Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FIQIH

WUDHU

Disusun Oleh :

KELOMPOK 2

Silviana Sutanti (19310535)

Ninda Setya Ningrum (19310445)

Hendri Wijaya (19310359)

Zakaria (19310573)

Nanda Apriyanti (19310608)

Gusti Zainudin (19310581)

Bakri (19310576)

Kelas : C & D Reguler Manajemen Pagi Banjarmasin

Dosen Pengampu : Akhmad Hulaify, SHI, M. Si

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD


ARSYAD AL BANJARI

BANJARMASIN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua, dan shalawat serta
salam yang kita panjatkan kepada baginda kita yakni Nabi Muhammad saw beserta
keluarga dan kerabatnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Fiqih
ini yang berjudul tentang “ Wudhu”.

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan salah satu
tugas mata kuliah kami yaitu Fiqih. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada dosen mata kuliah
Fiqih yaitu Bapak Akhamd Hulaify, SHI, M, Si yang telah memberikan bimbingannya
sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini juga
bertujuan untuk membantu dalam proses belajar mengajar antar mahasiswa
maupun mahasiswi serta menambah wawasan yang luas tentang wudhu.

Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah fiqih yang kami lakukan, serta kami selaku
penyusun juga sangat mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kami mohon kritik dan saran yang membangun untuk pembuatan makalah
yang akan datang. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat, terimakasih.

Banjarmasin, 25 September 2021

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di dalam menjalankan perintah agama islam, khususnya dalam menjalankan
sholat ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan. Diantaranya hal yang patut kita
perhatikan adalah hal yang berkaitan dengan sah atau tidaknya kita dalam
menjalankan ibadah sholat tersebut. Karena apabila salah satu dari rukun dalam kita
menjalankan ibadah sholat tidak dapat terpenuhi maka tidak mustahil sholat kita tidak
sah bahkan bisa batal. Karena salah satu rukun sholat ialah suci dari hadats besar dan
hadats kecil, maka dari itu sudah sepantasnya sebelum kita menjalankan ibadah sholat
kita terlebih dulu mensucikan diri dengan cara berwudhu. Maka dari itu wudhu sangat
penting bagi setiap umat muslim, karena tanpa berwudhu tidaklah sah sholat
seseorang dalam arti tidaklah sempurna ibadah yang kita lakukan,
Setiap kegiatan ibadah umat islam pasti melakukan membersihkan (thaharah)
terlebih dahulu mulai dari wudhu. Wudhu adalah sebuah syariat kesucian yang Allah
azza Wa Jalla tetapkan kepada kaum muslimin sebagai pendahuluan bagi sholat dan
ibadah lainnya. Di dalamnya terkandung sebuah hikmah yang mengisyaratkan kepada
kita bahwa hendaknya seorang muslim memulai ibadah dan kehidupannyadengan
kesucian lahir batin.
Wudhu diisyaratkan bukan hanya ketika kita hendak melakukan beribadah,
tetapi juga diisyaratkan pada seluruh kondisi. Oleh karena itu, seorang muslim
dianjurkan agar selalu dalam kondisi bersuci (wudhu) sebagaimana yang dahulu
dilazimi oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang mulia. Mereka
senantiasa berwudhu baik dalam keadaan senang ataupun susah. Namun
bagaimanakah wudhu yang baik itu yang sesuai dengan syariat islam dan hal apa saja
hal-hal yang dapat membatalkan wudhu.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian wudhu dan dasar hukumnya ?
2. Bagaimana sunnat wudhu menurut 4 madzhab yang 4 ?
3. Apa saja rukun wudhu beserta syarat-syarat wudhu ?
4. Apa saja hal-hal yang dapat membatalkan wudhu ?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan utama pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah
fiqih. Selanjutnya agar penyusun dan para pembaca dapat menambah wawasan dan
pengetahuan tentang bagaimana wudhu yang baik yang sesuai dengan syariat islam
dan apa saja hal-hal yang dapat membatalkan wudhu.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Wudhu


Menurut bahasa wudhu berarti bersih dan indah. Sedangkan menurut syara
wudhu berarti membersihkan anggota tubuh tetentu (muka, kedua tangan, kepala, dan
kedua kaki) dari najis dan mensucikan diri dari hadats kecil sebelum melaksanakan
ibadah kepada Allah SWT. Wudhu adalah suatu syarat untuk sahnya shalat yang
dikerjakan sebelum orang mengerjakan shalat. Kata wudhu merupakan kata serapan
dari Bahasa Arab yang sudah lazim diucapkan dengan fasih kaum muslim Indonesia.
Adapun artinya, dalam kamus Bahasa Indonesia tertulis menyucikan diri (sebelum
shalat). Sedangkan dalam Bahasa Arab kata wudhu merupkan turunan dari kata kerja
(fi’il) wadhu’ayadha’u yang artinya bersih, kemudian ketika kata ini menjadi istilah
dalam fiqih (hukum islam), arti kata wudhu adalah perbuatan mengambil wudhu,
yaitu menggunakan air yang suci lagi menyucikan untuk meratakannya pada anggota-
anggota tubuh tertentu sebagaimana yang dijelaskan dan disyariatkan (ditetapkan)
oleh Allah SWT serta diajarkan oleh Rasulullah saw.
Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata bahwa Rasulullah saw
bersabda “Tidak akan diterima shalat seseorang diantara kalian jika ia berhadats
hingga dia berwudhu” [Muttafaqun alaihi, Bukhari (135) Muslim (225)]. Adapun ayat
Al-Qur’an yang menjelaskan tentang wudhu yaitu Q.S al-Maidah ayat : 6

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan


shalat maka basuhlah wajahmudan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu
dan basuh kedua kakimu sampai kedua mata kaki. jika kamu junub, maka mandilah.
Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus)
atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka
bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu
dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu
bersyukur. (Al-Maidah : 6).
Terdapat hadits yang panjang Rasulullah saw bersabda, yang artinya sebagai
berikut : “Bila seorang berkumur-kumur, maka keluarlah dosa-dosa dari mulutnya jika
ia membersihkan hidung, maka dosa-dosanya akan keluar dari hidungnya, begitu pula
tatkala ia membasuh muka, maka dosa-dosanya akan keluar dari mukanya sampai-
sampai dari bawah pinggir kelopak matanya. Jika ia membasuh kedua tangan, maka
dosa-dosanya akan keluar dari kedua tangan sampai dari bawah kukunya, demikian
pula halnya dengan ia menyapu kepala, maka dosa-dosanya akan kelur dari kepala
bahkan dari kedua telinganya. Begitupun tatkala ia membasuh kedua kaki, maka
keluarlah dosa-dosa tersebut dari dalamnya, sampai bawah kuku jari-jari kakinya.
Kemudian tinggalah perjalanannya ke masjid dan shalatnya menjadi pahala yang
bersih baginya” (HR. Malik, Nasa’I Ibnu Majah dan Hakim).
Secara umum hukum wudhu dapat dibedakan menjadi dua hukum, yaitu
wudhu wajib dan wudhu sunnah. Namun, ada beberapa para ulama yang menyepakati
tentang wudhu wajib dan juga ada yang memperselisihkan antara hukum wajib dan
hukum sunah. Berdasarkan permasalahan tersebut maka hukum dibedakan menjadi
tiga bagian, yaitu wudhu yang disepakati wajib, wudhu yang disepakati sunah, dan
wudhu yang diperselisihkan antara wajib dan sunah.
Berikut tata cara berwudhu Rasulullah saw menurut empat mazhab :
1. Mazhab Hanafi

2
Imam Ibnu Maudud al-Maushili (wafat 683 H), seorang ulama bermazhab Hanafi,
dalam kitab matan-nya "Mukhtar al-Fatwa", yang menjadi rujukan mazhab
Hanafi, menetapkan praktik wudhu dari sisi rukun dan sunnahnnya.
Fardhu wudhu yaitu: (1) Membasuh Wajah, (2) Membasuh Tangan dan Juga
Kedua Siku, (3) Mengusap Seperempat Kepala, dan (4) Membasuh Kaki dan Juga
Kedua Mata Kaki.
Sedangkan sunnah-sunnah wudhu yaitu: (1) Membasuh kedua tangan sampai ke
pergelangan tangan sebanyak tiga kali sebelum mencelupkan tangannya ke dalam
wadah air bagi yang baru bangun dari tidur, (2) Membaca tasmiyyah di awal
wudhu, (3) Bersiwak, (4) Madhmadhah, (5) Istinsyaq, (6) Mengusap seluruh
kepala dan kedua telinga dengan satu usapan air, (7) Takhlil jenggot dan ruas jari,
(8) Membasuh tiga kali.

2. Mazhab Maliki
Imam Abu an-Naja al-'Asymawi (wafat sebelum Abad 10 H), seorang ulama
bermazhab Maliki dalam kitab matan-nya "Matan al-'Asymawiyyah" menetapkan
praktik wudhu dari sisi rukun dan sunnahnnya.
Adapun fardhu wudhu ada 7 yaitu:
(1 dan 2) Niat saat membasuh wajah, (3) Membasuh kedua tangan sampai kedua
siku, (4) Mengusap seluruh kepala, (5) Membasuh kedua kaki sampai kedua mata
kaki, (6) Faur/muwalah, (7) Tadlik/menggosok. Namun wajib atasmu saat
membasuh wajah melakukan takhlil pada jenggotmu yang tipis, di mana kulitnya
tampak terlihat. Adapun jika jenggotmu tebal, maka tidak wajib takhlil. Begitu
juga wajib atasmu melakukan takhlil pada ruas-ruas jari, sebagaimana pendapat
yang masyhur.
Sedangkan sunnah-sunnah wudhu ada 8:
(1) Membasuh kedua tangan sampai pergelangan, (2) Madhmadhah, (3) Istinsyaq,
(4) Istintsar; yaitu membuang air yang dimasukkan ke dalam hidup, (5) Mengusap
kepala dengan membalikkannya dari belakang, (6) Mengusap sisi luar dan dalam
telinga, (7) Mengusap telinga dengan air yang baru, dan (8) Tertib.
Adapun fadhilahnya (anjuran di bawah kualitas sunnah), ada 7:
(1) Tasmiyyah, (2) Berwudhu di tempat yang suci, (3) Meminimalkan penggunaan
air, (4) Meletakkan wadah air di atas tangan kanan, (5) Basuhan kedua dan ketiga,
jika telah sempurna pada basuhan pertama, (6) Memulai usapan kepada dari arah
depan, (7) Bersiwak.

3. Mazhab Syafi’i
Imam Abu Syuja' al-Ashfahani (wafat 593 H), seorang ulama bermazhab Syafi'i,
dalam kitab matan-nya "Al-Ghayah wa at-Taqrib" menetapkan praktik wudhu dari
sisi rukun dan sunnahnnya.
Fardhu wudhu ada 6:
(1) Niat saat membasuh wajah, (2) Membasuh wajah, (3) Membasuh kedua tangan
dan juga kedua siku, (4) Mengusap sebagian kepala, (5) Membasuh kedua kaki
dan juga kedua mata kaki, (6) Tertib anggota wudhu sebagaimana telah
disebutkan.
Adapun sunnah-sunnahnya ada 10:
(1) Tasmiyyah, (2) Membasuh kedua telapak tangan sebelum memasukkannya ke
dalam wadah air, (3) Madhamadhah, (4) Istinsyaq, (5) Membasuh sisi dalam dan
luar telingan dengan air yang baru, (6) Takhlil jenggot yang tebal, (7) Takhlil

3
ruas-ruas jari tangan dan kaki, (8) Mendahulukan anggota tubuh yang kanan atas
yang kiri, (9) Melakukan wudhu tiga kali-tiga kali, dan (10) Muwalah.

4. Mazhab Hanbali
Imam Mar'i bin Yusuf al-Karmi (wafat 1033 H), seorang ulama bermazhab
Hanbali, dalam kitab matan-nya "Dalil ath-Thalib li Nail al-Mathalib" menetapkan
praktik wudhu dari sisi rukun dan sunnahnnya.
Fardhu wudhu ada 6:
(1) Membasuh wajah termasuk madhamadhah dan istinsyaq, (2) Membasuh kedua
tangan dan juga kedua siku, (3) Mengusap seluruh kepala termasuk kedua telinga,
(4) Membasuh kedua kaki dan juga kedua mata kaki, (5) Tertib, dan (6) Muwalah.
Adapun sunnah wudhu ada 18:
(1) Menghadap kiblat, (2) Bersiwak, (3) Membasuh telapak tangan 3 kali, (4)
Mendahulukan madhmadhah dan istinsyaq sebelum membasuh wajah, (5)
Memperbanyak hirupan air dalam madhmadah dan istinsyaq, kecuali bagi orang
yang berpuasa, (6) Menekan anggota wudhu yang dibasuh (dalk), (7)
Memperbanyak basuhan di wajah –hingga ke sisi luar dan dalam-, (8) Takhlil
jenggot yang tebal, (9) Takhlil ruas-ruas jari, (10) Membasuh telinga dengan air
yang baru, (11) Mendahulukan anggota wudhu yang kanan atas kiri, (12)
Melebihkan wilayah basuhan (tahjil), (13) Basuhan kedua dan ketiga, (14)
Senantiasa berniat hingga wudhu selesai, (15) Berniat saat membasuh telapak
tangan, (16) Membaca niat secara sirr, (17) Membaca dua kalimat syahadat
setelah berwudhu dengan menghadapkan wajah ke langit, (18) Mandiri dalam
berwudhu, tanpa bantuan orang lain.

2.2 Rukun Wudhu


Sebagai syarat sah shalat, tentunya ada rukun wudhu yang harus dilengkapi.
Sebab, jika tidak berurutan atau ada bagian yang terlewat, bisa saja wudhu kita
tersebut tidak sah dilakukan.
Dan terdapat perbedaan pendapat ketika menyebutkan rukun wudhu. Ada yang
menyebutkan 4 saja, sebagaimana yang tercantum dalam ayat Al- Qur’an, namun ada
juga yang menambahinya dengan berdasarkan dalil dan sunnah.
4 (empat) rukun wudhu menurut Al-Hanafiyah mengatakan bahwa rukun wudhu itu
hanya ada 4, sebagaimana disebutkan dalam Nash Al-Qur’an.
7 (tujuh) rukun wudhu menurut Al-Malikiyah menambah dengan keharusan niat, yaitu
menggosok anggota wudhu, sebab menurut beliau sekedar mengguyur anggota wudhu
dengan air masih belum bermakna mencuci/membasuh, beliau juga menambahkan
muwalat.
6 (enam) rukun wudhu menurut As-Syafi’iyah menambahnya dengan niat
pembasuhan dan usapan dengan urut, tidak boleh terbolak balik, atau yang bisa kita
sebut tertib berurutan.
7 (tujuh) rukun wudhu menurut Al-Hanbalilah mengatakan bahwa harus niat, tertib,
dan muwalat, yaitu berkesinambungan. Maka tidak boleh terjadi jeda antara satu
anggota dengan anggota yang lain yang sampai membuatnya kering dari basahnya air
bekas wudhu.
Tidaklah sah apabila seseorang itu meninggalkan salah satu rukun (fardhunya)
wudhu. Adapun rukun-rukun wudhu itu adalah :
1. Niat, niat itu letaknya di dalam hati. Adapun niatnya yaitu : Nawaitul wudhuu-a
liraf’il hadatsil ashgari fardhal lilaahi ta’aalaa.

4
Artinya : “ aku niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil , fardhu karena
Allah Ta’ala”.
2. Membasuh muka atau wajah.
3. Membasuh kedua tangan sampai siku.
4. Mengusap sebagian kepala.
5. Mencuci kedua kaki hingga mata kaki.
6. Tertib (berurutan) yang artinya mendahulukan anggota wudhu yang seharusnya
didahulukan dan mengakhiri yang seharusnya diakhiri.

2.3 Syarat-syarat Wudhu


Syarat adalah ketentuan-ketentuan yang wajib dilakukan sebelum melakukan
praktek ibadah. Para ulama membedakan syarat wudhu menjadi dua, yaitu syarat
wajib wudhu dan syarat sah wudhu. Maksud dari syarat wajib wudhu adalah apabila
syarat-syarat yang ditentukan sudah terpenuhi, maka hukum wudhu menjadi wajib.
Sedangkan, syarat sah wudhu adalah apabila hal-hal yang diisyaratkan sahnya belum
terpenuhi, maka hukum wudhunya menjadi tidak sah.
Syarat-syarat wajib wudhu :
1. Islam
2. Tamyiz (cukup umur dan berakal)
3. Baligh
4. Tidak sedang berhadats besar
5. Masuknya waktu ibadah
6. Keberadaan air mutlak yang cukup

Syarat-syarat sah wudhu :


1. Ratanya air yang membasahi anggota wudhu
2. Ilmu tentang wudhu
3. Tidak adanya penghalang kulit yang menjadi penghalang basahnya bagian
anggota wudhu dari air seperti cat, lilin, dll.
4. Berhentinya penyebab hadats kecil, misalnya orang yang berwudhu tetapi sambil
kencing, maka wudhunya menjadi tidak sah.
5. Halalnya air (diisyaratkan oleh mazhab Hanbali)
Air juga menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan syarat sahnya
wudhu. Maka dari itu air yang harus dipakai dalam wudhu, yakni :
1. Menggunakan air suci untuk berwudhu. Rasulullah saw bersabda “sesungguhnya
air itu suci tidak ada yang dapat menajiskannya”. ( HR. Tirmidzi).
Air dibagi menjadi 4 macam yaitu :
- Air mutlak yakni air yang suci lagi menyucikan dan tidak makhruh untuk
bersuci. Air mutlak ini bisa menghilangkan hadas dan najis.
- Air musyammas yaknia air yang kena sinar matahari sampai panas. Air ini
suci menyucikan tapi makhruh untuk dipakai bersuci
- Air musta’mal yakni air yang telah dipakai untuk bersuci. Air ini suci tapi
tidak menyucikan,tidak boleh dipakai untuk bersuci. Tetapi kalau belum
berubah rasa dan baunya masih tetap suci.
- Air najis yakni air yang sedikit atau banyak terkena najis sehingga berubah
rasa atau baunya. Kalau air itu sedikit, menjadi najis sebab bercampur dengan
najis baik keadaan berubah atau tidak. Tetapi kalau air itu banyak menjadi
najis sebab bercampur dengan barng najis sampai berubah rasa atau baunya.
Ada tujuh macam air yang boleh dilakukan untuk bersuci atau berwudhu,
diantaranya :

5
- Air hujan
- Air laut
- Air sungai
- Air sumur
- Air mata air (sumber)
- Air es (salju)
- Air embun
2. Air yang digunakan adalah air halal bukan hasil ghasab (air curian).
3. Membersihkan benda-benda yang dapat menghalangi air menyentuh kulit, seperti
cat kuku, dan sebagainya. Dalam sebuah riwayat diceritakan : “ ada seseorang
yang berwudhu dan meninggalkan satu tempat dikakinya (tidak dibasuh),
kemudian Nabi saw melihatnya, maka beliau bersabda : “kembali dan perbaiki
wudhumu, maka dia kembali kemudian dia shalat.
Untuk sahnya wudhu diisyaratkan adanya waktu yang cukup untuk wudhu
dan shalat, dalam artian bahwa setelah berwudhu yang bersangkutan
memungkinkan untuk melaksanakan sholat dengan waktu yang telah ditentukan.
Sedangkan jika waktunya sempit, dimana jika ia berwudhu maka keseluruhan atau
sebagian shalatnya berada diluar waktu sholat yang telah ditentukan.

2.4 Sunah-sunah Wudhu


Berikut ini adalah beberapa sunah-sunah wudhu :
1. Membaca basmallah sebelum mengambil air untuk membasuh muka sambil niat
berwudhu.
2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan, dicuci dengan air yang suci
3x (tiga kali).
3. Berkumur-kumur.
4. Beristisyaq (menghirup air ke dalam hidung) dan sunnah mengeraskan berkumur
dan beristisyaq bagi yang tidak puasa, dan makhruh bagi yang puasa. Berkumur
dilakukan 3x.
5. Istinsaar (membuang air dari hidung).
6. Mengusap kedua telinga bagian luar atau dalam hingga gendang telinga.
7. Menggderakkan cincin agar air sampai pada bagian bawah.
8. Merenggakan jari-jari kedua tangan dan kaki jika menghalangi masuknya air ke
sela-sela jari. Caranya pada tangan ialah meletakkan bagian dalam pada salah satu
telapak tangan di atas telapak tangan yang lain sambil memasukkan jari tangan
pada tangan lain. Dan caranya pada kaki adalah meletakkan jari-jari tangan kiri
diantara jari kaki, dimulai dari jari kelingking kaki kanan dan berakhir pada
kelingking kiri pada bagian bawah kaki.
9. Mendahulukan anggota kanan ketika membasuh kedua tangan dan kaki.
10. Muwalat (tidak terputus), membasuh antara satu anggota wudhu dengan lainnya
harus dilakukan tanpa terputus dalam waktu yang lama. Adapun batasannya
jangan sampai kering sendiri dalam keadaan normal.
11. Menghadap kiblat.
12. Membasuh tangan hingga pergelangan pada saat akan mulai wudhu. Ini biasa
dilakukan Rasulullah saw, sunnah ini sangat sesuai dengan fitrah dan akal.
Selain memiliki syarat dan rukun, wudhu juga memiliki hal-hal yang
makhruh untuk dilakukan di dalamnya. Makhruh disini dimaksudkan sesuatu yang
tidak disukai oleh agama jika dilakukan dalam artian berlebih-lebihan. Makhruh
menurut para ahli ilmu adalah sesuatu yang selayaknya ditinggalkan. Memang sesuatu
tersebut tidak membatalkan wudhu, akan tetapi menjadi tidak baik apabila dilakukan.

6
Dalam kitab berjudul Fiqhul Manhaji ala Madzhabil Imamis Syafi’I telah dijelaskan
beberapa hal yang dapat memakhruhkan dalam wudhu. Berikut adalah hal-hal yang
dimakhruhkan ketika kita sedang berwudhu, diantaranya :
1. Boros dalam menggunakan air atau terlalu sedikit menggunakan air. Hal tersebut
dimakhruhkan karena bertentangan dengan sunah.
2. Mendahulukan basuhan tangan kiri dari pada tangan kanan, atau mendahulukan
membasuh kaki kiri dari pada kaki kanan.
3. Menambah jumlah basuhan lebih dari tiga kali dengan yakin (yakni bukan karena
ragu karena telah membasuh sebanyak tiga kali atau tidak) atau sebaliknya malah
mengurangi dengan yakin. Rasulullah saw bersabda : “beginilah cara berwudhu,
barangsiapa yang menambah atau mengurangi (jumlah tiga kali setiap basuhan)
maka dia telah berbuat zhalim”. (HR Abu Dawud).
4. Meminta tolong orang lain untuk membasuh anggota wudhu tanpa uzur juga
dimakhruhkan.
5. Bagi orang yang sedang berpuasa dimakhruhkan terlalu banyak atau berlebihan
dalam berkumur, karena hal itu dikhawatirkan air akan masuk ke dalam rongga
tenggorokan dan membatalkan puasanya.
6. Memukul wajah dengan air atau tidak mengusapnya dengan lembut.
7. Ketika berwudhu juga makhruh mengusap anggota wudhu dengan handuk kecuali
karena ada udzur.

2.5 Hal Yang Dapat Membatalkan Wudhu


Sebelum melaksanakan sholat kita diperintahkan untuk bersuci terlebih
dahulu dari hadats besar ataupun kecil dengan cara berwudhu. Berikut ini beberapa
perkara yang dapat membatalkan wudhu antara lain :
1. Keluarnya sesuatu dari kemaluan
Segala sesuatu yang keluar dari kemaluan, seperti kencing, buang air besar, madzi,
wadi, mani, maupun kentut. Dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda,
“ Allah tidak akan menwerima sholat salah seorang dari kamu jika dia berhadats
sehingga dia berwudhu”.
2. Darah dan nanah
Sesuatu yang keluar tidak melalui dua kemaluan, seperti darah, nanah, dan nanah
yang bercampur dengan darah bisa membatalkan wudhu dengan syarat (menurut
madzhab) mengalir ke tempat yang wajib disucikan. Bila setetes, dua tetes tidak
diwajibkan berwudhu.
3. Muntah
Mengeluarkan makanan dari mulut atau muntah bisa membatalkan wudhu. Namun,
terdapat dua pendapat mengenai hal ini, madzhab Hanafi dan Hambali berpendapat
muntah dapat membatalkan wudhu jika yang keluar seukuran kadar satu mulut
penuh. Kedua, bagi madzhab Maliki dan Syafi'i berpendapat wudhu tidak batal
karena muntah. Hal ini sesuai dengan contoh Rasulullah pernah muntah dan tidak
mengambil air wudhu.
4. Hilangnya kesadaran
Hilang akal, baik karena gila, pingsan, mabuk, atau disebabkan oleh obat-obatan,
baik sedikit maupun banyak, selain itu tidur juga menjadi hal yang membatalkan
wudhu sesuai hadits riwayat Abu Dawud. “Mata adalah dubur, oleh karena itu,
barangsiapa tidur, maka dia wajib berwudhu”.
5. Bersentuhan kulit dengan yang bukan mahram
Bersentuhnya laki-laki dan perempuan dewasa yang bukan mahram tanpa adanya
penghalang mampu membatalkan wudhu, terlebih jika akibat sentuhnya itu

7
menimbulkan syahwat. Kecuali, menyentuh dengan mahram, anak kecil yang
belum baligh, rambut, gigi, dan kuku.
6. Menyentuh aurat (kemaluan)
Menyentuh kemaluan tanpa ada batas, baik itu kemaluan sendiri atau kemaluan
orang lain. Dalam hadits riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban, Rasulullah SAW
bersabda "Siapa yang membawa tangannya ke kemaluannya, tanpa ada yang
membatasi, maka wajib berwudhu”.
7. Ragu dengan adanya wudhu
Dalam madzhab Maliki, barang siapa yang merasa yakin bahwa dirinya suci
kemudian dia ragu tentang terjadinya hadats, maka dia wajib berwudhu. Hal ini
juga berlaku ketika dia yakin berhadas dan ragu masih suci.
8. Tertawa terbahak bahak
Tertawa terbahak-bahak ketika sholat. Menurut madzhab Hanafi, tertawa dalam
sholat dapat membatalkan wudhu. Pasalnya, perbuatan ini bertentangan dengan
keadaan sedang bermunajat kepada Allah SWT.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jika kita hendak melaksanakan sholat, maka berwudhulah dengan syarat sah
yang telah dianjurkan oleh nabi, karena syarat sah sholat adalah suci dari hadats
besar maupun hadats kecil. Pengertian wudhu sendiri menurut syara’ adalah,
membersihkan anggota wudhu untuk menghilangkan hadats kecil.   Fardhu Whudu
ada 6 yakni :
1. Niat, hendaknya berniat menghilangkan hadast kecil, dan cara melakukannya
tepat pada waktu membasuh muka, sesuai dengan pengertian niat itu sendiri.
2. Membasuh seluruh muka (mulai dari tumbuhnya rambut kepala hingga bawah
dagu, dan dari telinga kanan hingga telinga kiri).
3. Membasuh kedua tangan sampai siku.
4. Mengusap sebagian rambut kepala.
5. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki.
6. Tertib (berurutan).
Sedangkan syarat wudhu yaitu beragama islam, tidak sedang berhadats besar,
mengginakan air yang suci menyucikan, dan tidak ada yang menghalangi sampainya
air ke kulit.
Adapun hal yang membatalkan wudhu keluarnya sesuatu dari kemaluan yaitu dari
qubul dan dubur, menyentuh kemaluan, hilangnya akal, dan bersentuhan yang bukan
mahramnya.

9
Daftar Pustaka

Al-Jamal Ibrahim Muhammad. Fiqih Muslimah. Jakarta: Pustaka Amani. 1999.

https://www.fiqihmuslim.com/2014/09/hal-hal-yang-membatalkan-wudhu.html?m=1

https://carakus.com/tata-cara-wudhu-doa-setelah-wudhu/

https://kabarnyleneh.wordpress.com/2017/12/18/wudhu-menurut-4-mazhab/

10

Anda mungkin juga menyukai