Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

RHINITIS ALERGI

Disusun oleh:
SANTI NOOR APRILIANA
1102014237

PEMBIMBING:
dr. Yosita Rachman, Sp. THT-KL
dr. Yohanes Yan Runtung, Sp. THT-KL
dr. Chippy Ahwil, Sp. THT-KL
dr. Esyandi, Sp. THT-KL
dr. Farissa Rizki, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT


RS BHAYANGKARA TK. I R. SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASAL

Sinus paranasal adalah rongga yang berisi udara yang dilapisi oleh mukosa
nasal dan bermuara pada cavum nasi. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga dalam tulang.
Fungsi sinus adalah sebagai Air conditioning, Penahan suhu, Membantu
keseimbangan kepala, Membantu resonansi suara, Peredam perubahan tekanan
udara, Membantu produksi mukus. Secara klinis, sinus paranasal dibagi menjadi 2
kelompok :

1. Kelompok anterior : sinus maksila, frontal dan etmoid anterior. Sinus ini
bermuara pada meatus media lalu ke cavum nasi.

2. Kelompok posterior : sinus etmoid posterior yang bermuara pada meatus


superior dan sinus spenoid yang bermuara pada sphenoethmoidal recess.3
Gambar 1. Anatomi sinus paranasal potongan coronal7

Gambar 2. Anatomi sinus paranasal potongan sagittal7

Gambar 3. Foto polos sinus paranasal


SINUS MAKSILA

Sinus Maksila merupakan sinus terbesar berbentuk pyramid. Batas-


batas pada sinus maksila adalah:

• Anterior: permukaan fasial os maksila (fosa kanina)

• Posterior: permukaan infra-temporal maksila

• Medial: dinding lateral rongga hidung

• Superior: dasar orbita

• Inferior: prosesus alveolaris dan palatum3

Gambar 4. Sinus Maksilaris


Gambar 5. Anatomi sinus maksilaris potongan sagital
SINUS FRONTAL

Sinus frontal memiliki dua bagian yaitu kanan dan kiri. Ukuran
keduanya biasanya tidak simetris, lebih besar pada salah satu bagian. Sinus
frontal Bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Dipisahkan oleh
tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior  mudah
terkena infeksi. Drainase melalui ostium yang terletak di resesus frontal,
yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.3

Gambar 6. Anatomi sinus frontal


SINUS ETMOID

Sinus etmoid merupakan sinus yang berongga-rongga, seperti


sarang tawon yang terdapat dalam massa bagian lateral os etmoid .
Terletak di setengah atas dari dinding cavum nasi sisi luar. Anterior
ethmoid cells Rongga sinus terletak di depan-bawah dari konka media.
Posterior ethmoid cells: Rongga sinus terletak di belakang atas dari konka
media. Batas-batas pada sinus etmoid:

• Medial : Middle turbinate

• Superior: Fovea ethmoidalis (Ant cranial fossa)

• Posterior: Sphenoid sinus

• Lateral: Lamina papyruses (orbit)3

Gambar 7. Anatomi sinus etmoid potongan sagital


SINUS SPHENOID

Sinus sphenoid berada di dalam os sphenoid, di belakang sinus


etmoid posterior. Batas-batas pada sinus sphenoid:

Superior. : Fossa cerebri media dan kelenjar hipofisis

Lateral. : Sinus cavernosus, a. carotis interna, fissure orbitaliS superior

Inferior : Atap nasopharynx

Posterior : Fossa cerebri posterior (sella turcica)

Gambar 9. Anatomi sinus sphenoid6


KOMPLEKS OSTEO-MEATAL
Kompleks osteomeatal merupakan unit fungsional yang merupakan
tempat ventilasi dan drainase. Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung
(meatus media), ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal,
dan sinus etmoid anterior. Muara-muara tersebut erdiri dari infundibulum
etmoid, prosesus uncinatus, resesus frontalis, ostium sinus maksila dan
sinus ethmoid anterior.3

Gambar 10. Kompleks Osteomeatal


SISTEM MUKOSILIAR
Suatu mekanisme pertahanan lokal mukosa dengan cara mengangkut
partikel-partikel asing yang terperangkap ke arah nasofaring. Terdiri dari dua
sistem yang bekerja simultan, yaitu gerakan silia dan mukus. Aliran transport
mukosilier dari sinus terdiri dari dua
Anterior: bergabung di infundibulum ethmoid dialirkan ke nasofaring di
anterior tuba Eustachius
Posterior: bergabung di resesus sfenoethmoidalis, dialirkan ke nasofaring di
supero-posterior tuba Eustachius3
Gambar 11. Sistem Mukosiliar

2. DEFINISI
FESS (Functional Endoscopic Sinus Surgery) atau BSEF (Bedah Sinus
Endoskopik Fungsional) adalah teknik bedah hemat mukosa minimal invasif
yang digunakan untuk mengobati rinosinusitis kronis yang tidak berespon
dengan terapi (dengan atau tanpa polip) atau rinosinusitis akut berulang.
Endoskopi kaku digunakan untuk memvisualisasikan bidang bedah untuk
mencapai satu atau lebih dari tujuan berikut:
1. Membuka sinus paranasal untuk memfasilitasi ventilasi dan drainase.
2. Menghapus polip dan / atau fragmen tulang osteitic untuk mengurangi
beban inflamasi.
3. Memperbesar sinus ostia untuk mencapai penanaman optimal terapi
topikal.
4. Mendapatkan kultur dan jaringan bakteri atau jamur untuk histopatologi.4

3. INDIKASI

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (FESS) terbukti dan / atau secara


medis diperlukan untuk satu atau lebih hal berikut ini:
 Pasien dengan Rhinosinusitis Kronis (didefinisikan sebagai Rhinosinusitis
yang bertahan lebih dari 12 minggu) dengan kedua hal berikut:
Rhinosinusitis kronis dari sinus yang akan dioperasi dikonfirmasi pada
pemindaian computed tomography (CT) dengan satu atau lebih hal berikut
ini:
o Penebalan mukosa
o Perubahan struktur tulang
o Penebalan tulang
o Obstruksi komplek ostiomeatal
o Kekeruhan dari sinus
 Gejala menetap meskipun terapi medis dengan satu atau lebih terapi
berikut ini:
- Bilas hidung
- Terapi antibiotik, jika infeksi bakteri dicurigai
- Kortikosteroid intranasal
 Mucocele pada CT scan
 Concha bullosa pada CT scan
 Komplikasi sinusitis seperti abses
 Tumor pada CT scan (seperti poliposis atau keganasan)
 Rhinosinusitis Akut Berulang (RARS)9

Indikator klinis AAO-HNS untuk pembedahan sinus endoskopi untuk


orang dewasa menyatakan bahwa indikasi untuk pembedahan sinus endoskopik
mencakup riwayat salah satu atau lebih dari berikut:
 Rinosinusitis kronis dengan atau tanpa polip hidung dengan gejala
persisten dan endoskopi dan / atau CT yang tidak berespon terhadap
perawatan medis
 Rinosinusitis alergi jamur
 Kekeruhan sinus paranasal unilateral dengan gejala atau asimptomatik,
konsisten dengan rinosinusitis kronis dengan atau tanpa polip hidung, bola
jamur, atau neoplasma jinak (misalnya, papilloma terbalik)
 Komplikasi sinusitis, termasuk perluasan ke struktur yang berdekatan
seperti orbita atau dasar tengkorak
 Polip sinonasal dengan obstruksi jalan napas hidung atau kontrol asma
suboptimal
 Mucocele
 Rinosinusitis akut berulang1
Akademi Asma dan Imunologi Alergi Amerika (AAAA), Akademi
Asma dan Imunologi Alergi Amerika (ACAAI), dan Dewan Gabungan Asma
Alergi dan Imunologi Alergi (JCAAI). Dalam parameter praktik untuk diagnosis
dan pengelolaan rinosinusitis, AAAA, ACAAI, dan JCAAI merekomendasikan
bahwa meskipun terapi medis adalah andalan manajemen penyakit, FESS harus
dipertimbangkan ketika terapi medis gagal. Menurut AAAA, ACAAI, dan
JCAAI, indikasi untuk intervensi bedah meliputi:
Ketika polip hidung menyumbat drainase sinus dan tetap ada meskipun ada
perawatan medis yang tepat
o Ketika ada rinosinusitis infeksi berulang atau persisten meskipun uji coba
manajemen medis yang memadai setidaknya termasuk steroid hidung
topikal dan irigasi hidung
o Untuk biopsi jaringan sinonasal untuk menyingkirkan penyakit
granulomatosa, neoplasma, diskinesia silia, atau infeksi jamur
o Ketika tusukan antral maksila diperlukan (seperti untuk terapi yang
diarahkan pada kultur)
o Ketika cacat anatomi menghalangi saluran keluar sinus, khususnya
kompleks ostiomeatal (dan jaringan adenoidal pada anak-anak)
o Rinosinusitis dengan komplikasi yang mengancam (seperti ancaman abses
otak, meningitis, sinus kavernosa,trombosis, atau osteomielitis tulang
frontal)9
Mengenai manajemen medis untuk rinosinusitis kronis, AAAA, ACAAI,
dan JCAAI menunjukkan bahwa peran antibiotik dalam rinosinusitis kronis (CRS)
masih kontroversial. Untuk CRS yang terkait dengan dugaan infeksi bakteri,
disarankan durasi terapi yang lebih lama dari biasanya 10 hingga 14 hari; pilihan
terapi antibiotik yang tepat mungkin perlu mempertimbangkan kemungkinan
adanya patogen anaerob. Karena CRS adalah penyakit radang, kortikosteroid
intranasal (INS) diindikasikan untuk perawatan. Terapi tambahan lainnya, seperti
antihistamin intranasal, dekongestan, irigasi salin, mukolitik, dan ekspektoran,
dapat memberikan manfaat simptomatik pada kasus tertentu.9
American College of Radiology (ACR)
Kriteria Kelayakan ACR untuk Penyakit Sinonasal:
o Sebagian besar kasus rinosinusitis akut dan subakut yang tidak rumit
didiagnosis secara klinis dan tidak memerlukan prosedur pencitraan.
o Computed tomography (CT) dari sinus tanpa kontras adalah metode
pencitraan pilihan pada pasien dengan sinusitis akut berulang atau sinusitis
kronis, atau untuk menentukan anatomi sinus sebelum pembedahan.
o Pasien dengan immunocompromised berisiko tinggi untuk sinusitis jamur
invasif.
o Pada pasien dengan dugaan massa sinonasal atau dugaan komplikasi
orbital dan / atau sinusitis intrakranial, MRI dan CT adalah studi
pelengkap.2

4. KONTRAINDIKASI
1) Kurang pengalaman dan kurangnya instrumentasi yang tepat.
2) Penyakit tidak dapat diakses oleh prosedur endoskopi, mis. penyakit
sinus frontal latal dan stenosis pembukaan internal sinus frontalis.
3) Osteomielitis.
4) Komplikasi intrakranial atau intraorbital yang terancam.3
5) Kontraindikasi relatif: anemia berat, hipertensi, gangguan hemostasis
tidak terkontrol.8

5. PRA OPERATIF

PASIEN

1. Penjelasan operasi dan kemungkinan komplikasi yang dapat


terjadi.

2. Izin Operasi

3. Izin pembiusan
4. Konsul:

a. Anestesi : untuk teknik hipotensi

b. Anak : bila usia di bawah 18 tahun atas indikasi

c. Penyakit Dalam : bila usia di atas 18 tahun atas indikasi

d. Kardiologi : bila usia di atas 40 tahun

5. Pemeriksaan Laboratorium

a. Darah tepi lengkap

b. PT dan APTT

c. SGOT, SGPT

d. Ureum dan Kreatinin darah

e. Elektrolit

f. Gula darah sewaktu

g. Pemeriksaan golongan darah

h. Pemeriksaan HBsAg dan Anti HCV (bila terdapat


kecurigaan)

6. Pemeriksaan Radiologi:

 CT scan sinus paransal potongan aksial, koronal dan

sagital ketebalam 3 mm, soft tissue setting.

 Foto Toraks
7. Elektrokardiografi

8. Pemeriksaan penunjang lain atas indikasi

9. Pemeriksaan Nasoendoskopi

10. Cukur bulu hidung

11. Medikamentosa sebelum operasi : injeksi antibiotika,


kortikosteroid dan asam traneksamat

12. Puasa 6 jam sebelum operasi8

BAHAN DAN ALAT

1. BAHAN :

 Tampon Hidung Netcell (PVA)/Rapid Rhino (hydrocolloid fabric)

 Surgicell (carboxymethyl celloulosa)

 Surgicall Patties

 Tampon gulung

 Oxymetazoline nasal spray

 Xylocain gel

 Gentamisin injeksi

 Deksametason ampul

 Fibrin glue jika diperlukan.


 Jarum spinal jika diperlukan

 Disposible syringe 3 ml, 5 ml, 10 ml.

 Injeksi epinefrin/ Phenilcain

 H2O2 3%

 Betadine

2. ALAT :

 Nasal Endoscopic scope 0o, 30o, 45o, 70o, ukuran 4 mm dan 2,7
mm Endoskopi flouresence LCS

 Camera System

 Light Source

 Kabel Light Source

 TV monitor system

 Anti Fog

 Navigation System

 Radiofrequency System

 Bipolar System

 Microdebrider system, terdiri dari:

OTip Microdebrider

oHand Piece Microdebrider


oHand Piece Burr Cutting & Diamond

 Electrocauter Bipolar dan monopolar

 Mesin Suction 2 buah

 Gunting Septum Heymann Nasal Scissors

 1 buah Frontal & 2 buah Sfenoid Mushroom / Umbrella : Frontal


Stammberger Punch

 Suction Rasp Kecil Tumpul Freer Suction Elevator

 Suction Rasp Besar Tajam Castelnuovo Suction Elevator

 Back Bitting & Side Bitting Blade diatas Rotated Stammberger

Rhinoforce R II Antrum Punch

 Ostium Seeker Frontal KUHN Frontal Sinus Seeker/ Ostium


Seeker Maxila

 Suction Lurus Besar Ferguson Suction Tube 2 buah (Diam 12 Fr/4


mm, Length 11 cm)

 Suction Lurus Kecil Ferguson Suction Tube 2 buah (Diam 8 Fr/2.5


mm, Length 11 cm)

 Suction Lurus Panjang ( 15 cm ) Ferguson Suction Tube (20 Fr,


Length 15 cm) 2 buah

 Suction Bengkok Besar Eicken Antrum Cannula 2 buah (Diam 4


mm, Length 12.5 cm)

 Suction Bengkok Kecil Eicken Antrum Cannula 2 buah (Diam 3


mm, Length 12.5 cm)
 Suction Bengkok 900 Eicken Castelnuovo Antrum Cannula 2 buah
(Diam 2.5 mm, Length 12.5cm)

 1 buah Tip suction Frontal Kerrison Bone Punch 1 mm dan 3 mm

 Forceps Lurus Kecil (width 1.8 mm, Length 15 cm)/ Blakesley


Straight Forceps (kecil, sedang, dan besar)

 Forceps 450 Kecil (450, width 1.8 mm, Length 15 cm)/ Blakesley

450 Forceps (kecil, sedang, dan besar)

 Forceps 900 Kecil (900, width 2.5 mm, Length 15 cm)/ Blakesley

900 Forceps (kecil, sedang, dan besar)

 Forceps Lurus Besar Nasal Forceps (450, width 4.8 mm, Length
11 cm)

 Cutting Lurus Kecil Nasal Forceps (width 2.5mm, Length 11 cm)

 Forceps Cutting Lurus Nasal Cutting Forceps (kecil, sedang, dan


besar)

 Forceps Cutting 450 Nasal Cutting Forceps (kecil, sedang, dan


besar)

 Cutting 900 Nasal Cutting Forceps (kecil, sedang, dan besar)

 Gunting Kecil Suction Tube

 Killian Speculum dengan Kunci Killian Struycken Nasal Speculum

 Killian Speculum Tanpa Kunci


 Killian Speculum 1 Blade Panjang / 1 Blade Pendek

 Scissor Angle Straight (Lurus)

 Scissor Angle Right (Kanan) (Right, Length 18 cm)

 Scissor Angle Left (Kiri) Scissors (Left, Length 18 cm)

 J Currette

 KUHN curette/ Suction Currette

 Antrium Maxilla Forceps besar dan kecil

 Bipolar Forceps Cauter

 Giraffe Forceps Blade kanan, kiri, depan dan belakang

 Elevator Cottle (tombak)

 Chissel (pahat) straight and curve

 Freeyer/ Respatorium double ended

 Clip ligator arteri Sfenopalatina

 Pinset Bayonet besar dan kecil

 Hijack Bone Panch

 Polip Forceps (PPK)8

6. TEKNIK
Pasien berbaring telentang dalam posisi telentang dengan kepala
bersandar pada cincin atau sandaran kepala. Beberapa juga lebih suka
menaikkannya sampai 15 °.3

Dua teknik bedah diikuti:


1. Anterior ke posterior (teknik Stammberger). Dalam teknik ini
pembedahan dimulai dari proses tanpa ikatan ke sinus sphenoid.
Keuntungan dari teknik ini adalah menyesuaikan tingkat operasi dengan
tingkat penyakit.
2. Posterior ke anterior (teknik Wigand). Pembedahan dimulai pada sinus
sphenoid dan berlanjut ke anterior sepanjang dasar tengkorak dan dinding
orbital medial. Ini sebagian besar dilakukan dalam poliposis luas atau
bedah sinus revisional.3

7. LANGKAH OPERASI
1) Lepaskan kapas yang disimpan untuk dekongestan hidung dan anestesi topikal.
2) Periksa hidung dengan endoskop 4 mm 0 ° atau lakukan endoskopi hidung
lengkap jika belum dilakukan.
3) Suntikkan submignosal 1% lignokain dengan 1: 100.000 adrenalin di bawah
kontrol endoskopi (Gambar 89.2):
(a) Di dinding lateral, dekat ujung atas turbin tengah.
(b) Di dinding lateral, tepat di bawah injeksi pertama.
(c) Di dinding lateral, tepat di atas turbin inferior.
(d) Di bagian tengah turbinate, aspek posterior.
(e) Aspek posterior septum hidung.

4) Ganti kapas kapas dan


ulangi injeksi pada sisi yang berlawanan jika operasi sinus endoskopi fungsional
bilateral (FESS) harus dilakukan.
Medialkan turbinate tengah dan identifikasi proses uncinate dan bulla
ethmoidalis. Jika turbin tengah besar, turbinektomi parsial atau total dilakukan.
Dalam kasus concha bullosa, lamella lateral dihilangkan. Langkah-langkah bedah
definitif meliputi:
1) Uncinectomy. Proses uncinate diiris dengan pisau sabit dan dihapus dengan
forceps Blakesley.
2) Identifikasi dan pembesaran ostium rahang atas. Ostium rahang atas terletak di
atas turbin inferior dan posterior hingga sepertiga bawah dari proses uncinasi.
Setelah dilokalisasi, diperbesar secara anterior dengan forceps backbiting atau
posterior dengan forceps cut-straight.
3) Bullectomy. Bulla ethmoidalis ditembus dengan kuret atau forceps Blakesley
dan dihilangkan. Hindari cedera pada dinding orbital medial, dasar tengkorak atau
arteri etmoidal anterior.
4) Penetrasi lamella basal dan pengangkatan sel ethmoid posterior. Lamella basal
adalah septum tulang tipis yang membelah antara sel ethmoid anterior dan
posterior yang ditembus di bagian bawah dan tengah dengan kuret kecil dan
kemudian dihapus dengan forceps Blakesley. Sel ethmoid posterior dieksentasi.
Saraf optik beresiko jika sel Onodi masih ada. Sel Onodi adalah sel ethmoid
posterior yang memanjang ke lateral tulang sphenoid dan superior ke sinus
sphenoid.
5) Pembersihan reses frontal dan sinusotomi frontal. Jika sinus frontal jelas pada
CT scan dan pasien juga tidak menderita sakit kepala frontal, tidak perlu
dilakukan. Dalam hal penyakit sinus frontal, reses frontal dibersihkan dan
drainase sinus frontal terbentuk. Pembukaan sinus frontal terletak lateral terhadap
perlekatan dari turbinate menengah, medial ke dinding orbital medial, anterior ke
anterior arteri etmoidal dan posterior ke agger nasi sel. Pembedahan di daerah
reses frontal merupakan tantangan karena setiap pemedahan terhadap mukosa di
daerah ini akan menyebabkan stenosis pembukaan sinus frontal dengan
pembentukan mukokel atau sinusitis frontal berulang.
6) Sphenoidotomy. Langkah ini dilakukan setelah pembersihan sel-sel ethmoid
positif atau setelah sinusotomi frontal. Dihilangkan jika sinus sehat. Dalam
prosedur ini dinding anterior sinus sphenoid dihilangkan, dan nanah dan bahan
inspirasi dari dalam sinus dihilangkan. Ada dua cara untuk menghilangkan
dinding sinus anterior:
(A) Dengan memasukkan sinus sphenoid anterior dan inferior ke rongga
ethmoid yang dibuat oleh langkah-langkah di atas.
(B) Dengan memperbesar pembukaan sinus sphenoid dengan forceps
Blakesley atau J-curette. Pembukaan sinus diidentifikasi setelah
pengangkatan bagian posterior-inferior dari turbinate superior dekat
septum hidung dan sekitar 1,0 cm di atas batas atas choana posterior.
7) Tampon hidung dilakukan jika beberapa operasi dengan FESS atau untuk
menghentikan pendarahan dari rongga hidung.3

8. POST OPERATIF
Pasien yang telah menerima anestesi umum dapat mengalami mual dan
muntah. Oleh karena itu dianjurkan untuk diet cair pada hari pertama setelah
operasi. Diet teratur dapat dilanjutkan keesokan harinya.
Perawatan Luka
1) Tinggikan kepala setiap saat. Duduk di kursi atau gunakan dua atau tiga bantal
saat tidur. Ketinggian kepala mengurangi pendarahan dan pembengkakan.
2) Minum obat pereda nyeri dengan sedikit makanan. Hal ini dapat mengurangi
mual.
3) Mandi dengan air hangat (tidak panas). Pastikan pasien memiliki seseorang di
rumah jika pasien merasa mengantuk atau pingsan karena minum obat penghilang
rasa sakit.
4) Jangan lepaskan kemasan atau belat jika ada. Anda mungkin harus bernapas
dari mulut jika bidai tersumbat dengan lendir atau gumpalan. Ini dapat
menyebabkan mulut kering. Karena itu sangat penting untuk banyak minum dan
menjaga hidrasi yang adekuat.
5) Pendarahan diperkirakan selama dua hingga tiga hari setelah operasi. Cukup
ganti bantalan tetes sesuai kebutuhan dan jaga lubang hidung tetap bersih.
Bersihkan darah kering dan sekresi dari lubang hidung dengan hidrogen peroksida
3% dan ujung-Q.

Perawatan setelah penghapusan paket atau belat


1) Jangan meniup hidung Anda setidaknya selama satu minggu sejak hari operasi.
Hindari mengangkat beban atau mengejan. Aktivitas ini akan meningkatkan
kemungkinan perdarahan hidung.
2) Jika Anda harus bersin, silakan lakukan dengan mulut terbuka. Ini mencegah
penumpukan tekanan yang berlebihan dan pendarahan dari hidung.
3) Jangan mengonsumsi Aspirin atau produk yang mengandung asam salisilat
asetil. Aspirin mencegah pembekuan dan meningkatkan perdarahan.
4) Selama lima hari setelah pengangkatan bidai atau kantung hidung, gunakan
obat bebas Afrin 0,05% (atau Oxymetazoline generik 0,05%), dua hingga tiga kali
sehari, pada kedua lubang hidung. Setelah lima hari, gunakan semprotan saline
(Ocean Spray, Ayr, NaSal, Sea Mist, saline normal generik) 6 hingga 8 kali sehari
untuk menjaga mukosa tetap lembab dan membantu melonggarkan kerak.
5) Jika terjadi perdarahan berlebih, coba semprotkan hidung dengan semprotan
Afrin untuk menyempitkan pembuluh darah.

Obat-obatan
Antibiotik biasanya diresepkan selama tujuh hingga sepuluh hari setelah operasi.
Anda juga dapat menerima resep untuk obat penghilang rasa sakit dalam bentuk
kodein atau hidrokodon. Produk-produk ini menyebabkan mengantuk, mengantuk,
dan sembelit. Kadang-kadang, supositoria Phenergan mungkin diperlukan untuk
mual atau muntah.5
Medikamentosa selama rawat inap :

 Antibiotika injeksi : golongan Sefalosporin selama 3- 5 hari

 Parasetamol atau NSAID intra vena

 Jika diperlukan metilprednisolon dosis tinggi (3x125mg)

 Jika diperlukan pseudoefedrin HCL oral

 Jika diperlukan asam traneksamat intravena


Evaluasi :

 Tidak ada perdarahan

 Luka operasi tidak infeksi

 Tidak ada komplikasi operasi ke mata

 Tidak ada komplikasi operasi intrakranial

Tindakan Pasca operasi :

 Lepas tampon hidung hari ke tiga pasca operasi

 Bila tidak ada perdarahan hidung pasien dapat rawat jalan setelah lepas
tampon hidung

Tindak lanjut rawat jalan :

Terapi rawat jalan :

o Antibiotik golongan Amoksisilin Klavulanat/ Makrolid/ Aminoglikosida /


Quinolon sesuai jenis infeksi

o Analgetik paracetamol atau NSAID

o Steroid nasal topical

o Irigasi cuci hidung dengan larutan NaCl isotonis

o Anti perdarahan jika perlu

o Kontrol 2 kali per minggu, 2 minggu pertama pasca operasi, 1 kali per
minggu, untuk 2 minggu selanjunya, dilanjutkan 2 minggu sekali hingga 2
bulan.8
9. KOMPLIKASI
Komplikasi keseluruhan untuk FESS dari studi seri kasus berkisar antara
0,3 hingga 22,4%. Komplikasi mayor berkisar antara 0 hingga 1,5% dan
komplikasi minor berkisar antara 1,1 hingga 20,8% (median, 7,5%). Komplikasi
yang berpotensi paling serius adalah kebocoran cairan serebrospinal, cedera pada
arteri karotis interna, pajanan dural, meningitis, perdarahan yang membutuhkan
transfusi, pajanan lemak periorbital / orbital, dan penetrasi orbital.9
Tabel 1. Komplikasi mayor dan minor pada FESS3
Komplikasi Mayor dan Minor dari Operasi Sinus Endoskopi
Mayor Minor
1. Pendarahan orbital 1.Ekimosis periorbital

2. Kehilangan penglihatan/ buta 2.Emfisema periorbital

3. Diplopia 3.Epistaksis pasca operasi

4. Kebocoran cairan serebrospinal 4.Infeksi pasca operasi : rhinitis atau


sinusitis
5. Meningits 5.Perlekatan

6. Abses otak 6.stenosis pembukaan sinus maksilaris


atau frontalis
7. Pendarahan masif yang 7.Asma eksaserbasi
membutuhkan transfusi

8. Pendarahan intracranial dan trauma 8.Hyposmia


otak langsung

9. Anosmia 9.Nyeri gigi

10. Cedera arteri karotis interna di sinus


sphenoid

11. Cedera ductus nasolacrimal dan


epiphora

12. Meninggal

BAB III
KESIMPULAN
Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) adalah teknik bedah hemat mukosa
minimal invasif yang digunakan untuk mengobati rinosinusitis kronis yang tidak
berespon dengan terapi (dengan atau tanpa polip) atau rinosinusitis akut berulang.
Indikasi tindakan FESS adalah gejala rhinosinusitis yang menetap (lebih dari 12
minggu) meskipun telah diberikan pengobatan medikamentosa yang adekuat.
Kontraindikasi tindakan FESS adalah kurang pengalaman dan kurangnya
instrumentasi yang tepat, penyakit tidak dapat diakses oleh prosedur endoskopi,
Osteomielitis, komplikasi intrakranial atau intraorbital yang terancam 3,
Kontraindikasi relatif: anemia berat, hipertensi, gangguan hemostasis tidak
terkontrol.8 Komplikasi yang berpotensi paling serius adalah kebocoran cairan
serebrospinal, cedera pada arteri karotis interna, pajanan dural, meningitis,
perdarahan yang membutuhkan transfusi, pajanan lemak periorbital / orbital, dan
penetrasi orbital.9

DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS)
Clinical indicators for endoscopic sinus surgery for adults. 2012. Updated 2015.

2. American College of Radiology (ACR). ACR Appropriateness Criteria.


Sinonasal disease. 2012. Updated 2017.

3. Dhingra, PL., dan Dhingra, S. 2014. Diseases of Ear, Nose, and Throat & Head
and Neck Surgery 6th Edition. New Delhi: Elsevier.

4. Emblem Health. 2018. Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS). New


York: Emblem Health.

5. ENT Bowling Green. Functional Endoscopic Sinus Surgery Surgical


Information. Med Center Health.

6. Fehrenbach dan Herring. 2012. Illustrated Anatomy of the Head and Neck.
Elsevier.

7. Probst-Grevers-Iro, R. Basic Otorhinolaryngology. 2006. Thieme

8. Trimartani, et al. 2015. Panduan Praktik Klinis - Panduan Praktik Klinis


Tindakan - Clinical Pathway Di Bidang Telinga Hidung Tenggorok – Kepala
Leher. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok Bedah
Kepala Leher Indonesia.

9. United Health Care Oxford. 2018. Functional Endoscopic Sinus Surgery


(FESS). Oxford: Oxford Health Plans.

Anda mungkin juga menyukai