Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan akan jasa perasuransian makin dirasakan, baik oleh perorangan maupun
dunia usaha di Indonesia. Asuransi merupakan sarana finansial dalam tata kehidupan
rumah tangga, baik dalam menghadapi resiko yang mendasar seperti resiko kematian,
atau dalam menghadapi resiko harta benda yang dimiliki. Bahkan untuk menyikapi
perkembangan industri perasurasian di Indonesia, pemerintah bersama DPR
mengundangkan UU No.40 Tahun 2014 Tentang Perasurasian sebagai pengganti dari
UU No. 2 Tahun 1992.

UU No 40 Tahun 2014 menyebutkan bahwa yang dimasud dengan usaha


perasuransian adalah segala usaha menyangkut jasa pertanggungan atau pengelolaan
risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau
produkasuransi syariah, konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi syariah,
reasuransi, ataureasuransi syariah, atau penilaian kerugian asuransi atau asuransi
syariah. Dari pengertiantersebut, maka ruang lingkup usaha peransuransian itu cukup
luas dan tidak semata-matadalam artian produk asuransi belaka.

Disamping itu, usaha perasuransian sebagai salah satu lembaga keuangan menjadi
penting peranannya karena dari kegiatan perlindungan risiko, perusahaan asuransi
menghimpun dana masyarakat dari penerimaan premi. Pelaksanaannya harus
berdasarkan pada kemampuan sendiri. Untuk itu diperlukan usaha pengerahan dana
masyarakat. Dengan peranan asuransi tersebut dalam perkembangan pembangunan
ekonomi yang semakin meningkat, maka semakin terasa kebutuhan akan hadirnya
industri perasuransian yang kuat dan dapat diandalkan.

Sumber penerimaan negara sendiri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu penerimaan
pajak dan non-pajak. Berdasarkan data Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional
(APBN) 2017 terbaru yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan, saat ini pajak

1
masih menjadi sumber pendapatan terbesar yang diperoleh pemerintah.1 Hal ini
dibuktikan dengan persentase sebesar 85,6 persen dari total keseluruhan penerimaan
negara berasal dari sektor pajak. Pajak yang didapatkan oleh pemerintah tersebut berasal
dari iuran wajib masyarakat yang merupakan wajib pajak pribadi maupun badan yang
dibayarkan dalam waktu tertentu dan jumlah perhitungan yang telah diatur dalam
undang-undang perpajakan.

Peranan asuransi dalam pembangunan ekonomi nasional yang semakin meningkat


membuat masyarakat semakin membutuhkan kehadiran industri perasuransian yang
kuat dan dapat diandalkan. Industri asuransi memiliki peran dalam proses
perkembangan perekonomian di Indonesia untuk itu kita juga perlu mencermati apakah
penerapan Akuntansi perpajakan dalam Industri Asuransi sudah sesuai atau tidak,
mengingat sumbangan Pajak bagi perkembangan ekonomi di Indonesia yang begitu
sentral.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pajak Pengelolaan Dana Asuransi?


2. Bagaimana Pajak Penerimaan Dana Asuransi?

1.3 Tujuan Makalah

1. Mengetahui Pajak Pengelolaan adana Asuransi


2. Mengetahui Pajak Penerimaan Dana Asuransi

1
Buku Panduan Pajak 2010-2011/ Koperasi Pegawai Kantor Pusat Direktorat Jendral
Pajak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pajak Pengelolaan Dana Asuransi

Dasar perhitungan dan perlakuan perpajakan bagi perusahaan asuransi adalah


Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang berasal dari pendapatan setelah dipotong biaya
yang telah diperbolehkan. Tetapi karena ketentuan asuransi yang berbeda dari bisnis
lain, terdapat beberapa kriteria yang berbeda dari bisnis lain, diantaranya adalah
Pendapatan

Untuk kriteria pendapatan perusahaan asuransi bersumber dari premi asuransi, termasuk
juga premi asuransi bagi perusahaan reasuransi yang diperoleh dari klien atau nasabah.
Pada premi asuransi yang sudah dibayar pemegang polis terkait dengan periode
pertanggungan lebih dari 1 tahun dan pengakuan penghasilannya dihubungkan dengan
metode pembukuan Wajib Pajak sebagai berikut.

 Jika metode pembukuan yang digunakan wajib pajak merupakan stelsel akrual,
maka pengakuan penghasilan atas premi asuransi tersebut dianggarkan secara
proporsional pada tahun-tahun terkait periode pertanggungan tersebut.2
 Jika metode pembukuan yang digunakan wajib pajak merupakan stelsel kas atau
stelsel campuran, maka pengakuan penghasilannya dibagi menajdi dua kategori
yaitu:
 Penerimaan premi asuransi dimuka, sehingga diakui ketika premi tersebut
diterima
 Penerimaan premi asuransi setelah masa pertanggungan, sehingga premi tersebut
dianggarkan selama periode pertanggungan

2.1.1 Pajak Atas Premi Asuransi di Indonesia

Pengenaan pajak atas premi asuransi di Indonesia sampai saat ini masih
masuk ke kategori Jasa Bukan Jasa Kena Pajak atau Non JKP. Perhitungan

2
http://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1994/624~KMK.04~1994Kep.HTM

3
premi asuransi ini sendiri masuk ke dalam penghitungan PPh 21, dengan tarif
5% sampai dengan 30%. Beberapa premi asuransi yang masuk dalam
perhitungan PPh 21 di antaranya premi asuransi atas Jaminan Kecelakaan Kerja,
Jaminan Kesehatan, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun. Perlu Anda ketahui
bahwa jenis premi asuransi yang masuk dalam perhitungan PPh 21 ini akan
dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada wajib pajak badan (perusahaan di
dalam negeri) bukan kepada wajib pajak orang pribadi.

Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU PPh no.36 tahun 2008
pasal 6 dan 9 disebutkan bahwa besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dalam
negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto
dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
termasuk biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan
kegiatan usaha antara lain: premi asuransi.

Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi


dwiguna dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi,
kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai
penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan. Beberapa hal yang harus Anda
ingat berkenaan dengan ketentuan premi antara lain:

 Premi asuransi yang dibayar pihak pemberi kerja (perusahaan) untuk


karyawan dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.

 Beban pajak jadi kecil, biaya premi asuransi mengurangi pajak


peghasilan badan (PPh 25).
 Premi asuransi dialokasikan sebagai penghasilan karyawan: nilai gross
include pajak (gross up).3

2.1.2 Premi Asuransi Dalam Perhitungan PPh 21

3
https://www.online-pajak.com/tips-pph21/pajak-atas-premi-asuransi

4
Beberapa jenis premi yang sudah disebutkan di atas masuk dalam
pengurang penghasilan bruto dapat Anda hitung secara otomatis. Ada juga
penghitungan fitur bonus dan pesangon serta penghitungan BPJS Kesehatan.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, ada beberapa penghitungan premi


yang masuk dalam perhitungan PPh 21. Berikut ini rincian premi yang bisa
Anda perhatikan

 Jaminan Kecelakaan Kerja

Iuran JKK dibayar seluruhnya oleh perusahaan. Besarnya iuran yang harus
dibayar berdasarkan pada kelompok jenis usaha dan risiko sebagai berikut:

 Kelompok I: premi sebesar 0,24% x upah kerja sebulan.

 Kelompok II: premi sebesar 0,54% x upah kerja sebulan.

 Kelompok III: premi sebesar 0,89% x upah kerja sebulan.

 Kelompok IV: premi sebesar 1,27% x upah kerja sebulan.

 Kelompok V: premi sebesar 1,74% x upah kerja sebulan.

 Jaminan Kematian

Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris peserta program BPJS


Ketenagakerjaan yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Pengusaha
wajib menanggung iuran program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dari gaji
atau upah.

 Jaminan Kesehatan

Sejak 1 Juli 2015, tarif iuran Jaminan Kesehatan sebesar 5% dari gaji per
bulan. Sebanyak 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh pegawai.4

4
http://www.online-pajak.com/tips-pph21/pajak-atas-premi-asuransi

5
2.2 Pajak Penerimaan Dana Asuransi

2.2.1 Pajak Klaim Asuransi


Pemerintah mengatur pengenaan pajak penghasilan atau PPh bagi klaim asuransi
selain karena sakit, kecelakaan, cacat, dan kematian. Ketentuan tersebut
tercantum dalam Omnibus Law Undang-Undang (UU) 11/2020 tentang Cipta
Kerja. Aturan ini mengubah ketentuan UU 36/2008 tentang PPh, yakni di Pasal
4 ayat (3) poin E.
Dalam ketentuan lama tertulis bahwa pembayaran klaim dari perusahaan
asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa termasuk ke
dalam pengecualian dari objek pajak.

Dalam UU Cipta Kerja, pengecualian objek pajak berubah menjadi


pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit, atau karena
meninggalnya orang yang tertanggung, serta pembayaran asuransi beasiswa.
Dari sisi redaksional, terjadi perubahan dari semula mengacu ke jenis asuransi
menjadi mengacu ke penyebab klaim.

Sementara itu, pengamat perpajakan dari PajakOnline Consulting Group


Abdul Koni mengatakan, pengenaan pajak atas klaim asuransi selain karena
sakit, kecelakaan, dan beasiswa perlu diatur lebih lanjut dasar pengenaannya5

2.2.2 PPh 21 Atas Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua,
dan Jaminan Hari Tua

Orang pribadi dalam negeri yang menerima penghasilan berupa uang


pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang
dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan PPh pasal 21 bersifat final.

Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja


termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama
dan dalam bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau
5
http://www.pajakonline.com/klaim-asuransi-bisa-kena-pajak/ (Diakses pada 19 Oktobor 2021, Pukul
05:40)

6
terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan
uang penggantian hak.

Uang Manfaat Pensiun adalah penghasilan dari manfaat pensiun yang


dibayarkan kepada orang pribadi peserta dana pensiun secara sekaligus sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun oleh Dana
Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

Tunjangan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh


badan penyelenggara tunjangan hari tua kepada orang pribadi yang telah
mencapai usia pensiun.

Jaminan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh


badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja kepada orang pribadi yang
berhak dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau keadaan lain yang
ditentukan.

 Tarif PPh pasal 21 untuk penghasilan berupa uang pesangon diberlakukan


kumulatif bersifat final

 Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 sebesar 0%

 Penghasilan bruto diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000 sebesar 5%

 Penghasilan bruto diatas Rp 100.000.000 s/d Rp500.000.000 sebesar


15%

 Penghasilan bruto diatas Rp 500.000.000 sebesar 25%

 Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 sebesar 0%

 Penghasilan bruto diatas Rp 50.000.000 sebesar 5%

7
 Tarif PPh pasal 21 untuk penghasilan berupa uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua diberlakukan kumulatif bersifat
final

Pembayaran dianggap sekaligus jika sebagian atau seluruh pembayarannya


dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun kalender. Pembayaran
sekaligus meliputi;

 Pembayaran sebanyak-banyaknya 20% dari manfaat pensiun yang


dibayarkan secara sekaligus pada saat Pegawai sebagai peserta pensiun
atau meninggal dunia.

 Pembayaran manfaat pensiun bulanan yang lebih kecil dari suatu jumlah
tertentu yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Menteri Keuangan
yang dibayarkan secara sekaligus

 Pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa


dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup.

Bila PPh yang terutang dibayar pada tahun ketiga dan tahun-tahun
berikutnya, pemotongannya dilakukan dengan menerapkan tarif pasal 17
UU PPh yang bersifat tidak final dan bagi pegawai dapat diperhitungkan
sebagai kredit pajak. Bagi pegawai yang tidak mempunyai NPWP
dikenakan tarif lebih tinggi 20% dari tarif pasal pasal 17 UU PPh.

Ketentuan lainya mengenai PPh atas uang pesangon, uang manfaat


pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang dibayar sekaligus;

1. Dalam hal pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara


bertahap atau berkala kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga
Kerja, Pegawai dianggap belum menerima hak atas Uang Pesangon
sehingga tidak terutang Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat
final. Pada saat Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja membayar

8
Uang Pesangon kepada Pegawai, dilakukan pemotongan PPh pasal
21 yang bersifat final oleh Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja.

2. Dalam hal terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada


perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas
seumur hidup, pegawai sebagai peserta dianggap telah menerima hak
atas Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus
sehingga terutang PPh pasal 21 yang bersifat final. Pemotongan
dilakukan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun
Lembaga Keuangan pada saat pembelian anuitas seumur hidup. Pada
saat perusahaan asuransi jiwa membayar Uang Manfaat Pensiun
kepada Pegawai, tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21.

3. PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong Pajak untuk setiap masa
wajib disetor ke Kantor Pos atau bank persepsi, paling lama 10 hari
setelah Masa Pajak berakhir.

4. Pemotong Pajak wajib melaporkan pemotongan dan penyetorannya


dengan menyampaikan SPT masa PPh 21 paling lambat 20 hari
setalah masa pajak berakhir.
5. Pemotong wajib memberikan bukti potong baik dimainta maupun
tidak pada saat pemotongan kepada pegawai yang menerima
penghasilan tesebut termasuk pegawai yang dikenakan tarif 0%.6

2.2.3 Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas


Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
mengemukakan Pajak Penghasilan Final Pasal 4 Ayat (2) Adalah Pajak atas
penghasilan berupa bunga deposito, hadiah undian, penghasilan dari
transaksi saham dan sekuritas lainnya, terhadap nasabah yang melakukan

6
https://www.pajakku.com/read/5d81d38474135e0390823af5/PPh-21-Atas-Pesangon-Uang-Manfaat-
Pensiun-Tunjangan-Hari-Tua-dan-Jaminan-Hari-Tua

9
penutupan asuransi dalam jangka waktu 3 tahun atau kurang atas produk
asuransi yang mengandung unsur tabungan (investasi/unit-link). Penghasilan
yang dipotong adalah selisih lebih antara manfaat tabungan yang diterima
dan akumulasi premi yang telah dibayarkan.dan penghasilan tertentu lainya.7

2.2.4 PPh Final atas Penerimaan Manfaat Asuransi Jiwa

Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi


sehubungan dengan asuransi kesehatan, jiwa, dwi guna dan asuransi
beasiswa tidak termasuk sebagai objek pajak. Mengingat dalam produk-
produk asuransi tersebut dimungkinkan adanya kombinasi antara unsur
resiko dan unsur tabungan serta masa pertanggungan yang bervariasi, maka
atas produk asuransi yang mengandung unsur tabungan akan terdapat dua
jenis pembayaran manfaat tabungan.

Pembayaran manfaat resiko dilakukan setiap saat dikaitkan dengan


terjadinya resiko, sedangkan pembayaran manfaat tabungan dilakukan pada
akhir masa pertanggungan atau sebelumnya dimana jumlah yang dibayarkan
tentunya akan lebih besar daripada jumlah premi yang telah dibayarkan.
Terhadap pembayaran akibat penutupan asuransi yang mengandung unsur
tabungan , apabila pembayaran manfaat tabungannya dilakukan dalam
jangka waktu tiga tahun atau kurang, amaka selisih lebih antara manfaat
tabungan yang diterima dengan premi yang telah dibayarkan, diperlakukan
sama dengan penghasilan dari bunga tabungan atau bunga deposito sehingga
atas penghasilan tersebut dikenakan PPh sebesar 15% bersifat final sesuai PP
131 Tahun 2000.8

2.2.5 PPh Pasal 23

Pembayaran dividen asuransi (pembagian keuntungan dari perusahaan


asuransi kepada nasabah = Mutual Fund) wajib dipotong PPh Pasal 23

7
Sharen Eflin Juniver Putong, Sintje Rondonuwu, ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PERPAJAKAN
TERHADAP INDUSTRI ASURANSI PADA PT ASURANSI JIWASRAYA ( PERSERO ) MANADO KOTA, h.810.
8
Pajak.go.id

10
(Dividen). Hal ini juga berlaku untuk tambahan manfaat diluar yang
tercantum dalam polis asuransi.

Berikut surat edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-11/PJ.311/1998 tentang


Pemotong PPh Pasal 23 atas Imbalan yang diterima atau diperoleh
perusahaan asuransi.

Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan tentang pemotong Pajak


Penghasilan Pasal 23 atas jasa pialang asuransi, dengan ini ditegaskan
sebagai berikut:

1) Perusahaan Pialang Asuransi adalah perusahaan yang menyerahkan jasa


kepada Perusahaan Asuransi maupun tertanggung sehingga terjadi
penutupan asuransi antara Perusahaan Asuransi dengan tertanggung.
Imbalan yang diperolehnya berupa komisi pada umumnya ditetapkan
dengan prosentase tertentu dari jumlah premi yang harus dibayar oleh
tertanggung.

2) Pembayaran premi asuransi dapat dilakukan sendiri oleh tertanggung


atau melalui Perusahaan Pialang Asuransi. Perusahaan Asuransi
membukukan penghasilan premi baik yang dibayarkan langsung oleh
tertanggung maupun yang melalui Perusahaan Pialang Asuransi sebesar
premi bruto, sedangkan komisi yang menjadi hak Perusahaan Pialang
asuransi dibebankan sebagai biaya.

3) Berdasarkan uraian tersebut diatas, Perusahaan Asuransi adalah pemberi


hasil kepada Perusahaan Pialang Asuransi. Oleh karena itu Perusahaan
Asuransi wajib memotong PPh Pasal 23 atas imbalan jasa yang diterima
atau dibayarkan kepada Perusahaan Pialang Asuransi sesuai dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-128/PJ./1997 tanggal
22 Juli 1997 sebesar 15% x 60% atau 9% dari jumlah bruto tidak
termasuk PPN dan PPnBM.9

2.2.6 Pajak Pertambahan Nilai

9
https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/surat-edaran-dirjen-pajak-se-11pj-3111998

11
Supit, (2014), Dalam bahasa inggris PPN disebut Value Added Tax atau
Good and Service Tax. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah
satu beban pajak yang harus dipenuhi atau dibayarkan oleh Wajib Pajak.
Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis pajak yang dikenakan atas barang
dan jasa yang mengalami pertambahan nilai. Pertambahan nilai itu sendiri
timbul karena dipakainya faktor-faktor produksi di setiap jalur produksi
dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan
barang atau pemberian jasa kepada para konsumen. (Geruh: 2013).

Sesuai UU 42 tahun 2009 (UU PPN) jasa asuransi termasuk dalam jasa tidak
kena pajak (non JKP). Yang dimaksud dengan jasa asuransi yang non JKP
adalah jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa,
dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang
polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi,
penilai kerugian asuransi dan konsultan asuransi. Dengan demikian
perusahaan asuransi tidak wajib dikukuhkan sebgai PKP. Sementara jasa
penunjang asuransi wajib dikukuhkan sebagai PKP kecuali yang memenuhi
kriteria perusahaan kecil.

2.2.7 PPh Pasal 26

 Atas pembayaran premi asuransi dan reasuransi kepada perusahaan


asuransi di luar negeri dikenakan dikenakan pemotongoan pajak
penghasilan Pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan Netto.10

 Perkiraan penghasilan netto dihitung dari tarif X jumlah premi yang


dibayar. Tarif yang digunakan sbb :

Pembayar Penerima Perkiraan Pemotong Ket


Premi Premi Ph Netto
Tertanggung Perusahaan 50% Tertanggung Langsung
Asuransi di atau via

10
http://www.scribd.com/document/426796707/Makalah-Pajak-Dalam-Asuransi (Diakses
pada 12 Oktober 2021, Pukul 13:00)

12
LN pialang
Perusahaan Perusahaan 10% Perusahaan
Asuransi di Asuransi di Asuransi di
Indonesia LN Indonesia
Perusahaan Perusahaan 5% Perusahaan
Reasuransi di Asuransi di Reasuransi di
Indonesia LN Indonesia

 Saat terutang PPh pasal 26 pada akhir bulan dilakukan pembayaran premi
atau pada akhir bulan terutangnya premi asuransi tersebut.

 Saat penyetoran oleh pemotong selambat-lambatnya 10 hari setelah saat


terutangnya pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ( SSP ).

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Peranan asuransi dalam pembangunan ekonomi nasional yang semakin
meningkat membuat masyarakat semakin membutuhkan kehadiran industri
perasuransian yang kuat dan dapat diandalkan. Industri asuransi memiliki peran
dalam proses perkembangan perekonomian di Indonesia untuk itu kita juga perlu
mencermati apakah penerapan Akuntansi perpajakan dalam Industri Asuransi
apakah sudah sesuai atau tidak, mengingat sumbangan Pajak bagi perkembangan
ekonomi di Indonesia yang begitu sentral. Dalam industri Asuransi terdapat
jenis-jenis pajak yang melekat, baik itu PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4
Ayat 2 dan PPN.
Dasar perhitungan dan perlakuan perpajakan bagi perusahaan asuransi adalah
Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang berasal dari pendapatan setelah dipotong
biaya yang telah diperbolehkan. Tetapi karena ketentuan asuransi yang berbeda
dari bisnis lain, terdapat beberapa kriteria yang berbeda dari bisnis lain,
diantaranya adalah Pendapatan Untuk kriteria pendapatan perusahaan asuransi
bersumber dari premi asuransi, termasuk juga premi asuransi bagi perusahaan
reasuransi yang diperoleh dari klien atau nasabah.

3.2 Saran
Sebagai penulis menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki kekurangan
yang jauh dari kata sempurna. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki
makalah dengan mengacu kepada sumber yang busa dipertanggungjawabkan
nantinya. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta saran
mengenai pembahasan makalah di atas.

14
DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan Pajak 2010-2011/ Koperasi Pegawai Kantor Pusat Direktorat Jendral
Pajak.

Rimsky K. Judisseno, Pajak Dan Strategi Bisnis : Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2005.http://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1994/624~KMK.04~1994Kep.HTM (Diakses
Pada 12 Oktober 2021, Pukul 14.09 WIB).

http://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/surat-edaran-direktur-jenderal-pajak-
se-08pj2019 (Diakses Pada 12 Oktober 2021, Pukul 14.11 WIB).

http://www.scribd.com/document/426796707/Makalah-Pajak-Dalam-Asuransi (Diakses
pada 12 Oktober 2021, Pukul 13:00)

Redaksi Pajak Online. 2021. “Klaim Asuransi Bisa Kena Pajak”,


https://www.pajakonline.com/klaim-asuransi-bisa-kena-pajak/. (Diakses pada 20
Oktobor 2021, Pukul 17:40)

Rafinska, Kezia. 2020. “Pajak Atas Premi Asuransi & Komponen Premi PPh 21”,
https://www.online-pajak.com/tips-pph21/pajak-atas-premi-asuransi (Diakses pada 19
Oktobor 2021, Pukul 05:40)

Sigit. 2019. “PPh 21 Atas Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan
Jaminan Hari Tua”, https://www.pajakku.com/read/5d81d38474135e0390823af5/PPh-
21-Atas-Pesangon-Uang-Manfaat-Pensiun-Tunjangan-Hari-Tua-dan-Jaminan-Hari-Tua
(Diakses pada 22 Oktobor 2021, Pukul 10:40)

https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/surat-edaran-dirjen-pajak-se-11pj-
3111998 (Diakses pada 22 Oktobor 2021, Pukul 15:10)

Pajak.go.id (Diakses pada 22 Oktobor 2021, Pukul 10:10)

15

Anda mungkin juga menyukai