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan

Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.

f. Orang yang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan

yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang

yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar

hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.

g. pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan

kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa

fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti

mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.

h. orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami

kesengsaraan dalam perjalanannya.

5. Bertanggung Jawab

Ayat yang menunjukkan nilai pendidikan karakter bertanggung jawab

adalah ayat 5, 6, 8 dan 9.

    


Artinya: “ dan orang-orang yang menjaga kemaluannya”.

73
          
Artinya: “kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka
miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa”.

     


Artinya: “dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang
dipikulnya) dan janjinya”.

     


Artinya: “dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya”.

Tanggung jawab adalah Sikap dan perilaku seseorang untuk

melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan

terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan alam, sosial dan budaya,

negara dan Tuhan YME (Fadhillah dan Khorida, 2012:205). Setiap manusia

memiliki tanggung jawab yang berbeda-beda. Manusia memiliki tanggung

jawab kepada Allah SWT di hari kiamat, karena pada hari itu manusia akan

dimintai pertanggung jawaban atas perbuatannya selama hidup di dunia.

Begitu pula manusia memiliki tanggung jawab kepada masyarakat, alam,

sosial maupun budaya. Tanggung jawab kepada masyarakat dan sosial bisa

berupa cara adaptasi maupun interaksi antara manusia satu dengan yang lain.

Bila kita mengetahui apa hak dan kewajiban kita dalam lingkungan

masyarakat, maka kita akan senantiasa mempertanggung jawabkan semua

perbuatan yang dilakukan.

Banyak masalah yang terjadi di bumi ini, salah satunya diakibatkan

oleh tangan-tangan manusia yang tidak memperdulikan alam. Mereka selalu

membuang sampah secara sembarangan dan dapat mengakibatkan

74
kebanjiran. Banyak sekali jenis-jenis sampah yang ada, mulai dari yang

mudah diuraikan oleh tanah seperti sayuran, dan sampah yang tidak mudah

diuraikan oleh tanah dan membutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya

untuk menguraikannya, yaitu sampah plastik dan puntung rokok. Tak hanya

itu manusia yang menebang pohon secara liar serta tidak melakukan

reboisasi juga merupakan salah satu hal yang dapat mengakibatkan bencana

banjir. Hal tersebut juga diperkuat dengan firman Allah SWT dalam Al-

Qur’an surat Ar-Rum/30:41

           

   


Artinya: “telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar)”.

Sudah sepantasnya kita sebagai manusia bertanggung jawab penuh untuk

menjaga kelestarian alam yang ada. Tanpa adanya kelestarian alam maka

kita tidak akan bisa hidup. Alam banyak menyediakan kebutuhan-kebutuhan

kita seperti tersedianya makanan, oksigen, air serta yang lainnya.

Tanggung jawab manusia juga meliputi tanggung jawab akan budaya

yang ada di sekitar kita. Budaya yang ada banyak macamnya dimulai dari

budaya daerah, budaya masyarakat Islam serta budaya Indonesia. Semakin

hari budaya yang ada di sekitar kita mulai hilang, dikarenakan manusia yang

tidak melestarikan budaya tersebut serta mereka lebih menyukai budaya-

budaya dari barat yang mereka anggap sebagai budaya yang modern.

75
Hilangnya budaya akan mengakibatkan kita tidak memiliki suatu ciri khas

serta kita tidak akan dapat mewariskannya kepada anak cucu kita kelak. Bila

budaya kita hilang maka anak cucu kita tidak akan mengetahui bila pada

zaman dahulu orang tua serta keluarga mereka memiliki budaya-budaya

yang indah.

Ayat ke-5 dan ke-6 menunjukkan nilai pendidikan karakter berupa

tanggung jawab karena mereka tidak akan melakukan hubungan seksual

kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki. Mereka

menjauhi perbuatan zina, karena perbuatan tersebut termasuk dalam dosa

besar serta hukumannya sangat berat. Untuk itu, manusia sudah seharusnya

menjauhi perbuatan zina, baik zina mata, zina telinga serta zina-zina yang

lain. Manusia memang diciptakan memiliki hawa nafsu salah satunya adalah

nafsu seksual, namun perlu kita garis bawahi bahwa kita harus mengelola

nafsu seksual tersebut secara baik. Misal bagi orang yang sudah menikah,

mereka dapat menyalurkannya kepada isteri-isteri mereka atau budak yang

mereka miliki, namun tentu hal tersebut tidak dapat dilakukan bila sang

isteri atau budak sedang dalam masa menstruasi atau nifas. Bagi orang yang

belum menikah dan hasrat untuk melakukan hubungan seksual itu sering

tidak terkontrol maka Islam memberikan solusi berupa berpuasa.

Ayat ke-8 menunjukkan nilai tanggung jawab karena mereka

senantiasa memelihara amanat serta menepati janji yang dipikulkan

kepadanya. Mereka menyampaikan amanat secara apa adanya tanpa ada

unsur tambahan dari opini mereka sendiri. Selain itu, mereka selalu

76
berusaha untuk menepati janji yang telah mereka buat. Bila manusia tidak

mempunyai kedua sifat tersebut, manusia itu disebut sebagai orang munafik.

Munafik adalah orang yang lahiriyahnya menampakkan sesuatu (ucapan,

perbuatan atau sikap) yang sesungguhnya bertentangan dengan apa yang

tersembunyi dalam hatinya (Nasution, 1992:690). Al-Qur’an serta hadits,

keduanya sangat membenci perilaku munafik dan mengancam orang

munafik dengan siksaan yang berat seperti dalam firman Allah SWT dalam

surat An-Nisa/3:138

      


Artinya: “Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan
mendapat siksaan yang pedih”.

Ayat ke-9 yang memiliki arti “dan orang-orang yang memelihara

sembahyangnya” mengandung nilai pendidikan karakter bertanggung jawab.

Hal tersebut karena setiap mukmin yang memelihara salatnya seperti salat

diawal waktu. Orang mukmin memelihara salat mereka merupakan bentuk

tanggung jawab mereka kepada Allah SWT, seperti dalam firman-Nya

dalam surat Adzariyat/51:56

      


Artinya: “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku”.

77
Selain itu, memelihara salat juga merupakan salah satu perbuatan yang

sangat disukai oleh Allah SWT seperti dalam hadits berikut ini yang dikutip

oleh Al Albani (2013:82-83)

ُّ ‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم أ‬


َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬ ٍ ‫اَّللِ ب ِن مسع‬ ِ
‫ال‬ َ ْ‫َي الْ َع َم ِل أَف‬
َ َ‫ض ُل ق‬ َ ‫اَّلل‬ َ ‫ت َر ُس‬ ُ ْ‫ال َسأَل‬ َ َ‫ود ق‬ ُ ْ َ ْ َّ ‫َع ْن َعْبد‬
‫اَّللِ فَ َما‬
َّ ‫اد ِِف َسبِ ِيل‬ُ ‫اْل َه‬
ِْ ‫ال‬ َ َ‫َي ق‬ ٌّ ‫ت ُُثَّ أ‬ َ َ‫ال بُِّر الْ َوالِ َديْ ِن ق‬
ُ ‫ال قُ ْل‬ َ َ‫َي ق‬ٌّ ‫ت ُُثَّ أ‬ ُ ‫ال قُ ْل‬َ َ‫الص ََلةُ لَِوقْتِ َها ق‬
َّ
‫يد ُ إَِّال إِْر َعااًء َعلَْي ِه‬
ُ ِ َ‫َست‬
ْ‫تأ‬ ُ ْ‫تَ َر‬
Artinya : “Dari Abdullah bin Mas‟ud, dia berkata, “saya pernah bertanya
kepada Rasulullah Saw, “apakah perbuatan yang paling utama?”
Beliau menjawab, “salat tepat pada waktunya”. Dia berkata,
“saya bertanya lagi, kemudian apa?” Beliau menjawab,
“berbuat baik kepada kedua orang tua”. Dia berkata, “saya
bertanya lagi, lalu apa?” Beliau menjawab, “jihad di jalan
Allah”. Maka saya tidak menambah pertanyaan melainkan untuk
melaksanakan dan menjaga hal tersebut. (HR. Muslim 2/63).

78
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari kajian yang telah dipaparkan dalam bab-bab sebelumnya dapat

diambil kesimpulan yaitu beberapa nilai pendidikan karakter dalam surat Al-

Mu’minun ayat 1-11 berdasarkan telaah kitab tafsir al-mishbah dan an-nuur

1. Religius

Religius merupakan nilai pendidikan karakter yang mengatur

hubungan antara manusia dengan Tuhan-Nya. Apabila seseorang yang

memiliki sikap religius, tentu dia jauh dari ancaman api neraka. Dia selalu

mengingat Allah SWT di mana pun dan kapan pun ia berada.

2. Disiplin

Disiplin bisa dikatakan sebagai taat, taat terhadap peraturan dan taat

akan kewajiban dan larangan perintah Allah SWT. Dalam surat Al-

Mu’minun ayat 1-11 yang menunjukkan nilai disiplin terdapat dibeberapa

ayat yaitu pada ayat ke-3, ke-5, ke-6, ke-7, dan ayat ke-9.

3. Kerja keras

Nilai pendidikan karakter berupa kerja keras merupakan nilai yang

wajib dimiliki oleh setiap manusia. Kerja keras menunjukkan sikap yang

sungguh-sungguh dalam mencapai sesuatu dan pantang menyerah. Dalam

surat Al-Mu’minun ayat 1-11 yang menunjukkan nilai kerja keras terdapat

pada tiga ayat yaitu ayat ke-5, ayat ke-6 dan ayat ke-9.

4. Peduli sosial

79
Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak akan bisa hidup sendiri

tanpa bantuan orang lain dan alam sekitar. Karena hal itu, sudah

sepantasnya manusia memiliki sikap peduli terhadap orang lain dan alam

sekitar. Dalam surat Al-Mu’minun ayat 1-11 terdapat satu ayat yang

menunjukkan nilai peduli sosial yaitu pada ayat ke-4.

5. Tanggung jawab

Setiap manusia yang diciptakan oleh Allah SWT pada hari kiamat

akan dimintai pertanggung jawaban selama mereka hidup di dunia. Tidak

hanya sekedar mulut yang bersaksi atas perbuatan mereka tetapi seluruh

anggota badan akan memberikan kesaksiannya di hadapan Allah SWT.

Dalam surat Al-Mu’minun ayat 1-11 yang menunjukkan nilai tanggung

jawab adalah pada ayat ke-5, ayat ke-6, ayat ke-8 dan ayat ke-9.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis akan meyampaikan saran

sebagai berikut:

1. Pendidikan karakter ini sangat penting diterapkan di sekolah maupun di

rumah. Dengan hal ini diharapkan kita dapat menyiapkan generasi yang

bermutu dan memiliki karakter yang baik.

2. Pentingnya penanaman nilai-nilai pendidikan karakter terhadap siswa agar

mereka dapat bekal untuk menjalani masa depan. Mereka harus memiliki

nilai-nilai tersebut karena dapat mengantarkannya menuju gerbang

kesuksesan, baik di dunia maupun di akhirat.

80
Daftar Pustaka

Al Albani, Muhammad Nashiruddin. 2013. Mukhtashar Shahih Muslim Edisi


Indonesia Buku 1. Cet. II. Terj. Imron Rosadi. Jakarta: Pustaka Azzam.
Al Munawar, Said Agil Husin. 2002. Fikih Hubungan Antar Agama. Jakarta:
Ciputat Press.
Ambary, Hasan Muarif. 2003. Suplemen Ensiklopedi Islam. Cet. IX. Jakarta: PT
Ichtiar Baru van Hoeve.
Anas, Idhoh. 2008. Kaidah-Kaidah Ulumul Qur‟an. Pekalongan: Al-Asri.
Aqib, Zainal. 2012. Pendidikan Karakter di Sekolah; Membangun Karakter dan
Kepribadian Anak. Bandung: Yrama Widya.
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 2000. Kemudahan dari Allah; Ringkasan Tafsir
Ibnu Katsir. Terj. Syaihabuddin. Jakarta: Gema Insani.
Ash-Shawwaf, Muhammad Mahmud. 2007. Sempurnakan Sholatmu.Yogyakarta:
Mitra Pustaka
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2000. Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-
Nuur. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
As-Suyuti, Imam Basori. 1998. Bimbingan Shalat Lengkap. Jakarta: Mitra Umat.
At-Tuwaijri, Syaikh Muhammad bin Ibrahim. 2012. Ringkasan Fiqih Islam (1);
Tauhid dan Keimanan.Terj. Team Indonesia. Islamhouse.com.
Baidan, Nashruddin. 2010. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Departemen Agama RI. 1988. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Jembatan
Merah.
. 1993. Ensiklopedi Islam di Indonesia. Jakarta: CV. Anda Utama
. 2009. Al-Qur‟an dan Tafsirnya; Edisi yang Disempurnakan.
Jakarta: Departemen Agama RI.
. 2010. Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemahnya. Jawa Barat:
Diponegoro.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
El Sutha, Saiful Hadi. 2016. Shalat, Samudra Hikmah. Jakarta: Wahyuqolbu.
Fachruddin. 1992. Ensiklopedi Al-Qur‟an Jilid I (A-L). Jakarta: PT Rineka Cipta.
Fadhillah, Muhammad dan Lilif Mualifatu Khorida. 2012. Pendidikan Karakter
Anak Usia Dini. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Faqih, Allamah Kamal. 2006. Tafsir Nurul Qur‟an. Terj. Ahsin Muhammad.
Jakarta: Al-Huda.
Ghufron, Moh. 2017. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kalimedia.
Hadi, Sutrisno. 2011. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset.
Hafidz, Moh. dan Kastolani. 2009. Pendidikan Islam; Antara Tradisi dan
Modernitas. Salatiga: STAIN Salatiga Press.

Hamdani. 2015. Pengantar Studi Al-Qur‟an. Semarang: CV. Karya Abadi Jaya.
Harahap, Syahrin. 1997. Islam Dinamis. Yogyakarta: PT Tiara Wacana.
Hasbullah. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan; Umum dan Agama Islam.
Jakarta: Rajawali Pers.
Helmawati. 2013. Pendidikan Nasional Dan Optimalisasi Majelis Ta‟lim: Peran
Aktif Majelis Ta‟lim Meningkatkan Mutu Pendidikan. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Huda, Nurul dkk. 2015. Zakat Perspektif Mikro-Makro; Pendekatan Riset.
Jakarta: Prenamedia Group.
Ibrahim, M. Katsir. Tt. Kamus Arab (Arab-Indonesia Indonesia-Arab); untuk
menambah perbendaharaan kata dalam percakapan bahasa Arab
sebagai bahasa dunia. Surabaya: APOLLO.
Ichwan, Muhammad Nor. 2008. Memasuki Dunia Al-Qur‟an. Semarang: Lubuk
Raya.

Jumali dkk. 2008. Landasan Pendidikan. Cet. III. Surakarta: Muhamadiyah


University Press.
Kesuma, Dharma dkk. 2012. Pendidikan Karakter; Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Lickona, Thomas. 2015. Pendidikan Karakter; Panduan Lengkap Mendidik Siswa
Menjadi Pintar dan Baik. Cet. II. Terj. Lita S. Bandung: Nusa Media.
Luthfiah, Zeni dkk. 2011. Pendidikan Agama Islam; Pendidikan Karakter
Berbasis Agama Islam. Surakarta: Yuma Pustaka.
Majid, Abdul dan Dian Andayani. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Makhruf, Hasanain Muhammad. 1996. Kalimatul Qur‟an- Tafsir Wa Bayan. Cet.
X1. Terj. Hery Noer Aly. Bandung: Gema Risalah Press.
Maziyah, Alif. 2006. Pemikiran M. Hasbi Ash-Shiddieqy tentang Hadits dan
Sunnah.Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga.
Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia
Terlengkap. Cet. XV. Surabaya: Pustaka Progressif.
Muslich, Masnur. 2015. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.
Naim, Ngainun. 2012. Character Building; Optimalisasi Peran Pendidikan dalam
Pengembangan Ilmu & Pembentukan Karakter Bangsa. Yogyakarta: Ar-
Ruuz Media.
Nasution, Harun. 1992. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Nata, Abuddin. 2013. Kapita Selekta Pendidikan Islam: Isu-Isu Kontemporer
tentang Pendidikan Islam. Cet. II. Jakarta: Rajawali Pers.
Qibtiyah, Alimatul. 2006. Paradigma Pendidikan Seksualitas Perspektif Islam;
Teori dan Praktik. Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta.
Sabiq, Sayyid. 1982. Fikih Sunnah 3. Cet. II. Terj. Mahyudin Syaf. Bandung: PT
Al Ma’arif.
. 1984. Fikih Sunnah 9. Terj. Mohammad Nabhan Husein. Bandung:
PT Al Ma’arif.
Saifudin, Muhammad. 2010. Syaamil Al-Qur‟an Terj. Tafsir Per Kata. Bandung:
Sygma Publishing.
Salahudin, Anas dan Irwanto Alkrienciehie. 2013. Pendidikan Karakter
(Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa). Bandung: Pustaka
Setia.
Samani, Muchlas dan Hariyanto.2014. Model dan Konsep Pendidikan Karakter.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Shiddiqi, Nourouzzaman. 1997. Fikih Indonesia; Pengagas dan Gagasannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Shihab, M. Quraish. 1998. Membumikan Al-Qur‟an. Bandung: Mizan.
.2012. Al-Lubab; Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah
Al-Qur‟an. Tangerang: Lentera Hati.
. 2012. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an.
Cet. V. Jakarta: Lentera Hati
Subur. 2015. Pembelajaran Nilai Moral Berbasis Kisah. Yogyakarta: Kalimedia.
Suharsono, Fienso dan Endang Agustina. 2008. Mutiara Qolbu Kaum Profesional.
Yogyakarta: Cakrawala.
Suhartono, Suparlan. 2008. Wawasan Pendidikan: Sebuah Pengantar Pendidikan.
Jogjakarta: Ar-ruzz Media.
Suryabrata, Sumadi. 1995. Metode Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo.
Sya’bi, Ahmad. 1997. Kamus An-Nur; Arab-Indonesia Indonesia-Arab. Surabaya:
Halim Jaya.
Syadali, Ahmad dan Rofi’i. 1997. Ulumul Qur‟an I untuk Fakultas Tarbiyah
Komponen MKDK. Bandung: CV Pustaka Setia.
Syadali, Ahmad. 2000. Ulumul Qur‟an. Bandung: CV Pustaka Setia.
Wahab, Abdul. 2013. Al-Qur‟an per Kata Tajwid dan Transliterasi. Bandung:
Sygma Creative Media Group.
Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter; Strategi Membangun Karakter
Bangsa Peradaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yunus, Mahmud. 2010. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT Mahmud Yunus Wa
Dzurriyah.
Zuchdi, Darmiyati. 2015. Pendidikan Karakter; Konsep Dasar dan Implementasi
di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: UNY Press.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Chabbatul Chayati

Tempat, Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 6 Juni 1996

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Karang Gondang Rt. 13 Rw. 04, Gunung Tumpeng,

Kec. Suruh, Kab. Semarang

Riwayat Pendidikan :

1. RA Miftahul Hidayah, lulus tahun 2002

2. MI Nurul Ulum, lulus tahun 2008

3. SMP Negeri 3 Suruh, lulus tahun 2011

4. SMA Negeri 1 Suruh, lulus tahun 2014

Demikian riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya.

Salatiga, 4 Juni 2018

Penulis,

Chabbatul Chayati

Nim. 11114208

Anda mungkin juga menyukai