Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ANTIPIRETIK

Dosen pengampu :
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas nikmatnya yang diberikan kepada kita
semua sehingga makalah yang yang berjudul “ANTIPIRETIK” yang
merupakan tugas kami pada semester 1 dalam mata kuliah Farmakologi
guna memenuhi kegiatan belajar mengajar

Kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah memberi


bimbingannya. Dan makalah ini tentunya masih kurang dari kata
sempurna, oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun senantiasa
kami terima sebagai acuan untuk tugas tugas kami selanjutnya
DAFTAR ISI

Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Masalah Rumusan
1.3 Tujuan
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1 Demam
2.2
Bab III Pembahasan
3.1 antipiretik
3.2
Bab IV Penutup
4.1 Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Antipiretik digunakan untuk membantu untuk mengembalikan suhu set point ke kondisi normal
dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin E2, yang distimulasi oleh pirogen
endogen pada Hipotalamus (Sweetman, 2008). Obat ini menurunkan suhu tubuh hanya pada
keadaan demam namun pemakaian obat golongan ini tidak boleh digunakan secara rutin karena
bersifat toksik. Efek samping yang sering ditimbulkan setelah penggunaan antipiretik adalah
respon hemodinamik seperti hipotensi, gangguan fungsi hepar dan ginjal, oliguria, serta retensi
garam dan air (Hammond and Boyle, 2011).
Demam (pyrexia) merupakan kendali terhadap peningkatan suhu tubuh akibat suhu set point
hipotalamus meningkat. Alasan yang paling umum ketika hal ini terjadi adalah adanya infeksi,
kelainan inflamasi dan terapi beberapa obat (Sweetman, 2008). Demam adalah keadaan dimana
suhu tubuh lebih dari 37,5ºC dan bisa menjadi manifestasi klinis awal dari suatu infeksi. Suhu
tubuh manusia dikontrol oleh hipotalamus. Selama terjadinya demam hipotalamus di reset pada
level temperatur yang paling tinggi (Dipiro, 2008). Demam akibat faktor non infeksi dapat
disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang
terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus
erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (penyakit Hodgkin, Limfoma nonhodgkin, leukemia,
dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik dan antihistamin) (Kaneshiro and Zieve, 2013). Hal
lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf
pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan
lainnya (Nelwan, 2009).
Obat – obat antipiretik secara umum dapat digolongkan dalam beberapa golongan yaitu golongan
salisilat, (misalnya aspirin, salisilamid), golongan para-aminofenol (misalnya acetaminophen,
fenasetin) dan golongan pirazolon (misalnya fenilbutazon dan metamizol) (Wilmana, 2007).
Acetaminophen, Non Steroid Anti-inflammatory Drugs, dan cooling blanket biasa digunakan
untuk mencegah peningkatan suhu tubuh pada pasien cedera otak agar tetap konstan pada kondisi
suhu ≤ 37,5ºC (Dipiro, 2008). Pemberian obat melalui rute intravena atau intraperitonial biasanya
juga digunakan pada keadaan hipertermia, yaitu keadaan dimana suhu tubuh lebih dari 41ºC. Suhu
ini dapat membahayakan kehidupan dan harus segera diturunkan (Sweetman, 2008).
Ivandri dkk (2012) melakukan penelitian pada pasien cedera otak dimana pasien diberikan
acetaminophen intravena dengan dosis 15 Mg/kgBB dan metamizol intravena dengan dosis 15
mg/kgBB yang dikombinasi dengan cooling blanket. Hasilnya, pada kombinasi metamizol
Intravena dengan cooling blanket selalu menghasilkan suhu yang lebih rendah pada hampir semua
waktu pengamatan dan menurunkan suhu lebih cepat dibandingkan kombinasi acetaminophen dan
cooling blanket (Ivandri Dkk., 2012). Hasil pengamatan ini sejalan dengan penelitian terdahulu
membandingkan efek antipiretik antara metamizol dan parasetamol dengan dosis yang sama yaitu
13,2-22,3 mg/kgBB. Hasil penelitian tersebut menyatakan metamizol lebih unggul pada 1,5 jam
sampai 6 jam setelah memberian obat (Rajeshwari, 1997).
Demikian pula pada penelitian lain yang membandingkan efisiensi Antipiretik intravena infus
diklofenak (75 mg), metamizol (2500 mg dan 1000 mg) dan parasetamol (2000 mg dan 1000 mg).
Penelitian menyimpulkan bahwa semua memiliki efek antipiretik yang signifikan. Namun,
metamizol 2500 mg dianggap sebagai yang paling efektif, sementara parasetamol 1000 mg
menunjukkan khasiat antipiretik terendah (Oborilová dkk., 2003). Seperti obat-obatan lainnya
metamizol dan parasetamol juga memiliki efek samping. Dari beberapa literatur disebutkan
bahwa efek samping yang mungkin terjadi adalah hipotensi, mual dan muntah (< 1/100 individu).
Sedangkan efek samping lainnya yang jarang terjadi adalah reaksi hipersensitivitas (<1/1.000
individu), dan yang sangat jarang terjadi adalah trombositopenia, leukositosis, agranulositosis,
serta pembesaran hati (< 1/10.000 individu) (Żukowski dkk.,2009).
Usaha untuk menurunkan suhu tubuh merupakan cara untuk mengurangi laju metabolik dan
mengurangi kekurangan oksigen atau mengurangi kerusakan lebih lanjut dari kematian sel otak
setelah cedera otak atau pendarahan otak (Hammond and Boyle, 2011). NSAIDs banyak
digunakan sebagai first line terapi untuk demam. Metamizole di banyak negara sudah tidak lagi
digunakan karena efek sampingnya yang cukup serius yaitu agranulositosis, anemia aplastik, dan
trombositopenia. Di Indonesia, frekuensi pemakaian metamizole cukup tinggi dan agranulositosis
pernah dilaporkan pada pemakaian obat ini, tetapi belum ada data tentang angka kejadiannya
(Wilmana, 2007). Dalam studi penggunaan obat, dapat dipelajari efek-efek yang mungkin
ditimbulkan metamizole sebagai antipiretik pada pasien cedera otak yang dapat memperburuk
outcome terapi.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang di maksud dengan antipiuretik?
2. Apa saja obat yang tergolong antipiuretik?
3. Berapa dosis obat antipiuretik?
4. Apa indikasi dan kontra indikasi dari obat antipiuretik?
5. Bagaimana cara pemberian pengobatan dengan obat antipiuretik?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui dan mengenali obat antipiuretik
2. Untuk menjelaskan yang tergolong obat antipiuretik
3. Untuk mengetahui indikasi dan kontra indikasi dari obat antipiuretik
4. Untuk mengetahui tujuan dan cara pemberian pengobatan obat antipiuretik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEMAM
Demam adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh diatas normal, yaitu diatas 38°C. Pada prinsipnya
demam dapat menguntungkan dan dapat pula merugikan. Pada tingkat tertentu demam merupakan
bagian dari pertahanan tubuh yang bermanfaat karena timbul dan menetap sebagai respon terhadap
suatu penyakit. Namun suhu tubuh yang terlalu tinggi juga akan berbahaya. (Amarilla,2012)
Penyebab demam peningkatan suhu tubuh karena demam ditimbulkan oleh beredarnya pirogen di
dalam tubuh. Peningkatan pirogen ini bisa disebabkan karena infeksi maupun non infeksi. Diantara
kedua penyebab tersebut, demam lebih sering disebabkan oleh infeksi, baik infeksi bakteri ataupun
virus. Pada anak-anak, demam paling sering terjadi karena infeksi virus seperti ISPA sehingga tidak
dapat diterapi menggunakan antibiotik. Demam ringan akibat virus yang juga sering ditemukan pada
anak adalah demam yang disertai dengan batuk pilek (common colds) karena infeksi rhinovirus dan
enteritis yang diakibatkan infeksi rotavirus.Sedangkan penyebab non infeksi antara lain karena alergi,
tumbuh gigi, keganasan, autoimun, paparan panas yang berlebihan (overhating), dehidrasi, dan lain-
lain. Demam bukan suatu penyakit melainkan hanya merupakan gejala dari suatu penyakit. Demam
dapat juga merupakan suatu gejala dari penyakit yang serius seperti Demam Berdarah Dengue,
demam tiphoid, dan lain-lain. Penelitian yang dilakukan oleh Kazeem menyatakan bahwa mayoritas
ibu menyatakan bahwa penyebab demam adalah karena infeksi (43,7%), sakit gigi (33%), dan
paparan sinar matahari(27%). Salah satu upaya yang biasanya dilakukan untuk mengatasi demam
adalah memberikan obat antipiretik. Antipiretik adalah obat-obat/zat-zat yang dapat menurunkan suhu
badan pada keadaan demam.(Depkes,1994)

BAB III
PEMBAHASAN
3.1. ANTIPIRETIK
Pemberian dan pengobatan antipiuretik adalah pemberin obat kepada konsumen atau
seseorang yang bertujuan untuk menurunkan demam (suhu tubuh yang tinggi).
Antipiuretik juga memiliki arti sebagai golongan obat-obat untuk demam. Demam sebanarnya
adalah mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman infeksi. Saat terjadi infeksi, otot kita
akan menaikkan standar suhu tubuh di atas nilai normal sehingga tubuh menjadi demam. Obat
ini bekerja dengan menurunkan standarsuhu tersebut ke nilai normal. Namun pada kenaikan
suhu yang rendah atau sedang, tidak terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwa demam
merupakan keadaan yang berbahaya atau terapi ini bermanfaat. Perintah pemberian obat ini
dengan rutin dapat mengaburkan informasi klinis penting yang perlu di cari dengan mengikuti
perjalanan suhu tubuh apakah naik atau turun. Dan pada umumnya demam adalah suatu
gejalah dan bukan merupakan suatu penyakit tersendiri. Oleh sebab itu pembahasan
antipiuretik secara khusus jarang ada.
Antipiuretik juga memiliki arti sebagai golongan obat-obat untuk demam. Demam sebanarnya
adalah mekanisme
3.2. Macam-macam Obat Antipiuretik
Terdapat banyak jenis obat antipiuretik, antara lain:
a. Obat-obatan anti radang nonsteroid, seperti ibu profen, ketoprofe, nimesulide
b. Aspirin
c. Paracetamol
d. Metimazol
e. Alphamol
Di antara obat antipiuretik tersebut yang banyak di gunakan adalah paracetamol. Obat antipiuretik
ini di indikasi untuk segala penyakit yang menghasilkan gejala demam. Sejumlah pedoman
menyatakan bahwa obat antipiuretik sebaiknya di berikan jika demam lebih dari 38,5 derajat
celcius. Demam yang kurang dari batas tersebut sebaiknya jangan cepat-cepat dikasih obat. Selain
membantu menurunkan demam obat antipiuretik juga berfungsi untuk mengurangi nyeri.
3.3. Dosis Pemakaian Pengobatan Antipiuretik
Dosis obat antipiuretik tergantung pada jenis obat yang di gunakan.Berikut dosis obat antipiuretik
yang sering di gunakan:
Untuk paracetamol, dosisnya sebesar 325-650mg 3-4kali sehari .untuk anak-anak dosisnya 10-
15mg 3-6kali sehari.
Untuk ibuprofen, 300-800mg 4 kali sehari. Anak-anak 5-10mg 3-4 kali sehari.
Untuk apirin, dosisnya 325-650mg 3-4 kali sehari
3.4. Indikasi Dan Kontra Indikasi Antipiretik
Pada dasarnya obat antipiretik ini aman untuk di konsumsi. Namun yang sering menimbulkan
masalah ialah pasien yang mengonsumsi dalam dosis terlalu banyak dan dalam jangka waktu
yang terlalu lama.
Masing-masing obat antipiretik memiliki indikasi dan kontraindikasi, antara lain sebagai berikut:
Indikasi:
a. Untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala.
b. Sakit gigi.
c. Sakit waktu haid
d. Sakit pada otot
e. Menurunkan demam pada influenza.
KontraIndikasi : Tidak boleh digunakan pada penderita dengan gangguan hati dan ginjal.
Indikasi :
Meredakan nyeri ringan sampai sedang
a. Nyeri setelah operasi
b. Nyeri pada penyakit sendi (seperti pengapuran sendi atau rematik)
c. Nyeri otot, nyeri haid
d. Serta menurunkan demam
Penderita yang memiliki efek anti radang dan anti pembekuan darah yang lemah.
KontraIndikasi :
Tidak boleh digunakan pada penderita dengan gangguan hati dan ginjal.
Indikasi :
a. Meredakan nyeri ringan sampai sedang
b. Nyeri setelah operasi
c. Nyeri pada penyakit sendi (seperti pengapuran sendi atau rematik)
d. Nyeri otot, nyeri haid
e. Serta menurunkan demam
f. Penderita yang memiliki efek anti radang dan anti pembekuan darah yang lemah.
Kontraindikasi :
a. Gangguan perdarahan
b. Luka pada lambung/usus 12 jari
c. Sariawan
d. Penyakit lupus
e. Kolitis ulseratif
f. Dan wanita hamil trimester 3
Indikasi:
a. Mengurangi nyeri kepala, nyeri gigi, , nyeri menelan
b. Migraine
c. Dismenorrhea (nyeri berlebihan saat menstruasi
d. Mengurangi gejala pada influenza, demam
e. Nyeri reumatik, dan nyeri – nyeri otot
Kontraindikasi :
Hipersensitivitas / alergi terhadap komponen dari aspirin, jenis salisilat lain, atau obat – obatan
anti-inflamasi non-steroid lain
Asma
Ulkus peptik yang aktif / riwayat sakit maag
Kelainan perdarahan
Gangguan fungsi hati yang berat
Gangguan fungsi ginjal yang berat
Gagal jantung yang berat
Kehamilan pada trimester ke 3
Anak dibawah 16 tahun
Alphamol

Indikasi :
Menurunkan panas , menghilangkan rasa sakit.
Kontra Indikasi :
Hipersensitivitas

3.5. Cara Pemberian Obat Antipiretik


Semua cara pemberian obat pada dasarnya harus sesuai dosis dan prinsip-prinsip pemberian obat
untuk mengurangi dan mencegah terjadinya kesalahan dalam pembarian obat. Pemberian obat
antipiretik dapat diberikan melalui

Oral
Merupakan cara pemberian obat melalui mulut dengan tujuan mencegah, mengobati, mengurangi
rasa sakit sesuai dengan efek terapi dari jenis obat.

Per Oral
Pemberian obat per oral merupakan cara yang paling banyak dipakai karena merupakan cara yang
paling mudah, murah, aman, dan nyaman bagi pasien. Berbagai bentuk obat dapat diberikan
secara oral baik dalam bentuk tablet, sirup, kapsul atau puyer. Untuk membantu absorbsi,

Maka pemberian obat per oral dapat disertai dengan pemberian setengah gelas air atau cairan
yang lain.

Kelemahan dari pemberian obat per oral adalah pada aksinya yang lambat sehingga cara ini tidak
dapat dipakai pada keadaan gawat. Obat yang diberikan per oral biasanya membutuhkan waktu 30
sampai dengan 45 menit sebelum diabsorbsi dan efek puncaknya dicapai setelah 1 sampai 1jam.
Rasa dan bau obat yang tidak enak sering menganggu pasien. Cara per oral tidak dapat dipakai
pada pasien yang mengalami mual- mual, muntah, semi koma, pasien yang akan menjalani
pengisapan cairan lambung serta pada pasien yang mempunyai gangguan menelan.

Sublingual
Obat dapat diberikan pada pasien secara sublingual yaitu dengan cara meletakkan obat di bawah
lidah. Meskipun cara ini jarang dilakukan, namun perawat harus mampu melakukannya. Dengan
cara ini, aksi kerja obat lebih cepat yaitu setelah hancur di bawah lidah maka obat segera
mengalami absorbsi ke dalam pembuluh darah. Cara ini juga mudah dilakukan dan pasien tidak
mengalami kesakitan. Pasien diberitahu untuk tidak menelan obat karena bila ditelan, obat
menjadi tidak aktif oleh adanya proses kimiawi dengan cairan lambung. Untuk mencegah obat
tidak di telan, maka pasien diberitahu untuk membiarkan obat tetap di bawah lidah sampai obat
menjadi hancur dan terserap. Obat yang sering diberikan dengan cara ini adalah nitrogliserin yaitu
obat vasodilator yang mempunyai efek vasodilatasi pembuluh darah. Obat ini banyak diberikan
pada pada pasien yang mengalami nyeri dada akibat angina pectoris. Dengan cara sublingual, obat
bereaksi dalam satu menit dan pasien dapat merasakan efeknya dalam waktu tiga menit (Rodman
dan Smith, 1979).

Parental
Pemberian obat parenteral merupakan pemberian obat yang dilakukan dengan menyuntikkan obat
tersebut ke jaringan tubuh. Pemberian obat melalui parenteral dapat dilakukan dengan cara:
Subcutaneous (SC) yaitu menyuntikkan obat ke dalam jaringan
Yang berada dibawah lapisan dermis.
Intradermal (ID) yaitu menyuntikkan obat ke dalam lapisan dermis,
Dibawah epidermis
Intramuscular (IM) yaitu muenyontikkan obat ke dalam lapisan otot tubuh
Intravenous (IV) yaitu menyuntikkan obat ke dalam vena
Selain keempat cara diatas, dokter juga sering menggunakan cara intrathecal.atau intraspinal,
intracardial, intrapleural, intraarterial dan Intraarticular untuk pemberian obat perenteral ini.
BAB IV
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

ISO Indonesia Volume 48-2013 s/d 2014 Nur Rosyid, Fahrun dkk. 2010. Perbandingan Keefektifan
Stimulasi Saraf Elektrik Transkutan dan Terapi Es Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien
Simple Simple Fraktur di Ruang Premedikasi Instalasi Bedah Sentral RSU HAJI Surabaya. Surabaya.
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhamadiyah Surabaya Oktadiana, Isma.2013.Makalah
Antipiretik, Analgesik, dan Antiinflamasi. [online] http://ismaoktadiana.blogspot.in/2013/12/makalah-
antipiretik-analgesikdan_9402.html?m=1 (diakses pada 11 November 2014) Analgesik-Antipiretik |
10

Riandita, Amarilla.2012. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Demam dengan
Pengelolaan Demam pada Anak. Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Saputra,
Arif.2014. Makalah Farmakologi-Obat Analgesik Antipiretik. [online]
http://arifsaputra96.blogspot.in/2014/01/makalah-farmakologi-obatanalgesik.html?m=1 (diakses pada
11 November 2014) Subari, Drs.H.M dkk. 1994. Farmakologi Jilid II. Jakarta. Departemen Kesehatan
RI Tambayong, dr.Jan. 2002. Farmakologi untuk Keperawatan. Jakarta. Widya Medika

Anda mungkin juga menyukai