Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
2018
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. DEFENISI
”Health-care Associated Infections (HAIs)” merupakan komplikasi yang paling sering terjadi
di pelayanan kesehatan. HAIs selama ini dikenal sebagai Infeksi Nosokomial atau disebut juga
sebagai Infeksi di rumah sakit ”Hospital-Acquired Infections” merupakan persoalan serius karena
dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Kalaupun tak berakibat
kematian, pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit yang lebih
banyak.
HAIS adalah penyakit infeksi yang pertama muncul (penyakit infeksi yang tidak berasal dari
pasien itu sendiri) dalam waktu antara 48 jam dan empat hari setelah pasien masuk rumah sakit atau
tempat pelayanan kesehatan lainnya, atau dalam waktu 30 hari setelah pasien keluar dari rumah
sakit. Dalam hal ini termasuk infeksi yang didapat dari rumah sakit tetapi muncul set elah pulang dan
infeksi akibat kerja terhadap pekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
Angka kejadian terus meningkat mencapai sekitar 9% (variasi3-21%) atau lebih dari 1,4 juta
pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia.Kondisi ini menunjukkan penurunan mutu pelayanan
kesehatan. Tak dipungkiri lagi untuk masa yang akan datang dapat ti mbul tuntutan hukum bagi
sarana pelayanan kesehatan, sehingga kejadian infeksi di pelayanan kesehatan harus menjadi
perhatian bagi Rumah Sakit.
Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang
berisiko mendapat HAIs. Infeksi ini dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari
pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada
pasien. Dengan demikian akan menyebabkan peningkatan angka morbiditas, mortalitas, peningkatan
lama hari rawat dan peningkatan biaya rumah sakit.
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat Penting untuk melindungi
pasien, petugas juga pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya infeksi karena dirawat,
bertugas juga
2
berkunjung ke suatu rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Keberhasilan program
PPI perlu keterlibatan lintas profesional: Klinisi, Perawat, Laboratorium, Kesehatan Lingkungan,
Farmasi, Gizi, IPSRS, Sanitasi &Housekeeping, dan lain-lain sehingga perlu wadah berupa Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
Beberapa rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan merupakan lahan praktik
bagi mahasiswa/siswa serta peserta magang dan pelatihan yang berasal dari berbagai jenjang
pendidikan dan institusi yang berbeda-beda. Tak diragukan la gi bahwa semua mahasiswa/siswa dan
peserta magang/pelatihan mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam penularan infeksi dan akan
beresiko mendapatkan HAIs. Oleh karena itu penting bagi mahasiswa/siswa, peserta
magang/pelatihan, termasuk juga karyawan baru memahami proses terjadinya infeksi,
mikroorganisme yang sering menimbulkan infeksi, serta bagaimana pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakit. Sebab bila sampai terjadi infeksi nosokomial akan cukup sulit mengatasinya,
pada umumnya kuman sudah resisten terhadap banyak antibiotika. Sehingga semua
mahasiswa/siswa, peserta magang/pelatihan yang akan mengadakan praktik di rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, termasuk juga karyawan baru yang akan bertugas harus
diberikan Layanan Orientasi dan Informasi (LOI) tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
1.2. TUJUAN
Tujuan Umum
Terlaksananya identifikasi dan penurunan risiko infeksi yg didapat dan ditularkan diantara
pasien, staf klinis, staf non klinis, tenaga kontrak, mahasiswa dan pengunjung.
Tujuan Khusus
1. Meningkatkan kegiatan surveilance infeksi di Rumah Sakit.
2. Meningkatkan mutu sterilisasi, hygiene sanitasi dan pembersihan lainnya.
3. Meningkatkan penggunaan APD di Rumah Sakit.
3
BAB II
RUANG LINGKUP
4
BAB III TATA
LAKSANA
Rumah sakit mengidentifikasi prosedur dan proses terkait dengan resiko infeksi dan
menginplementasikan strategi untuk menurunkan resiko infeksi. Rumh sakit melakukan asesmen dan
melayani pasien menggunakan banyak proses yang sederhana maupun kompleks, masing-masing
terkait dengan tingkat resiko infeksi untuk pasien dan staf. Rumah sakit satu atau lebih individu
mengawasi seluruh kegiatan pelayanan dan pengendalian infeksi. Individu tersebut kompoten dalam
praktek pencegahan dan pengendalian infeksi yang diperoleh melalui prosedur didalam pelatihan
atau sertifikat. Rumah sakit menetapkan mekanisme koordinasi untuk seluruh kegiatan pencegahan
dan pengendalian infeksi yang melibatkan dokter, perawat, dan tenaga lainnya sesuai ukuran
yang kompleksitas rumah sakit.
Rumah sakit menyediakan sumber daya ang cukup untuk mendukung program
pencegahan dan pengendalian infeksi. Rumah sakit menyusun dan mengharapkan program yang
komprehensif untuk mengurangi resiko dari infeksi terkait pelayanan kesehatan pasien dan tenaga
pelayanan kesehatan diseluruh area pasien, staf dan penunjung rumah sakit dimasukan dalam
program pencegahan dan penggendalian infeksi. Rumah sakit menggunakan pendekatan
berdasarkan resiko dalam menetapkan fokus dari program pencegahan dan pengendalan infeksi
dirumah sakit terkait pelayana kesehatan.
Rumah sakit menurunkan resiko infeksi dengan pembuangan sampah yang tepat. Rumah
sakit mempunyai kebijakan dan prosedur pembuangan benda tajam dan jarum. Rumah sakit
mengurangi resiko infeksi difasilitas yang terkait dengan kegiatan pelayanan makanan, pengendalian
5
mekanik dan permesinan. Rumah sakit mengurangi resiko infeksi difasilitas. Secara demolisi atau
pembongkaran pembangunan dan renovasi.
Rumah sakit menyediakan penghalang untuk mencegah dan prosedur isolasi yang
melindungi pasien pengunjung dan staf terhadap penyakit menular dan mel indungi dari infeksi
pasien yang imuno suppressed, sehingga rentan terhadap infeksi nosokomial. Rumah sakit
menyediakan sarung tangan, masker, proteksi mutu dan peralatan proteksi lainnya, sabun dan
desinfektan tersedia dan digunakan secara benar. Rumah sakit memberikan pendidikan tentang
pencegahan dan pengendalian infeksi kepada staf, dokter, pasien dan keluarga serta pemberi
layanan lainnya ketika ada indikasi keterlibatan mereka dalam layanan.
Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila satu mata
rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan.. Komponen yang
diperlukan sehingga terjadi penularan adalah:
1) Direct/Langsung: kontak badan ke badan transfer kuman penyebab secara fisik pada
saat pemeriksaan fisik, memandikan pasen
6
2) Indirect/Tidak langsung (paling sering !!!): kontak melalui objek (benda/alat)
perantara: melalui instrumen, jarum, kasa, tangan yang tidak dicuci
b. Droplet : partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar pendek, tdk
bertahan lama di udara, “deposit” pada mukosa konjungtiva, hidung, mulut contoh
: Difteria, Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus influenza type b (Hib), Virus Influenza,
mumps, rubella
c. Airborne : partikel kecil ukuran < 5 μm, bertahan lama di udara, jarak penyebaran jauh,
dapat terinhalasi, contoh: Mycobacterium tuberculosis, virus campak, Varisela (cacar
air), spora jamur
d. Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan kehidupan
kuman penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada pejamu yang rentan.
Contoh: air, darah, serum, plasma, tinja, makanan
e. Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang dapat
menularkan kuman penyebab cara menggigit pejamu yang rentan atau menimbun kuman
penyebab pada kulit pejamu atau makanan. Contoh: nyamuk, lalat, pinjal/kutu, binatang
pengerat
5. Port of entry (Pintu masuk) adalah Tempat dimana agen infeksi memasuki pejamu (yang
suseptibel). Pintu masuk bisa melalui: saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran
kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).
6. Pejamu rentan (suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup
untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau penyakit. Faktor yang
mempengaruhi: umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas,
trauma atau pembedahan, pengobatan imunosupresan. Sedangkan faktor lain yang mungkin
berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup,
pekerjaan dan herediter.
Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu, agen
infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi factor resiko pada
7
penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi
(HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.
1. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi
hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara
umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi. Contoh
metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan
seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.
3. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah
penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas dalam
melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.
Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi)
yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “ Standard Precautions” (Kewaspadaan Standar) dan
“Transmission based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan)
Mikroba penyebab HAIs dapat ditransmisikan oleh pasien terinfeksi/kolonisasi kepada pasien lain
dan petugas. Bila kewaspadaan isolasi diterapkan benar dapat menurunkan risiko transmisi dari
pasien infeksi/kolonisasi. Tujuan kewaspadaan isolasi adalah menurunkan transmisi mikroba
infeksius diantara petugas dan pasien. Kewaspadaan Isolasi harus diterapkan kewaspadaan isolasi
sesuai gejala klinis,sementara menunggu hasil laboratorium keluar.
8
1. Standard Pr ecautions /Kewaspadaan Standar
gabungan dari:
1. Kebersihan tangan/Handhygiene
2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung), face
shield(pelindungwajah), gaun
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6. Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan pasien
8. Hyangiene respirasi/Etika batuk
9. Praktek menyuntik yang aman
10. Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi
b. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi
Tujuan untuk memutus rantai penularan mikroba penyebab infeksi. Diterapkan pada
pasien gejala/dicurigai terinfeksi atau kolonisasi kuman penyebab infeksi menular yang
dapat ditransmisikan lewat udatra, droplet, kontak kulit atau permukaan terkontaminasi.
9
– kewaspadaan transmisi droplet
Kewaspadaan berdasarkan transmisi dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun kombinasi karena
suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.
a. Penempatan pasien :
Sarung tangan bersih non steril, ganti setelah kontak bahan infeksius, lepaskan
sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan menggunakan
antiseptik
Gaun, lepaskan gaun sebelum meninggalkan ruangan
c. Transport pasien
a. Penempatan pasien :
10
Batasi transportasi pasien, pasangkan masker pada pasien saat transportasi
Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk.
4. Kewaspadaan transmisi udara/airborne
a. Penempatan pasien :
c. Transport pasien
Batasi transportasi pasien, Pasien harus pakai masker saat keluar ruangan
Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk
Catatan :
11
Kohorting adalah menempatkan pasien terinfeksi atau kolonisasi patogen yang sama di ruang yang
sama, pasien lain tanpa patogen yang sama dilarang masuk.
Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan petugas saat perawatan pasien rawat
inap, perlu diterapkan hal-hal berikut :
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari seluruh pasien
2. Dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah kontak diantara pasien satu lainnya
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)
4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan terhadap bahan infeksius
5. Pakai sarung tangan saat atau kemungkinan kontak darah dan cairan tubuh serta barang yang
terkontaminasi, disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan
antara pasien.
6. Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di buang ke lubang pembuangan
yang telah disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan obtainer/container
pasien lainnya.
7. Tangani bahan infeksius sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO)
8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang infeksius telah dibersihkan dan
didisinfeksi benar.
Tangan merupakan media transmisi patogen tersering di RS. Menjaga kebersihan tangan
dengan baik dan benar dapat mencegah penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi
infeksi nosokomial. Kepatuhan terhadap kebersihan tangan merupakan pilar pengendalian infeksi.
Teknik yang digunakan adalah teknik cuci tangan 6 langkah. Dapat memakai antiseptik, dan air
mengalir
atau handrub berbasis alkohol.
12
Kebersihan tangan merupakan prosedur terpenting untuk mencegah transmisi penyebab
infeksi (orang ke orang;objek ke orang). Banyak penelitian menunjukkan bahwa cuci tangan
menunjang penurunan insiden MRSA, VRE di ICU.
13
BAB IV
DOKUMENTASI
14