Anda di halaman 1dari 7

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2014

Peningkatan Kinerja Reproduksi Sapi Bali Induk melalui


Perbaikan Teknologi Pemeliharaan di Lahan Pasang Surut
Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah
(Increasing Reproduction Performance of Bali Cows through Improvement
of Rearing Technology in Tidal Swamp of Pulang Pisau District,
Central Kalimantan Province)
Adrial, Mokhtar MS

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah, Jl. G Obos Km.5, Palangkaraya 73111
adri_yal@yahoo.com

ABSTRACT

Increasing reproduction performance of Bali cows through improvement of rearing technology means to
improve cow performance and increase pregnancy rate, reduce services per conception (SC), and shorten
calving interval. Experiment was conducted from Agustus 2011 to October 2013, on farm research, where
twelve Bali cows was treated by rearing technology improvement and 8 cows without rearing technology
improvement. Rearing technology improvement included management of cages, feed management, mating
management and animal health management. The parameter recorded were reproduction performance, service
per conception, cow pregnancy rate and calving interval body condition score. Data was analyzed using t-test.
The results showed the average body condition score 2.92±0.67 by improvement rearing technology while
control 1.75±0.71, service per conception with technological improvements 1.58±0.79 times; control
2.50±0.93 times, cow pregnancy rate of the technological improvement was not difference with control.
Calving interval of technological improvements 13.25±1.86 months and 16.38±1.92 month for control. The
conclusion of this study was improvement of rearing technology or improve the reproductive performance of
Bali cattle as the reducing of service per conception, increased rate of pregnancy and shorten the calving
interval. Improvement of rearing technology are also able to improve cow body condition score.
Key Words: Reproduction Performance, Bali Cows, Improved Technology

ABSTRAK

Peningkatan kinerja reproduksi sapi Bali dilakukan melalui perbaikan teknologi pemeliharaan yang
ditujukan untuk memperbaiki kondisi tubuh induk, meningkatkan angka kebuntingan, memperkecil service
per conception dan memperpendek jarak beranak. Pengkajian dilakukan secara on farm research di kandang
petani dari bulan Agustus 2011 s/d Oktober 2013. Pengamatan data dilakukan secara berkala terhadap 20 ekor
sapi induk. Sebanyak 12 ekor sapi Bali induk diberikan perbaikan teknologi pemeliharaan dan sebagai kontrol
dilakukan pengamatan terhadap 8 ekor sapi Bali induk yang dipelihara tanpa perbaikan teknologi
pemeliharaan. Perbaikan teknologi pemeliharaan meliputi perbaikan manajemen kandang, manajemen pakan,
manajemen perkawinan dan manajemen kesehatan ternak. Pengamatan dilakukan terhadap kinerja reproduksi
sapi induk dengan parameter service per conception, angka kebuntingan dan jarak kelahiran, selain itu untuk
mendukung peningkatan kinerja reproduksi sapi induk juga diamati kondisi tubuh induk melalui penilaian
skor kondisi tubuh. Analisis data hasil pengkajian menggunakan uji t (t-test). Hasil pengamatan menunjukkan
rataan skor kondisi tubuh sapi yang diberi perbaikan teknologi 2,92±0,67 sedangkan sapi kontrol 1,75±0,71,
service per conception sapi perbaikan teknologi 1,58±0,79 kali dan kontrol 2,50±0,93 kali, angka
kebuntingan sapi perbaikan teknologi tidak berbeda nyata dengan sapi kontrol dan jarak beranak sapi
perbaikan teknologi 13,25±1,86 bulan dan sapi kontrol 16,38±1,92 bulan. Sedangkan hasil pengkajian ini
menyimpulkan bahwa perbaikan teknologi pemeliharaan dapat meningkatkan kinerja reproduksi sapi Bali
induk yang terlihat dari penurunan angka service per conception, meningkatkan angka kebuntingan dan
memperpendek jarak kelahiran. Perbaikan teknologi pemeliharaan juga mampu memperbaiki skor kondisi
tubuh sapi induk.
Kata Kunci: Kinerja Reproduksi, Sapi Bali, Perbaikan Teknologi

66
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2014

92PENDAHULUAN reproduktivitas dan kesuburan (fertilitas) yang


tinggi serta mampu beradaptasi dan
Pengembangan sapi potong di Kalimantan berkembang di beberapa wilayah di Indonesia.
Tengah belum menunjukkan kinerja yang Performans reproduktivitas yang tinggi pada
optimal, hal ini terlihat dari rendahnya sapi Bali ditandai dengan aktivitas ovarium dan
produktivitas ternak yang menyebabkan perkawinan kembali kurang dari 2 bulan
perkembangan populasi berjalan lambat sesudah melahirkan (Talib et al. 2001),
bahkan cenderung stagnan. Permasalahan sehingga memberikan tingkat efisiensi
lambatnya perkembangan populasi sapi potong reproduksi yang lebih baik dibandingkan
umumnya disebabkan oleh rendahnya kinerja dengan sapi PO.
reproduksi dan erat kaitannya dengan angka Kinerja reproduksi sapi Bali yang secara
kelahiran yang rendah, jarak beranak yang genetik relatif tinggi ternyata belum
panjang dan tingginya angka kematian pedet. menunjukkan performa yang optimal pada
Kondisi ini umumnya disebabkan oleh pola kondisi peternakan rakyat di Kabupaten Pulang
pemeliharaan yang masih tradisonal, diusahakan Pisau yang notabene dipelihara secara
secara sambilan, kurang tersentuh teknologi, tradisional dan minim sentuhan teknologi.
pakan ala kadarnya dan skala kepemilikan Untuk itu perlu dilakukan perbaikan teknologi
yang relatif rendah. pemeliharaan agar kinerja reproduksi sapi Bali
Salah satu cara untuk meningkatkan bisa mencapai potensi optimalnya. Perbaikan
produktivitas ternak adalah dengan memperbaiki teknologi pemeliharaan ditujukan untuk
kinerja reproduksinya, karena jika proses memperbaiki kondisi tubuh induk,
reproduksi ternak berjalan normal maka meningkatkan angka kebuntingan, memperkecil
produktivitas ternak juga akan semakin baik, service per conception dan memperpendek
dengan kata lain semakin tinggi kemampuan jarak beranak. Pengkajian ini bertujuan untuk
reproduksi, semakin tinggi pula produktivitas mengetahui kinerja reproduksi sapi Bali yang
ternak tersebut (Oktaviani 2010). Tinggi diberi perbaikan teknologi pemeliharaan di
rendahnya efisiensi reproduksi ternak lahan pasang surut Kabupaten Pulang Pisau,
dipengaruhi oleh; angka kebuntingan Kalimantan Tengah.
(conception rate), jarak antar kelahiran
(calving interval), jarak waktu antara MATERI DAN METODE
melahirkan sampai bunting kembali (service
period), angka kawin per kebuntingan (service Pengkajian dilakukan secara on farm
per conception) dan angka kelahiran (calving research di kandang petani. Pengkajian
rate) (Hardjopranjoto 1995 dalam Fanani et al. dilaksanakan dari bulan Agustus 2011 s/d
2013). Oktober 2013. Pengamatan data dilakukan
Efisiensi reproduksi sapi potong sangat secara berkala terhadap 20 ekor sapi induk.
tergantung pada pola pemeliharaan dan Sebanyak 12 ekor sapi Bali induk dengan umur
performans fisiologis ternak. Aktivitas bervariasi antara tiga sampai empat tahun dan
reproduksi dipengaruhi oleh kondisi tubuh, kisaran bobot badan 150 s/d 200 kg diberikan
bobot badan dan diikuti oleh perubahan ukuran perbaikan teknologi pemeliharaan dan sebagai
tubuh. Kondisi tubuh yang mempengaruhi kontrol dilakukan pengamatan terhadap
aktivitas reproduksi antara lain siklus estrus, delapan ekor sapi Bali induk dengan kisaran
calving interval, estrus postpartum, days open umur dan bobot badan yang relatif sama yang
dan umur beranak pertama (Mc Donald et al. dipelihara tanpa perbaikan teknologi
1988 dalam Talib et al. 2001). Perkembangan pemeliharaan. Pengkajian dilaksanakan di
organ reproduksi ditentukan oleh proses kelompok tani Suka Maju, Desa Kanamit
pemeliharaan semasa pertumbuhan pada umur Barat, Kecamatan Maliku, Kabupaten Pulang
muda, dan perpanjangan umur induk produktif Pisau, Kalimantan Tengah yang merupakan
untuk mendapatkan anak dipengaruhi oleh lokasi kegiatan Model Pengembangan
umur beranak pertama (Hafez 2000). Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-
Sapi Bali merupakan sapi asli Indonesia P3MI). Desa Kanamit Barat berada pada
yang mempunyai keunggulan dibandingkan agroekosistem lahan pasang surut dengan tipe
sapi potong lainnya yakni tingkat

67
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2014

luapan C. Lahan tipe ini merupakan lahan bagian processus spinosus, processus spinosus
pasang surut yang tidak terkena luapan air ke processus transversus, processus
pasang secara langsung, namun kedalaman transversus, legok lapar, tuber coxae (hooks),
muka air tanahnya kurang dari 50 cm. antara tuber coxae dan tuber ischiadicus (pins),
Perbaikan teknologi pemeliharaan meliputi antara tuber coxae kanan dan kiri, dan pangkal
perbaikan manajemen kandang, manajemen ekor ke tuber ischiadicus. Analisis data hasil
pakan, manajemen perkawinan dan manajemen pengkajian menggunakan uji t (t-test).
kesehatan ternak. Manajemen pemeliharaan
dengan teknologi petani (kontrol) dan
teknologi perbaikan terlihat pada Tabel 1. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan dilakukan secara berkala
terhadap kinerja reproduksi sapi induk dengan Perbaikan kondisi tubuh induk
parameter service per conception (S/C), angka
kebuntingan dan jarak kelahiran (calving Salah satu penyebab rendahnya
interval). Penghitungan S/C pada sistem produktivitas sapi potong di Desa Kanamit
kandang kelompok dilakukan melalui Barat adalah kualitas sapi bibit
pengamatan terhadap siklus estrus masing- (induk/pejantan) yang rendah. Rendahnya
masing induk sampai terjadinya kebuntingan kualitas induk selain disebabkan oleh faktor
(tidak muncul lagi gejala estrus) dan dicatat genetik juga dipengaruhi oleh manajemen
dalam kartu recording. Dalam mendukung pemeliharaan yang masih tradisional dan
peningkatan kinerja reproduksi sapi induk juga minimnya sentuhan teknologi. Salah satu
dilakukan pengamatan terhadap kondisi tubuh indikator untuk menilai kondisi tubuh sapi
induk melalui penilaian skor kondisi tubuh dapat digunakan sistem body condition score
menggunakan skala satu sampai lima menurut (BCS) atau skor kondisi tubuh. Skor kondisi
Edmonson et al. (1989). Penilaian kondisi tubuh yang digunakan menggunakan skala 1-5
tubuh dilakukan dengan cara pengamatan dan menurut Edmonson et al. (1989). Skor kondisi
perabaan terhadap deposit lemak pada bagian tubuh induk sapi Bali hasil pengamatan melalui
tubuh ternak, yaitu pada bagian punggung dan perbaikan teknologi dan kontrol terlihat pada
seperempat bagian belakang, seperti pada Tabel 2.

Tabel 1. Manajemen pemeliharaan sapi induk dengan teknologi petani dan teknologi perbaikan di Desa
Kanamit Barat

Manajemen
Teknologi petani (kontrol) Teknologi perbaikan
pemeliharaan
Manajemen Kandang individu tanpa adanya Kandang kelompok model Badan Litbang Pertanian
kandang ruang exercise untuk induk yang dilengkapi dengan bank pakan dan gudang
pakan
Manajemen Pemberian pakan cut and carry Penerapan manajemen pakan berkelanjutan,
pakan dengan pakan utama berupa teknologi penyajian dan penyimpanan pakan,
rumput dengan jumlah pemberian konsentrat dan pengayaan gizi dengan
pemberian 20-25 kg/ekor/hari pemberian Urea Multinutrien Molasses Blok.
tanpa pakan tambahan Pemberian pakan tambahan diutamakan untuk
induk bunting dan menyusui
Manajemen Kawin alam dan Inseminasi Manajemen perkawinan diterapkan di kandang
perkawinan Buatan (IB), namun belum ada kelompok dengan menempatkan sapi induk dan
pengaturan pola perkawinan. pejantan terseleksi secara bersama-sama dengan
Pengamatan birahi dan waktu perbandingan jantan dan betina 1:12 ekor.
kawin belum tepat serta Perkawinan terjadi secara alami, namun jika masih
rendahnya kualitas pejantan ada yang menunjukkan gejala birahi dilakukan
dengan Inseminasi Buatan (IB)
Manajemen Pengobatan hanya dilakukan Kesehatan ternak dikontrol secara rutin, vaksinasi
kesehatan saat ada ternak yang sakit jembrana, pemberian obat cacing dan jamu ternak
ternak

68
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2014

Tabel 2. Rataan skor kondisi tubuh sapi Bali induk dengan perbaikan teknologi pemeliharaan dan kontrol

Manajemen pemeliharaan
Uraian
Kontrol (n = 8) Perbaikan teknologi (n = 12)
Skor kondisi tubuh (skala 1-5) 1,75±0,71b 2,92±0,67a
Tampilan fisik Kondisi tubuh rata-rata kurus, Kondisi tubuh sedang, tulang dan
perlemakan tipis dan perlemakan relatif seimbang.
pertulangan relatif menonjol.
Superscript berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Tabel 2 menujukkan bahwa rataan skor seperti days open, service per conception, angka
kondisi tubuh sapi Bali induk antara yang kebuntingan, berat badan induk saat beranak
mendapatkan perbaikan teknologi dan berat lahir anak tidak dipengaruhi, untuk
pemeliharaan dengan sapi yang dipelihara pada itu pemberian pakan pada ternak dengan skor
teknologi petani (kontrol) memperlihatkan skor kondisi tubuh yang rendah perlu dilakukan
kondisi tubuh yang berbeda nyata (P<0,05). perbaikan. Hal senada juga dikemukakan oleh
Hal ini menujukkan bahwa dengan perbaikan Ihsan & Wahjuningsih (2011) bahwa
teknologi pemeliharaan terutama manajemen performans reproduksi APP (Anoestrous
pakan akan mampu meningkatkan skor kondisi Postpartum) sapi PO induk pada skor kondisi
tubuh sapi induk. Perbaikan manajemen pakan tubuh yang lebih tinggi menunjukkan hasil
ini mutlak diperlukan terutama pada induk yang lebih baik sedangkan performans
menyusui (laktasi) karena sapi-sapi induk yang reproduksi DO (days open), S/C (service per
kekurangan asupan pakan pada periode laktasi conception) dan angka kebuntingan adalah
akan menggunakan cadangan lemak tubuhnya tidak berbeda nyata.
sebagai sumber energi untuk produksi susu
sepanjang laktasi dan hal ini akan berpengaruh
pada penurunan kondisi tubuh. Hal ini sesuai Kinerja reproduksi
dengan pendapat Taylor & Field (2004) yang
menyatakan bahwa setelah beranak, sapi akan Proses reproduksi sangat penting bagi
mengalami kesulitan menyediakan nutrisi usaha peternakan sapi potong, mengingat tanpa
untuk produksi susu karena konsumsi pakan adanya reproduksi yang baik mustahil
terbatas, sehingga cadangan lemak tubuh produktivitas dapat mencapai hasil yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan. optimal. Menurut Pramono et al. (2008), aspek
Perbaikan skor kondisi tubuh sapi induk penting yang perlu diperhatikan dari segi
melalui perbaikan teknologi pemeliharaan akan reproduksi antara lain adalah service per
berpengaruh pada kinerja reproduksi sapi conception (S/C), concepton rate (CR), post
potong. Hal ini sesuai dengan penelitian partum mating dan calving interval (CI).
Kunkle et al. (1994) dalam Dikman et al. Kinerja reproduksi sapi induk yang diamati
(2011) yang menyatakan bahwa skor kondisi dalam pengkajian ini meliputi service per
tubuh mempunyai peranan yang penting untuk conception (S/C), angka kebuntingan dan jarak
fertilitas sapi potong. Selanjutnya Bamualim & beranak terlihat pada Tabel 3.
Wirdahayati (2003) melaporkan bahwa sapi Rataan service per conception sapi yang
induk yang mempunyai kondisi tubuh yang diberi perbaikan teknologi pemeliharaan
bagus dengan skor kondisi tubuh tiga (skala menujukkan perbedaan yang nyata
satu sampai lima) dengan bobot badan rata-rata dibandingkan sapi kontrol (P<0,05). Hal ini
sebesar 223 kg akan menghasilkan tingkat mengindikasikan bahwa melalui perbaikan
kebuntingan yang tinggi. Dikman et al. (2011) teknologi pemeliharaan, rataan service per
melaporkan bahwa pada induk sapi potong PO conception sapi bisa diturunkan dari 2,50±0,93
saat beranak dengan skor kondisi tubuh yang kali menjadi 1,58±0,79 kali. Kondisi ini
semakin baik akan mempengaruhi kondisi disebabkan karena sapi-sapi induk yang diberi
birahi setelah beranak menjadi lebih cepat perbaikan teknologi dipelihara secara intensif
sedangkan performans reproduksi lainnya di kandang kelompok kawin sehingga

69
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2014

Tabel 3. Kinerja reproduksi sapi Bali induk dengan perbaikan teknologi pemeliharaan dan kontrol

Manajemen pemeliharaan
Kinerja reproduksi
Kontrol (n = 8) Perbaikan teknologi (n = 12)
Service per conception (kali) 2,50±0,93b 1,58±0,79a
Angka kebuntingan (%) 62,5 83,33
Jarak beranak/calving interval (bulan) 16,38±1,92b 13,25±1,86a

Superscript berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

pengamatan terhadap gejala-gejala birahi dan dengan yang dinyatakan Jakob (1994) bahwa
ketepatan dalam mengawinkan sapi bisa diatur tingkat kebuntingan pada pengelolaan populasi
dengan baik. Kondisi berbeda terjadi pada pola sapi potong tergantung fertilitas sapi potong
pemeliharaan petani, dimana peternak kurang pejantan dan betina serta kualitas manajemen
kontrol terhadap kejadian birahi, sehingga perkawinan. Salah satu penyebab rendahnya
banyak kejadian birahi yang tidak teramati dan tingkat kebuntingan sapi potong menurut Jakob
waktu perkawinan yang kurang tepat. Hal ini (1994) adalah manajemen perkawinan yang
sesuai dengan pendapat Soeharsono et al. kurang tepat, yakni; pola perkawinan yang
(2010) yang menyatakan bahwa faktor yang kurang tepat, pengamatan birahi dan waktu
tidak kalah penting dan berpengaruh terhadap kawin yang tidak tepat, rendahnya kualitas atau
nilai service per conception adalah kurang tepatnya pemanfaatan pejantan dalam
pengetahuan dan keterampilan peternak dalam kawin alam, kurang terampilnya petugas
deteksi birahi. inseminator, dan rendahnya pengetahuan
Nilai service per conception yang rendah peternak tentang kawin suntik. Selanjutnya
ini menunjukkan bahwa tingkat kesuburan Toelihere (1985) dalam Ihsan & Wahjuningsih
induk sapi yang ada dalam kelompok (2011) menyatakan bahwa beberapa faktor
perlakuan lebih tinggi daripada kontrol. yang berpengaruh terhadap keberhasilan
Tingkat kesuburan sapi betina ini dipengaruhi kebuntingan induk sapi adalah tingkat
oleh faktor internal dari sapinya, termasuk kesuburan pejantan, kesuburan betina, efisiensi
kesehatan reproduksi dan manajemen kerja inseminator, nutrisi dan musim.
pemeliharaan (Fitrianti 2003). Hasil pengamatan terhadap jarak beranak
Selain kondisi ternak (kesuburan betina), sapi Bali yang memperoleh perbaikan
faktor lain yang juga mempengaruhi nilai teknologi pemeliharaan menunjukkan hasil
service per conception adalah ketersediaan yang berbeda nyata (P<0,05) jika dibandingkan
pejantan pemacek atau keterampilan dengan kontrol pada teknologi petani. Hal ini
inseminator dalam melakukan kegiatan menunjukkan bahwa perbaikan teknologi
inseminasi (Oktaviani 2010). Senada dengan pemeliharaan dengan menggunakan inovasi
itu Pramono et al. (2008), menyatakan bahwa teknologi yang sesuai mampu menurunkan
service per conception dipengaruhi oleh jarak beranak rata-rata sapi Bali dari 16,38
beberapa faktor yaitu ketepatan mendeteksi bulan menjadi 13,25 bulan. Penurunan jarak
birahi, kondisi ternak sendiri serta keterampilan beranak dengan perbaikan teknologi
dan ketepatan inseminator dalam pemeliharaan ini dimungkinkan karena
menginseminasi sapi. terjadinya perbaikan kondisi tubuh induk dan
Angka kebuntingan sapi yang memperoleh penurunan service per conception. Hal ini
perbaikan teknologi pemeliharaan tidak sesuai dengan yang dinyatakan Winarti &
berbeda nyata jika dibandingkan sapi kontrol. Supriyadi (2010) bahwa jarak beranak sebagai
Kondisi ini menujukkan bahwa perbaikan salah satu indikator penilaian kinerja
teknologi pemeliharaan belum mampu reproduksi sapi dipengaruhi oleh beberapa
meningkatkan angka kebuntingan sapi induk. faktor yaitu post partum estrus, post partum
Meskipun ada faktor lain yang mempengaruhi, mating, dan service per conception, semakin
namun kondisi tubuh induk dan manajemen lama postpartum estrus dan postpartum mating
pemeliharaan sangat berpengaruh terhadap maka jarak beranak akan semakin lama, serta
angka kebuntingan sapi potong. Hal ini sesuai semakin tinggi nilai service per conception

70
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2014

maka jarak beranak akan semakin lama pula. Priyanto D, Puastuti W, Anggraeni A, Tarigan
Jarak beranak melalui perbaikan teknologi S, Wardhana AH, Darmayanti NLPI,
pemeliharaan ini relatif sama dengan hasil penyunting. Teknologi peternakan dan
penelitian Romjali & Rasyid (2007) yang veteriner untuk peningkatan produksi dan
antisipatif terhadap dampak perubahan iklim.
menemukan bahwa jarak beranak rata-rata sapi Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Bali pada kondisi peternakan rakyat di Peternakan dan Veteriner. Bogor, 7-8 Juni
Kabupaten Tabanan Bali adalah 13,4 bulan. 2011. Bogor (Indonesia): Puslitbangnak. hlm.
Peningkatan kinerja reproduksi sapi Bali 75-79.
melalui perbaikan teknologi pemeliharaan yang
Edmonson AJ, Lean IJ, Weaver LD, Farver T,
dilakukan di Kelompok Tani Suka Maju ini
Webster G. 1989. A body condition scoring
memperlihatkan bahwa perbaikan produktivitas chart for Holstein dairy cows. J Dairy Sci.
ternak sapi harus didukung oleh penerapan 72:68-70.
teknologi yang memadai melalui perbaikan
manajemen pemeliharaan secara menyeluruh. Fanani S. Subagyo YBP, Lutojo. 2013. Kinerja
reproduksi sapi Perah Peranakan Friesian
Hal ini sesuai dengan pendapat Herdis et al.
Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak,
(1999) yang menyatakan bahwa peningkatan Kabupaten Ponorogo. Tropical Animal
efisiensi reproduksi dapat dilakukan dengan Husbandry. 2:21-27.
manajemen keseluruhan, termasuk pencatatan
perkawinan, deteksi berahi yang tepat, Fitrianti AT. 2003. Penampilan reproduksi sapi
Perah di Peternakan Sapi Perah Rakyat
perbaikan kualitas dan kuantitas pakan,
Wilayah Kerja KUD Mojosongo Kabupaten
menjaga kesehatan dan kebersihan kandang. Boyolali, Jawa Tengah [Skripsi]. [Bogor
(Indonesia): Fakultas Kedokteran Hewan
KESIMPULAN Institut Pertanian Bogor.
Hafez ESE. 2000. Reproduction in farm animals. 7th
Perbaikan teknologi pemeliharaan berupa Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
perbaikan manajemen kandang, manajemen Maryland. USA
pakan, manajemen perkawinan dan manajemen Herdis M, Surachman I, Kusuma, Suhana ER. 1999.
kesehatan ternak dapat meningkatkan kinerja Peningkatan efisiensi reproduksi sapi malalui
reproduksi sapi Bali induk. Hal ini terlihat dari penerapan teknologi penyerentakan birahi.
penurunan angka service per conception dari Wartazoa 9:1-6.
2,50 kali menjadi 1,58 kali, dan Ihsan MN, Wahjuningsih S. 2011. Penampilan
memperpendek jarak beranak dari 16,38 bulan reproduksi sapi potong di Kabupaten
menjadi 13,25 bulan. Perbaikan teknologi Bojonegoro. J Ternak Tropika. 12:76-80.
pemeliharaan juga mampu memperbaiki skor
Jakob TN. 1994. Budidaya ternak potong.
kondisi tubuh sapi Bali induk dari 1,75 menjadi
Yogyakarta (Indonesia): Kanisius.
2,92 (dalam skala 1-5).
Oktaviani TT. 2010. Kinerja reproduksi sapi Perah
Peranakan Friesian Holstein (PFH) di
DAFTAR PUSTAKA Kecamatan Musuk Boyolali [Skripsi].
[Surakarta (Indonesia)]: Universitas Sebelas
Bamualim A, Wirdahayati RB. 2003. Nutrition and Maret.
management strategies to improve Bali cattle
Pramono A, Kustono, Hartadi H. 2008. Calving
productivity in Nusa Tenggara. In: Edtwistle
interval sapi Perah di Daerah Istimewa
K, Lindsay DR. editors. Strategies to improve
Yogyakarta ditinjau dari kinerja reproduksi.
bali cattle in eastern Indonesia. Prociding of
Buletin Peternakan. 32:38-50.
Workshop. Bali 4-7 February 2002, Canberra
(Australia): Australian Centre for International Romjali E, Rasyid A. 2007. Keragaan reproduksi
Agricultural Research. p.17-22. sapi Bali pada kondisi peternakan rakyat di
Kabupaten Tabanan Bali. Dalam: Sani Y,
Dikman DM, Affandhy L, Wahyudi T, Mayberry
Martindah E, Nurhayati, Puastuti W, Sartika
DE, Fordyce G, Poppi DP. 2011. Performans
T, Parede L, Anggraeni A, Natalia L,
reproduksi sapi PO dengan skor kondisi tubuh
penyunting. Inovasi teknologi mendukung
yang berbeda pada kondisi peternakan rakyat
pengembangan agribisnis peternakan ramah
di Kabupaten Malang. Dalam: Prasetyo LH,
lingkungan. Prosiding Seminar Nasional
Damayanti R, Iskandar S, Herawati T,

71
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2014

Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, Murdiati TB, Hastiono S, Hardjoutomo S,


11-12 November 2008. Bogor (Indonesia): Abdul ARM, Priadi A, penyunting. Prosiding
Puslitbangnak. hlm. 214-218. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner. Bogor, 17-18 September 2001.
Soeharsono RA, Saptati, Diwyanto K. 2010. Kinerja Bogor (Indonesia): Puslibangnak. hlm.79-84.
reproduksi sapi potong lokal dan sapi
persilangan hasil inseminasi buatan di Daerah Taylor RE, Field TG. 2004. Scientific farm animal
Istimewa Yogyakarta. Dalam: Prasetyo LH, production: an introduction to animal science.
Natalia L, Iskandar S, Puastuti W, Herawati T, Perason Prentice Hall. New Jersey (USA):
Nurhayati, Anggraeni A, Damayanti R, Upper Saddle River.
Dharmayanti NLPI, Estuningsih SE,
penyunting. Teknologi peternakan dan Winarti E, Supriyadi. 2010. Penampilan reproduksi
veteriner ramah lingkungan dalam mendukung ternak sapi potong betina di Daerah Istimewa
program swasembada daging dan peningkatan Yogyakarta. Dalam: Prasetyo LH, Natalia L,
ketahanan pangan. Prosiding Seminar Iskandar S, Puastuti W, Herawati T,
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Nurhayati, Anggraeni A, Damayanti R,
Bogor, 3-4 Agustus 2010. Bogor (Indonesia): Dharmayanti NLPI, Estuningsih SE,
Puslitbangnak. hlm. 89-99. penyunting. Teknologi peternakan dan
veteriner ramah lingkungan dalam mendukung
Talib C, Bamualim A, Pohan A. 2001. Pengaruh program swasembada daging dan peningkatan
perbaikan pakan pada pola sekresi hormon ketahanan pangan. Prosiding Seminar
progesteron induk sapi Bali bibit dalam Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
periode postpartus. Dalam: Haryanto B, Bogor, 3-4 Agustus 2010. Bogor (Indonesia):
Setiadi B, Sinurat AP, Mathius IW, Puslitbangnak. hlm 64-67.
Situmorang P, Nurhayati, Ashari, Abubakar,

DISKUSI

Pertanyaan:

1. Pada makalah, ditulis bahwa metode penelitian adalah membandingkan antara perbaikan
teknologi pemeliharaan dengan kontrol, namun belum diperjelas mengenai perbaikan
maupun kondisi kontrol. Mohon diperjelas kedua perlakuan tersebut?

2. Mohon dikaji kembali tentang istilah service per conception (S/C), tidaklah istilah tersebut
cenderung digunakan untuk kawin buatan (IB). Apakah istilah tersebut masih relevan pada
kawin alam?

Jawab:

1. Pada perlakuan perbaikan, hal-hal yang perlu diperbaiki adalah teknologi pemeliharaan
meliputi manajemen kandang, manajemen pakan, manajemen perkawinan dan manajemen
kesehatan ternak (diuraikan pada awal tulisan). Pengamatan dan analisis data berdasarkan
pada pencatatan di peternak (recording ternak).

2. Pada induk-induk perlakuan, selain dilakukan kawin alam, induk-induk yang lain dikawinkan
secara buatan pula (IB).

72

Anda mungkin juga menyukai