Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PRAKTIKUM PATOFISIOLOGI

LEUKEMIA

Dosen Pembimbing:

Asri Wido Mukti M.Farm.Klin.,Apt

Disusun Oleh :

1. Kharisma Auliya 194010001


2. Meta Puspita S. 194010010
3. Siti Anisa 194010021
4. Maulidia 194010024

UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Organisme memerlukan makanan dan oksigen untuk melangsungkan metabolisme.
Proses metabolisme, selain menghasilkan zat-zat yang berguna juga menghasilkan sampah
(zat sisa) yang harus dikeluarkan dari tubuh. Bahan-bahan yang diperlukan tubuh seperti
makanan,oksigen, hasil metabolisme dan sisanya diangkut dan diedarkan didalama tubuh
melalui sistem peredaran darah. Hasil pencernaan makanan dan oksigen diangkut dan
diedarkan oleh darah keseluruh jaringan tubuh, sementara sisa-sisa metabolisme diangkut
oleh darah dari seluruh jaringan tubuh menuju organ-organ pembuangan.
Komponen sistem peredaran darah, Darah adalah jaringan terspesialisasi yang
mencakup cairan kekuningan atau plasma darah yang didalam nya terkandung sel- sel
darah. Sel-sel darah terdiri dari sel darah merah ( eritrosit ), sel darah putih (leukosit ) dan
keping darah ( trombosit ).Komposisi plasma dalam darah sekitar 55 %, sedangkan sel-sel
darah dan trombosit sekitar 45 % l. Sel dan keping darah lebih berat dibandingkan plasma
sehingga dapat di pisahkan melalui prosedur yang di sebut sentrifugasi.
Fungsi darah yaitu Mengangkut oksigen ke jaringan di seluruh tubuh, Mengangkut sari-
sari makanan keseluruh tubuh, Mengangkut sisa-sisa metabolisme, seperti karbon dioksida,
urea,dan asam laktat kealat ekskresi seperti Mengedarkan hormon dari kelenjar hormon
ketempat yang membutuhkan, Mengatur pH tubuh, mengatur suhu tubuh, melawan bibit
penyakit serta melakukan mekanisme pembekuan darah. Kelainan dan gangguan pada
sistem peredaran darah.
1. Anemia ( Kurang Darah ). Dikarenakan kurangnya darah Hb atau kurangnya jumlah
eritrosit dalam darah.
2. Varisis, adalah pelebaran pembuluh darah di betis.
3. Hemoroid ( Ambien ), adalah perebaran pembuluh darah disekitar dubur (anus).
4. Arterios klerosis, ialah pengerasan pembuluh nadi karena timbunan atau endapan kapur.
5. Atherosklerosis, ialah pengerasan pembuluh nadi karena endapan lemak.
6. Embolus, ialah tersumbatnya pembuluh darah karena benda yang bergerak.
7. Trombus, ialah tersumbatnya pembuluh darah karena bendah yang tidak bergerak.
8. Hemofilia, ialah kelainan darah sukar membeku karena faktor hereditas atau keturunan.
9. Leukimia ( kanker darah ) ialah bertambahnya leukosit secara tak terkendali.
10. Penyakit kuning pada bayi ( eritroblastosis Fetalis ), adalah merusaknya eritrosit bayi
atau janin akibat aglutinasi dari antibodi ibu, apabila ibu bergolongan darah Rh- dan
embrio Rh+.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu leukimia?
2. Apa penyebab terjadinya leukimia?
3. Bagaimana cara menyembuhkan leukimia?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian leukimia.
2. Untuk mengetahui penyebab leukimia.
3. Untuk mengetahui cara menyembuhkan leukimia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Leukimia


Leukimia adalah suatu penyakit yang dikenal dengan adanya proliferasi neoplasitik dari
sel-sel organ hemopoietik, yang terjadi sebagai akibat mutasi somatik sel bakal (stem cell)
yang akan membentuk suatu klon sel leukimia. Penyakit kanker darah (leukimia)
menduduki peringkat tertinggi kanker pada anak. Namun, penanganan kanker pada anak
di Indonesia masih lambat. Itulah sebabnya lebih dari 60% anak penderita kanker yang
ditangani secara medis sudah memasuki stadium lanjut.
Leukimia merupakan keganasan hemopoietik yang mengakibatkan proliferasi klon
yang abnormal dan sel bakal mengalami transformasi leukimia, terjadi kelainan pada
diferensiasi dan pertumbuhan dari sel limfoid dan mieloid. . Penyakit Leukemia umumnya
muncul pada diri seseorang sejak dimasa kecilnya, sumsum tulang tanpa diketahui dengan
jelas penyebabnya telah memproduksi sel darah putih yang berkembang tidak normal atau
abnormal. Normalnya, sel darah putih memproduksi ulang bila tubuh memerlukannya atau
ada tempat bagi sel darah itu sendiri. Tubuh manusia akan memberikan tanda/signal secara
teratur kapankah sel darah diharapkan bereproduksi kembali.
Pada penyakit Leukimia sel darah putih tidak merespon tanda/signal yang diberikan.
Akhirnya produksi yang berlebihan tidak terkontrol (abnormal) akan keluar dari sumsum
tulang dan dapat ditemukan didalam darah perifer atau darah tepi. Jumlah sel darah putih
yang abnormal ini bila berlebihan dapat mengganggu fungsi normal sel lainnya, Penyakit
leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat, mematikan,
dan memburuk. Apabila hal ini tidak segera diobati, maka dapat menyebabkan kematian
dalam hitungan minggu hingga hari. Sedangkan leukemia kronis memiliki perjalanan
penyakit yang tidak begitu cepat sehingga memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga
lebih dari 1 tahun.
Ketika pada pemeriksaan diketahui bahwa Leukimia mempengaruhi limfosit atau sel
limfoid, maka disebut Leukimia limfosit. Sedangkan Leukimia yang mempengaruhi sel
myeloid seperti neutrofil, basofil, dan esinofil, disebut Leukimia mielositik. Dari
klasifikasi ini, maka Leukimia dibagi menjadi empat type yaitu :
1. Leukemia Limfositik akut (LLA)
Merupakan tipe Leukimia paling sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ini juga
terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih.
2. Leukimia Mielositik akut (LMA)
Ini lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak. Tipe ini dahulunya disebut
Leukimia nonlimfositik akut.

3. Leukimia Limfositik Kronis (LLK)


Hal ini sering diderita oleh orang dewasa yang berumur lebih dari 55 tahun. Kadang-
kadang juga diderita oleh dewasa muda, hampir tidak ada pada anak-anak.

4. Leukimia Mielositik Kronis (LMK)


Sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga terjadi pada anak-anak, namun sangat
sedikit.

2.2 Penyebab terjadinya Leukimia


Penyakit leukemia disebabkan oleh kelainan sel darah putih di dalam tubuh dan tumbuh
secara tidak terkendali. Belum diketahui penyebab pasti dari perubahan yang terjadi,
namun beberapa faktor berikut ini diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia.
Faktor risiko yang dimaksud meliputi:
 Memiliki anggota keluarga yang pernah menderita leukemia.
 Menderita kelainan genetika, seperti Down Syndrome.
 Menderita kelainan darah, seperti sindrom mielodisplasia.
 Memiliki kebiasaan merokok.
 Pernah menjalani pengobatan kanker dengan kemoterapi atau radioterapi.
 Bekerja di lingkungan yang terpapar bahan kimia, misalnya benzena.

2.3 Epidemeologi Leukimia


Leukemia adalah jenis kanker anak yang paling umum terjadi. Leukemia
menyumbang angka 30% dari semua jenis kanker yang terdiagnosis pada anak-anak
pada umur kurang dari 15 tahun. Insiden leukemia meningkat per tahun, namun
jumlah pasti kasus baru tidak diketahui karena di banyak negara tidak semua penderita
kanker anak terdaftar dan banyak yang tidak terdiagnosis dengan benar. Angka-angka ini
mengejutkan, mengingat fakta bahwa 70% dari semua kanker pada anak dapat
disembuhkan bila didiagnosis dan diobati bila diketahui lebih dini (World Health
Organization, 2011).
American Cancer Society, Surveilance Research (2014) menyebutkan bahwa di
Amerika kejadian leukemia pada anak jenis LLA 3.080 (34%) kasus dan MLA 730 (9%)
kasus. Insiden rate (IR) leukemia berdasarkan usia tertinggi pada usia 2-4 tahun,
berdasarkan jenis kelamin lebih tinggi pada laki-laki (196,7 per 1.000.000 penduduk)
dibandingkan perempuan (182,3 per 1000.000 penduduk), dan berdasarkan ras
Leukemia sering terjadi pada orang berkulit putih (201,7 per 1.000.000 penduduk)
daripada orang berkulit gelap (146,1 per 1.000.000 penduduk). LLA merupakan
jenis leukemia yang sering terjadi pada anak-anak, dimana 3 dari4 kasus leukemia anak
adalah jenis LLA.
Menurut data sistem registrasi kanker di Indonesia (Srikandi) tahun 2005-2007
menunjukkan insiden kanker pada anak sebesar 9 per 100.000 anak-anak. Leukemia
merupakan kanker tertinggi pada anak sebesar 2,8 per 100.000, retinoblastoma
2,4 per 100.000, osteosarkoma 0,97 per 100.000, limfoma 0,75 per 100.000, kanker
nasopharing 0,43 per 100.000. Kasus kanker pada anak-anak sebesar 4,7% dari kanker
pada semua umur. Angka kematian akibat kanker anak adalah 50-60% karena pada
umumnya penderita dating terlambat atau sudah dalam stadium lanjut (Profil Kesehatan
Indonesia, 2012).
16American Cancer Society, Surveilance Research (2014) menyebutkan bahwa di
Amerika kejadian leukemia pada anak jenis LLA 3.080 (34%) kasus dan MLA 730 (9%)
kasus. Insiden rate (IR) leukemia berdasarkan usia tertinggi pada usia 2-4 tahun,
berdasarkan jenis kelamin lebih tinggi pada laki-laki (196,7 per 1.000.000 penduduk)
dibandingkan perempuan (182,3 per 1000.000 penduduk), dan berdasarkan ras
Leukemia sering terjadi pada orang berkulit putih (201,7 per 1.000.000 penduduk)
daripada orang berkulit gelap (146,1 per 1.000.000 penduduk). LLA merupakan
jenis leukemia yang sering terjadi pada anak-anak, dimana 3 dari4 kasus leukemia anak
adalah jenis LLA.Menurut data sistem registrasi kanker di Indonesia (Srikandi) tahun
2005-2007 menunjukkan insiden kanker pada anak sebesar 9 per 100.000 anak-anak.
Leukemia merupakan kanker tertinggi pada anak sebesar 2,8 per 100.000,
retinoblastoma 2,4 per 100.000, osteosarkoma 0,97 per 100.000, limfoma 0,75 per
100.000, kanker nasopharing 0,43 per 100.000. Kasus kanker pada anak-anak sebesar
4,7% dari kanker pada semua umur. Angka kematian akibat kanker anak adalah 50-60%
karena pada umumnya penderita dating terlambat atau sudah dalam stadium lanjut
(Profil Kesehatan Indonesia, 2012).
Menurut hasil penelitian Chandrayani S, et al (2010) yang dilakukan di Rumah
Sakit Kanker Dharmais Jakarta menyebutkan bahwa dari semua jenis leukemia pada
anak, kasus terbanyak terjadi pada anak laki-laki (76,9%) dibanding perempuan
(23,1%) dengan rasio 10 : 3. Kasus terbanyak pada rentang usia 2-5 tahun (46,2%) dan
terendah pada usia <2 tahun (3,8%). Ras/suku 17terbanyak adalah ras/suku Jawa
88,5% danterendah adalah suku Manado dan Minang 1,9% (Chandrayani, 2010).
Berdasarkan penelitian pada pasien leukemia anak di bawah usia 18 tahun di RS. Haji
Adam Malik Medan oleh Paulina K. Bangun, et al tahun 2012, menyebutkan bahwa
leukemia banyak terjadi pada kelompok umur 2-5 tahun (37,2%) dan terendah pada
kelompok umur 11-15 tahun (12,8%). Kejadian lebih banyak terjadi pada jenis kelamin
laki-laki daripada perempuan (52,9% : 47,1%). Pasien mempunyai riwayat leukemia pada
keluarga 4,3% (Paulina, 2014).
Menurut jurnal kesehatan Andalas
Metode Penelitian bersifat deskriptif dengan desain deskriptif retrospektif yang
dilaksanakan pada Februari – Mei 2015. Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien
LMA di bagian penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang antara Januari 2014 sampai
Desember 2014. Sampel untuk penelitian ini adalah bagian dari populasi yang memenuhi
kriteria inklusi dan ekslusi berjumlah 35 orang. Instrumen yang digunakan pada penelitian
ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. M. Djamil
Padang dan pengolahan data dilakukan secara manual.

HASIL
Tabel 1. Distribusi penderita leukemia mieloblastik akut di bagian Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang berdasarkan usia.

Tabel 1 memperlihatkan bahwa jumlah pasien leukemia mieloblastik akut yang berusia
<20 tahun sebanyak 3 orang (8,57%), pada usia 20-39 tahun sebanyak 16 orang (45,71%),
pada usia 40-59 tahun sebanyak 14 orang (40%), dan pada pasien dengan usia ≥60 tahun
sebanyak 2 orang (5,71%).
Tabel 2. Distribusi penderita leukemia mieloblastik akut di bagian Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 2 memperlihatkan bahwa jumlah pasien leukemia mieloblastik akut yang berjenis
kelamin lakilaki sebanyak 17 orang (48,57%) dan pasien dengan jenis kelamin perempuan
sebanyak 18 orang (51,43%).

Tabel 3. Distribusi penderita leukemia mieloblastik akut di bagian Penyakit Dalam


RSUP Dr. M. Djamil Padang berdasarkan klasifikasi FAB.

Tabel 3 memperlihatkan bahwa jumlah penderita leukemia mieloblastik akut dengan


tipe M0 sebanyak 1 orang (2,86%), tipe M2 sebanyak 3 orang (8,57%), tipe M3 sebanyak
2 orang (5,71%), tipe M4 sebanyak 20 orang (57,14%), tipe M5 sebanyak 8 orang
(22,86%), dan tipe M6 cuma 1 orang (2,86%).

Tabel 4. Distribusi penderita leukemia mieloblastik akut di bagian Penyakit Dalam


RSUP Dr. M. Djamil Padang berdasarkankadar hemoglobin
Tabel 4. memperlihatkan bahwa terdapat 17 pasien leukemia mieloblastik akut yang
mengalami anemia berat (48,57%), 11 orang mengalami anemia sedang (31,43%), 4 orang
mengalami anemia ringan (11,43%), dan 3 anemia ringan sekali (8,57%).

Tabel 5. Distribusi penderita leukemia mieloblastik akut di bagian Penyakit Dalam


RSUP Dr. M. Djamil Padang berdasarkan jumlah leukosit

Tabel 5 memperlihatkan bahwa terdapat 9 pasien leukemia mieloblastik akut dengan


leukosit 10.000-50.000 (25,71%), 21 pasien dengan leukosit >50.000 (60%), dan 5 pasien
dengan leukosit <10.000 (14,29%).

Tabel 6. Distribusi penderita leukemia mieloblastik akut di bagian Penyakit Dalam


RSUP Dr. M. Djamil Padang berdasarkan jumlah trombosit

Tabel 6 memperlihatkan bahwa seluruh pasien leukemia mieloblastik akut mengalami


trombositopenia (100%).

Tabel 7. Distribusi penderita leukemia mieloblastik akut di bagian Penyakit Dalam


RSUP Dr. M. Djamil Padang berdasarkan presentasi blast
Tabel 7 memperlihatkan bahwa terdapat 3 orang penderita leukemia mieloblastik akut
dengan presentasi blast <30% (8,57%) dan ada 32 orang dengan presentasi blast >30%
(91,43%).

PEMBAHASAN
Distribusi penderita leukemia mieloblastik akut di bagian Penyakit Dalam RSUP Dr.
M. Djamil Padang berdasarkan usia dan jenis kelamin.
Menurut Howlander et al (2011) risiko untuk terjadi leukemia mieloblastik akut
meningkat sekitar 10 kali lipat dari usia 30-34 tahun sampai usia 65-69 tahun serta
mencapai puncak pada usia 80-84 tahun. Dores et al (2012) menyatakan insiden meningkat
berbanding lurus dengan meningkatnya usia yaitu sekitar 1,3 kasus per 100.000 penduduk
pada usia dibawah 65 tahun menjadi 12,2 kasus per 100.000 penduduk pada usia diatas 65
tahun. Menurut penelitian Simamora (2009) kasus leukemia dengan jenis kelamin laki-
laki lebih tinggi dibandingkan pada perempuan (58%:42%). Menurut penelitian Mehta et
al (2012) pasien leukemia mieloblastik akut berjenis kelamin laki-laki ada sebanyak 59,7%
berbanding dengan pasien berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 40,3%.
Pada hasil penelitian kejadian terbanyak terjadi pada kelompok usia 20-39 tahun yaitu
sebanyak 45,71% dan sedikit menurun pada kelompok usia 40-59 tahun yaitu sebanyak
40% sementara pada kelompok usia ≥60 tahun hanya terjadi sebanyak 5,71%. Pada hasil
penelitian juga menunjukkan lebih banyak pasien berjenis kelamin perempuan
dibandingkan laki-laki. Banyak faktor yang dapat menyebabkan perbedaan temuan
penelitian ini diantaranya yaitu faktor kondisi lingkungan yang buruk, gaya hidup
masyarakat, serta faktor kondisi kesehatan dan kepedulian terhadap kesehatan masyarakat
yang masih rendah serta jumlah sampel yang berbeda dari penelitian sebelumnya dimana
mengambil jumlah sampel yang besar.

Distribusi penderita leukemia mieloblastik akut di bagian Penyakit Dalam RSUP Dr.
M. Djamil Padang berdasarkan klasifikasi French-American-British (FAB).
Kurnianda (2006) menemukan persentase kasus LMA berdasarkan klasifikasi FAB
yaitu LMA M0 sebanyak 3%, LMA M1 sebanyak 15-20%, LMA M2 sebanyak 25-30%,
LMA M3 sebanyak 5-10%, LMA M4 sebanyak 25-30%, LMA M5 sebanyak 2-9%, LMA
M6 sebanyak 3-5%, dan LMA M7 sebanyak 3-12%.
Temuan ini hampir sama dengan hasil penelitian dimana jenis LMA yang paling banyak
adalah LMA tipe M4. Hasil penelitian sedikit berbeda dengan temuan Mehta et al (2012)
yaitu ditemukan persentase terbanyak adalah LMA M2 sebanyak 28,35%, lalu LMA M5
24,41%, LMA M1 21,26%, LMA M4 14,17%, LMA M3 9,45%, LMA M6 1,57%, serta
LMA M7 sebanyak 0,79%. Perbedaan hasil temuan ini kemungkinan disebabkan oleh
jumlah sampel yang berbeda dan pengambilan sampel yang secara acak yang memenuhi
kriteria inklusi.
FMS-like tyrosine kinase 3 (FLT3) memiliki peranan penting dalam proses
leukomogenesis pada pasien leukemia mieloblastik akut, melalui proses regulasi sel
hematopoetik, termasuk metabolisme fosfolipid, transkripsi, proliferasi dan apoptosis. Jika
terjadi mutasi pada FLT3 akan terjadi peningkatan ekspresi FLT3 yang mengakibatkan
terjadinya interaksi antar reseptor FLT3 dengan ligand (FL), sehingga akan terjadi
perubahan konformasi, ini menyebabkan terungkapnya reseptor dan pemaparan dari
domain dimerisasi. Dimerisasi dari reseptor ini adalah awal dari aktivasi enzim tirosin
kinase sehingga menyebabkan fosforilasi berbagai situs domain intraseluler. Ini
menyebabkan peningkatan proliferasi sel, penurunan masa hidup sel, penurunan
diferensiasi, cell cycle arrest, gangguan apoptosis dan gangguan pertumbuhan sel. Semua
gangguan tersebut akan mengakibatkan blokade maturitas sehingga menyebabkan sel
mieloblast meningkat dan jumlah leukosit juga meningkat.
Pada penelitian Colovic et al (2007) didapatkan hasil mutasi FLT3 terbanyak pada
LMA M5. FLT3ligand (FL) diperlukan untuk diferensiasi lengkap dari monosit dan FLT3
terekspresi secara persisten selama proses diferensiasi monosit. Pada penelitian Libura et
al (2013), didapatkan hasil ekspresi FLT3 paling tinggi ditemukan pada LMA M4 dan
LMA M5, yang diperkirakan berhubungan dengan kelainan sitogenetik yaitu translokasi
kromosom 11q23 yang banyak terjadi pada tipe LMA tersebut.15,16. Peningkatan ekspresi
FLT3 pada LMA M4 dan LMA M5 yang diperkirakan berhubungan dengan jumlah
penderita LMA M4 dan LMA M5 yang tinggi yang didapatkan peneliti.

Distribusi penderita leukemia mieloblastik akut di bagian Penyakit Dalam RSUP Dr.
M. Djamil Padang berdasarkan kadar hemoglobin
Hasil penelitian Mehta et al (2012) juga menemukan hasil yang hampir serupa yaitu
pasien dengan kadar hemoglobin <9 gr/dl ada sebanyak 76,39% serta pasien dengan kadar
hemoglobin ≥9 gr/dl hanya 23,61%.
Anemia pada keganasan bisa terjadi salah satunya disebabkan karena respon
eritropoetin yang tidak adekuat terhadap anemia akibat efek sitokin seperti Tumor
Necrosis Factor (TNF) dan interleukin-1 (IL-1) pada eritropoesis. Anemia ini hanya dapat
terkoreksi dengan keberhasilan penyakit yang mendasari. Pada leukemia mieloblastik akut
ditemukan kelainan laboratorium berupa anemia yang mula-mula ringan dan semakin
berat apabila tidak didiagnosa dan ditatalaksana dengan benar. Kelainan anemia yang
terjadi disebabkan tertekannya proses hematopoiesis normal akibat dari proliferasi sel
leukosit yang sangat banyak di sumsum tulang.

Distribusi penderita leukemia mieloblastik akut di bagian Penyakit Dalam RSUP Dr.
M. Djamil Padang berdasarkan jumlah leukosit
Penelitian Hu et al (2011) menunjukkan hasil yaitu terdapat 59,5% kasus mengalami
leukositosis serta 40,5% kasus dengan jumlah leukosit normal atau menurun. Peningkatan
jumlah leukosit disebabkan oleh proses blokade pada pematangan leukosit yaitu sel
mielosit yang mengakibatkan menumpuknya sel-sel mielosit muda di sumsum tulang dan
bisa menyebar melalui pembuluh darah ke jaringan seperti hati dan limpa.Penyebab
blokade pada pematangan leukosit ini adalah kelainan genetik akibat dari mutasi gen
sehingga terjadi peningkatan proliferasi sel dan penurunan masa hidup sel leukosit.

Distribusi penderita leukemia mieloblastik akut di bagian Penyakit Dalam RSUP Dr.
M. Djamil Padang berdasarkan jumlah trombosit
Hasil ini serupa dengan Bakta (2003) yaitu pada penderita leukemia mieloblastik akut
sering mengalami trombositopenia berat dibawah 1x106/L.Jumlah trombosit yang
menurun pada leukemia merupakan akibat dari infiltrasi ke sumsum tulang atau
kemoterapi.Infiltrasi sel leukemik di sumsum tulang menyebabkan sumsum tulang
dipenuhi oleh sel leukemik sehingga terjadi penurunan jumlah megakariosit yang
mengakibatkan menurunnya produksi trombosit. Kemoterapi pada penderita leukemia
menyebabkan kerusakan sumsum tulang yang akan berakibat berkurangnya produksi
trombosit. Penyebab lain trombositopenia yaitu karena koagulasi intravaskuler diseminata
(KID) dimana sering dihubungkan dengan leukemia promielositik akut (LMA M3),
leukemia mielomonositik akut akut (LMA M4), dan leukemia mieloblastik akut (LMA M1
dan LMA M2). Penyebabnya adalah karena pelepasan material prokoagulan
(tromboplastin like substance) dari blast sel leukemik.Proses imunologis, dan
hipersplenisme sekunder terhadap pembesaran limpa juga termasuk sebagai penyebab
terjadinya trombositopenia.
Distribusi penderita leukemia mieloblastik akut di bagian Penyakit Dalam RSUP Dr.
M. Djamil Padang berdasarkan presentasi blast
Menurut Kurnianda (2006) pada 85% kasus LMA ditemukan sel-sel blast dalam jumlah
yang signifikan di darah tepi. Pada pasien LMA terjadi blokade maturitas akibat dari
kelainan genetik oleh mutasi gen. Mutasi gen pada LMA selain menyebabkan peningkatan
proliferasi sel dan penurunan masa hidup sel, juga menyebabkan terganggunya proses
diferensiasi sel.Terganggunya proses diferensiasi sel mielosit akan menyebabkan
perkembangan terhenti pada selsel muda (blast) sehingga mengakibatkan terakumulasinya
blast di sumsum tulang. Sel-sel muda inilah yang bisa bermigrasi keluar dari sumsum
tulang ke darah tepi dan bisa menginfiltrasi ke organ lain seperti kulit dan jaringan lunak.
Keterbatasan pada penelitian ini yaitu pada penelitian ini hanya dilakukan dalam satu
tahun dikarenakan jumlah data sekunder sebelum tahun 2014 di instalasi rekam medis
yang tidak memadai dan berbeda jauh jumlahnya jika dibandingkan dari tahun 2014 yang
masih cukup lengkap.

2.3 Patofisiologi Leukimia


Leukemia disebabkan akibat dari adanya mutasi pada DNA somatik. Mutasi
tersebut disebabkan oleh terjadinya aktivasi onkogen atau deaktivasi gen tumor
supresor dan terganggunya pengaturan program kematian sel (apoptosis). Mutasi
tersebut bisa terjadi secara spontan atau karena pengaruh radiasi atau pemaparan
substansi karsinogen dan erat hubungannya dengan faktor genetik.
Beberapa penderita disebabkan oleh pengaruh radiasi ion, pemaparan bahan kimia
misalnya benzen dan agen kemoterapi alkyl untuk pengobatan malignan
sebelumnya, karakteristik kelahiran anak, kondisi reproduktif orang tua, pengaruh kondisi
lingkungan, faktor immunologi tubuh seseorang dan kebiasaan perilaku yang tidak
sehat seperti merokok. Beberapa faktor tersebut selanjutnya mempengaruhi tubuh
untuk melakukan mutasi DNA somatik. Virus juga ada hubungannya dengan leukemia,
paada hewan uji coba mencit dan hewan uji coba lainnya dengan infeksi retrovirus ada
hubungannya dengan kejadian leukemia. Retrovirus yang teridentifikasi adalah Human T-
lymphotropic virus atau HTLV-1 yang selanjutnya diketahui sebagai penyebab T-cell
Leukemia.
Penderita leukemia diduga mempunyai gen tunggal atau gen multipel penyebab
leukemia, jenis leukemia bisa sama atau juga bisa jenis leukemia yang lain. Pada
kelainan genetik tersebut individu mempunyai kromosom defek atau kelainan genetik
tertentu yang mempunyai risiko lebih besar terhadap leukemia. Misalnya, seseorang
dengan gejala down’s syndromemempunyai risiko tinggi terhadap kejadian leukemia
(Darmono, 2012)

2.4 Manifestasi Klinis


Pada awalnya, leukemia sering kali tidak menimbulkan tanda-tanda. Gejala baru
muncul ketika sel kanker sudah semakin banyak dan mulai menyerang sel tubuh. Gejala
yang muncul pun bervariasi, tergantung jenis leukemia yang diderita. Namun, secara umum
ciri-ciri penderita leukemia adalah:
 Demam dan menggigil.
 Tubuh terasa lelah dan rasa lelah tidak hilang meski sudah beristirahat.
 Berat badan turun drastis.
 Gejala anemia.
 Bintik merah pada kulit.
 Mimisan.
 Tubuh mudah memar.
 Keringan berlebihan (terutama pada malam hari).
 Mudah terkena infeksi.
 Muncul benjolan di leher akibat pembengkakan kelenjar getah bening.
 Perut terasa tidak nyaman akibat organ hati dan limpa membengkak.

Gejala yang lebih berat dapat dialami penderita apabila sel kanker menyumbat
pembuluh darah organ tertentu. Gejala yang dapat muncul meliputi:
 Sakit kepala hebat
 Mual dan muntah
 Otot hilang kendali
 Nyeri tulang
 Linglung
 Kejang

2.5 Diagnosis Leukimia


Melalui pemeriksaan fisik, akan dapat mendeteksi tanda-tanda leukemia yang muncul,
seperti memar pada kulit, kulit pucat akibat anemia, serta pembengkakan kelenjar getah
bening, hati, dan limpa. Meski demikian, diagnosis leukemia belum dapat dipastikan hanya
dengan pemeriksaan fisik. Karena itu, akan dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk
memastikan diagnosis dan jenis leukemia yang dialami penderita. Jenis pemeriksaan yang
dilakukan, meliputi:
 Tes darah
Tes hitung darah lengkap dilakukan untuk mengetahui jumlah sel darah merah, sel
darah putih, dan trombosit, penderita mengalami leukemia jika jumlah sel darah merah
atau trombosit rendah dan bentuk sel darah tidak normal.
 Aspirasi sumsum tulang
Prosedur aspirasi sumsum tulang dilakukan melalui pengambilan sampel jaringan
sumsum tulang belakang dari tulang pinggul dengan menggunakan jarum panjang dan
tipis. Sampel ini kemudian diperiksa di laboratorium untuk mendeteksi sel-sel kanker.

Selain tes diagnosis di atas, akan dilakukan pemeriksaan lanjutan lain untuk memeriksa
kelainan organ akibat leukemia. Jenis tes yang dapat dilakukan adalah:
 Tes pemindaian, misalnya USG, CT scan, dan MRI.
 Lumbal pungsi.
 Tes fungsi hati.
 Biopsi limpa.

2.6 Pencegahan dan Pengobatan Leukimia


 Pencegahan Leukimia (kanker darah)
1. Olahraga yang teratur
Olahraga yang teratur akan membuat tubuh kita menjadi sehat. Sehat berarti
bebas dari penyakit kanker. Menurut American cancer society (ACS), olahraga
teratur terbukti mampu mengurangi risiko kanker. ACS merekomendasikan minimal
30 menit perhari untuk berolahraga, bisa dilakukan minimal 5 hari perminggu. Ada
banyak yang bisa kita lakukan untuk berolahraga seperti jalan cepat, jogging, latihan
kekuatan atau berenang. Olahraga adalah cara alami mencegah kanker.

2. Diet
Penelitian juga mengatakan bahwa diet yang sehat juga dapat membantu
mencegah perkembangan kanker, termasuk kanker darah. Diet ini bisa dilakukan
dengan cara memperbanyak mengkonsumsi makanan seperti biji-bijian, buah-
buahan, sayuran serta meminimalkan konsumsi lemak. Hindari juga makanan siap
saji, karena ini juga berbahaya.

3. Menghindari rokok dan alcohol


Selain olahraga dan diet, rokok juga harus dihindari,baik yang perokok aktif
maupum pasif. Rokok merupakan penyebab sebagian kanker yang terjadi. Rokok
selain dapat menyebabkan kanker darah juga dapat menyebabkan kanker paru dan
kanker leher rahim. Selain rokok, alcohol juga harus dihindari karena alcohol sama
berbahayanya dengan rokok.

4. Deteksi dini
Untuk mencegah kanker darah juga bisa dilakukan dengan deteksi dini. Hal ini
bisa dilakukan sehingga bisa mencegah kanker lebih cepat.

5. Konsumsi obat herbal


Selain cara-cara diatas, juga bisa untuk mencegah kanker darah dengan
mengkonsumsi obat herbal.

 Pengobatan Leukimia
Pengobatan Leukemia sendiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1. Kemoterapi dengan obat
Penggunaan ini bersifat menyerang dan menghancurkan sel-sel kanker
patologis yang menyerang akan tubuh. Nah kalau tadi penggunaan kemoterapi
dapat mengakibatkan kanker baru memang benar. Biasanya penggunaan obat ini
ditambahkan dengan obat penghambat munculnya penyakit baru. Biasanya obat
yang digunakan adalah hydrea / hydroksiurea, mercapto purinetol dan myleran.
Rosy Periwinkle di hutan madagaskar sering juga digunakan untuk penyembuhan
Leukemia ini. Sayangnya tumbuhan ini terancam punah.

2. Transplantasi Sumsung tulang belakang


Biasanya adalah sumsum tulang belakang dari saudara kandung atau saudara
dekat. Keuntungannya adalah sisem imun tidak akan aktif untuk membunuh sel
hasil transplantasi. Kerugiannya sendiri adalah sel yang akan berfungsi dalam
waktu yang sangat lama, tidak akan berfungsi dengan baik dalam waktu yang
singkat.

3. Radioterapi
Untuk menghancurkan dan menghambat pertumbuhan sel-sel kanker.

4. Terapi terfokus
Untuk menyerang bagian-bagian rentan dalam sel-sel kanker.
5. Terapi biologis
Untuk membantu sistem kekebalan tubuh mengenali dan menyerang sel-sel
kanker.
Bab III
Penutup

3.1 Kesimpulan
Leukimia adalah suatu penyakit yang dikenal dengan adanya proliferasi neoplasitik dari
sel-sel organ hemopoietik, yang terjadi sebagai akibat mutasi somatik sel bakal (stem cell)
yang akan membentuk suatu klon sel leukimia. Penyakit kanker darah (leukimia)
menduduki peringkat tertinggi kanker pada anak. Namun, penanganan kanker pada anak di
Indonesia masih lambat. Itulah sebabnya lebih dari 60% anak penderita kanker yang
ditangani secara medis sudah memasuki stadium lanjut.
Penyakit leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat,
mematikan, dan memburuk. Apabila hal ini tidak segera diobati, maka dapat menyebabkan
kematian dalam hitungan minggu hingga hari. Sedangkan leukemia kronis memiliki
perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat sehingga memiliki harapan hidup yang lebih
lama, hingga lebih dari 1 tahun.

Pada awalnya, leukemia sering kali tidak menimbulkan tanda-tanda. Gejala baru
muncul ketika sel kanker sudah semakin banyak dan mulai menyerang sel tubuh. Gejala
yang muncul pun bervariasi, tergantung jenis leukemia yang diderita. Namun, secara
umum ciri-ciri penderita leukemia adalah : demam dan menggigil, tubuh terasa lelah dan
rasa lelah tidak hilang meski sudah beristirahat, berat badan turun drastis, gejala anemia.

Pengobatan Leukimia
Pengobatan Leukemia sendiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1. Kemoterapi dengan obat
2. Transplantasi Sumsung tulang belakang
3. Radioterapi
4. Terapi terfokus
5. Terapi biologis

3.2 Saran
Penyakit Leukemia merupakan penyakit yang tidak menimbulkan tanda pada fase awal
dan baru menunjukkan gejala yang spesifik ketika sel kanker sudah semakin banyak dan
mulai menyerang tubuh. Olehkarena itu lebih baik melakukan pencegahan dengan cara
melakukan olahraga yang teratur, diet, menghindari rokok dan alcohol, deteksi dini dan rutin
konsumsi obat herbal sehingga resiko mengalami leukemia dapat lebih kecil.
Daftar Pustaka

American Cancer Society (2018). Chronic Lymphocytic Leukemia.


Audrey Tanesa.2017. Etiologi Leukimia.(online) Alomedika.diakses 9 Oktober 2020.
Cleveland Clinic (2016). Disease and Condition. Leukemia.
DA. Pratiwi, Sri maryati, Srikini, Suharno, dan Bambang S. Penerbit : Erlangga 2006. Biologi
untuk SMA Kelas XI.Jilid 2 Jakarta. Penerbit Erlangga.
Marlinda. Gambaran hematologi leukemia nonlimfoblastik akut di RSUP M Djamil Padang
periode 1991-1998. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas; 1999.
Mayo Clinic (2018). Disease and Conditions. Acute Lymphocytic Leukemia.
Mayo Clinic (2018). Diseases and Conditions. Leukemia.
Mayo Clinic (2017). Disease and Conditions. Acute Myelogenous Leukemia.
National Institute of Health (2019). National Cancer Institute. White Blood Cell.
Herndon, J. & Holland, K. Healthline (2019). Everything You Want to Know About Chronic
Myeloid Leukemia.
Rahmadin.Bayu.dkk. 2014. Profil penderita Leukimia Mieloblastik Akut di Bagian Penyakit
Dalam RSUP Dr.M.Djamil Padang.Jurnal Kesehatan Andalas (online). Diakses 8 oktober
2020.
Tjin.Willy.2019.Leukimia(online).Alodokter.diakses 9 oktober 2020.
Yaswir R. Jenis-jenis Leukemia di Laboratorium Patologi Klinik FK Unand/ RSUP M. Djamil
Padang. Padang: Bagian Patologi Klinik FKUA Padang. 1990.

Anda mungkin juga menyukai