Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu penyakit menular yang ada adalah penyakit yang disebabkan
oleh bakteri Mycrobacterium tuberculosis (TB), sebagian besar TB umumnya
menyerang paru-paru namun juga dapat menyerang organ lainnya. Bakteri ini
berbentuk batang dan bersifat tahan asam, sehingga dikenal dengan Basil Tahan
Asam (BTA). Penyakit ini dapat menyerang pada semua orang, baik anak-anak
maunpun orang dewasa. Penyakit ini sangat mudah ditularkan pada orang lain,
bakteri Microbacterium tuberculosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui
udara pernapasan kedalam paru, kemudian bakteri tersebut dapat menyebar dari
paru-paru ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah, sistem saluran limfe,
saluran napas (bronkus) atau menyerang langsung ke bagian tubuh lainnya.
TB Paru merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80%
dari semua penderita. TB yang menyerang jaringan paru ini merupakan satu-
satunya bentuk dari TB yang dapat menular. TB merupakan salah satu masalah
kesehatan penting di Indonesia. Selain itu, Indonesia menduduki peringkat ke-3
negara dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah India dan China.
Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah pasien TB
dunia.
Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru
dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di Indonesia pada
tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari
70% usia produktif. Laporan WHO tentang angka kejadian TBC evaluasi selama
3 tahun dari 2008, 2009, 2010 menunjukkan bahwa kejadian TBC Indonesia
mencapai 189 per 100.000 penduduk. Secara global, angka kejadian kasus
kejadian TBC 128 per 100.000 penduduk. Data ini menunjukkan bahwa kasus
TBC berada di sekitar kita.
Daya penularan dari seorang penderita TB ditentukan oleh banyaknya
kuman yang terdapat dalam paru penderita. Persebaran dari kuman-kuman
tersebut dalam udara serta yang dikeluarkan bersama dahak berupa droplet dan
berada diudara disekitar penderita TB. Untuk membatasi terjadinya penyakit TB

1
paru pemerintah mengupayakan strategi untuk menanggulanginya seperti
dengan mencanangkan program DOTS (Directly Observed Treatment Short-
course) yang mana fokus utama dari program ini adalah penemuan dan
penyembuhan pasien, dengan prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular.
Oleh karena itu, demi tercapainya program tersebut perlu adanya upaya untuk
menambahkan pengetahuan pada masyarakat mengenai pemahaman anatomi
sistem respirasi yang terkait erat dengan penyakit TB paru, pengertian tentang,
etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway, pemeriksaan penunjang,
komplikasi, dan penatalaksanaan (medis, keperawatan, diet) serta asuhan
keperawatan bagi penderita TB paru.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian TBC?
2. Bagaimana etiologi dan faktor resiko dari TBC ?
3. Bagaimana tanda dan gejala terinfeksi TBC ?
4. Bagaimana patofisiologi TBC ?
5. Bagaimana penularan dari TBC ?
6. Bagaimana pencegahan dari TBC ?
7. Bagaimana penatalaksanaan TBC ?
8. Apa saja macam-macam obat untuk TBC ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian TBC
2. Mengetahui etiologi dan faktor resiko dari TBC
3. Mengetahui tanda dan gejala terinfeksi TBC
4. Mengetahui patofisiologi TBC
5. Mengetahui penularan dari TBC
6. Mengetahui pencegahan dari TBC
7. Mengetahui penatalaksanaan TBC
8. Mengetahui macam obat untuk TBC

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian TBC
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan
oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma
pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman
aerob yang dapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang
bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru
tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges,
ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah
pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan
atau ketidakefektifan respon imun.

B. Etiologi Dan Faktor Resiko


1. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang
berukuran panjang 1- 4 mm dengan tebal 0,3 – 0,6 mm. sebagian besar
komponen M. tuberculosis adalah berupa lemak (lipid) sehingga kuman mampu
tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik.
Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak
oksigen. Oleh karena itu, M. tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-
paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang
kondusif untuk penyakit tuberkulosis (Irman somantri, 2008).

2. Faktor Risiko
Mereka yang paling berisiko terpajan dengan basil adalah mereka yang
tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif. Kelompok ini antara lain
tunawisma yang tinggal di tempat penampungan yang terdapat kasus
tuberculosis, serta anggota keluarga paisen. Anak-anak merupakan kelompok
yang sangat rentan. Imigran ke Amerika Serikat yang berasal dari Negara
berkembang sering mengidap infeksi aktif atau laten.

3
Tenaga kesehatan yang merawat pasien tuberculosis, dan mereka yang
menggunakan fasilitas klinik perawatan atau rumah sakit yang juga digunakan
oleh penderita tuberculosis juga berisiko terpajan dan terjangkit penyakit TB. Di
antara mereka yang terpajan basil, individu yang sistem imunnya tidak adekuat,
seperti mereka yang kekurangan gizi, individu lanjut usia atau bayi dan anak-
anak, individu yang mendapat obat imunosupresan, dan mereka yang mengidap
virus imunodiferensiasi manusia (HIV) kemungkinan besar akan terinfeksi.
Virulensi galur kuman juga mempengaruhi penularan, jenis galur tertentu
teridentifikasi sanagt virulen. Pengendalian TB terhambat oleh munculnya
resisten multi-obat dan efek sinergis pada HIV/AIDS (Elizabeth J. Corwin, 2009).

C. Tanda dan Gejala TBC


1. Tanda
a. Penurunan berat badan
b. Anoreksia
c. Dispneu
d. Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning.
2. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian
berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung
dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax,
anemia dan lain-lain.

4
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala
ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

3. Gejala sistemik, meliputi:


a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan
malam hari mirip demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin
panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan,
akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas
walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

D. Patofisiologi
Basis tuberculosis bisa masuk kedalam tubuh dengan 3 cara yaitu melalui
sluran pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan
infeksi tuberculosis disebakan karena inhalasi kuman tuberkel sedangkan untuk
saluran cerna biasanya disebabkan oleh susu yang sudah terkontaminasi dan
mengandung basil jenis bovin.
Basil tuberculosis masuk kedalam paru-paru melalui saluran pernafasan
yang pertama dijangkiti ialah apeks paru sebelah kiri atau kanan dan dapat
kedua-duanya. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh
darah. Organisme yang melaui kelenjar getah bening dalam jumlah kecil akan
mencapai aliran darah yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada
bagian organ. Jenis penyebaran ini dikenal dengan nama lipohematogen. Jenis
penyebaran hematogen ialah fenomena akut yang biasanya menyebabkan
tuberculosis milier, ini terjadi jika fokus basil tersebut merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke
organ-organ tubuh.
Kemudian timbul tuberkel yaitu berupa bintik-bintik kecil dimana kuman itu
kemudian bersarang, tuberkel ini berisi tuberculosis dan sel-sel yang sudah mati

5
kemudian bersatu dan lama-kelamaan akan akan terjadi proses perkejuan
dimana jaringan paru akan mati atau nekrosis.
Jaringan-jaringan yang mati ini akan dikelurkan penderita waktu batuk dan
akhirnya beberbentuk suatu rongga yang disebut caverneu dan ini pada
pembuluh darah yang pecah maka akan terjadi hemaptoe (batuk darah).
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit T (sel T)
adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas ini biasanya lokal, melibatkan
makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon
ini disebut sebagai reaksi hipersensitifitas.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoalus biasanya diinhalasi
sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil, gumpalan basil yang
lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan
tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya
dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian lobus bawah basil tuberkel
ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada
tempat tersebut dan memfogosit bakteri namun tidak membunuh organisme
tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli
yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumoni akut.
Pneumoni selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa
yang tertinggal atau proses dapat juga terus berjalan dan bakteri terus difogosit
atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi
oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti lesi nekrosis ini disebut nekrosis caseosa. Daerah yang mengalami
nekrosis caseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel
epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi
lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu
kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghan dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon.

6
Kompleks ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat
yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiologi rutin.
Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana
bahan cair lepas ke dalam bronkhus dan menimbulkan kavitas. Kavitas yang
kecil dapat menutup tanpa peradangan dengan meninggalkan jaringan parut.
Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan terttutup oleh
jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkhus. Bahan
perkijuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip
dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini akan mengakibatkan
peradangan aktif pada bronkhus.
Penyakit menyebar secara limfohemotogen melalui kelenjar-kelenjar getah
bening dan secara hemotogen ke seluruh organ tubuh.

E. Penularan TBC

TBC menular melalui udara yang tercemar oleh Mikobakterium tuberkulosa


yang dilepaskan dan dikeluarkan oleh si penderita TBC saat batuk, dimana pada
anak-anak umumnya sumber infeksi adalah berasal dari orang dewasa yang
menderita TBC. Bakteri ini masuk ke dalam paru-paru dan berkumpul hingga
berkembang menjadi banyak (terutama pada orang yang memiliki daya tahan
tubuh rendah). Bahkan bakteri ini pula dapat mengalami penyebaran melalui
pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga menyebabkan
terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang,
kelenjar getah bening dan lainnya meski yang paling banyak adalah organ paru.

Masuknya Mikobakterium tuberkulosa ke dalam organ paru menyebabkan


infeksi pada paru-paru, dimana segeralah terjadi pertumbuhan koloni bakteri
yang berbentuk bulat (globular). Dengan reaksi imunologis, sel-sel pada dinding
paru berusaha menghambat bakteri TBC ini melalui mekanisme alamianya
membentuk jaringan parut. Akibatnya bakteri TBC tersebut akan berdiam dan
istirahat (dormant) seperti yang tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan X-
ray atau photo rontgen.

7
Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh (Imun) yang baik, bentuk
tuberkel ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Lain hal pada orang yang
memilki sistem kekebelan tubuh rendah atau kurang, bakteri ini akan mengalami
perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Kemudian tuberkel
yang banyak ini berkumpul membentuk sebuah ruang di dalam rongga paru.
Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (riak atau dahak).
Maka orang yang rongga parunya memproduksi sputum dan didapati mikroba
tuberkulosa disebut sedang mengalami pertumbuhan tuberkel dan positif
terinfeksi TBC.

Selain menyerang organ paru, bakteria ini dapat menyerang organ-organ


tubuh yang lainnya seperti sendi, otot, tulang, saluran kencing, sistem syaraf
pusat, sumsum tulang, dan sistem limfa. Tidak semua organ yang terserang
menimbulkan gejala yang secara langsung dapat kita rasakan, tergantung dari
bagian mana yang diserang. Sebagai contoh apabila yang terserang bagian
tulang belakang maka gejala yang dirasakan adalah rasa sakit pada bagian
tulang belakang. Dan apabila bakteria menyerang bagian organ ginjal maka,
penderita mungkin akan mengalami masalah kencing darah.

Manusia mempunyai sistem imun yang akan menjaga dari serangan bakteria
ini, sistem imunitas akan menyerang bakteria TBC selepas 2-8 minggu dari mulai
terjangkit Tuberculosis. Sel darah putih disebut makrofak, akan dihasilkan untuk
melawan bakteria dan membungkusnya. Jika bakteri ini mati, berarti kita akan
terbebas sepenuhnya dari masalah TBC. Tetapi jika tidak, maka ia akan menjadi
tidak aktif dan akan berada dalam tubuh selama beberapa tahun. Dalam hal ini
dikategorikan terjangkit TBC tetapi tidak mengalami masalah dan tidak menulari
orang lain.

Berkembangnya penyakit TBC di Indonesia ini tidak lain berkaitan dengan


memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan
kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai
tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Hal ini juga tentunya
mendapat pengaruh besar dari daya tahan tubuh yang lemah atau menurun,
virulensi dan jumlah kuman yang memegang peranan penting dalam terjadinya
infeksi TBC.

8
F. Pencegahan TBC

Mencegah penyakit tentu lebih baik dari pada mengobati. Dengan


mejalankan pola hidup sehat dan menjaga lingkungan yang sehat merupakan
kunci agar kita terhindar dari berbagai macam penyakit tak terkecuali penyakit
TBC.

Untuk itu sangat perlu menjaga lingkungan yang sehat seperti pengaturan
syarat-syarat rumah yang sehat di antaranya luas bangunan rumah, ventilasi,
pencahayaan dengan jumlah anggota keluarga, kebersihan lingkungan tempat
tinggal. Melalui pemberdayaan keluarga sehingga anggota rumah yang lain
dapat turut serta dan berperan dalam melakukan pengawasan terhadap si
penderita dalam minum obat.

Pencegahan TBC harus dilakukan ketika salah seorang dari kerabat kita ada
yang tertular penyakit TBC. Karena penyakit TBC merupakan salah satu penyakit
menular yang bisa ditularkan melalui dahak penderita TBC. Selain itu makanan
yang mengandung kuman TBC juga bisa menjadi penyebab menyebarkan
penyakit TBC.

Pencegahan TBC terkadang menjadi langkah yang dilupakan oleh sebagian


orang. Jika seseorang memiliki tes positif untuk infeksi laten TBC, dokter
mungkin menyarankan untuk mengkonsumsi obat untuk mengurangi resiko
terkena TBC aktif. Satu-satunya jenis TBC yang menular adalah varietas aktif.

 Pencegahan TBC Dengan Melindungi Diri dan Orang lain

Jika seseorang memiliki TBC aktif, hal pertama yang perlu dicatat adalah
menjaga kuman dari diri sendiri. Hal ini biasanya memakan waktu beberapa
minggu pengobatan dengan obat TBC sebelum tidak menular lagi.

Langkah-langkah untuk membantu menjaga dan pencegahan penyakit TBC


kepada teman dan keluarga dari infeksi bakteri :

9
1. Tinggal di rumah. Jangan pergi kerja atau sekolah atau tidur di kamar
dengan orang lain selama beberapa minggu pertama pengobatan untuk
tbc aktif.
2. Ventilasi ruangan. Kuman TBC menyebar lebih mudah dalam ruang
tertutup kecil di mana udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masih
kurang, membuka jendela dan menggunakan kipas untuk meniup udara
dalam ruangan luar.
3. Tutup mulut menggunakan masker. Gunakan masker untuk menutup
mulut kapan saja ketika di diagnosis tb merupakan langkah pencegahan
TBC secara efektif. Jangan lupa untuk membuangnya secara tepat
4. Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan
(air sabun)
5. Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan
6. Menghindari udara dingin
7. Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke
dalam tempat tidur
8. Menjemur kasur, bantal,dan tempat tidur terutama pagi hari
9. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga
mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain
10. Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein

Selain pencegahan TBC, menyelesaikan seluruh terapi obat sangat baik


untuk melawan infeksi sehingga lebih cepat sembuh. Ini adalah langkah yang
paling penting yang dapat diambil untuk melindungi diri sendiri dan orang lain
dari TBC. Bila penderita menghentikan pengobatan dini atau melewatkan dosis,
bakteri TBC memiliki kesempatan untuk mengembangkan mutasi yang
memungkinkan mereka untuk bertahan hidup bahkan jika diberi obat TBC yang
paling kuat sekalipun. Strain yang resistan terhadap obat yang dihasilkan jauh
lebih mematikan dan sulit diobati.

Di negara-negara di mana TB yang lebih umum, bayi divaksinasi dalam


upaya pencegahan TBC berat pada anak. Vaksin BCG tidak direkomendasikan
untuk penggunaan umum karena tidak sangat efektif pada orang dewasa dan hal
itu menyebabkan hasil positif palsu pada tes kulit.

10
Sistem imunitas yang kuat dapat juga menjadi cara pencegahan bagi tubuh
terhadap kuman penyakit TBC. Dengan pola hidup sehat, daya tahan tubuh kita
diharapkan akan cukup kuat. Walaupun terkena kuman TB, tetap akan bertahan
sehingga tidak akan menimbulkan gejala.

Langkah – langkah pencegahan untuk meminimalisir penyebaran penyakit


TBC adalah sebagai berikut :

1. Tidak meludah di sembarang tempat upayakan meludah pada tempat


yang terkena sinar matahari atau ditempat khusus sperti tempat
sampah.
2. Menutup mulut pada waktu ada orang batuk ataupun bersin.
3. Jemur tempat tidur bekas penderita secara teratur karena kuman TBC
akan mati bila terkena sinar matahari.
4. Jaga kesehatan badan supaya sistem imun senantiasa terjaga dan kuat.
5. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makan makanan yang sehat
dan bergizi.
6. Hindari melakukan hal – hal yang dapat melemahkan sistem imunitas
(sistem kekebalan tubuh), seperti begadang dan kurang istirahat.
7. Jaga jarak aman ketika berhadapan dengan penderita penyakit TBC.
8. Olahraga teratur untuk membantu menyehatkan tubuh.
9. Lakukan imunisasi pada bayi termasuk imunisasi untuk mencegah
penyakit TBC.

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Kebanyakan individu dengan TB aktif yang baru didiagnosa tidak di rawat di
rumah sakit. Jika TB paru terdiagnosa pada individu yang sedang di rawat, klien
mungkin akan tetap di rawat sampai kadar obat terapeutik telah ditetapkan.
Beberapa klien dengan TB aktif mungkin di rawat di rumah sakit karena alasan:
a. Mereka sakit akut
b. Situasi kehidupan mereka dianggap berisiko tinggi
c. Mereka diduga tidak patuh terhadap program pengobatan
d. Terdapat riwayat TB sebelumnya dan penyakit aktif kembali

11
e. Terdapat penyakit lain yang bersamaan dan bersifat akut
f. Tidak terjadi perbaikan sesudah terapi, dan
g. Mereka resisten terhadap pengobatan yang biasa, membutuhkan obat
garis ke-2 dan ke-3. Dalam situasi seperti ini, perawat singkat di rumah
sakit diperlukan untuk memantau keefektifan terapi dan efek samping
obat-obat yang diberikan.

Klien dengan diagnosa TB aktif biasanya mulai diberikan tiga jenis medikasi
atau lebih untuk memastikan bahwa organisme yang resisten telah disingkirkan.
Dosis dari beberapa obat mungkin cukup besar karena basil sulit untuk dibunuh.
Pengobatan berlanjut cukup lama untuk menyingkirkan atau mengurangi secara
substansial jumlah basil dorman atau semidorman. Terapi jangka panjang yang
tak terputus merupakan kunci sukses dalam pengobatan TB.
Medikasi yang digunakan untuk TB mungkin dibagi menjadi preparat primer
dan preparat baris kedua. Preparat primer hampir selalu diresepkan pertama kali
sampai laporan hasil kultur dan labolatorium memberikan data yang pasti. Klien
dengan riwayat TB yang tidak selesai mungkin mempunyai organisme yang
menjadi resisten dan preparat sekunder harus digunakan.
Lamanya pengobatan beragam, beberapa program mempunyai pendekatan
dua fase:
1) Fase intensif yang menggunakan dua atau tiga jenis obat, ditujukan untuk
menghancurkan sejumlah besar organisme yang berkembang baik
dengan cepat, dan
2) Fase rumatan, biasanya dengan dua obat, diarahkan pada pemusnahan
sebagian besar basil yang masih tersisa.
Program pengobatan dasar yang direkomendasikan bagi klien yang
sebelumnya belum diobati adalah dosis harian isoniazid, rifampin, dan
pirazinamid selama 2 bulan. Pengobatan ini diikuti dengan isoniazid dan rifampin
selama 4 bulan. Kultur sputum digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan
terapi. Jika kepatuhan terhadap pendosisan harian menjadi masalah, maka
diperlukan protokol TB yang memberikan medikasi dua atau tiga kali seminggu.
Program ini biasanya diberikan di klinik untuk memastikan klien menerima obat
yang di haruskan.

12
Jika medikasi yang digunakan tampak tidak efektif (misalnya: memburuknya
gejala, peningkatan infiltrat, atau pembentukan kavitas), program harus
dievakuasi kembali, dan kepatuhan klien harus dikaji. Setidaknya dua medikasi
(tidak pernah hanya satu) ditambahkan pada program terapi TB yang gagal.
Medikasi yang digunakan untuk mengobati TB mempunyai efek samping
serius, bergantung pada obat spesifik yang diresepkan. Toleransi obat, efek
obat, dan toksisitas obat bergantung pada faktor-faktor seperti usia, dosis obat,
waktu sejak obat terakhir yang digunakan, formula kimia dari obat, fungsi ginjal
dan usus, dan kepatuhan klien. Klien penderita TB yang tidak membaik atau
yang tidak mampu menoleransi medikasi mungkin membutuhkan pengkajian dan
pengobatan pada fasilitas medis yang mengkhususkan dalam pengobatan TB
paru berkomplikasi.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
Tentukan apakah pasien pernah terpajan pada individu dengan TB atau
tidak. Sering kali “sumber” dari infeksi tidak diketahui dan mungkin tidak pernah
ditemukan. Pada saat yang sama, kontak erat pasien harus diidentifikasi
sehingga mereka dapat menjalani “follow-up” untuk menentukan apakah mereka
terinfeksi dan mempunyai penyakit aktif atau tes tuberculin positif. Keluhan
pasien yang paling umum adalah batuk produktif dan berkeringat malam hari.
Data yang harus dikumpulkan untuk mengkaji pasien dengan TB mencakup
batu produktif, kenaikan suhu tubuh siang hari, reaksi tuberkulin dengan indurasi
10 mm atau lebih dan rotgen dada yang menunjukkan infiltrat pulmonal (Niluh
dan Christie, 2003).

3. Penatalaksanaan Diet
Terapi diet bertujuan untuk memberikan makanan secukupnya guna
memperbaiki dan mencegah kerusakan jaringan tubuh lebih lanjut serta
memperbaiki status gizi agar penderita dapat melakukan aktivitas normal.
Terapi diet untuk penderita kasus Tuberculosis paru adalah:
a. Energi diberikan sesuai dengan keadaan penderita untuk mencapai berat
badan normal
b. Protein yang tinggi untuk mengganti sel-sel yang rusak meningkatkan kadar
albumin serum yang rendah (75-100 gram)

13
c. Lemak cukup 15-25 % dari kebutuhan energy total
d. Karbohidrat cukup sisa dari kebutuhan energy total
e. Vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan total
Macam diet untuk penyakit TBC:
a. Diet Tinggi Energi Tinggi Protein I (TETP I)
Energy: 2600 kkal, protein 100 gram (2/kg BB)
b. Diet Tinggi Energi Tinggi Protein II (TETP II)
Energy: 3000 kkal, protein 125 gram (2,5 gr/kg BB)
Perhitungan kebutuhan energi dan zat gizi makro dapat disesuaikan dengan
kondisi tubuh penderita (BB dan TB) dan penderita dapat diberikan salah satu
dari dua macam diet tinggi energi tinggi protein (TETP) sesuai tingkat penyakit
penderita (Denny Indra, 2010).

H. Macam-macam Obat TBC

Tuberkulosis (TBC) dapat menyerang berbagai organ tubuh tetapi yang akan
dibahas adalah obat TBC untuk paru-paru. Tujuan pengobatan TBC ialah
memusnahkan basil tuberkulosis dengan cepat dan mencegah kambuh. Idealnya
pengobatan dengan obat TBC dapat menghasilkan pemeriksaan sputum negatif
baik pada uji dahak maupun biakan kuman dan hasil ini tetap negatif selamanya.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

1. Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,


Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih
dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan
obat-obat ini.
2. Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin.

Meskipun demikian, pengobatan TBC paru-paru hampir selalu menggunakan


tiga obat yaitu INH, rifampisin dan pirazinamid pada bulan pertama selama tidak
ada resistensi terhadap satu atau lebih obat TBC primer ini.

14
a. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
 Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Sangat efektif
terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang
berkembang. Dosis harian 5 mg/kg berat badan, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg
berat badan.
 Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat
dibunuh oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg berat badan. Dosis sama untuk
pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.
 Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Dosis harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg berat
badan.

 Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.

 Etambutol (E)
Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis harian
15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali seminggu
diberikan dengan 30 mg/kg berat badan.

b. Tahap Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:
 Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk
mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti Tuberculosis
(OAT).
 Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang lebih

15
lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistem (dormant)
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

c. Kategori Pemberian Obat Anti Tuberculosis


 Kategori 1 (211RZE/4113R3)
Tahap intensif terdiri dari isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan
Etambutol(E). Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2
HRZE), kemudian teruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H)
dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk penderita baru TBC paru BTA positif, penderita TBC
paru BTA negatif, rontgen positif dan penderita TBC ekstra paru berat.

 Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3RE3)
Tahap intensif diberikan selama 3 (tiga) bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
isoniasid (H), Rifampisn, Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu
diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan Isoniasid
(H),Rifampisin (R), Etambutol (E) yang diberikan 3 kali dalam seminggu. Perlu
diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai
menelan obat. Obat ini diberikan untuk penderita kambuh, penderita gagal,
penderita dengan pengobatan setelah lalai.
 Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z)
diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahap
lanjutan terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R) selama 4 bulan
diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk penderita baru
BTA negatif dan roentgen positif sakit ringan, penderita ekstra paru ringan,
yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis aksudativa unilateral,
TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang) sendi dan kelenjar
adrenal.
 OAT Sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang
dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif,

16
diberikan obat sisipan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z),
Etambutol (E) setiap hari selama 1 bulan.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
TBC salah satu penyakit menular yang ada adalah penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Mycrobacterium tuberculosis (TB), sebagian besar TB umumnya menyerang paru-
paru namun juga dapat menyerang organ lainnya. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat
tahan asam, sehingga dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Penyakit ini dapat
menyerang pada semua orang, baik anak-anak maunpun orang dewasa. Penyakit ini sangat
mudah ditularkan pada orang lain.
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi.
Tanda dan gejala
 Tanda:
1. Penurunan berat badan
2. Anoreksia
3. Dispneu
4. Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning.
 Gejala respiratorik, meliputi:
1. Batuk
2. Batuk darah
3. Sesak napas
4. Nyeri dada
 Gejala sistemik, meliputi:
1. Demam
2. Gejala sistemik lain
Dalam penatalaksanaanya :
Klien dengan diagnosa TB aktif biasanya mulai diberikan tiga jenis medikasi
atau lebih untuk memastikan bahwa organisme yang resisten telah disingkirkan.
Dosis dari beberapa obat mungkin cukup besar karena basil sulit untuk dibunuh.
Pengobatan berlanjut cukup lama untuk menyingkirkan atau mengurangi secara
substansial jumlah basil dorman atau semidorman. Terapi jangka panjang yang tak
terputus merupakan kunci sukses dalam pengobatan TB.

18
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses


keperawatan), Bandung

Smeltzer and Bare, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta

Doengoes, M.E, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC, Jakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai