PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Ijarah adalah perjanjian antara pemilik barang dengan penyewa yang memperbolehkan
penyewa memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa sesuai dengan persetujuan
kedua belah pihak. Setelah masa sewa berakhir, maka barang akan dikembalikan kepada
pemilik.
Landasan syariah dari ijarah adalah Alquran, surat Al-Baqarah: 233, “Dan jika kamu ingin
anakmu disusunkan oleh orang lain, tidak ada dosa bagimu, apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kau kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
Maha melihat apa yang kamu kerjakan. ”Sedangkan Al-Ta’jiri yaitu perjanjian antara pemilik
barang dengan yang membolehkan penyewa untuk memanfaatkan barang tersebut dengan
membayar sewa sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak. Setelah berakhir masa
sewanya, maka pemilik barang menjual barang tersebut kepada penyewa dengan harga yang
disetujui kedua belah pihak.
Ijarah adalah akad pemindahan hak/manfaat atas suatu asset dalam waktu tertentu, dengan
pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikkan assset sendiri
(PAPSI).
Ijarah sesuai jenisnya dapat dibedakan menjadi:
1. Ijarah fee.
2. Ijarah asset.
Ijarah fee antara lain:
1. Ijarah SDB.
2. Ijarah pemeliharaan rahn emas.
3. Ijarah penyimpanan rahn emas.
Ijarah asset dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Asset berwujud.
2. Asset tidak berwujud.
Ijarah asset berwujud dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Ijarah.
2. Ijarah mintabiyah bittamlik.Jual ijarah.
Ijarah asset tidak berwujud, antara
1. Ijarah berlanjut.
2. Multi jasa.
B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan karya ilmiah ini, kami merumuskan permasalahan didalamnya. Berikut ini
rumusan masalahnya:
1. Apakah pengertian dari ijarah?
2. Bagaimana landasan transaksi ijarah?
3. Bagaimana hak dan kewajiban kedua belah pihak?
4. Bagaimana kesempatan mengenai harga sewa?
5. Bagaimana Ijarah Muntahia Bit Tamlik (IMBT)?
6. Apa persamaan dan perbedaan antara ijarah dan leasing?
7. Bagaimana alur transaksi ijarah dan IMBT?
8. Bagaimana sukuk ijarah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijarah
Transaksi ijarah dilandasi dengan adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan
perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi, pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip
jual beli. Perbedaan terletak pada objek transaksinya. Pada jual beli, objek transaksinya
barang, sedangkan pada ijarah, objek transaksinya adalah barang maupun jasa. Ijarah
didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan
tertentu. (Sarkhasi, al-Mabshut, 15:74; Al-Umm, 3:250). Menurut fatwa Dewan Syariah
Nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri (2001). Dengan demikian, dalam akad ijarah tidak ada
perubuhan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna dari yang menyewakan kepada
penyewa.(1)
Jadi, ijarah adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas
suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan
sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa diikuti pengalihan
kepemilikan barang itu sendiri.
B. Landasan Transaksi Ijarah
Landasan syariah akad ini adalah Fatwa DSN-MUI No.09 /DSN-MUI/IV/2000 tentang
ijarah. Beberapa ketentuan yang diatur dalam fatwa ini, antara lain sebagai berikut:
1. Rukun dan Syarat Ijarah
a. Singhat ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak
yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau dalam bentuk lain.
b. Pihak-pihak yang berakad terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa dan
penyewa/ pengguna jasa.
c. Objek akad ijarah adalah manfaat dan sewa, dan manfaat jasa dan upah.
2. Ketentuan Objek Ijarah
a. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa.
b. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
c. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).
d. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.
e. Manfaat harrus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan
jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
f. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya.
Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
g. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS
sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli
dapat pula dijadikan sewaatau upah dalam ijarah.
h. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang
sama dengan objek kontrak.
i. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan
dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
Perlakuan akuntansi terhadap ijarah, apabila LKS sebagai pemilik objek ijarah
berkaitan dengan perolehan asset ijarah, penerimaan asset ijarah, penyusutan sewa
ijarah dan perbaikan asset ijarah.
3. Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah
a. Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang dan jasa:
1. Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan.
2. Menanggung biaya pemeliharaan barang.
3. Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
b. Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang dan atau jasa:
1. Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keuthan
barang serta menggunakannya sesuai kontrak.
2. Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiil)
3. Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan
yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam
menjaganya, dan ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut
C. Hak dan Kewajiban Kedua Belah Pihak
Apa saja kewajiban penyewa dan pihak yang menyewakan? Pihak yang menyewakan
wajib mempersiapkan barang yang disewakan untuk dapat digunakan secara optimal oleh
penyewa. Misalnya, mobil yang disewa ternyata tidak dapat digunakan karena akinya lemah,
maka yang menyewakan wajib menggantinya. Bila yang menyewakan tidak dapat
memperbaikinya, penyewa mempunyai pilihan untuk membatalkan akad atau menerima
manfaat yang rusak. Bila demikian keadaannya, apakah harga sewa masih harus dibayar
penuh? Sebagian ulama berpendapat, bila penyewa tidak membatalkan akad, harga sewa
harus dibayar penuh (Mula
Khasra, Syarh Al-Durr, 3:278-279, dan Al-Muhattab, 2:405). Sebagian ulama lain
berpendapat, harga sewa dapat dikurangkan dulu dengan biaya untuk perbaikan kerusakan.
Penyewa wajib menggunakan barang yang disewakan menurut syarat-syarat akad atau
menurut kalaziman penggunaannya. Penyewa juga wajib menjaga barang yang disewakan
agar tetap utuh. Bagaimana dengan perawatan barang yang disewa? Secara prinsip tidak
boleh dinyatakan dalam akad bahwa penyewa bertanggung jawab atas perawatan karena ini
berarti penyewa bertanggung jawab atas jumlah yang tidak pasti (gharar). Oleh karena itu,
ulama berpendapat bahwa bila penyewa diminta untuk melakukan perawatan, ia berhak untuk
mendapatkan upada dan biaya yang wajar untuk pekerjaannya itu. Bila penyewa melakukan
perawatan atas kehendaknya sendiri, ini dianggap sebagai hadiah dari penyewa dan ia tidak
dapat meminta pembayaran apapun (Al-Fatawa Al-Hindiyah, 4:443; Al-Buhuti, Kasyful
Qina’, 4;416; Al-Ramli, Nihayatul Muhtaj, 5:264-256).
B. Saran
Dalam pelaksanaan ijarah harus ada akadnya. Antara pemberi sewa dan menyewa harus
mengikuti perjanjiannya satu sama lain dan orang yang menyewa barang harus bertanggung
jawab atas barang yang ia sewa. Kegiatan ijarah harus memenuhi rukun dan syarat yang telah
ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyono, Djoko. 2015. Perbankan dan Lembaga Keuangan. Yogyakarta: ANDI
Rizal Yaya, dkk. 2009. Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer. Jakarta:
Salemba Empat.
Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal. 2008. Islamic Financial Management. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Veithzal Rivai, Islamic Financial Management, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm.
176. Djoko Mulyono, Perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah, ANDI, Yogyakarta,
2015, hlm. 279-282. Veithzal Rivai, Islamic Financial Management, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2008, hlm. 177-178. Djoko Mulyono, Perbankan dan Lembaga Keuangan
Syariah, ANDI, Yogyakarta, 2015, hlm. 288. Djoko Mulyono, Perbankan dan Lembaga
Keuangan Syariah, ANDI, Yogyakarta, 2015, hlm. 290-295. Veithzal Rivai, Islamic
Financial Management, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 179. Djoko Mulyono,
Perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah, ANDI, Yogyakarta, 2015, hlm. 282-283.Yaya
Rizal, Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer, Salemba Empat,
Jakarta, 2009, hlm. 289-290. Djoko Mulyono, Perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah,
ANDI, Yogyakarta, 2015, hlm. 307-
308. Djoko Mulyono, Perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah, ANDI, Yogyakarta,
2015, hlm. 309-310.