Anda di halaman 1dari 6

UJI PRIMALITAS

Sangadji*

ABSTRAK

UJI PRIMALITAS . Makalah ini membahas dan membuktikan tiga teorema untuk testing
primalitas, yaitu teorema Lucas, teorema Lucas yang disempurnakan dan teorema Pocklington. Di
samping itu, makalah ini juga membahas satu contoh aplikasi untuk disesuaikan oleh tiga teorema
tersebut, sehingga dapat menunjukkan efisiensi relatif dari ketiga teorema.

ABSTRACT

PRIMALITY TESTING. This paper discusses and proves three theorems for primality testing,
i.e. Lucas’ theorem, improved Lucas’ theorem, and Pocklington’s theorem. Besides, this paper also
discusses one example to be solved by the tree theorems, and thereby showing the relative efficiencies of
the three theorems.

PENDAHULUAN

Bilangan bulat positif n > 1 disebut komposit bila terdapat faktorisasi n = ab


dengan a dan b bilangan bulat positif dengan a < n & b < n. Bila tidak demikian
bilangan n tersebut disebut prima. Sesuai dengan namanya, bilangan-bilangan prima
berperan sangat penting dan fundamental dalam Teori Bilangan.
Perlu diketahui bahwa terdapat tak berhingga banyak bilangan-bilangan prima.
Bukti dari pernyataan atau teorema ini dapat diperoleh dalam buku-buku teks Teori
Bilangan.
Dalam Teorema Fundamental Aritmetik a dinyatakan bahwa setiap bilangan
alam yang lebih besar dari 1 adalah produk dari bilangan-bilangan prima dengan
penyajian atau penulisan yang tunggal, terlepas dari urutan faktor-faktornya. Di sini
kita tidak membuktikan Teorema Fundamental Aritmetika tersebut. Bukti dari teorema
ini juga dapat diperoleh dalam buku-buku teks Teori Bilangan.
Uji primalitas adalah suatu ujian untuk menentukan apakah sebarang bilangan
alam yang lebih besar dari satu yang diberikan adalah bilangan prima atau bukan. Uji
primalitas adalah salah satu masalah yang sangat penting dalam konsep bilangan.

*
Pusat Pengembangan Teknologi Informasi dan Komputasi - BATAN
Metode klasik yang cukup dikenal adalah Eratosthenes yang dikenal dengan nama
Sieve of Eratosthenes. Metode tersebut berdasar pada ujian apakah ada bilangan bulat
mulai 2 sampai dengan [ n ] yang merupakan faktor dari n, di mana [ n ] adalah
bilangan bulat terbesar yang lebih kecil atau sama dengan n . Bila bilangan tersebut
dapat ditemukan, maka n adalah bilangan komposit atau bukan prima. Bila tidak
demikian maka bilangan tersebut adalah bilangan prima. Kelemahan dari metoda
tersebut adalah bahwa, meskipun dilakukan oleh komputer yang canggih, metode
tersebut tidak praktis dan banyak memerlukan waktu. Bukti dari metode Eratosthenes
dapat diperoleh dalam sebagian besar buku-buku teks tentang Teori Bilangan.
Dalam makalah ini dibahas tiga teorema untuk uji primalitas, yaitu teorema
Lucas, teorema Lucas yang disempurnakan dan teorema Pocklington. Sebagai
pelengkap dibahas juga satu contoh aplikasi dari tiga teorema tersebut.

UJI PRIMALITAS

Sebelum kita membahas dan membuktikan tiga teorema di muka, terlebih dulu
kita perkenalkan beberapa definisi dan terminologi yang diperlukan.
Bilangan bulat x congruent dengan bilangan bula t y modulo n dengan n
bilangan bulat positif, ditulis x ≡ y (mod n) , bila x-y pembagi dari n, ditulis
x − y | n.
Bila bilangan-bilangan bulat x dan y yang keduanya bukan bilangan nol
mempunyai sifat bahwa gcd( x, y ) = 1 , maka x dan y disebut prima relatif.
Untuk setiap bilangan bulat positif n, fungsi ϕ(n ) menyatakan banyaknya
bilangan alam yang lebih kecil atau sama dengan n yang prima relatif terhadap n.
Fungsiϕ(n ) ini disebut fungsi phi Euler. Jelas bahwa untuk bilangan prima p, maka
ϕ( p ) = p − 1.
Misalkan n bilangan bulat dengan n > 1 . Misalkan juga bilangan bulat a dan n
keduanya prima relatif. Yang dimaksud dengan order dari a modulo n adalah bilangan
alam terkecil k sedemikian sehingga a k ≡ 1(mod n ).
Di bawah ini berturut-turut dibahas dan dibuktikan tiga teorema, yaitu teorema
Lucas, teorema Lucas yang disempurnakan dan teorema Pocklington.
TEOREMA 1 (LUCAS)

Bila terdapat bilangan bulat a sedemikian sehingga a n −1 ≡ 1 (mod n) dan


a ( n −1) / p ≠ 1 (mod n) untuk semua bilangan prima p yang membagi n − 1, maka n
adalah bilangan prima.

BUKTI

Misalkan a punya order k modulo n. Berdasarkan Teorema 8.1 pada Daftar


Pustaka 1, kondisi a n −1 ≡ 1 (mod n) menghasilkan k | n − 1 . Sehingga terdapat
bilangan bulat j sedemikian sehingga n − 1 = k j . Bila j > 1 maka j akan mempunyai
pembagi prima q. Jadi terdapat bilangan bulat h yang memenuhi j = q h. Sebagai
hasil diperoleh
( )
a ( n −1) / q = a k
≡ 1h = 1(mod n)
h

yang kontradiksi dengan hipotesis di atas. Jadi diperoleh j = 1 karena j adalah


bilangan bulat positif. Mengingat order dari a tidak melampaui ϕ(n ), maka
n − 1 = k ≤ ϕ(n ) ≤ n − 1 yang berakibat ϕ( n) = n − 1. Dari hasil terakhir ini dapat
disimpulkan bahwa n − 1 adalah bilangan prima.

TEOREMA 2 (PENYEMPURNAAN DARI TEOREMA 1)

Bila untuk setiap bilangan prima p i yang membagi n − 1 terdapat bilangan


( n −1) / pi
bulat a i sedemikian sehingga a in −1 ≡ 1 (mod n) tetapi a ≠ 1 (mod n), maka n
adalah bilangan prima.

BUKTI

Misalkan bahwa n − 1 = p1k1 p 2k2 L prk r , di mana para p i adalah bilangan-


bilangan prima yang berlainan. Misalkan juga hi adalah order dari a i modulo n.
Menggunakan fakta bahwa hi | n − 1 dan hi tidak membagi ( n − 1) / p i dapat
diperoleh hasil bahwa p ki
i | hi . Sehingga untuk setiap i diperoleh hi | ϕ( n) dan
didapat p iki | ϕ( n). Jadi n − 1 | ϕ( n) dengan n bilangan prima.

TEOREMA 3 (POCKLINGTON)

Misalkan n − 1 = mj, di m = p1k1 p 2k2 L psk s , m ≥ n dan


mana
gcd( m, j ) = 1. Bila untuk setiap bilangan prima p i ,1 ≤ i ≤ s terdapat bilangan bulat
a i dengan a in −1 ≡ 1 (mod n) dan gcd( ai( n −1 ) / p i − 1, n) = 1, maka n adalah bilangan
prima.

BUKTI
Misalkan p sebarang pembagi prima dari n. Misalkan juga hi adalah order dari
ai
modulo p. Maka diperoleh hi | p − 1. Mengingat bahwa a in −1 ≡ 1(mod p ) diperoleh
( )
juga hi | n − 1. Dari hipotesis gcd ai( n −1) / pi − 1, n = 1 yang berakibat bahwa
a ( n −1) / p i
i ≠ 1(mod p ), menghasilkan fakta bahwa tidaklah benar hi | ( n − 1) / p i . Jadi
dapat disimpulkan bahwa p ik i | hi sehingga diperoleh p ik i | p − 1. Karena ini berlaku
untuk setiap i maka m | p − 1. Mengingat bahwa setiap pembagi prima dari n harus
lebih besar dari m ≥ n maka timbul suatu kontradiksi, sehingga n adalah bilangan
prima.

CONTOH PENGGUNAAN

Di bawah ini diberikan contoh penggunaan dari uji primalitas, berturut-turut


sebagai aplikasi dari Teorema 1, Teorema 2 dan Teorema 3 di atas.

Contoh 1
Menggunakan uji primalitas dari Teorema 1, akan diselidiki apakah 997 prima
atau komposit.
Solusi
Dengan mengambil n = 997 dan basis a = 7, maka didapat
7 996
≡ 1(mod 997). Karena n − 1 = 996 = 2 ⋅ 3 ⋅ 83, kita lakukan komputasi berikut
2

7 996 / 2 = 7 498 ≡ −1 (mod 997),


7 996 / 3 = 7 332 ≡ 304 (mod 997),
7 996 / 83 = 712 ≡ 9 (mod 997 ).
Menggunakan Teorema 1 di atas, dapat disimpulkan bahwa 997 adalah bilangan
prima.

Contoh 2
Untuk membandingkan dua uji primalitas dari dua teorema di atas, akan
diselidiki juga apakah 997 prima atau komposit menggunakan Teorema 2.

Solusi
Ambil n = 997. Mengingat pembagi-pembagi prima dari n − 1 = 996 adalah
2, 3 dan 83, maka dengan basis-basis 3, 5 dan 7 diperoleh
3996 / 83 = 312 ≡ 40 (mod 997),
3996 / 2 = 5 498 ≡ −1 (mod 997),
7 996 / 3 = 7 332 ≡ 304 (mod 997).
Menggunakan Teorema 2 di atas, juga dapat disimpulkan bahwa 997 adalah bilangan
prima.

Contoh 3
Menggunakan uji primalitas dari Teorema 3, akan diselidiki juga apakah 997
prima atau komposit.

Solusi
Mengingat n − 1 = 996 = 12 ⋅ 83, di mana 83 > 997, maka diperlukan
pemilihan basis yang sesuai untuk 83, misalkan 2. Mengingat 2 996 ≡ 1(mod 997) dan
gcd( 2 996 / 83 − 1, 997) = gcd( 4095, 997 ) = 1,
dengan Teorema 3 di atas dapat disimpulkan bahwa 997 juga prima.
KESIMPULAN

Dari tiga uji primalitas di atas yang dinyatakan oleh Teorema 1, Teorema 2 dan
Teorema 3, maka dapat disimpulkan bahwa ketiganya lebih baik dari metode Sieve of
Eratosthenes. Uji primalitas dari Teorema 2 lebih baik dari uji primalitas dari Teorema
1, sedangkan uji primalitas dari Teorema 3 lebih baik dari dua uji primalitas dari dua
teorema sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. BURTON, DAVID M., Elementary Number Theory, Fifth Edition, McGraw-Hill


Higher Education, McGraw-Hill Company, New York (2002)

2. FLATH, DANIEL E., Introduction to Number Theory, John Wiley & Sons Inc.,
New York (1989)

3. NIVEN, I., ZUCKERMAN, H., and MONTGOMERY, H., An Introduction to the


Theory of Numbers, Fifth Edition, John Wiley & Sons Inc., New York (1991)

HOME KOMPUTASI DALAM SAINS DAN TEKNOLOGI NUKLIR XIII

Anda mungkin juga menyukai