2005-06-Dasar-Dasar Survai Dan Pengujian Geoteknik
2005-06-Dasar-Dasar Survai Dan Pengujian Geoteknik
MODUL
RDE - 06: DASAR-DASAR SURVAI DAN
PENGUJIAN GEOTEKNIK
2005
MyDoc/Pusbin-KPK/Draft1
Modul RDE-06 : Dasar-dasar Survai dan Pengujian Geoteknik Kata Pengantar
KATA PENGANTAR
Modul ini berisi pembahasan dalam garis besar mengenai prinsip-prinsip survai dan
pengujian geoteknik dalam rangka perencanaan jalan, meliputi tujuan penyelidikan
geoteknik, klasifikasi penyelidikan geoteknik, studi pendahuluan, survai pendahuluan,
penyelidikan lapangan, pemeriksaan laboratorium dan penyusunan laporan.
Kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau dari
segi materi sistematika penulisan maupun tata bahasanya. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari para peserta dan pembaca semua, dalam
rangka perbaikan dan penyempurnaan modul ini.
LEMBAR TUJUAN
NOMOR : RDE-06
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
LEMBAR TUJUAN ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN AHLI
TEKNIK PERENCANAAN JALAN (Road Design Engineer)..................... vii
DAFTAR MODUL ........................................................................................ viii
PANDUAN INSTRUKTUR ......................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... I-1
1.1.Umum..................................................................................................... I-1
1.2.Masalah-Masalah Umum Dalam Perencanaan Jalan ............................ I-2
1.2.1.Ruang Milik Jalan (RUMIJA) ......................................................... I-2
1.2.2.Alinyemen Horizonatal Dan Vertikal.............................................. I-3
1.2.3.Pondasi ......................................................................................... I-3
1.2.4.Galian ........................................................................................... I-4
1.2.5.Penampang Melintang Jalan Raya ............................................... I-4
1.2.6.Material-Material Konstruksi ......................................................... I-5
BABII STRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN SERTA
PERMASALAHANNYA ............................................................................... II-1
2.1.Timbunan ............................................................................................... II-1
2.1.1.Masalah-Masalah Struktur ............................................................ II-1
2.1.2.Masalah-Masalah Konstruksi ........................................................ II-2
2.2.Pondasi Dibawah Timbunan .................................................................. II-3
2.2.1.Masalah-Masalah Struktur ............................................................ II-3
2.2.2.Masalah-Masalah Konstruksi ........................................................ II-4
2.3.Pekerjaan Potongan (Cut) ...................................................................... II-4
2.3.1.Masalah-Masalah Struktur ............................................................ II-4
2.3.2.Masalah-Masalah Konstruksi ........................................................ II-5
2.4.Subgrade................................................................................................ II-5
2.4.1.Masalah-Masalah Struktur ............................................................ II-5
2.4.2.Masalah-Masalah Konstruksi ........................................................ II-6
BAB III STUDI PENDAHULUAN DAN SURVEI PENDAHULUAN ............. III-1
3.1.Tujuan Penyelidikan Geoteknik .............................................................. III-1
3.2.Klasifikasi Penyelidikan Geoteknik ......................................................... III-2
3.3.Studi Pendahuluan ................................................................................. III-4
3.3.1.Mempelajari Dokumen Penyelidikan Tanah
dan Bangunan Yang Ada .............................................................. III-4
3.3.2.Mempelajari Pra-Rencana Jalan dan
Jembatan Yang Akan Dibangun ................................................... III-5
3.3.3.Mempelajari Peta-Peta Dan Foto-Foto Udara ............................... III-5
3.3.4.Rumusan Hasil Pengumpulan Dan Peninjauan ...........................
Data Yang Ada ................................................................................ III-7
3.4.Survei Pendahuluan ............................................................................... III-10
3.4.1.Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
Dalam Survei Pendahuluan ........................................................ III-10
3.4.2.Laporan Survai Pendahuluan ..................................................... III-14
DAFTAR MODUL
Nomor
Kode Judul Modul
Modul
1 RDE – 01 Etika Profesi, Etos Kerja, UUJK, dan UU Jalan
PANDUAN INSTRUKTUR
A. BATASAN
B. KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Ceramah : Pembukaan
Menjelaskan tujuan instruksional
(TIU dan TIK) Mengikuti penjelasan TIU OHP.
Merangsang motivasi peserta de- dan TIK dengan tekun dan
ngan pertanyaan ataupun penga- aktif
lamannya dalam melakukan pe- Mengajukan pertanyaan a-
kerjaan jalan pabila ada yang kurang jelas
Waktu : 5 menit
Waktu : 20 menit
Tujuan Penyelidikan
Geoteknik
Memberikan penjelasan, bahasan atau
Klasifikasi Penyelidikan
Geoteknik
Memberikan penjelasan bahwa data
yang dihimpun dalam penyelidikan
geoteknik diproses melalui kegiatan-
kegiatan:
study pendahuluan
penyelidikan awal
penyelidikan detail
penyelidikan tambahan
pengkajian pada saat pelaksanaan
Waktu : 20 menit
Survai Pendahuluan
Waktu : 45 menit
Waktu : 45 menit
Waktu : 30 menit
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. UMUM
Sejarah teknik sipil telah mencatat bahwa kegagalan-kegagalan yang terjadi pada
bangunan sipil banyak disebabkan oleh kondisi tanah pondasi yang tidak terselidiki dan
tidak terekam dengan lengkap. Demikian pula pada kasus-kasus over desain dimana hal
tersebut dapat terjadi karena ketidakyakinan seorang perencana karena data-data
investigasi yang tersedia tidak mencukupi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa, berdasarkan pengalaman-pengalaman yang terjadi pada
desain dan konstruksi jalan raya, ketelitian biasanya hanya dilakukan pada pekerjaan
sampling material aggregat halus, aggregat kasar, aspal, semen Portland dan baja
tulangan yang diperlukan untuk mengkonstruksi mulai dari lapis perkerasan penetrasi
sampai dengan perkerasan aspal beton dan perkerasan kaku beton semen. Ketelitian
yang sama sebenarnya juga harus dilakukan pada penyelidikan tanah dasar dan tanah
bawah dimana tanah dasar tersebut adalah landasan atau dasar untuk memberikan daya
dukung pada lapis-lapis perkerasan di atasnya.
Penyelidikan geoteknik adalah suatu usaha untuk mendapatkan informasi yang akurat,
benar dan langsung tentang kondisi pondasi tanah dasar dan lapisan tanah bawahnya
yang sangat diperlukan pada perencanaan jalan karena masalah stabilitas dan
keamanan dari sebuah struktur jalan sangat ditentukan oleh performa pondasinya.
Pengetahuan mekanika tanah adalah dasar dari perencanaan pondasi jalan.
Perencanaan tersebut hanya dapat dilaksanakan dengan tepat apabila seorang
perencana mempuyai pengetahuan yang matang tentang penyebaran, jenis-jenis dan
sifat-sifat tanah dasar. Penyelidikan tanah yang tepat akan memperkecil perencanaan
yang over-design dan mengurangi kasus-kasus under-design (kegagalan akibat dari
kondisi tanah yang tidak terdeteksi).
Materi ini hanya memperkenalkan prinsip dasar dan persyaratan yang perlu diketahui
oleh seorang perencana jalan dalam pelaksanaan penyelidikan geoteknik yang faktanya
mempuyai ruang lingkup yang sangat bervariasi dari proyek yang satu ke proyek lainnya
dimana secara umum proyek jalan meliputi proyek pemeliharaan rutin, proyek
pemeliharaan berkala, proyek peningkatan jalan (termasuk di dalamnya pelebaran jalan)
sampai dengan proyek pembangunan jalan baru.
Telah disadari bahwa setiap penyelidikan geoteknik pasti akan meninggalkan area-area
yang tidak terselidiki (unexplored). Terlebih lagi, secara tak terbatas banyak terdapat
kondisi-kondisi tertentu yang seharusnya terpenuhi. Penyelidikan geoteknik tidak
mempunyai prosedur yang baku karena besarnya pekerjaan penyelidikan detail untuk
mengidentifikasi kondisi tanah bawah yang diperlukan akan sangat tergantung dari:
1. masalah-masalah teknik yang terlibat
2. klasifikasi dari survai yang diperlukan
Akan sangat tidak praktis untuk berusaha membuat suatu prosedur atau ketentuan yang
dapat berlaku untuk semua kemungkinan kasus-kasus geoteknik yang akan terjadi. Maka
dari itu, masalah-masalah penyelidikan geoteknik tidak akan dapat terrangkum dalam
materi ini ataupun materi-materi lainnya. Banyak hal akan tertinggal dimana keterlibatan
dan keputusan-keputusan teknis dari seorang ahli geoteknik yang berpengalaman sangat
diperlukan.
Penyelidikan geoteknik tidak akan dapat terlaksana secara baik kecuali dengan adanya
pemahaman terhadap masalah-masalah teknis atau masalah yang akan terjadi pada
daerah yang akan direncanakan tersebut. Pertanyaan yang harus ada pada setiap
perencana adalah “ Apakah yang perlu diketahui oleh seorang perencana mengenai data
tanah dasar dan tanah bawah untuk dapat menjawab masalah-masalah teknis yang
dihadapinya ? “.
Untuk menentukan kebutuhan tersebut, seorang perencana wajib mempunyai
pengetahuan minimal faktor-faktor utama pada variasi masalah-masalah teknis atau
sebaiknya mendapatkan konsultasi dari seorang ahli geoteknik.
Berikut adalah masalah-masalah umum yang sering terjadi pada desain dan konstruksi
jalan raya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah bawah;
1. Ruang milik jalan (RUMIJA)
2. Alinyemen horizontal dan vertikal
3. Pondasi
4. Galian
5. Penampang melintang jalan raya
6. Material-material konstruksi
Ruang milik jalan (RUMIJA) adalah hal utama yang perlu diperhatikan dalam penentuan
nilai suatu lahan yang khususnya berkaitan dengan tanah milik komersial seperti lahan
sumber galian pasir dan kerikil, lahan tanah lempung untuk industry keramik, lahan tanah
gambut, organik material, lahan endapan batuan dan mineral, dan areal pertanian atau
perkebunan yang produktif.
Rumija juga mencakup masalah-masalah atas penurunan nilai lahan (devaluation) atau
kerusakan seperti gangguan dari atau atas suplai air dikarenakan menurunnya muka air
tanah, tertahannya (intercepting) aliran atau permeabilitas air, atau merubah drainase
permukaan alami dan masalah yang menyangkut erosi, upheaval (penyembulan) atau
penurunan pada lahan sekitar.
Juga perubahan-perubahan alam yang akan terjadi dikarenakan berubahnya suatu
system keseimbangan akibat adanya proyek jalan tersebut.
Suatu areal dengan material tanah dan batuan dimana akan ditembus (oleh pekerjaan
galian) atau ditumpangi (timbunan) oleh konstruksi jalan menggambarkan pertimbangan
utama masalah ekonomis proyek dalam pemilihan alinyemen horizontal dan vertikal.
Masalah tersebut akan sangat mempengaruhi pertimbangan seorang perencana karena
hal-hal berikut:
1. Apakah biaya yang besar untuk pekerjaan galian dan atau penggantian material yang
tidak sesuai atau perlakuan khusus terhadap tanah dasar akan sangat diperlukan?
2. Apakah tanah dasar akan sanggup memikul beban rencana timbunan, struktur dan
lalulintas tanpa terjadi keruntuhan geser dan penurunan yang merusak?
3. Apakah akan terdapat material-material yang akan membutuhkan usaha dan biaya
besar untuk pekerjaan galian atau apakah hasil galian tersebut tidak sesuai untuk
bahan timbunan?
Jika jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan diatas adalah “Ya”, maka pertanyaan
berikutnya adalah:
4. Apakah penyesuaian terhadap alinyemen horizontal dan vertikal dapat dilakukan dan
dapat tetap memenuhi kriteria-kriteria atau persyaratan teknis?
1.2.3. PONDASI
Masalah pondasi sangat terkait dengan sifat karakteristik beban-deformasi dari material
tanah bawah akibat dari beban bangunan culverts, dinding penahan dan timbunan.
Hal tersebut menjadi penting untuk pemahaman praktis dalam menentukan jenis pondasi
yang akan digunakan seperti pondasi tiang atau telapak, tahanan pemancangan untuk
jenis-jenis tiang, pola perilaku dan intentitas distribusi tengangan dibawah timbunan dan
struktur telapak, dan rentang penurunan yang diijinkan pada suatu bangunan dan
permukaan perkerasan.
1.2.4. GALIAN
Material yang ditemui pada rencana pekerjaan galian dapat menimbulkan dua masalah
utama yaitu;
1. Apakah material hasil galian sesuai untuk digunakan pada pekerjaan proyek yaitu
untuk material timbunan, base material, riprap stone, agregat halus, agregat kasar
dan lain-lain?
2. Berapa besarkah usaha untuk perkerjaan galian dan pemindahan tersebut?
Memperhatikan pertanyaan kedua maka perlu dilakukan pemisahan pekerjaan antara
galian biasa dengan galian batu dan menetapkan antisipasi dari kesulitan-kesulitan yang
dihadapi pada setiap kelas pekerjaan galian tersebut. Berdasarkan hal-hal tersebut maka
penggunaan alat berat dapat dipilih secara efektif atau dapat dipilih satu jenis alat berat
yang dapat mengatasi masalah-masalah tersebut.
Masalah penting lain yaitu penentuan kemiringan (slope) dari galian yang aman dan
factor yang berkaitan dengan kembang-susut pada pekerjaan galian, pengangkutan dan
pengurugan untuk suatu timbunan.
Hal utama yang cukup penting dalam penentuan syarat penampang jalan raya adalah
jenis tanah dasar yang akan ditemui dan kondisi drainase yang ada.
Subgrade atau tanah dasar pada daerah galian seringkali dapat mengakibatkan perlunya
ketebalan tambahan atas material subbase untuk membuat landasan yang stabil agar
dapat dilalui alat-alat berat.
Rekomendasi tinggi minimum elevasi permukaan jalan (finished grade line elevation)
terhadap elevasi tanah dasar natural akan sangat mungkin diperlukan ketika melintasi
daerah yang relatif datar.
Jika terdapat sumber mata air atau kondisi aliran air yang dapat merugikan atau merusak
stabilitas penampang jalan maka saluran samping dalam (deep side ditch) khusus atau
pipa underdrain akan sangat diperlukan.
Kemiringan lereng galian sampai pada luasan tertentu akan sangat tergantung pada sifat
dasar tanah atau batuan yang ditemui dan faktor-faktor seperti ketahanan terhadap erosi,
permeabilitas dan kuat geser.
Informasi batuan juga sangat diperlukan untuk mengetahui karakteristik pelapukan,
retakan (joint) dan pertemuan (bedding)
Biaya dari variasi material konstruksi adalah berbanding lurus dengan jarak yang harus
ditempuh untuk mengantarkan material tersebut dari sumbernya ke lokasi pekerjaan.
Maka dari itu adalah sangat penting untuk mencari kemungkinan lokasi-lokasi quarry
yang berdekatan dengan lokasi proyek untuk kebutuhan material konstruksi tersebut.
Kebutuhan material-material tersebut termasuk pasir, batu kerikil untuk digunakan
sebagai base course, subbase, back fill material dibelakang struktur, timbunan bawah air,
batuan rip rap dan timbunan batu.
Dengan memanfaatkan material setempat maka biaya transportasi untuk kebutuhan
material akan dapat dikurangi. Oleh karena itu penyelidikan untuk mendapatkan sifat
karakteristik dari material tersebut akan dapat membantu mempersiapan spesifikasi
pekerjaan yang disyaratkan.
BAB I
PENDAHULUAN2
1.1. Umum1
1.2. Masalah-Masalah Umum Dalam Perencanaan Jalan2
1.2.1. Ruang Milik Jalan (RUMIJA) 2
1.2.2. Alinyemen Horizontal Dan Vertikal 3
1.2.3. Pondasi 3
1.2.4. Galian 4
1.2.5. Penampang Melintang Jalan Raya 4
1.2.6. Material-Material Konstruksi 5
BAB II
STRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN SERTA
PERMASALAHANNYA
Pada bab ini dijelaskan masalah-masalah teknis yang terjadi pada suatu konstruksi jalan
dan jembatan yang perlu diketahui oleh seorang perencana jalan. Dengan diketahuinya
masalah-masalah yang ada diharapkan seorang perencana dapat merencakanan
penyelidikan geoteknik yang didalamnya mencakup data-data yang dapat digunakan
untuk mengantisipasi masalah-masalah tersebut.
Struktur utama pada konstruksi jalan dan jembatan berhubungan dengan pekerjaan-
pekerjaan sebagai berikut;
1. Timbunannya
2. Pondasi yang berada di bawah struktur atau timbunan
3. Pada area potongan (Cut)
4. Struktur perkerasan jalan
2.1. TIMBUNAN
Masalah-masalah yang terkait dengan timbunan meliputi masalah struktur dan masalah
konstruksi.
Suatu timbunan badan jalan, jika didesain dan dikonstruksi secara baik, akan memiliki
lereng yang stabil dan tidak terjadi penurunan yng besar dan berbahaya bagi pelayanan
dan konstruksinya.
1. Stabilitas lereng.
Dalam kondisi terburuk dari longsornya suatu timbunan badan jalan dapat
mengakibatkan keruntuhan di sepanjang jalan. Untungnya, hal tersebut jarang terjadi
tetapi kelongsoran kecil dimana tanah dasar pondasi jalan yang bergerak kearah luar
dan bawah sudah menjadi lumrah. Hal ini sering terjadi disebabkan ketika suatu
badan jalan dibangun terlalu dekat dengan berm/ujung dari timbunan, terutama pada
pekerjaan pelebaran.
Ada beberapa macam tipe kelongsoran yaitu:
a. Kelongsoran dari satu lapisan terhadap lapisan lainnya
b. Kelongsoran rotasi dimana satu masa dari tanah yang tergelincir pada batas
longsor yang berbentuk busur lingkaran
1. Material timbunan.
Persyaratan teknis untuk suatu material timbunan adalah pertama, harus memberikan
stabiltas yang baik dan bebas dari penurunan dan kedua, tidak terjadi kerusakan
yang melebar oleh pengaruh cuaca. Hal ini dapat tercapai dengan menghindari
2. Kompaksi.
Pekerjaan kompaksi atau pemadatan yang baik pada material timbunan sangat
diperlukan pada bagian pekerjaan tanah. Pemadatan yang baik akan mengurangi
resiko penurunan, meningkatkan stabilitas lereng, dan mengurangi kecenderungan
material untuk menyerap air.
Lokasi dimana konstruksi jalan akan dilaksanakan diatas tanah yang daya dukungnya
tidak memadai maka metode alternatif berikut untuk perbaikan tanah pondasi dapat
dipakai:
1. Menggali tanah lunak tersebut jika kedalamannya tidak lebih dari 1.5 meter.
2. Mengganti tanah lunak tersebut dengan cara blasting dan menggantinya dengan
material berbutir kasar.
3. Menyebarkan distribusi beban dengan reinforcement, cerucuk dll.
1. Stabilitas Lereng.
Masalah utama structural pada pekerjaan cut adalah stabiltas lerengnya.
Kemungkinan terjadinya longsor geser lebih besar daripada pekerjaan timbunan,
dimana biasanya air tanah merembes keluar dari lereng tersebut dengan gradient
hidrolis (hydraulic gradient). Pada kondisi-kondisi tertentu pengukuran terhadap aliran
air akan diperlukan. Pada kasus-kasus pekerjaan cutting di tanah pasir kelanauan
pengaliran air elektris biasanya digunakan untuk menstabilisasi lereng pada saat
galian. Pada kasus tersebut efek dari pengaliran air elektris tersebut adalah untuk
membalikkan arah dari gradient hidrolis dari aliran rembesan.
Masalah-masalah yang timbul pada pelaksanaan pekerjaan cut tanah atau batuan yang
tidak terantisipasi dan sulit digali oleh alat yang ada dilapangan. Kesulitan-kesulitan
tersebut dapat diantisipasi dengan mengadakan survai tanah detail pada daerah cut
tersebut saat perencanaan. Survai tersebut akan membantu dalam tiga hal;
1. Tipe tanah yang akan digali akan diketahui dimuka, maka metode pelaksanaan akan
dapat optimal.
2. Dengan diketahuinya tipe tanah galian tersebut maka kemiringan lereng yang aman
akan didapatkan. Banyak kasus-kasus terjadi dimana modifikasi desain yang besar
terjadi karena kurangnya informasi tentang kondisi tanah didaerah cut tersebut.
3. Ketinggian muka air tanah dapat diketahui, maka akan membantu perencanaan untuk
menentukan kebutuhan pengukuran pengaliran air.
2.4. SUBGRADE
Subgrade yang baik adalah yang dapat menahan pengaruh beban lalu lintas dan cuaca.
Penurunan lapisan subgrade akan berakibat sangan fatal terhadap kemampuan lapisan
di atasnya dalam mendukung beban lalu lintas.
pada subgrade juga akan diikuti pertambahan volume dari tanah subgrade. Pada
kasus tersebut, bagian tepi badan jalan diketahui sebagai pokok persoalan
perubahan musim. Pada periode musim hujan perubahan akibat pengembangan
dapat menyebabkan deformasi, penurunan setempat, dan retak-retak pada
permukaan perkerasan jalan karena hilangnya atau berkurangnya daya dukung.
Dari penjelasan masalah-masalah struktur di atas maka sudah jelas bahwa persiapan
subgrade harus mencakup penyediaan daya dukung yang cukup untuk menahan beban
lalu lintas dan mempunyai ketahanan terhadap perubahan cuaca. Persyaratan-
persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:
1. mencapai pemadatan yang baik
2. memeliharan subgrade pada kondisi yang stabil dengan memperkecil terjadinya
fluktuasi kadar air
1. Pemadatan Subgrade.
Pemadatan yang baik akan megurangi deformasi dan besarnya penyerapan air oleh
tanah subgrade. Satu-satunya keadaan yang tidak menguntungkan pada pekerjaan
cut di tanah lempung adalah dimana pembongkaran struktur natural tanah lempung
tak terganggu akan mengakibatkan kehilangan kekuatan geser tanah.
2. Drainase subgrade.
Tujuan utama drainase subgrade adalah menahan air masuk ke dalam subgrade
bukan untuk menghilangkan kadar air karena kehilangan kadar air dapat pula
menyebabkan kerusakan jalan seperti pada penambahan kadar air. Kondisi yang
ideal dari suatu konstruksi jalan adalah bahwa konstruksi jalan tersebut dibangun
diatas subgrade yang stabil dan mempunyai kadar air yang konstan.
Dengan mengasumsikan drainase subgrade yang efisien dan mengabaikan pengaruh
dari cuaca kering dan basah dari tepi luar badan jalan maka subgrade akan
cenderung untuk mencapai keseimbangan kadar air yang tergantung dari tingginya
muka air tanah dan tekanan overburden dari suatu perkerasan jalan. Hal yang juga
penting diketahui seorang perencana yaitu perkiraan suatu kondisi kadar air
seimbang tersebut untuk menentukan desain ketebalan perkerasan jalan yang
didasarkan atas pengukuran kekuatan tanah pada kondisi kadar air tersebut.
BAB II 1
STRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN SERTA PERMASALAHANNYA 1
2.1. Timbunan 1
2.1.1. Masalah-masalah Struktur 1
2.1.2. Masalah-masalah Konstruksi 2
2.2. Pondasi di bawah Timbunan 3
2.2.1. Masalah-masalah Struktur 4
2.2.2. Masalah-masalah Konstruksi 4
2.3. Pekerjaan Cut 4
2.3.1. Masalah-masalah struktur 4
2.3.2. Masalah-masalah konstruksi 5
2.4. Subgrade 5
2.4.1. Masalah-masalah struktur. 5
2.4.2. Masalah-masalah konstruksi. 6
BAB III
STUDI PENDAHULUAN DAN SURVEI PENDAHULUAN
Penyelidikan geoteknik bukan suatu pekerjaan terpisah atau fungsi yang terlepas dari
lokasi dan desain konstruksi dari proyek jalan raya. Penyelidikan geoteknik adalah bagian
integral dalam pelaksanaan proyek jalan.
Ruang lingkup pekerjaan dan biaya penyelidikan geoteknik sebaiknya disesuaikan
dengan besar dan kompleksitas dari proyek yang akan dilaksanakan. Potensi kegagalan
bangunan akibat bencana alam dan atau konsekuensi atas kegagalan tersebut harus
dipertimbangkan dalam penyusunan ruang lingkup penyelidikan geoteknik.
Penyelidikan geoteknik dari suatu daerah dapat direncanakan dengan baik apabila
terlebih dahulu diketahui perkiraan kondisi lapangan / perlapisan tanah yang akan
dihadapi; hal tersebut harus dipertimbangkan sebagai suatu urutan operasi yang
mencakup pekerjaan-pekerjaan sebagai beikut;
1. studi pendahuluan
2. penyelidikan awal
3. penyelidikan detail
4. penyelidikan tambahan
5. pengkajian pada saat pelaksanaan
6. pengkajian pada saat pelayanan
Studi Pendahuluan
Konsep Proyek
Geology Engineering
Penyelidikan Pendahuluan
- pemetaan geology - in-situ test (boring, trial
- survai geofisis pits, sampling,
- peta geologi penetration)
- laporan - laporan
Penyelidikan Detail/Tambahan
- pemetaan geology - in-situ test (boring, trial
- survai geofisis pits, sampling,
- peta geologi penetration)
- laporan - laporan
Analysis
Konsep
Desain
Pengkajian
tahap pelaksanaan/tahap pelayanan Not OK
- visual during excavation,
pile drivng, boring
loading test
- laporan
OK
Perkiraan kondisi lapangan dapat diketahui dengan mempelajari data-data yang sudah
ada sehingga langkah penyelidikan selanjutnya dapat lebih terencana agar dapat
dihindarkan pemborosan dana, waktu dan tenaga. Disamping itu mungkin saja data-data
yang ada sudah dapat memberikan keterangan yang cukup untuk keperluan desain
sehingga penyelidikan selanjutnya tidak perlu dilakukan lagi tapi hal tersebut jarang
terjadi karena keyakinan seorang perencana atas disainnya tergantung dari data yang
diperolehnya. Biasanya data-data yang ada digunakan untuk prakiraan dan konfirmasi.
Kegiatan sebelum dilakukan penyelidikan terperinci (detail) dapat dibagi dalam dua tahap
yaitu tinjauan data yang ada dan survai pendahuluan.
Tinjauan data yang ada meliputi antara lain;
mempelajari dokumen pelaksanaan dan penyelidikan tanah dari bangunan yang ada
disekitar rencana alinyemen jalan dan jembatan yang akan dibangun.
mempelajari rencana alinyemen jalan dan jembatan yang akan dibangun.
mempelajari peta-peta dan foto-foto udara.
dokumen-dokumen sejarah penggunaan lahan dan peristiwa-peristiwa geologi yang
pernah terjadi di daerah tersebut baik yang pernah dipublikasikan maupun yang tidak
dipublikasikan (pandangan penduduk setempat)
lain-lain
Hal ini akan menentukan lingkup dan perkiraan macam penyelidikan geoteknik yang akan
dilakukan.
Dengan mempelajari dokumen pelaksanaan dan penyelidikan tanah dari bangunan yang
ada disekitar lokasi penyelidikan dapat diketahui apakah ada masalah penurunan,
longsoran, penggerusan dan jenis pondasi yang pernah digunakan, maka akan dapat
memberikan gambaran kondisi tanah / batuan di daerah tersebut.
Keterangan ini dapat digunakan sebagai pembantu dan pembanding didalam
merencanakan penyelidikan di daerah tersebut.
Penyelidikan tanah untuk bangunan disekitarnya mungkin saja sudah pernah dilakukan.
Keterangan ini dapat diperoleh dari instansi, konsultan atau pemborong yang pernah
pekerja disekitar lokasi tersebut. Data penyelidikan tanah untuk jembatan mungkin dapat
diperoleh dari Pusjatan atau Laboratorium P.U.Propinsi. Dokumen pengujian sumur bor
dapat memberikan gambaran umum mengenai kondisi tanah / batuan dan air tanah
disekitar lokasi alinyemen jalan yang direncanakan.
Dengan mempelajari prarencana jalan dan jembatan yang akan dibangun dapat
diperoleh gambaran rencana letak bangunan dan beban yang akan dipikul oleh pondasi.
Dari gambar ukur yang biasanya mempunyai skala 1:2000 akan dapat dipelajari kira-kira
rencana letak kepala jembatan, pilar dan sebagainya.
Untuk mengetahui kira-kira besarnya beban yang akan dipikul oleh tanah / batuan pada
dasar pondasi dapat didiskusikan dengan perencana.
1. Peta Situasi
Peta situasi adalah peta yang menggambarkan detail-detail tertentu diatas
permukaan dari suatu daerah sesuai keperluan, dengan skala paling kecil 1:2000.
Peta situasi untuk keperluan ini harus memuat antara lain garis ketinggian, tata guna
tanah dan lain lain. Dari peta ini dapat diamati mengenai teram (keadaan sungai,
rawa-rawa, danau, sawah, lembah, bukit dsb) dan pada peta ini dapat dicantumkan
lokasi rencana titik penyelidikan, jalan masuk dan sebagainya.
2. Peta Topografi
Peta topografi adalah peta.yang menggambarkan bentuk permukaan suatu daerah
dalam tiga dimensi - (posisi dan ketinggiannya).
Peta ini seringkali digunakan sebagai dasar untuk membuat peta-peta 'tematis'
umpamanya, peta geologi, peta tanah, peta hidrografi dsb, dengan skala antara l :
10.000 sampai 1:100.000.
Peta topografi berguna dalam perencanaan dan pelaksanaan hampir semua jenis
bangunan dan sangat - penting dalam eksplorasi penyelidikan geoteknik untuk
pondasi jambatan. Dari peta topografi dapat diamati mengenai morfologi, kemiringan
lereng, pola dan sifat aliran sungai, dan sebagainya. Untuk keperluan ini disarankan
menggunakan peta dengan skala 1:25.000.
3. Peta Geologi
Peta geologi adalah peta yang memberikan gambaran mengenai macam, struktur,
susunan perlapisan dan umur batuan yang dijumpai pada suatu daerah tertentu.
Pada peta ini dapat dikelompokan berdasarkan litologi, lingkungan pengendapan,
struktur maupun umurnya, Pengelompokan tersebut dapat merupakan formasi,
anggota atau lapisan. Formasi adalah satuan paling kecil yang umumnya dipetakan
pada peta geologi regional. Untuk kepentingan yang lebih detail diperlukan pemetaan
sampai anggota atau lapisan.
Di dalam peta geologi biasanya diberikan kolom stratigrafi yang menunjukan
susunan, ketabalan, jenis dan umur lapisan batuan yang dijumpai didaerah tersebut
secara umum.
Di samping itu didalam peta geologi juga diberikan beberapa penampang yang
memberikan gambaran grafis dari bermacam-macam lapisan batuan sepanjang garis
potongan tersebut. Perlu diperhatikan disini bahwa gambaran lapisan batuan pada
penampang tersebut bersifat perkiraan dari data permukaan, sehingga perencana
harus berhati-hati didalam menggunakannya.
Peta geologi ditambah dengan data geoteknik akan menghasilkan peta geologi
teknik. Keterangan-keterangan teknik yang dapat diperoleh dari peta geologi regional
dan peta geologi teknik sebaiknya hanya digunakan untuk perencanaan
pendahuluan. Untuk perencanaan akhir den pelakasanaan diperlukan peta geologi
teknik untuk perencanaan yang sifatnya lokal dan terperinci.
4. Peta Pedologi
Peta Pedologi memberikan gambaran mengenai macam dan penyebaran tanah yang
dijumpai pada suatu daerah dipandang dari segi kepentingan untuk pertanian. Peta
ini terutama hanya dapat dipakai sebagai petunjuk umum dalam rangka perencanaan
penyelidikan geoteknik, dan dapat diperoleh antara lain dari Lembaga Penelitian
Tanah, Bogor.
5. Foto Udara
Foto udara dapat memberikan pandangan menyeluruh dari keadaan permukaan
suatu daerah tertentu. Dari foto udara dapat diketahui secara umum mengenai
keadaan topografi, pola aliran sungai, tata guna tanah, vegetasi, keadaan geologi
dsb.
Skala foto udara ditentukan oleh tinggi terbang pesawat udara dan panjang fokus
lensa yang digunakan yaitu : Skala = l : (tinggi terbang / panjang fokus lensa)
Tinggi terbang sangat ditentukan oleh ketelitian peta yang diinginkan, dimana tinggi
terbang tidak boleh melebihi 1/1000 kali dari bidang ketinggian - yang diukur.
Pada umumnya skala foto udara berkisar antara 1:20.000 sampai 1:60.000. Skala
yang lebih detail adalah 1:6000 dan digunakan untuk memetakan posisi singkapan
dari suatu deerah penyelidikan.
Untuk pemetaan geologi seperti patahan, lipatan, batas-batas litologi, air tanah,
penyebaran lapisan tanah / batuan dsb diperlukan peta foto udara dengan skala
1:40.000.
Penafsiran foto udara harus dilakukan olah tenaga yang berpengalaman.
Pengumpulan dan peninjauan data yang ada dimaksudkan untuk mendapatkan data
lapangan sebanyak mungkin dengan jumlah titik penyelidikan sesedikit mungkin,
sehingga dapat dirumuskan langkah-langkah untuk tahapan berikutnya, antara lain;
perlu tidaknya penyelidikan pendahulan mempergunakan alat-alat tertentu misalnya
alat penyelidikan geofisika,
rencana titik-titik penyelidikan (titik hand bor, bor mesin, titik sondir dan lain-lain),
perkiraan luas daerah yang akan diselidiki.
Rencana yang telah dirumuskan masih dapat dirumuskan kembali setelah survai
pendahuluan. Dalam membuat rumusan tersebut berdasarkan atas hal-hal sebagai
berikut;
1. Keseragaman tanah; untuk tanah tidak seragam jarak titik-titik penyelidikan lebih
rapat dibanding pada tanah seragam.
2. Macam bangunan; untuk bangunan-bangunan yang peka terhadap penurunan dan
bangunan yang berat memerlukan penyelidikan yang lebih luas (lingkup penyelidikan
jarak titik penyelidikan, pemerikaaan dan sebagainya).
3. Kondisi regional dapat memerlukan petunjuk untuk menentukan jarak titik
penyelidikan yang diperlukan.
4. Keadaan geologi dapat memerlukan petunjuk untuk menentukan lingkup dan macam
penyelidikan yang diperlukan. Kondisi sungai (aliran, kedalaman sungai dan
sebagainya).
Pengalaman atas daerah penyelidikan serta pengetahuan geologi setempat merupakan
petunjuk yang baik. Penyelidikan dengan cara Geofisika dapat direncanakan sebagai
tambahan untuk melengkapi data survai terperinci. Pelaksanaan harus dilakukan oleh
tenaga yang telah berpengalaman. Untuk maksud tersebut diatas perlu diperhatikan
petunjuk-petunjuk umum sebagai berikut :
Retaining Walls :
Bila digunakan pondasi langsung pada Kedalaman minimum adalah dua kali tinggi
retaining wall dan culverts, maka dianjurkan dinding atau 3-meter menembus batuan
sekurang-kurangnya satu titik penyelidikan dasar.
Material di lapangan :
Jarak boring atau testpit setiap 50 meter Kedalaman yang disarankan sebaiknya
atau setiap perubahan material sampai tanah dasar endapan atau
kedalaman yang ditentukan untuk
kebutuhan kuantitas.
Rehabilitasi perkerasan :
Minimum satu boring atau testpit setiap satu Kedalaman yang disarankan sebaiknya 1
kilometer denagn tambahan sesuai meter dibawah subgrade atau kedalaman
kebutuhan untuk menetapkan perubahan yang ditentukan untuk kebutuhan kuantitas.
material subgrade, perubahan jenis
perkerasan, dan adanya lokasi yang rawan
daya dukungnya.
Survei pendahuluan ini berupa tinjauan kelokasi / lapangan sepanjang alinyemen jalan
akan dibangun. Pelaksanaan survai pendahuluan dilakukan setelah tinjauan data yang
ada selesai diolah. Sebaiknya pelaksanaan ini dilakukan oleh ahli teknik tanah dan
pondasi dan bila mungkin dilaksanakan bersama dengan perencana jalan. Dalam hal
penyelidikan memerlukan pemboran mesin, ahli teknik tersebut sebaiknya disertai kepala
tim pemboran.
Tujuan survei pendahuluan adalah sebagai berikut
a. melakukan pengecekan data-data yang telah ada dengan kondisi lapangan pada saat
ini.
b. mengumpulkan data yang mungkin untuk perencanaan dan mencatat keadaan-
keadaan yang dapat mempengaruhi rencana penyelidikan atau rencana alinyemen
jalan.
c. mempersiapkan rencana kerja tim penyelidikan lapangan , yang mencakup:
pemilihan peralatan dan perlengkapannya
penentuan jumlah dan letak titik penyelidikan
penentuan tim lapangan
pembuatan rencana kerja terutama persiapan waktu dan persiapan alat
penentuan perlu tidaknya pemetaan lebih lanjut
pembuatan rencana biaya yang sebaik-baiknya.
d. mengetahui sebelumnya hal-hal lain yang mungkin akan terjadi selama pelaksanaan
penyelidikan lapangan sehingga dapat mempersiapkan segala sesuatunya dengan
baik.
2. Tanah Permukaan
Tanah permukaan mudah dilihat dengan mengupas penutupnya (dengan cangkul,
belincong dan lain-lain); biasanya dengan mengenal tanah permukaan dapat ditunjukkan
sifat-sifat daripada formasi lapisan bawahnya. Bila ada singkapan batuan (outcrop) yang
ada disekitar daerah rencana perlu diketahui dan dipelajari apakah singkapan tersebut
merupakan lapisan yang menerus, maka perlu dilakukan pengukuran jurus dan
kemiringannya, sehingga dapat diketahui apakah alinyemen jalan akan terletak diatas
batuan tadi atau tidak. Penjelasan mengenai pengertian jurus dan kemiringan lapisan
bisa didapat dari pelajaran geologi.
Semua aliran air-permukaan, fluktuasi tinggi muka air-tanah selama periode tertentu
dalam sumur serta lubang galian lainnya harus diperhatikan dan dicatat.
1. Penyelidikan Geofisika.
Survai pendahuluan bila perlu dapat dibantu dengan menggunakan alat geofisika
misalnya geolistrik dan geoseismik, untuk mendapatkan keterangan-keterangan bawah
permukaan. Cara geofisika ini dapat memberikan keterangan mengenai pendugaan
kedalaman homogenitas dan jenis tanah/batuan yang, ada, yang dapat digunakan untuk
melengkapi rencana pemboran (jumlah titik dan kedalaman).
Pelaksanaan penyelidikan geofisika ini harus disertai dengan pemetaan topografi dan
peta geologi teknik.
BAB IV
PENYELIDIKAN LAPANGAN
4.1. UMUM
4.2. PERSIAPAN
Situasi daerah penyelidikan (letak bangunan, jalan, bangunan utilitas dan sebagainya)
selengkapnya harus sudah dicantumkan pada peta/sketsa situasi hasil survai
pendahuluan.
Kepala tim penyelidikan harus benar-benar mempelajari situasi daerah penyelidikan
sebelum melaksanakan pekerjaan lapangan. Dalam hal kepala tim meragukan
peta/sketsa situasi hasil survai pendahuluan, maka ia dapat langsung menanyakan
kepala instansi - yang bersangkutan.
Khusus didaerah perkotaan perlu diperhatikan letak bangunan utilitas bawah tanah (kabel
listrik, telpon, pipa gas, pipa air dan lain-lain) dan bilamana perlu.dapat dilakukan
pemeriksaan ulang bersama instansi yang bersangkutan (pengelola bangunan).
Apabila letak titik penyelidikan belum ditetapkan pada waktu survai pendahuluan maka
letak titik titik penyelidikan tersebut harus diukur dengan tepat dan dicantumkan pada
peta/sketsa situasi.
Apabila peta situasi dan penampang melintang sungai pada as rencana jembatan belum
tersedia, maka perlu dilakukan pengukuran dengan cara sederhana atau khusus
tergantung keadaan medan.
Pengukuran cara sederhana (untuk medan sederhana dan sempit) misalnya
menggunakan kompas dan peta ukur, sipat datar (water pass) dengan slang plastik diisi
air dan sebagainya. Pengukuran cara khusus (untuk medan berat dan luas) dilakukan
dengan alat ukur presisi.
Bentuk penampang sungai sedikit banyak mempengaruhi rencana penyelidikan dan
rencana peletakan pondasi terhadap tebing baik horizontal maunun vertikal, sehingga
penampang sungai perlu diukur dan di gambar yang mencakup;
a. tinggi lereng
b. sudut/kemiringan lereng - muka air banjir
Untuk mencatat hasil-hasil penyelidikan bawah permukaan diperlukan adanya titik tetap
sebagai dasar pengukuran ketinggian titik penyelidikan dan kedalaman yang dicapai.
Ketinggian titik penyelidikan dapat diukur terhadap titik nol yang telah ditentukan untuk
suatu daerah penyelidikan.
Untuk penyelidikan yang dilakukan:
Di darat, ketinggian titik penyelidikan diukur dari muka tanah setempat terhadap titik
nol.
Di air dengan menggunakan lantai kerja,ketinggian titik penyelidikan diukur dari
permukaan lantai kerja terhadap titik nol.
Di air dengan menggunakan ponton/rakit, ketinggian titik penylidikan diukur dari
permukaan lantai ponton/rakit terhadap titik nol.
Apabila permukaan air mempunyai fluktuasi yang cukup besar, maka pengukuran
ketinggian titik penyelidikan harus dilakukan secara periodik.
Pengukuran ketinggian penyelidikan terhadap titik nol dapat dilakukan secara langsung
atau dengan perantaraan tanda-tanda tetap yang sengaja dipasang. Batas toleransi
pengukuran ketinggian titik penyelidikan maksimum adalah 0,05 meter.
Letak dan jumlah titik penyelidikan harus diusahakan tepat sesuai dengan yang telah
direncanakan, dengan toleransi radius 0,50 meter dari titik rencana semula. Dalam
keadaan tertentu letak dan jumlah titik penyelidikan dapat digeser atau ditambah dengan
berpedoman pada peta situasi.
Penambahan jumlah dan penggeseran titik penyelidikan diluar ketentuan yang ada harus
ditentukan oleh ahli teknik tanah atau ahli geologi yang bertanggung jawab dalam
pekerjaan tersebut, dengan memperhatikan kondisi tanah/batuan setempat.
Lokasi penggeseran atau penambahan titik penyelidikan harus dicantumkan dalam peta
situasi. Alasan penggeseran atau penambahan titik penyelidikan harus dicatat dalam
laporan pekerjaan lapangan.
b. Aspek hidrogeologi, yang meliputi ketinggian muka air piezometer, angka rembesan
dan lain-lain.
c. Aspek geomorfologi, misalnya kemiringan lereng, bentuk lereng, kecuraman
lereng,daerah erosi dan pengendapan dan lain-lain.
d. Letak titik penyelidikan dan pemeriksaan lapangan.
e. Penampang tanah/penampang geologi yang dapat menunjukkan sifat teknik tiap
lapisan tanah/batuan.
Titik penyelidikan seharusnya diletakkan pada lokasi pondasi yang direncanakan. Dalam
pemboran pengambilan contoh asli dan pemeriksaan setempat dilakukan pada interval
tertentu sesuai dengan keadaan tanah/batuan yang dijumpai.
Kedalaman penyelidikan ditentukan oleh kedalaman tanah yang masih terpengaruh oleh
beban pondasi.
Pondasi langsung; berdasarkan pengalaman untuk pondasi langsung jembatan
umumnya pada kedalaman 2 kali lebar pondasi kurang lebih 1/10 tegangan vertikal
pada level dasar pondasi. Oleh karena itu pengambilan contoh asli harus dilakukan
sampai kedalaman 4xB kecuali bila dijumpai lapisan tanah keras/batuan. Umumnya
pengambilan contoh asli dilakukan setiap pergantian lapisan atau tiap interval 0,75
meter sampai kedalaman 4,50 meter dibawah dasar perencanaan pondasi dan
selanjutnya setiap 1,50 meter. Apabila dijumpai lapisan keras/batuan maka pemboran
harus dilakukan sampai kedalaman sedikit-dikitnya 6 meter, dibawah dasar pondasi
yang direncanakan.
Bila pondasi sumuran merupakan alternatif pertama, maka pengambilan contoh harus
dilakukan mulai kedalaman peletakan pondasi yang direncanakan samoai kedalaman
4xB dari dasar pondasi.
Bila pondasi tiang merupakan alternatif, maka pengambilan contoh harus diteruskan
sampai kedalaman 4,50 meter untuk batuan lapuk dan 7,5 meter untuk tanah kohesif
dibawah ujung tiang yang direncanakan, kecuali dijumpai lapisan/batuan keras
sebagai batuan dasar maka pengambilan contoh dihentikan. Perkiraan ujung tiang
pondasi dapat ditentukan dari hasil S.P.T, dan grafik korelasi hasil penyelidikan.
Apabila belum jelas kemungkinan rencana tipe pondasi maka perlu dilakukan
penyelidikan pendahuluan, misalnya dengan alat sondir dan pemboran ekaplorasi,
untuk memperoleh gambaran tentang ketebalan dan susunan lapisan tanah/batuan.
Dari gambaran tersebut dapat diperkirakan letak dan kedalaman pondasi - yang
direncanakan.
Oprit jembatan merupakan bagian dari jembatan yang harus siselidiki karena pada
kondisi tanah yang tidak menguntungkan (seperti dijumpainya tanah lembek), stabilitas
timbunan dibelakang kepala jembatan sangat mempengaruhi stabilitas jembatan secara
keseluruhan. Banyak dijumpai kepala jembatan tergeser karena pergerakan tanah
dibelakangnya.
Penyelidikan ini bertujuan untuk mengetahui penampang memanjang (tebal lapisan
lembek, susunan lapisan), kompresibilitas dan kekuatan geser. Biasanya penyelidikan
dilakukan dengan alat sondir, bor tangan, vane test dan pengambilan contoh khusus
(misalnya "piston sampler" bila dijumpai tanah yang sangat lembek). Pengambilan contoh
cukup diambil pada pergantian lapisan/jenis tanah dan untuk tanah yang homogen cukup
setiap 1 - 1,50 meter.
Lereng tebing Sungai dimana kepala jembatan akan diletakan harus diselidiki bila
stabilitasnya dianggap kurang meyakinkan antara lain
kepala jembatan terletak pada lapisan batuan berkekar dan atau mengandung
retakan-retakan.
kepala jembatan terletak pada lapisan yang mempunyai kemiringan (dip) kearah
sungai.
kepala jembatan terletak pada tebing curan di mana kaki tebing tergerus.
Untuk itu penyelidikan pondasi kepala jembatan harus selengkap mungkin, sehingga
dapat mencakup stabilitas lerengnya, antara lain;
kedalaman penyelidikan sekurang-kurangnya 2 meter dibewah dasar sungai
terdalam.
pengambilan contoh dilakukan pnda setiap pergantian lapisan atau setiap interval 1 –
1.5 meter.
jumlah titik penyelidikan sekurang-kurangnya 2 titik untuk pemboran dan diletakkan
sedemikian rupa sehingga semua aspek yang menyangkut stabilitas lereng dapat
diketahui, misalnya: macam tanah/batuan, susunan perlapisan tanah/batuan, struktur
batuan, kuat geser, air tanah dan sebagainya.
4.5. PEMBORAN
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan didalam memilih metoda pemboran pada
suatu lokasi, antara lain adalah: kemudahan mencapai lokasi, peralatan dan sarana yang
tersedia, kondisi tanah/batuan, kedalaman yang dikehendaki serta kondisi air tanah.
Pada bagian ini akan diutarakan secara umum mengenai metoda pemboran beserta
peralatan dan penggunaannya.
Panboran dengan aistim Putar sampai saat ini dianggap yang paling cocok untuk
penyelidikan tanah bawah permukaan. Dengan metoda ini praktis semua jenis
tanah/batuan dapat diselidiki dengan baik termasuk pengambilan contoh dan
klasifikasinya. Semua alat pengambil sample uji cocok dengan metoda ini.
Kerugiannya yang utama adalah: metoda ini memerlukan air/lumpur pembilas dan
perlengkapan yang relatif berat.
Dengan menggunakan peralatan yang sesuai pemboran dengan sistim putar dapat
digunakan untuk pengambilan contoh tanah asli, contoh inti, contoh cutting dan
pemeriksaan setempat yang berhubungan dengan penentuan sifat teknis tanah/batuan.
Keberhasilan dan ketelitian data yang diperoleh dengan pemboran putar ini sebagian
besar tergantung kepada ketepatan penggunaan alat pengambilan contoh, alat
pemeriksaan lapangan (SPT, Vane dan sebagainya), prosentase contoh atau inti yang
terambil, pengalaman pelaksana pemboran, ketelitian pencatatan penampang dan
keterangan pemboran (logging), ketepatan memilih prosedur yang diikuti serta
disesuaikan dengan keadaan tanah/batuan yang dijumpai.
Dalam pengambilan contoh inti, yang dimaksudkan dengan prosentase inti terambil {core
recovery) adalah prosentase panjang contoh yang terambil dibandingkan dengan
panjang tabung penginti yang masuk kedalam tanah/batuan yang ditembus. Prosentase
inti terambil dapat digunakan sebagai petunjuk didalam mengevaluasi sifat fisis
tanah/batuan yang dijumpai. Pada umumnya contoh inti yang hancur dan tidak dapat
diangkat keatas permukaan tanah akan menunjukan batuan lunak, rapuh, lepas atau
remuk. Sedangkan bagian inti utuh menunjukan lapisan tanah keras atau padat.
Contoh-contoh inti dapat menunjukan susunan dan sifat berbagai lapisan, struktur dan
tekstur dari batuan yang dijumpai. Cengan alat ini dapat digunakan metoda pengambil
contoh inti menerus (continous coring).
Cara umum untuk menilai mutu batuan adalah dengan RQD (Rock Quality Designation).
RQD bertujuan menggambarkan mutu batuan yaitu banyak retakan dan alterasi dari
contoh inti tersebut.
Prosedurnya adalah dengan menjumlahkan panjang potongan-potongan inti yang
berukuran lebih besar atau sama dengan 10c, selanjutnya panjang jumlah potongan-
potongan ini dibandingkan terhadap panjang inti yang seharusnya didapat dan
dinyatakan dalam persen (%). Hubungan antara RQD dengan mutu batuan adalah
sebagai berikut :
R.Q.D. (%) Mutu Batuan
0 - 25 sangat jelek
25 - 50 jelek
50 - 75 cukup
75 - 90 baik
90 - 100 sangat baik
Cara pemboran ini baik dipergunakan bila yang dibutuhkan adalah pengambilan contoh
tanah tidak asli dan akan lebih tepat untuk jenis tanah yang mempunyai sifat kohesi.
Contoh tanah dapat diambil dari material yang melekat pada mata bor (auger) yang
digunakan.
Keuntungan cara ini antara lain; pekerjaan pemboran cepat dan tidak menggunakan air
pembilas. Dengan cara ini dapat pula dilakukan pengambilan contoh asli dan
pemeriksaan setempat lainnya dengan dibantu alet-alat khusus (tabung contoh, tabung
belah/split barrel dan sebagainya). Cara ini lebih banyak digunakan untuk mengetahui
penyebaran lapis an tanah kearah lateral.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keterbatasan penggunaan bor auger antara lain:
kekerasan lapisan tanah yang ditembus. Kedalaman yang dicapai dengan bor auger
sangat tergantungkepada letak kedalaman lapisan tanah keras.
lapisan tanah yang berbutir besar (mengandung ke rikil dan atau kerakal! sangat sulit
ditembus de ngan bor auger.
untuk lokasi pemboran yang mempunyai permukaan air tanah tinggi dapat
menyebabkan tanah yang melekat pada mata mata bor mudah lepas dan contoh
tanah sulit diambil.
cara ini tidak cocok untuk pemboran yang dilakukan diatas ponton/rakit.
Bila menggunakan "hollow stem auger" pada lapisan pasir dibawah permukaan air tanah,
perlu dipertahankan keseimbangan permukaan air tanah didalam lubang bor terhadap
sekitarnya, agar pasir tidak masuk kedalam 'hollow stem". Bila ini terjadi maka untuk
keperluan pemeriksaan penetrasi standar dasar lubang bor harus dibersihkan terlebih
dahulu.
Istilah pemboran semprot (wash boring) menunjukkan dua prosedur pemboran yang
berbeda. Pengertian pertama menunjukkan pemboran dimana sebuah pipa dimasukkan
kedalam tanah dengan atau tanpa pipa lindung (casing), bersamaan dengan
penyemprotan air pada ujung bawahnya.
Pelaksanaannya dilakukan dengan tangan. Contoh yang didapat hanyalah contoh cucian.
Bila pemboran sudah cukup dalam, maka harus hati-hati dalam menentukan permukaan
lapisan tanah yang ditembus, karena harus dipertimbangkan adanya waktu angkut
contoh cucian (contoh cucian dari dasar lubang bor sampai kepermukaan memerlukan
waktu yang lamanya bergantung pada kecepatan air pembilas). Cara ini merupakan cara
yang tidak teliti, oleh karena itu harus hati-hati dalam menginterpretasikan hasilnya dan
hanya boleh digunakan bila telah benar-benar dipertimbangkan maksud dan tujuan
pemboran yang akan dilakukan.
Pengertian kedua adalah cara pemboran dimana kemajuan pemboran pada interval
pengambilan contoh dilakukan dengan tenaga semprotan dan pemotongan oleh mata
bor.
Pada metoda ini sama sekali tidak digunakan air pembilas, semua alat pengambil contoh
hanya di tekan/ditumbuk/diputar secara kering untuk pengambilan contoh tanah yang
menerus.
Alat pengambil contoh, tabung penginti, tabung contoh asli, split barrel dan sebagainya
ditekan, di putar atau ditumbuk sampai kedalaman tertentu (biasanya tidak lebih dari 0,75
meter), kemudian diangkat dan isinya dikeluarkan. Alat tersebut dipasang pada mesin
bor, sondir atau langsung ditumbuk.
Contoh-contoh yang diperoleh dapat digunakan untuk pemeriksaan lapangan ataupun
laboratorium. Bila dikehendaki contoh tidak terganggu untuk pemeriksaan laboratorium,
maka tabung contoh harus ditutup segera misalnya dengan parafin agar diperoleh contoh
dalam keadaan yang seasli mungkin dengan kadar air yang relative tetap.
Cara ini merupakan cara yang sangat tepat dan teliti untuk mendapatkan keterangan
mengenai tanah bawah permukaan digunakan pada penyelidikan oprit dan stabilitas
lereng karena seluruh kedalaman lubang bor dapat diperiksa, tetnpi cara ini mahaldan
lingkup penggunannya terbatas. Umumnya cara penekanan ini hanya berhasil untuk
lapisan lempung dan lanau yang lembek sampai sedang.
Metoda ini menggunakan macam-macam mata bor tanah seperti mata bor iwan jurret
dan spiral. Lubang bor dibuat dengan jalan memutar rangkaian tangkai pemutar batang
bor dan mata bor tanah dengan tangan dan dilakukan sedikit demi sedikit sesuai dengan
panjang mata bor yang digunakan. Tanah yang di-bor akan melekat didalam atau diluar
mata bor yang digunakan.
Penggunaan ini sangat terbatas untuk lapisan tanah yang lembek sampai sangat kenyal
dengan kedalaman yang dapat dicapai kurang lebih 10 meter atau 15 meter bila dibantu
dengan penggunaan "tripod" (menara kaki tiga).
Untuk menembus tanah keras/batuan lunak dapat dibantu dengan penumbukan, yang
menggunakan mata bor tumbuk seberat 25 sampai 40 kg. Untuk menembus lapisan
tanah lepas dapat digunakan pipa lindung yang diameternya sesuai dengan mata bor
tanah yang digunakan, sedangkan untuk mengangkat tanah yang berada didalam pipa
lindung dapat digunakan bor peluru (sand bailer), bor katup atau pompa pasir (sand
pump). Dengan pemboran ini dapat juga dilakukan pengambilan contoh tanah tidak
terganggu dan pemeriksaan tanah setempat lainnya.
sondir atau vane shear dan dari hasil pemeriksaan laboratorium dari hasil pengambilan
sample terhadap contoh-contoh tidak terganggu. Macam-macam pengambilan contoh
akan digunakan dibawah ini.
Tabung contoh berdinding tipis (shelby tube) atau tabung tekan (push barrel) digunakan
untuk me ngambil contoh tanah tidak terganggu guna pameriksaan laboratorium.
Pengambilan contoh dilakukan dengan menekan tabung tersebut kedalam lapisan tanah
pada kedalaman yang dikehendaki. Diameter contoh tidak terganggu yang dapat diambil
dengan tabung ini berkisar an tara 50,80 mm - 127,00 mm. Pengambilan contoh dengan
tabung ini lebih tepat untuk jenis tanah kohesif (lempung atau lanau) yang bersifat teguh
(firm) sampai kenyal (stiff).
Untuk memperoleh prosentase contoh terambil yang lebih tinggi pada tanah lembek yang
bersifat agak lepas (kepasiran, kelanauan) di kepala tabung dipasang bola (ball check
valve), yang harus dapat bekerja dengan baik.
Pengambilan contoh ini dilakukan dengan tabung berdinding tipis yang dilengkapi dengan
torak didalamnya yang bersifat stationer dalam kerjanya.
Bila alat ini dipergunakan untuk mengambil contoh pasir lepas maka yang perlu
diperhatikan ialah terjadinya kompresi terhadap contoh.
Bila tabung contoh ditekan kedalarm lapisan pasir tadi sedalam lebih dari 5 kali tabung
yang di pergunakan, maka akan terjadi pemadatan karena adanya geseran (friction) yang
berlebihan antara contoh dengan permukaan dalam tabung contoh.
Untuk mendapatkan contoh pasir yang sangat lepas (N<5) alat ini telah dikembangkan
oleh Matsubara (1977), berupa tabung bertorak yang dilengkapi.dengan tabung baja
disebelah luarnya dan mempunyai tabung karet (rubber tube) pada ujung - bawahnya
mencegah terjadinya kehilangan contoh. Dengan cara ini contoh terambil umumnya
dapat menca pai 95%, walaupun ada kemungkinan dapat mencapai 100%. Hal ini tidak
menjamin tidak terjadinya perubahan struktur atau kepadatan (density).
Tabung belah (split barrel atau split spoon) dengan dia. luar 5 cm dan dia. dalam 3,5 cm
disamping digunakan untuk pemeriksaan penetrasi standar dapat pula digunakan untuk
pengambilan contoh. Contoh-contoh yang didapat dari tabung belah ini bukan merupakan
conntoh tidak terganggu, walaupun demikian sebagian struktur asli dari tanah yang
diambil masih dapat dipertahankan, sehingga dapat digunakan untuk pemeriksaan visual
dan klasifikasi. Sebagian contoh-contoh tersebut biasanya disimpan dalam tabung
gelas/plastik untuk arsip dan sebagian lagi untuk pemeriksaan laboratorium (seperti
kadar air, berat jenis, atterberg limit, analisa butir dan sebagainya). Khusus untuk
pemeriksaan kadar air harus ditutup serapat mungkin, sehinaga tidak ada kehilangan air.
Pengambil contoh tabung belah (split barrel sample dapat diperoleh dalam beberapa
ukuran. Ukuran yang paling umum digunakan adalah ukuran seperti tersebut diatas.
Metoda ini dimaksudkan untuk memperoleh contoh klasifikasi visual dan membuat bor-
log. Contoh inti yang didapat pada umumnya terganggu, akibat tekanan bor pada waktu
pemotongan dan pemasukan inti kedalam tabung tersebut. Pengambilan contoh dengan
menggunakan tabung Penginti tunggal akan menghasilkan inti yang baik hanya untuk
batuan yang keras dan padat, disamping diperlukan kecermatan pembor.
Bila Pengambilan contoh dengan cara ini digunakan untuk semua jenis tanah (kecuali
lempung yang sangat lembek dan pasir) maka akan dihasilkan contoh-contoh yang
mempunyai komponen-komponen yang sama dengan aslinya.
Pada umumnya Pengambilan contoh dengan tabung penginti ganda (double core barrel)
lebih luas penggunaannya dan akan memberikan hasil yang lebih baik dari pada
menggunakan tabung penginti tunggal, karena dapat digunakan untuk mengambil contoh
semua jenis tanah/batuan yang diperlukan untuk pemeriksaan laboratorium. Pengambil
contoh ini terdiri atas tabung luar dan tabung dalam, dimana air/ lumpur pembilas
bersirkulasi (masuk lewat diantara kedua tabung).
Ada beberapa versi tabung penginti ganda ini yang desainnya bergantung kepada sifat
material yang akan diambil contohnya. Untuk batuan tidak keras digunakan jenis
pengambil contoh yang mempunyai lembaran logam tipis sebagai pelapis bagian dalam
tabung dalam. Pelapis ini berguna untuk memudahkan pengambilan inti dan merupakan
pelindung contoh inti asli sewaktu diangkut ke laboratorium. Untuk batuan keras pelapis
logam tidak diperlukan karena batuan tersebut sudah cukup kuat tanpa dilindungi pelapis.
Beberapa macam batuan misalnya batu gamping lunak dan serpih lunak harus dibungkus
dalam kemasan yang kedap air, karena ke kuatannya akan berubah bila menjadi kering.
Metoda pengambilan contoh jenis ini lebih teliti dan luas penggunaannya dari pada
metoda pengambilan contoh dengan tabung penginti tunggal dan ganda, dimana "core
recovery" yang didapat lebih tinggi dan dapat digunakan untuk semua jenis tanah/batuan.
Jenis pengambil contoh ini terdiri dari tabung luar, tabung dalam dan tabung paling
dalam.
Prinsip kerja air/lumpur pembilas dalam tipe ini sama dengan tabung penginti ganda,
yaitu cairan pembilas masuk/lewat diantara tabung luar dan dalam. Contoh inti terletak
pada tabung yang paling dalam dan tidak ikut berputar pada waktu pemboran. Keutuhan
contoh pada tabung penginti rangkap tiga lebih terjamin dari pada tabung penginti ganda,
karena contoh tidak terganggu oleh semprotan cairan pembilas pada ujung mata bor.
Jenis tabung penginti rangkap tiga ini ada yang dikombinasikan dengan tabung retraktor
yang menarik inti kedalam (tripple tube retraktor core barrel). Tabung retraktor ini
digunakan untuk mengambil contoh material yang bersifat lunak dan lepas.
Pengambilan contoh tanah dengan pembilasan adalah untuk mendapatkan contoh tanah
tidak asli dari suatu lapisan tanah/batuan yang ikut terbawa air pembilas yang digunakan
dalam pemboran.
Pengambilan contoh dengan cara ini tidak dianjurkan, kecuali bila sangat terpaksa,
karena contoh yang terambil sangat terganggu walaupun demikian semua contoh bilasan
harus dikumpulkan untuk seluruh kedalaman.
Penggambaran yang hanya berdasarkan pada contoh yang terbawa air pembilas sering
menghasilkan kesimpulan yang keliru. Pengamatan contoh yang didapat dengan
pembilasan hanya berguna untuk melihat perubahan macam lapisan tanah/batuan.
Metoda ini dilakukan untuk memperoleh contoh kubus dari tanah keras/batuan yang
relatif dangkal dengan membuat sumur uji (trench). Umumnya ukuran kubus 20x20x20
cm3.
Metoda ini dapat dilakukan dengan mudah, bila lokasi pengambilan contoh kubus terletak
diatas muka air tanah. Untuk lokasi dibawah muka air tanah, maka peralatan penggalian
harus dilengkapi dengan pompa isap untuk mengeringkan dasar lubang galian. Contoh
Contoh tanah atau batuan sebagai hasil penyelidikan dilapangan dikumpulkan kemudian
diangkut ke laboratorium untuk pemeriksaan selanjutnya.
Harus diingat bahwa contoh-contoh tersebut mudah rusak, sehingga harus benar-benar
diperhatikan cara/melindungi dan pengepakan didalam pengangkutan ke laboratorium.
Perlu disadari bahwa pemakaian data dan hasil pemeriksaan contoh yang telah rusak
seringkali lebih jelek dibandingkan dengan tidak ada contoh sama sekali.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara menumbuk tabung belah (split spoon) dan mencatat
jumlah penumbukan yang dibutuhkan untuk mencapai kedalaman penetrasi tertentu.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengukur secara kasar kepadatan relatif tanah
berbutir atau konsistensi tanah kohesif. Karena daya dukung tanah berbutir tergantung
kepada kepadatannya, maka apabila hasil pemeriksaan ini dikorelasikan secara tepat
akan dapat memberikan petunjuk mengenai daya dukung tanah tersebut, sehingga hasil
pemeriksaan penetrasi standar kurang dapat dipercaya untuk menentukan daya dukung
tanah kohesif, karena selain konsistensinya, kadar air dan tekanan air pori berperan
penting.
Ada beberapa macam pemeriksaan penetrasi dengan variasi pada berat beban
penumbuk, tinggi jatuh bebas dan ukuran "split barrel" yang di gunakan.
Untuk standarisasi dianjurkan menggunakan tabung belah (split spoon) berukuran
diameter dalam 35 mm dan diameter luar 50,8 cm, berat beban penumbuk 63,5 kg dan
tinggi jatuh bebas 76,2 cm. Jumlah tumbukan dicatat untuk setiap penetrasi sedalam 15
cm yang dilakukan berturut-turut sebanyak tiga kali.
Harga N (nilai SPT) diperoleh dari jumlah tumbukan untuk dua catatan terakhir sedalam
30 cm. Satndar prosedur pengujian dapat dipelajari dari AASHTO T-206.
Hubungan antara jumlah tumbukan dengan kepadatan relatif tanah non-kohesif dan
konsistensi relatif tanah kohesif dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tanah non-kohesif
Tumbukan Kepadatan
0–4 sangat lepas
5 – 10 lepas
11 – 30 sedang
31 – 50 padat
diatas 50 sangat padat
Tanah kohesif
Tumbukan Konsistensi
0–1 sangat lunak
2–4 lunak
5–8 teguh
9 – 15 kenyal
16 – 30 sangat kenyal
31 – 60 keras
di atas 60 sangat keras
Contoh yang didapat dari tabung belah (split spoon) dapat digunakan untuk membuat
bor-log dan beberapa Pemeriksaan laboratorium.
Hasil N-SPT dapat dikorelasikan dengan undrained shear strength untuk tanah liat.
Misalnya : korelasi yang dianggap cukup konservatif dan masih relevan untuk tanah
endapan vulkanik di Jakarta adalah su=6.25 N (kPa). Untuk kedalaman dangkal, su = 7
s/d 8 N (kPa) masih dianggap dalam batas wajar.
Nilai N-SPT juga dapat dikorelasikan dengan sudut geser pasir dari beberapa praktisi
untuk berbagai jenis pasir.
Sodir merupakan salah satu uji lapangan yang populer di tanah air karena beberapa
keunggulan artara lain, (a) penggunaan yang sederhana, (b) dapat memberi gambaran
tanah dengan cepat dan (c) memberi profil kekuatan Tanah secara menerus. Kelemahan
Sondir adaiah tidak dapat melihat contoh tanah.
Sondir Mekanis
Sondir mekanis dilakukan dengan mendorong kedalam tanah sebuah konus dengan luas
proyeksi sebesar 10 cm2 bersudut kemiringan 60 derajat. Tekanan yang dibutuhkan
untuk mendorong konus disebut tekanan konus (cone resistance, qc). Pada sondir jenis
bikonus terdapat selubung gesek dibelakang konus dengan luas selimut sebesar 150
cm2. Tekanan yang dibutuhkan untuk mendorong selubung gesek disebut tekanan friksi
(local friction,fs). Penetrasi sondir dilakukan dengan kecepatan standar yaitu 20 mm per
detik. Pengukuran tekanan konus dan tekanan friksi pada jenis sondir mekanik dilakukan
setiap 20 cm. Standar prosedur pengujian sondir dan ukuran standard konus yang
dianjurkan dapat dipelajari pada ASTM D3441.
Untuk tanah liat yang lunak dan uji sondir dengan kedalaman besar, berat tiang tekan
dalam (inner rods) akan lebih besar dari pada daya dukung tanah. Oleh karena itu,
tekanan konus dan friksi harus dikoreksi dengan berat tiang. Pembersihan berkala untuk
tiang tekan dan bikonus harus dilakukan untuk mengurangi gesekan yang dapat memberi
hasil uji yang cenderung membesar.
Sondir Elektrik
Belakangan ini telah terdapat sondir elektrik untuk mengukur tekanan konus dan tekanan
friksi secara menerus dengan akurasi jauh lebih baik dari pada sondir mekanik. Koreksi
berat tiang tekan seperti yang dilakukan untuk sondir mekanik tidak perlu dilakukan untuk
sondir listrik karena sensor tepat berada diujung konus. Dengan demikian, sondir elektrik
cukup sensitif untuk tanah liat sangat lunak sehingga baik digunakan untuk proyek-
proyek reklamasi.
Untuk sondir elektrik, telah diciptakan pula sensor untuk mengukur tekanan air pori yang
sangat berguna untuk penentuan jenis tanah, yaitu (a) tekanan air pori yang cenderung
sama dengan tekanan air hidrostatis menunjukkan tanah jenis pasiran, (b) tekanan air
pori yang lebih besar dari tekanan hidrostatis menunjukan tanah liat lunak hingga
sedang, dan (c) untuk tanah liat atau pasir sangat padat; tekanan air pori cenderung lebih
kecil dari pada tekanan hidrostatis. Uji dissipation yang menghentikan penetrasi sondir
dan membiarkan air pori kembali ke kondisi hidrostatis sangat berguna untuk
rnempelajari kecepatan konsolidasi (rate of consolidation). Apabila tekanan air pori
dibiarkan terus sampai stabil, tekanan air tersebut menunjukkan tekanan hidrostatisnya.
memperoleh contoh tanah. Sondir yang tidak dapat menembus tanah keras bukan
jaminan bahwa lapisan keras tersebut cukup tebal. Oleh karena itu, Sondir hanya
dilakukan sebagai pelengkap penyelidikan yang dikombinasikan dengan pengeboran dan
pengambilan contoh tanah.
Sondir mekanis kurang sensitif pada tanah liat sangat lunak dan dianjurkan untuk
menggunakan Sondir elektrik. Sondir juga tidak dapat dipakai pada tanah berbatuan atau
berkerikil.
Kelemahan Sondir elektrik adalah mahalnya investasi serta mudah rusaknya komponen
elektronik. Tidak terdapatnya pusat reparasi lokal dengan dukungan komponen elektronik
yang memadai sering menghambat progress penyelidikan tanah bila Sondir elektriknya
rusak.
Pada penggunaan Sondir elektrik, posisi filter untuk pengukuran tekanan air pori perlu
diperhatikan karena berbeda untuk Sondir elektrik yang satu dengan yang lain tergantung
dari produsen. Respon tekanan air pori akan berbeda-beda tergantung pada posisi filter.
Oleh karena itu, penggunaan korelasi yang didapat dari tulisan ilmiah harus diperhatikan
apakah konus yang dipakai adalah sejenis. Seperti halnya pada semua korelasi empiris,
pengalaman setempat dibutuhkan sehingga korelasi tersebut tidak dapat dipakai secara
universal.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan geser setempat dari tanah
berbutir halus yang lembek secara langsung. Cara ini dilakukan apabila pemeriksaan
geser yang lain (pemeriksaan triaxial, kekuatan tekan bebas, atau geser langsung) tidak
dapat dilakukan, karena tidak dapat diperoleh contoh tanah asli. Pemeriksaan ini
berdasarkan pengukuran torsi yang diperlukan untuk meruntuhkan permukaan silinder
dari tanah yang digeser oleh vane Nilai-nilai yang didapat dari pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk menentukan kekuatan geser tanah, baik secara grafis maupun analitis.
tidak dapat dilakukan pada tanah liat keras karena baling2 tidak dapat ditekan masuk
kedalam tanah. Uji baling2 juga tidak sesuai untuk pasir.
Untuk tanah liat sangat lunak hingga lunak, sangat dianjurkan untuk menggunakan alat
uji baling-baling buatan Swiss yaitu SGI (Swedish Geotechnical Institute) Vane atau
buatan Norwegia yaitu Geonor Vane yang mana stang putar terlindung dengan selubung
luar dari putaran torsi dapat dilakukan dengan kecepatan rendah yang standard. Alat uji
baling-baling sederhana dengan stang putar tunggal hanya boleh dipakai pada tanah liat
sedang yang tidak terlalu sensitif terhadap gangguan.
Banyak faktor mempengaruhi hasil uji baling2 antara lain gesekan stang putar dengan
selubung, pelat baling-baling yang lebih tebal dari standar yaitu 5% lebar baling-baling,
aus serta rusaknya plat baling-baling. Alat uji coba sebaiknya dilakukan perawatan
berkala dan di kalibrasi ulang. Kecepatan putar uji coba juga harus dijaga konstan yaitu
0.1 derajat perdetik.
Uji Beban lateral berbentuk silinder atau yang lebih dikenal dengan pressuremeter test
belum begitu populer di Indonesia. Uji pressuremeter ialah dengan mengembangkan
suatu silinder karet yang berisi air di dalam lubang bor dengan memberi tekanan gas
pada tabung air. Besarnya tekanan gas dan hubungannya dengan pengembangan
silinder karet memungkinkan uniuk mendapatkan parameter kekuatan serta deformasi
tanah.
Pada umumnya, uji Pressuremeter dilakukan pada lubang bor yang telah disediakan
terlebih dahulu dengan diameter yang sedikit lebih besar dari pada silinder karet seperti
yang tergambar. Tekanan gas secara bertahap ditambahkan untuk mengembangkan
silinder karet dan mendesak dinding lubang bor. Hubungan antara tekanan dengan
pengembangan silinder karet yang lazim dinyatakan dalam volume atau diameter dicatat
dan disajikan pada grafik. Pada setiap tahap tekanan, pengembangan silinder karet
terhadap waktu yang lazim disebut "creep" juga dicatat. Tekanan yang diukur perlu
dikoreksi dengan kekakuan membran karet dan pengaruh air tanah diatas kedalaman uji
coba.
Limit Pressure
Jenis Tanah EM/pl
(kN/m2)
Tanah liat lunak (Soft clay) 50 – 300 10
Tanah liat sedang (Firm clay) 300 – 800 10
Tanah liat keras (Stiff clay) 600 – 2500 15
Pasir kelanauan Iepas (Loose silty
100 – 500 5
sand)
Lanau (Silt) 200 – 1500 8
Pasir dan kerikil (Sand and gravel) 1200 – 5000 7
Tanah liat berbatu (Till) 1000 – 5000 8
Timbunan lama (Old fill) 400 – 1000 12
Timbunan baru (Recent fill) 50 – 300 12
(Sumber: Canadian Foundation Engineering Manual, 1992)
Gangguan terbesar pada uji pressuremeter adalah pembuatan lubang bor. Untuk
mengatasi gangguan tersebut, dianjurkan untuk melakukan uji siklis (cyclic loading)
yaitu menurunkan tekanan gas sebelum mencapai creep prersure (py atau pc) dan
diberi tekanan lagi sebelum melampaui initial pressure (po). Hubungan linear yang
kedua biasanya memperkecil gangguan pembuatan lubang bor.
Belakangan telah dikembangkan pula alat pressuremeter yang dilengkap dengan
mata bor yaitu self boring pressuremeter atau Camkometer. Pada self boring
pressuremeter, silinder karet dapat langsung masuk kelubang bor sehingga dapat
mengurangi gangguan. Tetapi self boring pressuremeter hanya mampu melakukan
pengeboran sampai pada tanah liat kekuatan sedang.
Pemeriksaan dengan pelat dukung dulunya sangat luas digunakan untuk penyelidikan
pondasi, tetapi semenjak majunya Ilmu Mekanika Tanah dan berkembangnya cara-cara
penyelidikan tanah lainnya, maka penyelidikan dengan cara ini semakin ditinggalkan.
Alasan - utama adalah :
a. mahalnya biaya dibandingkan dengan pemeriksaan lainnya.
b. keterbatasan kedalaman yang dapat diselidiki.
karena itu, uji beban pelat sebaiknya dilakukan pada beberapa kedalaman yang
mencakup pengaruh beban pondasi bangunan.
Uji beban plat tunggal hanya dibenarkan bila digabungkan dengan penyelidikan tanah
lain misalkan pengeboran tanah yang memastikan bahwa zona pembebanan akibat
pondasi adalah sama atau lebih kuat dari pada zona pembebanan pada uji beban pelat.
Pengujian DCP dilakukan untuk mendapatkan daya dukung subgrade dan lapisan
dibawahnya dengan ketebalannya. Parameter yang didapat dari hasil pengujian ini
adalah angka CBR pada lapisan dibawah subgrade. Pengujian DCP dilakukan dengan
mendorong masuk (penetrasi) kedalam tanah sebuah konus bersudut kemiringan 30 atau
60 derajat. Penetrasi DCP dilakukan dengan menjatuhkan hammer seberat 8 kg dengan
tinggi jatuh 575 mm. Jumlah pukulan yang dibutuhkan untuk mendorong konus setiap
kedalaman tertentu disebut dicatat. Bila pembacaan yang terjadi adalah kurang dari
20mm/pukulan maka frekuensi pembacaan diturunkan menjadi:
satu setiap dua pukulan dengan pembacaan dari 10-20 mm
Perhitungan
Data-data hasil pengujian dilapangan kemudian disajikan dalam grafik seperti pada
gambar dibawah ini. Jumlah pukulan diplotkan pada axis horizontal dan kedalaman
penetrasi diplotkan pada axis vertical. Bergantung dari jenis struktur lapisan dan kondisi
lingkungannya maka hasil plot tersebut dibagi beberapa garis lurus yang representatif.
Angka kemiringan dari garis tersebut kemudian dihitung sebagai selisih kedalaman dan
selisih jumlah pukulan untuk setiap garis lurus tersebut dan dinyatakan dalam
mm/pukulan.
Kemudian tentukan hubungan antara kemiringan garis (slope) DCP dan CBR dengan
menggunakan garfik yang dibuat oleh Kleyn dan Van Harden. Nilai DCP dari lapisan
tanah dikonversikan dengan menggunakan grafik tersebut atau dengan rumus
pendekatan berikut:
Tujuan dari pemerikaaan ini adalah untuk mengetahui daya dukung batas (ultimate
bearing capacity) pondasi tiang tidak untuk menentukan penurunan total (penurunan
langsung + penurunan konsolidasi).
Prinsip kerja dari pemeriksaan pembebanan ialah dengan memberi beban kepada tiang
sampai penurunan dianggap selesai. Dari hubungan antara waktu, besarnya beban dan
besarnya penurunan dapat dihitung / di tentukan besarnya daya dukung.
Pemeriksaan pembebanan dilakukan pada tiang beton atau baja :
a. untuk lebih meyakinkan hasil perhitungan daya dukung tiang dengan menggunakan
rumus statis, sehingga dapat diketahui daya dukung tiang yan bergradasi senjang
(gap graded) sebenarnya.
b. untuk menentukan daya dukung tiang secara langsung
c. untuk tiang-tiang yang tertumpu pada ujung (point bearing pile) bila penurunan tiang
pancang yang didapat dari hasil pemancangan masih diragukan.
Pada tanah kohesif, penurunan akan berlangsung terus sasuai dengan waktu aampai
konsolidasi selesai. Dalam pemeriksaan ini lamanya pembebanan jauh lebih singkat,
dibandingkan dengan lamanya pembebanan yang terjadi kelak setelah bangunan
didirikan, dengan perkataan lain konsolidasi masih berlangsung terus.
Kedalaman muka air tanah banyak mempengaruhi unsur-unsur desain pondasi dan
pelaksanaan maka lokasinya harus ditentukan setempat mungkin.
Muka air tanah umumnya ditentukan dengan pengukuran tinggi muka air tanah pada
lubang bor yang dibiarkan terbuka (terlindung dari air permukaan/hujan) selama jangka
waktu tertentu biasanya 24 jam. Untuk tanah yang sangat permeable seperti pasir dan
kerikil lepas, dalam jangka waktu beberapa jam sudah cukup, kecuali bila digunakan
lumpur pembilas. Untuk tanah yang permeabilitasnya rendah, seperti lanau, lempung dan
pasir halus diperlukan beberapa hari/minggu, untuk menentukan setepat-tepatnya
kedalaman muka air tanah. Bila diperlukan kedalaman (letak) muka air tanah yang lebih
teliti karena diperkirakan adanya pengaruh yang besar terhadap perencanaan pondasi
dan pelaksanaan maka pengamatan muka air tanah tersebut harus dilakukan sekurang-
kurangnya pada dua lubang bor atau pengamatan cukup pada satu lubang bor asal
pengukuran muka air tanah dilakukan dengan alat piezometer. Pengamatan dengan
piezometer harus dilakukan secara periodik sampai muka air tanah mantap (stabil).
Tekanan air artesis dan perembesan air tanah permukaan (perched water) dapat
menimbulkan kesalahan interpretasi tinggi muka air tanah, bila tekanan air tanah lebih
besar dari 1 atm (air artesis) pemboran yang lebih dalam akan cenderung menaikkan
muka air tanah. Dalam hal ini harus dicatat setiap perubahan kedalaman muka air tanah.
Air tanah yang menghilang apabila pemboran ditentukan lebih dalam misalnya lapisan
lempung diatas lapisan pasir, maka air tanah tersebut adalah termasuk air tanah
permukaan.
Kedalaman muka air tanah dapat pula ditentukan dengan cara tidak langsung sebagai
berikut:
a. menggambarkan hubungan antara derajat kejenuhan dengan kedalaman.
b. rnengisi lubang bor dan menimba/memompa keluar (lubang bor pertama kali diisi
sejumlah air, kemudian air dari lubang dikeluarkan sejumlah yang sama), maka muka
air tanah dalam lubang bor akan naik atau turun. Kedalaman air tanah sebenarnya
terletak diantara kedalaman muka air tanah sebelumnya dengan kedalaman muka air
tanah sesudah pemompaan.
c. Mengukur naik turunnya muka air tanah pada beberapa interval waktu yang sama
(dengan cara perhitungan).
Setelah pekerjaan pemboran selesai, semua lubang bor harus ditutup kembali untuk
menghindarkan kemungkinan timbulnya kecelakaan, kecuali apabila dimaksudkan untuk
keperluan tertentu, lubang ditutup seperlunya sesuai dengan kebutuhan. Kerusakan-
kerusakan keadaan setempat yang timbul selama pemboran harus diperbaiki dan
dibicarakan dengan pemilik tanah, agar didapatkan penyelesaian yang sebaik baiknya.
Penyelidikan tanah dengan cara ini untuk mengetahui urutan susunan tanah/batuan
dalam arah vertikal kebawah. Penggalian sumur dilakukan dengan menggunakan alat-
alat sederhana (belincong, linggis dan sekop).
Dinding-dinding sumur harus dibersihkan dan diratakan, terutama bila ada perubahan
lapisan, dapat mudah dikenali sehingga memudahkan deskripsi dan klasifikasi. Untuk
lapisan tanah yang bersifat lepas dan muka air tanah cukup tinggi, dinding-dinding sumur
tersebut harus diberi penyangga dari bambu atau kayu. Untuk memperlancar penggalian,
air tanah yang ada dalam sumur dapat ditimba atau dikeluarkan dengan pompa. Tanah
hasil galian dari tiap-tiap lapisan dapat diletakan dengan tersusun baik disekitar lubang
sumuran dan diberi tanda yang menunjukkan tebal lapisan untuk memudahkan
pembuatan log.
Bila sumur uji digali pada atau dekat rencana peletakan pondasi maka, sumuran tidak
boleh digali lebih dalam dari dasar pondasi, karena tempat tanah pondasi akan diletakan
menjadi terganggu dan lepas.
Parit uji dapat digunakan untuk membuka tanah sepanjang jalur tertentu dari daerah yang
diselidiki, dengan maksud untuk mengamati tebal tanah penutup, tanah lapukan dan
susunan lapisan tanah/batuan setempat.
Cara ini dapat dilakukan pada daerah datar tetapi lebih cocok diterapkan pada daerah
berlereng. Penggalian parit uji disamping menggunakan alat- alat sederhana, biasanya
menggunakan alat-alat besar (backhoe, power shovel dll).
4.11. BOR-LOG.
Bor-log adalah catatan hasil uji pemboran berupa penampang yang menggambarkan
lapisan-lapisan tanah beserta keterangan keterangan mengenai susunan, jenis, tebal,
kedalaman air tanah hasil pemeriksaan-pemeriksaan lapangan yang dilakukan maupun
semua kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemboran. Bor-log ada dua macam
yakni bor-log lapangan dan bor-log akhir. Bor-log akhir akan diuraikan dalam bab XI.
Bor-log dibuat sesuai dengan kebutuhan, minimal rangkap tiga. Lembar asli untuk
instansi pemberi tugas, Lembar kedua untuk juru bor dan lembar ketiga sebagai arsip.
Umumnya pembuat bor-log harus bertanggung jawab terhadap keterangan-keterangan
dan pencatatan-pen catatan sebagai berikut;
a. Deskripsi, klasifikasi dan kedalaman masing - masing lapisan tanah/batuan yang
dijumpai (batas atas/batas bawah).
b. Kedalaman, macam, jumlah contoh-contoh yang terambil/tidak terambil.
c. Kedalaman dan hasil pemeriksaan setempat.
d. Keterangan-keterangan yang umumnya diperlukan untuk pengisian formulir bor-log
e. Catatan dan keterangan-keterangan lain yang perlu dilaporkan antara lain;
adanya air artesis
kesulitan-kesulitan diluar kegiatan pemboran selama dilapangan.
kesulitan-kesulitan yang dihadapi selama pemboran misalnya: keruntuhan dinding
lubang bor, ditemuinya kerakal-kerakal, naiknya pasir kedalam pipa lindung, mata
bor terjepit, tertinggalnya pipa lindung didalam lubang bor dan lain-lain yang
dianggap perlu.
kehilangan, pengurangan dan penambahan air pembilas selama pemboran.
penggunaan casing dan atau lumpur pembilas, penyemenan, harus dicatat.
kelainan-kelainan keadaan contoh
dan lain-lain yang dianggap perlu
f. Keterangan-keterangan lain yang diperlukan.
Gerakan operasi mesin bor selama pemboran dapat membantu untuk menentukan jenis
keadaan batuan yang dibor, misalnya kerikil, kerakal, bongkah, batuan yang berongga,
batuan sangat keras dan lain-lain. Kalau contoh tanah tidak dapat diambi1, pembuat bor-
log dapat mengamati air pembilas dan "cutting" yang keluar dari lubang bor, sehingga
dapat mengkorelasikannya dengan contoh-contoh yang telah diamabil sesudah maupun
sebelumnya.
Standarisasi dalam klasifikasi dan identifikasi tanah dilapangan merupakan hal yang
perlu ditekankan supaya perencanaan pondasi lebih baik.
Materi ini menyarankan untuk menggunakan klasifikasi tanah menurut Unified Soil
Classification System (USCS).
Identifikasi tanah dilapangan dilakukan dengan cara pemeriksaan visual dan mekanis,
contoh dideskripsi dengan urutan sebagai berikut, untuk :
Tanah kohesif: macam, warna, bau, konsistensi, klasifikasi dan kandungan bahan-
bahan lain.
Tanah non-kohesif: macam, ukuran butir, bentuk butir, gradasi, kepadatan,
kandungan bahan-bahan lain.
Batuan: macam, warna, kekerasan, struktur, tingkat sementasi, tingkat pelapukan dan
sebagainya.
Nama-nama batuan yang umum antara lain sebagai berikut:
Batuan beku: granit, basal, gabro, andesit, diorit, riolit, batu apung dan sebagainya.
Batuan sedimen: batu pasir, batu lempung, serpih, napal, batu gamping, breksi,
konglomerat dan sebagainya.
Batuan metamorfosa: genes, sekis, batu sabak, kwarsa, marmer dan sebagainya.
Untuk mengetahui macam batuan yang dijumpai di lapangan dapat secara langsung atau
tidak langsung. Secara langsung adalah dengan mengamati batuan dilapangan secara
tidak langsung adalah berdasarkan keterangan-keterangan geologi setempat (dari peta
geologi).
Khusus untuk mengetahui adanya kandungan kapur didalam suatu batuan dapat
diperiksa langsung dilapangan dengan meneteskan HCL 0,1 N (asam hidro clorida 10%)
dengan reaksi keluarnya gelembung gas CO2 (berbuih). Uraian klasifikasi batuan
berdasarkan klasifikasi geologi dapat dilihat pada Appendiks A - Geologi.
Format bor-log lapangan harus berukuran A-4 seperti terlihat pada lampiran. keterangan-
keterangan tambahan, tanda tangan, kop lengkap yang informatif harus diisi
selengkannya di lapangan.
Sebelum pemboran dimulai, pembuat bor-log pertama tama harus sudah mencatat
semua keterangan-keterangan pendahuluan. Kemudian selama pemboran, pengambilan
dan pemeriksaan contoh setempat , lapisan-lapisan tanah yang dijumpai harus
dideskripsi, diidentifikaai dan dicatat dalam bor-log.
Interval pengambilan contoh telah dibahas pada sub bab 3.4., tetapi patut ditekankan lagi
disini bahwa untuk keperluan pembuatan bor-log pengambilan contoh tidak boleh lebih
dari 1,5 meter.
BAB V
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
5.1. UMUM
Kerak bumi pada umumnya dibagi dalam dua kategori, yaitu: batuan dan tanah. Kata
'tanah' pada umumnya digunakan oleh para ahli geologi untuk mendeskripsikan
gumpalan atau komposisi butiran, butiran mineral mineral dan materi organik yang relatif
lemah ikatan antar butirnya yang terdapat dari pemukaan bumi hingga ke Iapisan batuan
padat. Ikatan antar butir yang lemah ini pada umumnya dapat dipisahkan hanya dengan
sedikit gangguan mekanis, misainya dengan mengaduknya di daiam air.
Semua mineral tanah berasal dari batuan sebagai akibat dari pelapukan. Batuan induk
tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan proses pembentukannya sebagaimana
berikut:
Batuan Beku (Igneous Rock): terbentuk pada atau di kedalaman tertentu dari
permukaan tanah sebagai hasil dari pembekuan magma panas.
Batuan endapan (Sedimentary Rock) terbentuk sebagai akibat dari endapan
berlapis-lapis partikel tanah di dalam air, endapan mana kemudian membatu pada
jangka waktu yang panjang.
Batuan Metamor: merupakan perubahan sifat batuan beku atau batuan endapan
akibat dari tekanan atau temperatur yang tinggi.
Proses pelapukan batuan menjadi tanah dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu:
Proses penghancuran fisik (desintegration): proses pelapukan tanah akibat dari
faktor-faktor fisika, misalnya: perubahan temperatur secara berkala, pembekuan dan
pencairan (air dalam batuan), proses perusakan oleh tanaman, binatang dan/atau es
di dalam celah batuan.
Proses pelapukan kimiawi (decomposition): proses pelapukan kimiawi terjadi
akibat reaksi kimiaw, misalnya: oksidasi, hidrasi, karbonasi, dan efek kimia dari
tanaman. Proses pelapukan kimiawi ini dapat dipercepat bila dipengaruhi oleh
temperatur yang tinggi dan keberadaan zat-zat asam organik. Beberapa faktor yang
sangat berpengaruh dalam proses pelapukan tanah ini diantaranya adalah: cuaca,
topografi, waktu, sejarah geologi dan tipe Batuan.
Lapisan tanah yang terbentuk dapat tetap berada ditempatnya, atau terbawa oleh
gletser/sungai es, angin, dan/atau air ke tempat lain untuk kemudian terendapkan
ditempat yang lain.
Berdasarkan proses yang disebut diatas ini, lapisan tanah dapat dibagi ke dalam empat
bagian utama, yaitu: tanah residual (residual soil), tanah endapan air (water transported
soil), tanah endapan angin (wind transported soil) dan tanah endapan sungai es (soil of
glacial origin). Proses pembentukan tanah ini akan mempengaruhi karakteristik masing-
masing tanah yang terbentuk.
1. Tanah residual:
Tanah yang terbentuk dari proses penghancuran dan pelapukan Batuan dasar dan masih
berada ditempat asalnya disebut Tanah Residual. Di daerah tropis, ketebalan tanah
residual yang terbentuk dari Batuan beku dapat mencapai ketebalan lebih dari 20m.
Sebaliknya di daerah dingin, proses pelapukan berjalan jauh lebih lambat dan ketebalan
tanah yang terbentuk pada umumnya hanya beberapa meter saja. Di daerah dimana
sering terjadi aliran es, tanah residual yang terbentuk akan terbawa aliran es, dan yang
tertinggal hanya Batuan beku yang belum lapuk dengan sedikit kantong-kantong tanah
residual. Tekstur tanah residual tergantung kepada kondisi lingkungan dimana tanah
tersebut terbentuk dan kepada tipe Batuan induknya. Granite menghasilkan lanau
kepasiran dan pasir kelanauan dengan komposisi mineral mica dan lempung 1tauIin yang
bervariasi. Basalt menghasilkan lempung dengan kadar montmorillonite yang tinggi dan
bersifat plastis.
Tingkat pelapukan bervariasi terhadap kedalaman. Mireral feldspar, mika dan
ferromagnesium di permukaan tanah pada umumnya berubah menjadi mineral tanah
lempung. Pada kedalaman yanb lebih besar, mineral-mineral tersebut hanya berubah
sebagian saja dan masih memiliki ikatan antar partikel yang kuat. Celah dan rekahan
pada Batuan akan mempercepat proses pelapukan. Lapisan tanah residual yang
terdalam pada umumnya masih memiliki susunan komposisi mineral dan orientasi butiran
dari batuan asal. Kedalaman pelapukan sangat tergantung kepada jenis batuan,
permeabilitas dan tingkat sementasi batuan. Batuan pasir (sandstones) yang porous
akan mengalami pelapukan yang relatif lebih mudah dibanding batuan beku yang relatif
impermeable.
Batuan Endapan terbentuk dalam beragam variasi tergantung kepada proses
pengendapannya. Umumnya batu kapur (limestones) mengandung banyak CaC03 murni
yang dapat larut dar. terbawa air tanah. Bagian yang tersisa dan tidak terbawa air tanali
membentuk tanah residual berupa: lempung dengan mineral kaolinite hingga
montmorillonite; atau pasir atau lanau dengan mineral silika dan chert. Peralihan antara
zone tanah ke zone batuan segar, tergantung kepada tingkat kelarutan batuan induk dan
umumnya daerah peralihan itu terlihat tegas. Garis batasnya sangat tidak beraturan
karena larutan dalam batuan kapur terjadi dalam daerah retakan (joints). Pada daerah
pertemuan antara batas horizontal (horizontal bedding) dengan retakan (joints), larutan
dapat meluas secara horizontal dan membentuk goa-goa dalam tanah. Lubang atau goa
dalam tanah ini dapat bertahan atau dapat runtuh dengan akibat terbentuknya lubang-
lubang di permukaan tanah (sinkholes). Goa-goa dalam tanah ini perlu diselidiki sebeium
membangun suatu bangunan di atas daerah berbatu kapur.
Tanah residual yang terbentuk dari batuan metamorphic bervariasi dari lanau kepasiran
hingga pasir kelanauan dengan kadar mika yang beragam bila batuan induknya berupa
Gneiss atau Schist. Batuan marmer yang mengalami proses pelapukan oleh cairan akan
menghasilkan tanah residual yang mirip dengan yang dihasilkan dari pelapukan batuan
kapur. Batuan metamorphic lain mengalami pelapukan yang mirip dengan batuan beku,
yaitu: pelapukan berkurang terhadap kedalaman dan tidak ada batas yang tegas antara
tanah residual dengan batuan induknya. Massa batuan yang tidak mengalami pelapukan
dapat mengandung lensa tipis material yang sudah lapuk di antara rekahan dan di antara
material yang ketahanannya lebih lemah.
a. Tanah alluvium: terbentuk ketika air sungai dari pegunungan mencapai dataran
rendah.Partikel-partikel kecil yang terapung didalam air sungai terbawa ke daerah hilir
relatif tanpa mengalami perubahan secara fisik. Partikel-partikel yang lebih besar,
seperti pasir, kerikil dan kerakal, diangkut dan berguling di dasar sungai, akibatnya
partikel tersebut akan terkikis dan berbentuk bulat. Air sungai juga akan mengerosi
dasar sungai hingga daerah yang relatif landai dimana kecepatannya merendah.
Disini partikel yang lebih besar akan terendapkan lebih dahulu disusul oleh partikel-
partikel yang lebih halus. Daerah alluvial yang luas akan terbentuk dimana air sungai
pegunungan mencapai dataran rendah. Proses ini terus berlanjut hingga terbentuk
dataran alluvial dan aliran sungai mengalami perubahan arah.
Di daerah lembah yang relatif datar pada musim kering, aliran sungai terbatas paia
jalurnya dan pengendapan diimbangi dengan proses erosi. Pada musim banjir, aliran
sungai akan meluap ke daerah bantaran sungai membentuk aliran air yang meluas
dan relatif bergerak lambat. Terjadi pengendapan yang relatif cepat disepanjang
tepian bantaran sungai dan membentuk tanggulan alami. Luapan air yang meluas
merupakan tempat pengendapan partikel-partikel halus, ketika banjir surut, butiran-
butiran halus mengendap sampai saat terjadi penguapan dan lumpur yang tertinggal
mengering menjadi debu.
c. Tanah marina: terbentuk ketika air sungai bermuara di laut. Ketika kecepatan air
sungai berkurang, partikel-partikel kasar yang dibawa air sungai akan diendapkan
terlebih dahulu dan partikel yang lebih halus diendapkan kemudian dikejauhan.
Proses sedimentasi yang terjadi mirip dengan yang terjadi di daerah danau, yaitu:
pengendapan terjadi di air yang relatif tenang dan bebas dari penganah ombak.
Partikel-partikel halus yang diendapkan di air asin akan terflokulasi dan membentuk
struktur tanah yang berberat jenis rendah dengan karakteristik yang dipengaruhi oleh
kadar garam di dalam air porinya. Setelah endapan ini muncul dari permukaan air
laut, kadar garam lambat laun akan luluh oleh penyerapan air tawar, akhirnya
terbentukilah lempung marina yang sangat sensitif.
Akibat dari gaya-gaya gelombang dan arus pantai, endapan tanah di pantai sangat
kompleks. Pematang-pematang (bars) yang terbentuk ketika sungai mengendapkan
partikel-partikei yang dibawanya akan terdorong oleh gelombang laut dan disapu ke
sepanjang pantai oleh arus pantai. Akibatnya pematang-pematang tersebut dapat
menutup sebagian pantai dari laut sehingga terbentuklah laguna-laguna. Laguna-
laguna ini dapat menjadi danau-danau permanen yang airnya pasang surut bersama
dengan air laut, dan dapat juga menjadi rawa-rawa. Endapan material organik seperti
yang terjadi di danau juga terjadi disini. Didaerah tropis dan subtropis akan terbentuk
rawa-rawa bakau (mangrove) yang bebas dari pengaruh gelombang. Lempung
marina umumnya bersifat lunak, sangat mudah dimampatkan dan hanya mampu
memikul beban yang ringan. Sebaliknya pasir dan kerikil marina sangat baik untuk
digunakan sebagai bahan bangunan.
untuk memperoIeh contoh tanah loess dengan cara pemboran, karena struktur alami dari
tanah loess akan berubah akibat proses pemboran.
5. Tanah-tanah khusus
Perilaku tanah sering tergantung dari keberadaan material tanah yang khusus.
Contohnya: tanah lempung kembang (expansive soil), tanah collapsihle, tanah gamping,
dan tanah organik.
Tanah Expansive: adalah tanah yang berpotensi mengalami pengembangan
(peningkatan volume) bila terekspos terhadap air. Clay shales dan tanah lempung
dengan kadar montmorillonite yang tinggi merupakan tanah expansive.
Tanah Collapsible: merupakan tanah dengan potensi pengurangan volume yang
besar ketika mengalami peningkatan kadar air. Perubahan volume terjadi tanpa
adanya perubahan beban eksternal. Contoh: tanah loess, pasir dan lanau
bersementasi lemah yang ikatan semennya, biasanya gypsum atau halite mudah larut
dalam air. Tanah collapsible ini umumnya dijumpai di daerah-daerah yang gersang.
Quick Clay: merupakan lempung yang sangat peka (high sensitivity) terhadap
gangguan. Kekuatan geser tanah ini akan berkurang drastis ketika mengalami
gangguan. Semua quick clay merupakan lempung marina dengan kadar kepekaan
(sensitivity, St) lebih besar dari 15. Kadar kepekaan adalah perbandingan antara kuat
geser tanah asli dengan kuat geser tanah tergarggu.
Tanah Organik: merupakah tanah yang mengandung banyak komponen organik,
ketebalannya dari beberapa meter hingga puluhan meter dibawah tanah. Tanah jenis
ini umumnya berkuat geser rendah dan mudah mengalami penurunan yang besar.
Penyebaran dan sifat-sifar fisis tanah berubah bersama dengan berjalannya waktu dari
keadaan geologi setempat. Berdasarkan pengalaman dan data penyelidikan tanah para
ahli geoteknik diharapkan dapat memberikan rekomendasi yang diperlukan sehubungan
dengan sifar-sifat tanah yang dihadapi di dalam suatu proyek. Maka dari itu,
sebagaimana dikatakan diatas, agar para ahli geoteknik dapat berbicara dalam satu
bahasa yang sama dan untuk mengurangi resiko bahaya dalam perencanaan geoteknik
diperlukan suatu sistem klasifikasi tanah yang bersifat universal.
Keterangan mengenai ukuran bentuk dan pembagian butiran tanah yang dijumpai harus
selalu dicantumkan pada laporan pemboran atau pada bor-log, karena sifat sifat ini akan
berpengaruh terhadap macam dan kedalaman pondasi yang direncanakan. Ukuran butir,
bentuk dan pembagian butir yang telah dianalisa oleh ketua tim pemboran harus
dikuatkan dengan Pemeriksaan laboratorium pada interval-interval tertentu. Tanah harus
dinyatakan apakah mempunyai karakteristik material berbutir kasar (pasir atau kerikil)
atau material berbutir harus (lanau atau lempung).
Ukuran butir dan gradasi ditentukan dengan analisa saringan dan analisa hidrometer.
Analisa saringan digunakan untuk menentukan distribusi tanah berbutir kasar (kerikil dan
pasir), sedangkan analisa hidrometer digunakan untuk menentukan distribusi tanah
berbutir halus (lanau dan lempung).
Distribusi ukuran partikel tanah berbutir kasar dicari dengan melakukan analisa saringan
(ASTM C136 dan D422, 1980) dimana sejumlah contoh tanah kering diayak secara
mekanis melalui serangkaian saringan berukuran standar dan butiran-butiran yang
tertahan dari setiap saringan ditimbang, kemudian dicatat dalam persentase terhadap
berat contoh tanah secara total. Dengan demikian berat tanah kumulatif yang lolos
saringan ukuran tertentu dapat juga dihitung dalam juga dalam persen. Ukuran butir
ekivalen yang diasumsikan sama dengan ukuran lubang saringan kemudian diplotka
terhadap persentase berat kumulatif.
Distribusi ukuran butiran partikel tanah disajikan dalam suatu grafik yang disebut dengan
Grafik Distribusi Ukuran Partikel. Grafik ini merupakan ploting antara ukuran butir atau
ukuran saringan terhadap persentase butiran (dalam berat) yang lolos ukuran saringan
tertentu. Ukuran butiran partikel tanah dimulai dari lebih besar dari 100 mm hingga lebih
kecii dari 0.001 mm. Karena rentang ukuran butiran yang mecapai hingga mencapai
sekitar 106mm, maka ukuran butir umumnya dinyatakan dalam skala logaritma
sebagaimana diperlihatkan dalam contoh Grafik Distribusi Ukuran Fartikel dibawah ini.
Berdasarkan hasil analisa ukuran butir, contoh tanah dinyatakan sebagai berikut:
Gradasi baik (well-graded): pasir yang mempunyai pembagian ukuran butir yang baik
dari kasar sampai halus
Gradasi seragam (uniform-graded) : untuk gradasi dengan ukuran yang hampir sama
Gradasi buruk/senjang (poor/gap-graded): untuk gradasi yang tidak mempunyai
ukuran butir-antara disebut.
Disamping kamposisinya, pasir dan kerikil juga dideskripsi menurut bentuk butirnya
(bulat, agak bulat, bersudut, agak bersudut) karena bentuk butir juga mempunyai
pengaruh terhadap sifat-sifat fisik tanah sebagai contoh dalam kondisi yang sama, butir-
butir bersudut (angular) mempunyai sudut geser yang lebih besar dari pada, butir-butir
bulat.Bentuk butir ditentukan dengan Pemeriksaan visual dengan bantuan kaca
pembesar (loupe) dan membandingkannya dengan pembanding standar.
Analisa. tapis tidak praktis dilakukan untuk tanah berukuran lebih kecil dari 0.075 mm.
Karena itu untuk tanah berbutir halus pengukuran ukuran butir dilakukan melalui proses
sedimentasi contoh tanah. Berdasarkan hukum Stoke, kecepatan mengendap butiran
tergantung dari diameter dan berat volume butiran serta viskositas cairan pengendap.
Butiran-butiran lebih halus akan mengendap lebih lama dari butiran yang lebih besar,
artinya: berat volume cairan pengendap juga akan berubah. Dengan menggunakan
hidrometer berat volume cairan pengendap pada interval-interval waktu tertentu diukur.
Dari hasil pengukuran itu persentase partikel diameter ekivalen butiran dapat dihitung.
Perlu juga diketahui bahwa karakteristik tanah lempung dan lanau lebih dipengaruhi oleh
sifatnya dari pada ukuran butirnya.
Terdapat beberapa standar penggolongan tanah berdasarkan ukuran butir partikel tanah
dengan perbedaan yang tidak signifikan. Kecuali standar ASTM yang umum dipakai di
Indonesia, terdapat beberapa standar lain sebagaimana yang diperlihatkan dalam
Gambar berikut.
Kenyataan-kenyataan yang menentukan pentingnya bentuk dan gradasi butir pada tanah
berbutir (pasir/ kerikil) adalah sebagai berikut:
Tanah yang bergradasi baik (well-graded) mempunyai sudut geser yang
lebih besar oleh karena itu mempunyai daya dukung yang lebih tinggi
dibanding dengan tanah yang bergradasi seragam (uniform-graded) atau
bergradasi senjang (gap-graded).
Tanah yang bergradasi baik mempunyai sifat kurang "lolos air" (permeable)
dibandingkan dengan tanah yang bergradasi seragam.
Tanah yang berbutir bulat lebih "lolos air" dibanding dengan tanah yang
mempunyai bentuk butir bersudut.
Material yang berbutir besar tidak mempunyai kohesi oleh karena itu muka
air tanah merupakan factor penting dalam perhitungan pondasi langsung
atau sumuran pada lapisan tanah tersebut. Contoh-contoh tanah untuk
menentukan ukuran bentuk dan gradasi dapat diambil dari hasil
penyelidikan lapangan, contoh SPT, contoh tidak terganggu atau
terganggu.
Keterangan-keterangan ini penting dalam memilih tipe dan kedalaman pondasi yang
direncanakan dan di dalam memperhitungkan pengaruh-pengaruh tertentu seperti.
penggerusan, muka air tanah dan sebagainya.
Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan antara berat butir tanah dengan berat air
yang mempunyai volume sama pada temperatur tertentu. Berat jenis tanah tergantung
dari batuan induk (parent-ma terial) yang membentuknya. Berat jenis tanah diperlukan
untuk menghitung angka pori (void-ratio) masa tanah, derajat kejenuhan, karakteristik
pemampatan dan sifat-sifat lain yang penting, juga menunjukkan suatu sifat tanah,
misalnya tanah organis mempunyai berat jenis yang kecil, sedangkan adanya mineral
barit dan mineral berat lainnya dapat ditunjukan dari berat jenis tanah yang besar.
Contoh tanah untuk pemeriksaan berat jenis dapat diambil dari contoh tidak terganggu,
contoh SPT, maupun contoh terganggu.
Pada tanah yang berbutir halus banyaknya air yang mengisi ruangan pori mempunyai
pengaruh penting terhadap sifat-sifatnya. Tiga petunjuk atau indikasi dari pengaruh air
adalah batas cair (LL) batas plastis (PL) dan indeks plastis (PI), yang disebut batas-batas
Atterberg. Batas cair adalah kadar air batas dimana suatu tanah berubah dari keadaan
cair menjadi keadaan plastis. Batas plastis adalah kadar air minimum dimana suatu tanah
masih dalam keadaan plastis. Selisih LL dan PL di sebut PI (indeks plastis) yang
merupakan keadaan plastis.
Batas-batas Atterberg dapat menentukan sifat - sifat teknis tanah, sebagai contoh:
Tanah yang mempunyai LL lebih dari 50 kompresibilitasnya tinggi.
Tanah yang mempunyai indeks plastis tinggi (>25) peka terhadap
perubahan kadar air, sedangkan untuk PI>50 bersifat ekspansif (volume
pengembangannya besar)
Batas Atterberg ini digunakan sebagai dasar untuk membedakan antara material dengan
plastisitas cukup besar (lempung) dan material agak plastis atau non-plastis (lanau).
Keterangan-keterangan mengenai Atterberg merupakan penunjang dalam menentukan
jenis pondasi. Contoh untuk pemeriksaan ini dapat diambil dari contoh S.P.T., contoh
tidak terganggu maupun terganggu. Pengujian batas Atterberg dilakukan menggunakan
alat Casagrande.
Prosedur yang lebih lengkap dapat dilihat pada AASHTO T89 dan T90.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan konsolidasi yang akan terjadi terhadap
tanah dimana pondasi/timbunan akan diletakkan. Hasil pemeriksaan konsolidasi dapat
digunakan untuk memilih jenis pondasi yang aman dan untuk menghitung besar dan
waktu penurunan yang akan terjadi.
Dalam penggunaan sistim pondasi tiang pada tanah lembek/kompresibel pemeriksaan
konsolidasi diperlukan untuk menghitung gesekan negatif yang terjadi antara tanah
dan.dinding tiang (negatif skin friction). Untuk pemeriksaan konsolidasi diperlukan contoh
tanah tidak terganggu.
5.2.6. TRIAXIAL
Pemeriksaan triaxial digunakan untuk menentukan kohesi, sudut geser, tekanan air pori
dalam tanah. Data ini digunakan untuk menentukan daya dukung pondasi (pondasi
langsung, sumuran atau tiang).
Hasil pemeriksaan triaxial juga diperlukan untuk mendapatkan parameter tanah dalam
perencanaan bangunan penahan tanah serta analisa kemantapan lereng.
Untuk pemeriksaan triaxial diperlukan contoh tidak terganggu. Contoh yang kurang baik
tidak boleh digunakan, karena hasilnya akan memberikan angka-angka yang
menyesatkan.
Pemeriksaan kekuatan tekan bebas adalah pemeriksaan tekan satu arah (Uniaxial),
dimana benda uji tidak diberi tekanan samping selama mengalami pembebanan vertikal.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengukur kekuatan tekan bebas suatu benda uji
berbentuk silinder dari tanah kohesif/batuan.
Pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan untuk tanah nonkohesif atau tanah kohesif yang
terlalu lembek sehingga tidak dapat berdiri tegak pada alat pemeriksaan dan runtuh
sebelum dibebani.
Untuk tanah, pemeriksaan ini biasanya dilakukan terhadap contoh tanah asli pada kadar
air aslinya, sedangkan untuk mengevaluasi sensitivitas pada benda uji itu, juga dilakukan
pemeriksaan pada contoh remasan (remoulded sample). Pemeriksaan.ini biasanya relatif
cepat dan tidak mahal. Pemeriksaan kuat tekan bebas dapat mengurangi jumlah
pemeriksaan triaxial, karena angka-angka kuat geser tanah dengan pemeriksaan kuat
tekan bebas dapat dipakai sebagai pembanding angka-angka geser tanah yang
dihasilkan dengan pemeriksaan triaxial. Kekuatan tekan bebas batuananya berlaku untuk
batuan yang utuh (tidak ada retakan) atau untuk formasi batuan yang jarak rekahan dan
bidang lapisannya berjauhan atau lebih besar dibandingkan dengan daerah pengaruh
beban pondasi. Pemeriksaan ini dilakukan terhadap contoh inti atau contoh kubus yang
utuh.
Kadar air adalah perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan
berat kering tanah teraebut, dinyatakan dalam peran. Pemeriksaan kadar air ini
merupakan pemarikaaan yang sederhana dan murah tetapi penting bila digunakan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan-pemeriksaan lain.
Umumnya tanah berbutir halus dengan kadar air yang tinggi, menunjukkan daya dukung
yang rendah dan atau menunjukkan kompresibilitas yang tinggi. Keadaan tanah berbutir
halus pada kondisi aslinya dapat dilihat dengan membandingkan kadar air asli tanah
tersebut dengan angka-angka Atterberg. Sebagai contoh, lempung jenuh dengan kadar
air mandekati batas cair menunjukan tanah dalam keadaan plastis yang mengalami
konsolidasi normal (normaly consolidated), sehingga mempunyai karakteristlk yang
membahayakan dilihat dari segi penurunan.
Lempung yang kadar air aslinya mendekati atau dibawah batas plastis menunjukkan
tanah tersebut telah mengalami pra-konsolidasi atau "over conaolidated" dan mempunyai
karakteristik yang tidak membahayakan dilihat dari segi penurunannya, selama beban
tidak melampai beban pra-konsolidasi. Kadar air dapat digunakan untuk menghitung
angka pori dari tanah yang jenuh apabila berat jenisnya diketahui.
Kepadatan setempat adalah satuan berat dari tanah tersebut yang.dapat dinyatakan
sebagai satuan berat total (berat air + berat butir tanah) atau sebagai - berat isi kering
(berat butir tanah per satuan isi). Kepadatan asli digunakan dalam perhitungan seperti
angka pori (void ratio), derajat kejenuhan dan sebagainya. Pada tanah berbutir kadar
berat isi yang tinggi menunjukkan sudut geser yang tinggi (menunjukkan daya dukung
yang tinggi). Pemeriksaan kepadatan dan kadar air dilakukan terhadap contoh tanah
tidak terganggu.
BAB VI
PENGUMPULAN DATA DAN PENYUSUNAN LAPORAN
6.1. UMUM
Langkah selanjutnya setelah tahap peninjauan data yang ada antara lain; survai
pendahuluan, penyelidikan lapangan, dan pemeriksaan laboratorium adalah
pengumpulan data dan penyusunan laporan. Laporan ini akan digunakan dalam
perencanaan perkerasan jalan dan pondasi jembatan, dapat digunakan oleh kontraktor
untuk memperkirakan biaya pelaksanaan (kecuali bila ada peraturan yang
membatasinya), dan dapat membantu pelaksana dalam menghadapi masalah-masalah
pelaksanaan yang mungkin akan dihadapinya. Perlu diperhatikan bahwa keterangan-
keterangan yang diberikan harus seakurat mungkin.
Laporan harus memuat lokasi titik-titik penyelidikan, bor-log akhir, penampang
tanah/geologi, hasil-hasil nenyelidikan lapangan dan pemeriksaan laboratorium dalam
bentuk grafik, tabel atau tertulis beserta saran-sarannya. Sebelum mempersiapkan bor-
log akhir, sebagai tahap pertama evaluasi /analisa semua contoh-contoh yang diperoleh
dari penyelidikan lapangan harus diperiksa oleh ahli teknik (penanggung jawab
pekerjaan). Idealnya pekerjaan ini harus dilakukan segera setelah pemboran selesai,
dimana pada saat itu contoh contoh masih dalam keadaan segar dan mewakili keadaan
aslinya.
Penting dibedakan dengan jelas pengertian antara bor-log lapangan dengan bor-log akhir
(finished bor-log). Bor-log lapangan adalah catatan berdasarkan fakta-fakta lapangan,
sedangkan bor-log akhir memberikan keterangan-keterangan yang luas dalam bentuk
catatan-catatan atau tabel. Bor-log akhir dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari bor-
log lapangan dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti terlihat dalam contoh bor-log
akhir terlampir. Hasil-hasil pemeriksaan laboratorium dan data lainnya mungkin dibuat
sebagai lampiran pada bor-log. Dengan mempelajari macam tanah yang tercantum
dalam bor-log, hasil pemeriksaan lapangan dan hasil pemeriksaan laboratorium, maka
dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai kondisi yang ada. Sebagai contoh,
tekanan terhadap pipa lindung yang ditumbuk akan memberi gambaran mengenai daya
dukung tanah dan jumlah kedalaman kumulatifnya, kadang-kadang membantu didalam
memperkirakan panjang tiang. Format bor-log harus dipilih sesuai dengan data yang
akan diplotkan dan cara-cara penyajian data tersebut.
Umumnya diperlukan penampang tanah pada arah memanjang atau arah melintang yang
diperoleh dengan memplotkan hasil penyelidikan bawah permukaan (pemboran,
geofisika, sumur uji dan lain-lain) dalam perbandingan yang sesuai, bila mungkin 1:1 dan
minimum l:2. Batas-batas perubahan setiap lapisan tanah harus digambarkan dengan
jelas dan diberi notasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Untuk mendapatkan gambaran penyebaran tanah/batuan bawah permukaan, maka
lapisan-lapisan yang sama dari setiap penampang dihubungkan dengan garis putus-
putus, supaya lebih jelas perlu diberi warna/notasi dan arsir sesuai dengan standar
terlampir. Tinggi muka air tanah harus dicantumkan pada penampang tersebut.
Penampang titik penyelidikan bawah permukaan hanya mewakili daerah sempit sekitar
titik tersebut, sehingga penampang tanah yang dibuat hanya merupakan perkiraan yang
ketelitiannya tergantung pada titik-titik penyelidikan. Sebagai tambahan dapat
dicantumkan hasil pengamatan (tinggi muka air banjir, stabilitas lereng dan sebagainya)
nomer jembatan, letak kepala dan pilar jembaran serta kedalaman dasar pondasi yang
disarankan, juga perkiraan batas penggerusan baik kearah vertikal maupun horizontal.
Setiap keterangan tentang letak kepala dan pilar jembatan, terutama kedalaman ujung
pondasi tiang harus diberikan dengan cermat. Bila ada rencana perubahan letak kepala
dan pilar jembatan serta ujung pondaai, maka harus dijelaskan secara tegas pada
gambar.
Laporan ini dibuat setelah pengumpulan data selesai. Laporan harus memuat
interpretasi, analisa dari data yang ada dan harus memberikan kesimpulan dan saran-
saran teknik, dengan meninjau bermacam-macam kemungkinan. Juga harus dibahas
jenis dan kondisi tanah/batuan yang akan dijumpai pada waktu pelaksanaan.
Ahli teknik tanah pembuat laporan harus mempunyai latar belakang teknik sipil yang
cukup luas sehingga mengetahui tipe-tipe bangunan yang cocok untuk lokasi tersebut
termasuk syarat-syarat pondasi dan keterbatasannya.
Permasalahan yang mungkin timbul dalam perencanaan dan pelaksanaan harus dapat
diperkirakan setepatnya dan harus dapat diberikan saran-saran pemecahannya. Saran-
saran ini harus singkat, padat dan bila memungkinkan harus pasti. Pertimbangan
terhadap saran-saran yang diberikan serta data yang mendukungnya harus dicantumkan
dengan jelas. Data yang bersifat tambahan dan tidak berguna untuk perencanaan, tidak
perlu dicantumkan dalam laporan akhir.
1. Pendahuluan
lokasi penyelidikan dan lebar sungai pada lokasi tersebut.
alasan dilakukannya penyelidikan
bagaimana penyelidikan dilakukan
kapan penyelidikan dilakukan
sifat penyelidikan (terbatas, melengkapi penyelidikan terdahulu atau penyelidikan
penuh) beserta alasan mengapa penyelidikan tersebut bersifat demikian,
misalnya penyelidikan terbatas, karena alasan biaya.
3. Pembahasan.
a. Keadaan Umum.
Pada keadaan umum harus dicantumkan hal-hal sebagai berikut:
o kondisi umum yang menyangkut uraian topografi, adanya rawa-rawa, kolam-
kolam, sumber-sumber air, tanah permukaan dan sebagainya.
o hasil-hasil observasi
o muka air banjir
o penggerusan
o gempa
o longsor
o keadaan iklim
o keadaan drainase
o volume/ukuran lalu lintas sungai
o letak jembatan pada : dataran, tikungan sungai/jalan.
b. Keadaan Geologi.
Pada keadaan geologi harus dicantumkan - hal-hal sebagai berikut
o formasi batuan
c. Pertimbangan palaksanaan.
Di samping itu perlu diutarakan pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan
dalam segi pelaksanaan, menyangkut antara lain:
muka air tanah : fluktuasi, kontrol penggalian, pumping dan lain-lain.
Bangunan : kemungkinan kerusakan akibat galian, pemancangan, drainase dan
sebagainya.
Pemancangan : kesulitan atau kondisi tanah yang tidak normal yang mungkin
dijumpai.
Penggalian: kemantapan lereng galian, perlunya dinding penahan, pengangkeran,
penurapan dan cara khusus lainnya.
variasi material yang akan di jumpai sewaktu galian.
1. Pendahuluan
2. Kesimpulan dan saran-saran
3. Pembahasan
Keadaan Umum
Keadaan Geologi
Keadaan Tanah dan Hasil Pemeriksaan Lapangan
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tinjauan Pondasi/Stabilitas Lereng/Oprit.
4. Lampiran-lampiran.
Peta-peta Index
Peta Geologi
Peta Situasi
Peta Geologi Teknik untuk Perencanaan
Penampang Tanah/Geologi.
Bor-log Akhir
Grafik Hasil Pemeriksaan Laboratoium
Foto-foto
RANGKUMAN
Modul ini akan menjelaskan atau membahas secara singkat Bab Iyang
berkaitan dengan prinsip dasar dan persyaratan yang sangat perlu diketahui
oleh seorang perencana jalan dalam pelaksanaan penyelidikan geoteknik yang
faktanya mempuyai ruang lingkup yang sangat bervariasi yaitu dari proyek yang
satu ke proyek lainnya, dimana secara umum proyek jalan meliputi proyek
pemeliharaan rutin, proyek pemeliharaan berkala, proyek peningkatan jalan
(termasuk di dalamnya pelebaran jalan) sampai dengan proyek pembangunan
jalan baru.
Berikutnya pada Bab II akan menjelasan ataupun uraian tentang struktur utama
pada konstruksi jalan dan jembatan berhubungan dengan pekerjaan-pekerjaan
sebagai berikut :
Timbunan
pondasi yang berada dibawah struktur atau timbunan
pada area potongan (cut)
struktur perkerasan jalan
Pada Bab III dan Bab IV akan menjelaskan, membahas atau uraian bahwa
penyelidikan geoteknik adalah sangat penting dilakukan guna mendapatkan
informasi sebagai berikut :
Stratifikasi lapisan tanah pada lokasi proyek
Identifikasi karakteristik tanah
Mendapatkan sifat mekanis tanah
Mengetahui kondisi muka air tanah
Dan akan menjelaskan bahwa data yang dihimpun dalam penyelidikan
geoteknik diproses melalui kegiatan-kegiatan:
studi pendahuluan
penyelidikan awal
penyelidikan detail
penyelidikan tambahan
pengkajian pada saat pelaksanaan
Uji Konsolidasi
Triaxial
Geser Langsung (Direct Shear)
Kekuatan Tekan bebas (Unconfined Compressive Strength)
Kadar air dan Kepadatan Setempat.
Untuk bab terakhir modul ini akan dijelaskan, dibahas dan diuraian mengenai :
Bor-Log Akhir
Penggambaran Penampang Tanah
Penyusunan Data Pemeriksaan
Pembuatan Laporan
LAMPIRAN
RECORD OF BOREHOLE
NORTH JAVA ROAD IMPROVEMENT PROJECT
HASIL SONDIR
DAFTAR PUSTAKA
1. McAlpin, G. W., and Hoffmann, W. P., New York State Department of Public
Works, “Section 10 - Soil Explorations, Highway Engineering Handbook”, 1st
edition, McGraw Hill, 1960.
8. Terzaghi and Peck. Soil Mechanics in Engineering Practice. John Wiley and
Sons, Inc. 1967.
14. Klyen, E.G., and Van Heerden, Using DCP Soundings to Optimize Pavement
Rehabilitation. Paper submitted for Annual Transportation Convention,
Johannesburg, July 1983. Report LS/83 Materials Branch, Transvaal Roads
Department, Pretoria, South Africa.
16. Erosion Control Reference Material, Updated Draft, May 2001, Alberta
Transportation.