Anda di halaman 1dari 58

PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI

PSPD FKIK UIN SYARIF HIDAYATULLAH


JAKARTA DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Cut Firza Humaira

NIM : 109103000009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H/2012 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 24 September 2012

Materai

Rp 6000

Cut Firza Humaira

i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA MAHASISWI PSPD FKIK UIN


SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA DAN FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI

Laporan PenelitianDiajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas


Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh

Cut Firza Humaira


NIM: 109103000009

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Ibnu Harris Fadillah, Sp.THT-KL dr. Intan Keumala Dewi, Sp.MK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H/2012 M

ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul PREVALENSI OTOMIKOSIS PADA


MAHASISWI PSPD FKIK UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI yang diajukan oleh Cut Firza
Humaira (NIM: 109103000009), telah diujikan dalam sidang di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada tanggal 24 September 2012. Laporan
penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Jakarta, 24 September 2012

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Ibnu Harris dr. Ibnu Harris dr. Intan Keumala Dewi,
Fadillah, Sp.THT-KL Fadillah, Sp.THT-KL Sp.MK

Penguji 1 Penguji 2

dr. Zainal, Sp.THT, Ph.D Yuliati, M.Biomed

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN SH Jakarta Kaprodi PSPD FKIK UIN SH Jakarta

Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp. DR. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR
And

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya penelitian ini dapat terselesaikan walaupun ada begitu
banyak cobaan dan hambatan yang penulis hadapi selama proses penelitian.
Shalawat serta salam tidak lupa penulis junjungkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah membawa manusia ke alam yang penuh ilmu pengetahuan
seperti sekarang ini.

Alhamdulillah penulis akhirnya dapat menyelesaikan Laporan Penelitian


yang berjudul “Prevalensi Otomikosis pada Mahasiswi PSPD FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Faktor yang Mempengaruhi”, sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan laporan penelitian ini


penulis banyak menemui hambatan baik yang datang dari faktor luar diri penulis
maupun dari dalam diri penulis. Mengatasi hambatan yang ditemui, penulis
banyak mendapat dukungan, pengarahan, petunjuk, motivasi, saran dan bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. DR. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFRselaku Kepala Program Studi Pendidikan
Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.dr. Ibnu Haris Fadillah, Sp.THT-KL sebagai dosen pembimbing I penelitian dan
dr. Intan Keumala Dewi, Sp.MK sebagai dosen pembimbing II penelitian, yang
telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan saran,
arahan, bimbingan, dan nasihat kepada penulis dari awalproses penelitian sampai
akhir penyusunan laporan penelitian ini.

4. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggung jawab riset Program
Studi Pendidikan Dokter 2009 dan atas motivasinya kepada penulis terhadap
penyelesaian penelitian ini serta dr. Fikri Mirza Putranto, Sp.THT dan ibu Yuliati,
M.Biomed atas masukannya terhadap penelitian ini.

iv
5. RS Khusus THT-KL Proklamasi BSD dan Laboratorium Mikrobiologi FKIK
UIN beserta staf yang telah menyediakan tempat untuk pemeriksaan sampel
selama penelitian berlangsung.

6. Keluarga besar penulis, terutama ayah bunda penulis Ir.Ridwan Ibrahim dan
Cut Armanusah, SE yang selalu ikhlas mendoakan, mendukung, serta
memberikan dorongan dan motivasikepada penulis selama melakukan penelitian
ini. Adinda tercinta Cut Zarra Fazia, Cut Haliza Fatira, dan Cut Yulinza Putri
yang juga selalu mendukung dan menghibur disaat penulis mulai jenuh.

7.Sahabat penulis Reani Zulfa dan Syukran yang selalu bersedia direpotkan oleh
penulis dalam menanyakan beberapa hal mengenai penelitian. Sahabat penulis
Oktavia Utami, Adita Dianputra Kencana, Dahniar Anindya, Abe Umaro yang
selalu mendukung penulis selama ini. Teman kelompok riset Fernaldi Anggadha,
Midun, dan Muhammad Fahmi Salafuddin serta teman seperjuangan riset Dian
Pratiwi dan teman di laboratorium Seila Inayatullah, Kharisma Indah, Atingul
Ma’rifah, dan Maharani atas semangat dan motivasinya. Teman-teman beserta
seluruh staf pengajar dari Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Terakhir, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang


telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini baik secara
langsung maupun tidak langsung yang tidak mungkin penulis sebutkan saru per
satu.

Semoga dengan selesainya Laporan Penelitian ini dapat menambah


pengetahuan kita semua terutama mengenai otomikosis.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ciputat, 25 September 2012

Penulis

v
ABSTRAK

Cut Firza Humaira.Program Studi Pendidikan Dokter. Prevalensi Otomikosis pada


Mahasiswi PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Faktor yang
Mempengaruhi

Otomikosis merupakan infeksi jamur yang sering terjadi pada telinga luar. Faktor
predisposisi yang mempengaruhi diantaranya kelembaban yang tinggi, trauma
lokal yang sering disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga secara rutin
menggunakan cotton buds, penggunaan steroid dalam jangka waktu lama, riwayat
dermatomikosis dan kebiasaan berenang. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah ada prevalensi otomikosis pada mahasiswi di PSPD FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan
pemeriksaan otoskopi, pemeriksaan preparat langsung dibawah mikroskop
menggunakan KOH 10% dan memberikan kuisioner pada sampel. Penelitian ini
menggunakan rancangan penelitian cross sectional, serta teknik pengambilan
sampel yakni sistematic random sampling.Sampel penelitian berjumlah 40 orang.
Hasil penelitian ini tidak ditemukan kasus otomikosis, dan ditemukan sebanyak
40% sampel penelitian menggunakan cotton buds4-5 kali dalam seminggu.
Kata Kunci: Otomikosis, Kelembaban, Prevalensi

ABSTRACT

Cut Firza Humaira.Medicine Study Programe. Prevalence of Otomycosis in


Student of PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta and Affecting Factors

Otomycosisis a fungal infectionthat occurs in the outer ear. Predisposing factors


that affect such humidity, local trauma caused by the habit of cleaning the ears
regularly using cotton buds, the use of long term steroids, history of
dermatomycosis, and swimming. This research aims to determine the prevalence
of otomycosis in student of PSPD FKIK Syarif Hidayatullah State Islamic
University in Jakarta.This research was using otoscope examination, direct
examination under a microscope preparations using 10% KOH and gave
questionnaires to the sample. This research is based on a cross-sectional study
with systematic random sampling which used 40 students. The results of this
research there’s no case of otomycosis and there are 40% of the samples using
cotton buds for 4-5 times a week.
Keywords: Otomycosis, Humidity, Prevalence

vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...............................................i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN......................................................................iii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iv
ABSTRAK.............................................................................................................vi
DAFTAR ISI.........................................................................................................vii
DAFTAR TABEL.................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah............................................................................1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................2
1.3. Pertanyaan Penelitian................................................................................3
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................................3
1.4.1. Tujuan Penelitian...............................................................................3
1.4.2. Manfaat Penelitian.............................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
2.1. Anatomi dan Fisiologi Telinga Luar.............................................................4
2.2. Otitis Eksterna...............................................................................................5
2.2.1. Definisi...................................................................................................5
2.2.2. Patofisiologi............................................................................................5
2.3. Otomikosis....................................................................................................6
2.3.1 Definisi....................................................................................................6
2.3.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi..............................................................7
2.3.3 Gejala dan Tanda Klinis Otomikosis.......................................................9
2.3.4 Penegakan Diagnosis dan Pengobatan..................................................10
2.3.5 Pencegahan............................................................................................14
2.4 Jilbab dan Otomikosis..................................................................................14
2.5 Hubungan Cotton Buds dengan Otomikosis................................................15
2.6 Kerangka Teori.............................................................................................16
2.7 Kerangka Konsep........................................................................................17
vii
2.8 Definisi Operasional.....................................................................................18
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................19
3.1. Desain......................................................................................................19
3.2. Waktu Penelitian.....................................................................................19
3.3. Tempat Penelitian....................................................................................19
3.4. Populasi...................................................................................................19
3.5. Sampel Penelitian dan Cara Pemilihan Sampel......................................19
3.6. Besar Sampel...........................................................................................19
3.6.1. Perhitungan Besar Sampel...............................................................19
3.6.2. Sampel yang diambil........................................................................20
3.7. Variabel Penelitian..................................................................................20
3.7.1. Variabel terikat.................................................................................20
3.7.2. Variabel bebas..................................................................................20
3.8. Kriteria Inklusi dan Eksklusi...................................................................20
3.8.1. Faktor Inklusi...................................................................................20
3.8.2. Faktor Eksklusi................................................................................20
3.9. Cara Kerja................................................................................................20
3.9.1. Pemeriksaan otoskop.......................................................................21
3.9.2. Pemeriksaan KOH...........................................................................21
3.9.3. Pemberian kuisioner.........................................................................21
3.10. Alur Penelitian.....................................................................................21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................22
4.1. Hasil Penelitian...........................................................................................22
4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian............................................................22
4.1.2. Analisis Univariat.................................................................................23
4.1.3. Analisis Bivariat...................................................................................26
4.2. Pembahasan.................................................................................................26
4.3. Keterbatasan Penelitian...............................................................................30
BAB V SIMPULAN DAN SARAN.....................................................................31
5.1. Simpulan......................................................................................................31
5.2. Saran............................................................................................................31
Daftar Pustaka......................................................................................................32

viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1: Obat yang sering digunakan pada kasus otomikosis............................13
Tabel 4.1: Karakteristik Demografis Subjek Penelitian........................................22
Tabel 4.2: Distribusi Sampel Penelitian.................................................................23
Tabel 4. 3: Serumen pada Pengguna Cotton Buds.................................................25
Tabel 4.4: Prevalensi Otomikosis..........................................................................26
Tabel 4. 5: Hubungan penggunaan cotton buds dengan serumen..........................26

ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1: Anatomi telinga manusia...................................................................4
Gambar 2. 5: Otomikosis......................................................................................10
Gambar 2. 6: Skema kerja pemeriksaan jamur....................................................12

x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1............................................................................................................35
Lampiran 2............................................................................................................37
Lampiran 3............................................................................................................38
Lampiran 4............................................................................................................41

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Otomikosis atau yang dikenal juga dengan fungal otitis externa
merupakan infeksi jamur yang sering terjadi pada telinga luar, terutama pinna
(auricula) dan meatus acusticus externus. Otomikosis sering terjadi di negara
tropis dan subtropis, dan pada kebanyakan kasus, jamur penyebab tersering
infeksi ini merupakan isolat dari Aspergillus (niger, fumingatus, flavescens, albus)
atau Candida spp.1,2

Kasus otomikosis tersebar di seluruh belahan dunia. Sekitar 5-25% dari


total kasus otitis eksterna merupakan kasus otomikosis. Frekuensi terjadinya
infeksi ini bervariasi berdasarkan perbedaan area geografis yang dihubungkan
dengan faktor lingkungan (temperatur, kelembaban relatif) dan dihubungkan juga
dengan musim. Di Inggris, diagnosis otitis eksterna yang disebabkan oleh jamur
ini sering ditegakkan pada saat berakhirnya musim panas.3,4,5

Otomikosis bisa terjadi dengan atau tanpa gejala. Gejala yang paling
sering terjadi adalah pruritus. Namun dapat pula terjadi gejala lain seperti otalgia,
otorrhea, kehilangan pendengaran, dan tinnitus. Faktor predisposisi terjadinya
otomikosis meliputi hilangnya lapisan serumen, kelembaban yang tinggi,
peningkatan temperatur, dan trauma lokal, yang biasanya sering disebabkan oleh
kebiasaan membersihkan telinga secara rutin menggunakan cotton buds dan
penggunaan alat bantu dengar.1,6

Serumen memiliki pH yang berkisar antara 4-5 yang berfungsi menekan


pertumbuhan bakteri dan jamur. Olahraga air misalnya berenang dan berselancar
sering dihubungkan dengan keadaan otomikosis oleh karena paparan ulang
dengan air sehingga kanal menjadi lembab dan dapat mempermudah jamur
tumbuh. Bisa juga disebabkan oleh adanya prosedur invasif pada telinga seperti
munggunakan cotton budsyang dapat mengangkat film layer sehingga serumen
keluar atau penggunaan antibiotik dan steroids yang dapat menurunkan jumlah

1
2

flora normal, dan dapat juga terjadi pada penderita eksema, rhinitis allergika, dan
asthma.5

Ashish Kumar pada penelitiannya yang berjudul ‘Fungal Spectrum in


Otomycosis Patients’, menyebutkan faktor predisposisi yang berkontribusi
terhadap kejadian otomikosis, antara lain dermatomikosis (51,22%), pemakaian
sorban (29,26%), pemakaian jilbab (14,63%), dan berenang (4,88%). K. Murat
Ozcan pada salah satu penelitiannya yang berjudul ‘Otomycosis in Turkey:
Predisposing Factors, Aetiology, and Therapy’ menyebutkan bahwa faktor
predisposisi terjadinya otomikosis termasuk penggunaan penutup kepala (74,7%),
dermatomikosis (34,5%), dan berenang (27,6%).3,7

Berdasarkan teori yang menyebutkan bahwa peningkatan kelembaban


telinga dapat menjadi salah satu faktor terjadinya otomikosis, maka kejadian
otomikosis merupakan salah satu masalah yang perlu diperhatikan pada pengguna
penutup kepala khususnya jilbab, oleh karena itu peneliti ingin mengetahui
prevalensi otomikosis pada populasi PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.

1.2. Rumusan Masalah


a. Kasus otomikosis diperkirakan sekitar 25% dari kasus otitis eksterna
b. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya otomikosis tersebut
c. Penelitian di Iran dan Turki menyebutkan bahwa faktor penyebab
terjadinya otomikosis adalah pemakaian sorban/jilbab, berenang, dan
infeksi jamur sebelumnya
d. Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya di Indonesia
e. Penduduk Indonesia mayoritas muslim dan rata-rata menggunakan
penutup kepala, terutama wanita
f. Belum diketahuinya prevalensi otomikosis dan faktor penyebabnya di
lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.3. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana prevalensi otomikosis pada mahasiswi yang menggunakan jilbab
di preklinik PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian


a. Tujuan Umum
- Menentukanprevalensi otomikosis yang terjadi pada mahasiswi
preklinik PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Tujuan Khusus
- Menentukanprevalensi otomikosis yang terjadi pada mahasiswi
berdasarkan karakteristik pemakaian jilbab
- Menentukanprevalensi otomikosis yang terjadi pada mahasiswi
berdasarkan penggunaan cotton buds
- Menentukanprevalensi otomikosis yang terjadi pada mahasiswi
berdasarkan seringnya terpapar air (renang)

1.4.2. Manfaat Penelitian


a. Manfaat Secara Metodelogi
- Metode dari hasil penelitian ini dapat digunakan pada penelitian
untuk melihat prevalensi mikosis pada organ lain
b. Manfaat Secara Aplikatif
- Menambah informasi mengenai otomikosis
- Dapat diterapkan pada penelitian lain yang ingin melihat prevalensi
otomikosis di masyarakat yang lebih luas
c. Bagi Peneliti
- Menjadi skripsi S1 di Perkuliahan Kedokteran
- Menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang telah didapat selama
pendidikan.
- Menambah pengetahuan tentang otomikosis
d. Bagi Subjek Penelitian
- Memberikan informasi dan edukasi mengenai otomikosis, serta
pencegahannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Telinga Luar


Secara anatomi, organ pendengaran dibagi menjadi telinga luar, telinga
tengah dan telinga dalam. Daun telinga yang berada di samping kepala hanya
sebagian dari organ pendengaran sebenarnya dan merupakan lipatan kulit yang
terdiri dari tulang rawan yang juga ikut membentuk liang telinga bagian luar.
Hanya cuping telinga atau lobulus yang tidak mempunyai tulang rawan, tetapi
terdiri dari jaringan lemak dan jaringan fibrosa. Bagian besar dari organ
pendengaran merupakan bagian yang penting, tidak terlihat, dan berada di os
temporal. 8,9

Gambar 2.1: Anatomi telinga manusia. Warna ungu menunjukkan bagian telinga luar, warna hijau
menunjukkan bagian telinga tengah, dan warna biru menunjukkan bagian telinga dalam 8

Telinga luar terdiri dari auricula dan meatus acusticus externus. Auricula
atau pinna merupakan bagian telinga luar yang terlihat di kedua sisi kepala dan
mengelilingi lubang meatus acusticus externus. Auricula atau pinna berfungsi
mengumpulkan gelombang suara dan mengantarkan gelombang suara tersebut ke
meatus acusticus. Meatus acusticus externus adalah struktur yang berkelok dan
berbentuk ‘S’ dengan panjang lebih kurang 2,5cm yang menghubungkan auricula
dengan membrana tympani. Tabung ini berfungsi menghantarkan gelombang
suara dari auricula ke membrana tympani.9,10

4
5

Meatus dilapisi oleh kulit, dan sepertiga bagian luarnya mempunyai


rambut, kelenjar sebasea, dan glandula seruminosa. Glandula ini adalah
modifikasi kelenjar keringat yang menghasilkan sekret lilin berwarna coklat
kekuningan yang disebut serumen. Rambut dan serumen merupakan barier yang
lengket, untuk mencegah masuknya benda asingdan berfungsi untuk menolak air.
Folikel rambut banyak terdapat pada 1/3 bagian luar liang telinga. Kelenjar
sebasea pada telinga berkembang baik pada daerah konka, ukuran diameternya
0,5- 2,2mm. Kelenjar ini banyak terdapat pada liang telinga luar bagian tulang
rawan, dimana kelenjar ini berhubungan dengan rambut, dan terletak secara
berkelompok pada bagian superfisial kulit. Batas akhir untuk bagian telinga luar
adalah membrana tympani.10

2.2. Otitis Eksterna

2.2.1. Definisi
Otisis eksterna adalah radang yang terjadi pada liang telinga akibat infeksi
akut, subakut, maupun kronik. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, dan
virus akibat kerusakan pada kulit normal dan perubahan pada serumen sebagai
barier proteksi kanal. Faktor yang memepermudah radang telinga luar adalah
perubahan pH di liang telinga, yang biasanya normal pada kondisi asam. Bila pH
menjadi basa, maka proteksi telinga terhadap infeksi jadi menurun. Pada keadaan
udara yang hangat dan lembab, kuman dan jamur mudah tumbuh, faktor
predisposisi otitis eksterna yang lain adalah trauma ringan yang terjadi ketika
mengorek telinga. 11,12

2.2.2. Patofisiologi
Perjalanan penyakit otitis eksterna dibagi menjadi stadium preinflamasi;
stadium inflamasi akut, yang dapat terjadi secara ringan, sedang, atau berat; dan
stadium inflamasi kronik. Pada stadium preinflamasi terjadi edema stratum
korneum akibat hilangnya pH asam dan lapisan pelindung kanal, kemudian terjadi
penyumbatan di unit apopilosebasea, dan selama penyumbatan berlangsung akan
timbul rasa penuh dan gatal di telinga. Kerusakan lapisan epitel memungkinkan
invasi bakteri atau jamur yang berasal dari pinggir kanal ataupun yang masuk
bersama benda asing yang dimasukkan ke kanal, seperti cotton swab. Hal ini
mengakibatkan terjadinya stadium inflamasi akut yang ditandai dengan nyeri.

Pada tahap awal stadium inflamasi rigan, kulit meatus acusticus externus
dapat terlihat eritema yang ringan, sedikit edema, dan dapat juga terlihat adanya
sekret encer atau agak keruh dalam jumlah yang sedikit. Ketika rasa nyeri dan
gatal semakin bertambah, ini menandakan perkembangan inflamasi akut otitis
eksterna dari stadium inflamasi ringan ke stadium inflamasi sedang telah terjadi,
dimana kanal terlihat lebih edema dan lebih banyak eksudat kental.

Perkembangan inflamasi bila tidak diobati akan berlanjut ke stadium


inflamasi berat, yang ditandai dengan rasa nyeri yang semakin bertambah dan
tertutupnya lumen kanal. Terdapat banyak eksudat purulen, terjadi edema kulit
kanal yang dapat mengaburkan membran timpani, serta sering terlihat adanya
papul putih dan kecil di permukaan kulit kanal. Pada stadium berat ini, sering juga
terjadi perluasan infeksi keluar kanal yang meliputi perbatasan jaringan lunak dan
kelenjar getah bening servikal.

Pada stadium inflamasi kronik, rasa nyeri mulai berkurang tetapi rasa gatal
yang timbul sangat hebat. Kulit kanal eksternal menebal, dan bagian
superfisialnya mulai mengelupas. Pada stadium ini dapat ditemukan perubahan
sekunder pada bagian aurikula dan konka, seperti eksematisasi, likenifikasi, dan
ulserasi superfisial. Kondisi ini hampir sama seperti eksema, dan dapat terjadi
dengan pengeringan dan penebalan kanal, hingga hilangnya kanal eksernal karena
hipertrofi kulit akibat infeksi kronik.12

2.3. Otomikosis

2.3.1 Definisi
Otomikosis merupakan penyakit inflamasi telinga luar yang disebabkan
oleh infeksi jamur, dan dapat menyebabkan inflamasi difus di kulit meatus
yangbisa menyebar ke auricula maupun lapisan epidermal membran
timpani.Berdasarkan waktu, otomikosis didefinisikan sebagai infeksi akut,
subakut, maupun kronik akibat ragi dan filamentosa jamur yang dapat merusak
epitel squamosa meatus acusticus external, dan komplikasinya jarang melibatkan
telinga tengah.4,13,14

2.3.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi

Beberapa jamur dapat menyebabkan reaksi radang liang telinga. Dua jenis
jamur yang paling sering ditemukan pada tempat ini adalah Pityrosporum dan
Aspergillus (A. Niger, A. Flavus). Jamur Pityrosporum dapat hanya menyebabkan
deskuamasi superfisial yang menyerupai ketombe pada kulit kepala, atau dapat
menyerupai suatu dermatitis seboroika yang meradang, atau dapat menjadi dasar
berkembangnya infeksi lain yang lebih berat seperti furunkel atau perubahan
ekzematosa. Demikian pula halnya dengan jamur Aspergillus.

Pada sekitar 75% kasus otomikosis, genus Aspergillus merupakan agen


kausative utama, dengan penyebab tersering disebabkan oleh A. Niger, dan
terkadang disebabkan oleh A. flavus and A. Fumigatus. Jamur ini kadang-kadang
didapatkan dari liang telinga tanpa adanya gejala apapun kecuali rasa tersumbat
dalam telinga, atau dapat berupa peradangan yang dapat menyerang epitel kanalis
atau gendang telinga dan menimbulkan gejala-gejala akut. Kadang-kadang dapat
pula ditemukan Candida albicans.15,16

Faktor timbulnya penyakit ini disebabkan oleh perubahan kelembaban


lingkungan, suhu yang tinggi, maserasi kulit liang telinga yang terpapar lama oleh
kelembaban, trauma lokal serta masuknya bakteri sebagai keadaan yang sering
berkaitan dengan penyakit ini. Banyak penelitian menyokong timbulnya infeksi
karena masuknya bakteri dari luar. Faktor predisposisi meliputi menurunnya
sistem imun, penggunaan steroid, penyakit dermatologi, ketiadaan serumen,
penggunaan antibiotik spektrum luas, dan alat bantu dengar.1

Pada dasarnya, telinga memiliki kemampuan untuk melakukan mekanisme


pembersihan. Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan
membuang sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga.
Membersihkan saluran telinga dengan cotton buds (kapas pembersih) bisa
mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa mendorong sel-sel kulit yang
mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk disana. Penimbunan
sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan penimbunan air yang
masuk ke dalam saluran telinga ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah dan
lembab pada saluran telinga lebih mudah terinfeksi oleh jamur.

Kelembaban merupakan faktor yang penting untuk terjadinya otomikosis.


Kandungan air pada lapisan permukaan luar kulit diduga memegang peranan yang
nyata terhadap mudahnya terjadi infeksi telinga luar.Stratum korneum menyerap
kelembaban dari lingkungan yang mempunyai derajat kelembaban yang tinggi.
Peningkatan kelembaban dari keratin didalam serta disekitar unit-unit
apopilosebasea dapat menunjang terjadinya pembengkakan serta peyumbatan
folikel sehingga dengan demikian menyebakan berkurangnya aliran sekret ke
permukaan kulit.

Trauma dapat diakibatkan karena luka goresan oleh penjepit rambut atau
batang korek api, alat yang tidak seharusnya digunakan untuk membersihkan
benda asing, maupun pembersihan kanal telinga yang terlalu sering setelah
berenang ketika kulit kanal sudah maserasi.Kulit yang normal mengandung
lapisan lemak yang tipis pada permukaan yang diduga mempunyai kerja
antibakteri dan fungistatik. Lapisan lemak ini mempunyai fungsi penting dalam
pencegahan maserasi kulit serta menghalangi masuknya bakteri kedalam dermis
melalui unit-unit apopilosebasea. Apabila lapisan lemak dari tulang rawan liang
telinga dibuang, pada umumnya ia menggantikan dirinya dalam waktu yang
singkat. Namun apabila berulang-ulang dicuci maka lapisan lemak tersebut akan
menghilang dan organisme patogen yang tertanam disini bisa berkembang.13,17

Serumen sendiri memiliki pH yang berkisar antara 4-5 yang berfungsi


menekan pertumbuhan bakteri dan jamur. Serumen memiliki sifat antimikotik,
bakteriostatik, dan juga penolak serangga. Serumen terditi dari lipid (46-73%),
protein, asam amino bebas, dan ion mineral. Serumen juga mengandung lisozim,
imunoglubulin, dan asam lemak tak jenuh. Adanya ikatan rantai panjang asam
lemak pada kulit yang normal dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Disamping itu, karena kompisisi hidrofobiknya, serumen mampu mencegah air
masuk, membuat permukaan kanal menjadi impermeabel, dapat mengindari
maserasi, dan menghindari kerusakan epitel.4

Olah raga air misalnya berenang dan berselancar sering dihubungkan


dengan keadaan ini olehkarena paparan ulang dengan air sehingga kanal menjadi
lembab dan dapat mempermudah jamur tumbuh. Hal inilah yang sering
dihubungkan dengan terjadinya infeksi pada telinga luar (otomikosis).5

2.3.3 Gejala dan Tanda Klinis Otomikosis


Otomikosis bisa terjadi dengan atau tanpa gejala. Gejala yang paling
sering terjadi adalah rasa gatal atau pruritus. Penderita mengeluh rasa penuh dan
sangat gatal di dalam telinga. Liang telinga merah sembab dan banyak krusta.
Inflamasi disertai eksfoliasi permukaan kulit atau pendengaran dapat terganggu
oleh karena liang telinga tertutup oleh massa kotoran kulit dan jamur. Infeksi
jamur dan invasi pada jaringan di bawah kulit menyebabkan nyeri dan supurasi.
Bila infeksi berlanjut, eksema dan likenifikasi dapat jelas terlihat dan kelainan ini
dapat meluas ke telinga bagian luar hingga bawah kuduk. Tulang rawan telinga
dapat juga terserang.6,16

Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan umum pada tahap awal dan
sering mengawali terjadinya rasa nyeri. Rasa sakit pada telinga bisa bervariasi
mulai dari hanya berupa perasaan tidak enak pada telinga, perasaan penuh dalam
telinga, perasaan seperti terbakar hingga berdenyut diikuti nyeri yang hebat.
Keluhan rasa sakit yang dikeluhkan sering menjadi gejala yang mengelirukan,
walaupun rasa sakit tersebut merupakan gejala yang dominan. Derajat rasa sakit
belum bisa menggambarkan derajat peradangan yang terjadi. Hal ini dijelaskan
bahwasanya kulit dari liang telinga luar langsung berhubungan dengan periosteum
dan perikondrium, sehingga edema dermis akan menekan serabut saraf yang
mengakibatkan rasa nyeri.

Selain itu, kulit dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga bersambung
dengan kulit dan tulang rawan daun telinga, sehingga gerakan dari daun telinga
akan mengakibatkan rasa sakit yang hebat pada kulit dan tulang rawan di liang
telinga luar. Kurangnya pendengaran mungkin dapat terjadi akibat edema kulit
liang telinga, sekret yang purulen, atau penebalan kulit yang progresif yang bisa
menutup lumen dan mengakibatkan gangguan konduksi hantaran suara.17

Gambar 2. 2: Otomikosis yang terjadi pada telinga, jamur berwarna kehitaman 2

2.3.4 Penegakan Diagnosis dan Pengobatan


Penegakan diagnosis pada otomikosis diawali dengan pemeriksaan
lengkap THT untuk statusnya terutama ditekankan pada pemeriksaan telinga yang
menggunakan otoskopi. Pemeriksaan THT harus sesuai dengan protokol yang
berlaku. Kamar periksa THT memerlukan sebuah meja alat yang berisi alat-alat
THT (THT set dengan lampu kepala yang arah sinarnya dapat disesuaikan dengan
posisi organ yang akan diperiksa). Disamping meja harus disiapkan kursi yang
dapat diputar, ditinggikan serta dapat direbahkan sebagai tempat berbaringuntuk
pasien sesuai dengan posisi yang diinginkan pada pemeriksaan dan kursi dokter
yang juga dapat berputar yang diletakkan saling berhadapan.18

Alat-alat pemeriksaan THT

 Telinga : lampu kepala, corong telinga, otoskop, garputala 1 set


 Hidung : spekulum hidung, alat pengait benda asing hidung
 Tenggorok: spatula lidah, kassa, kaca tenggorok, tissue.

Teknik Pemeriksaan

1. Pemeriksa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri


2. Pemeriksa menerangkan pemeriksaan yang akan dilakukan
3. Pemeriksa mengatur posisi pasien, duduk berhadapan dengan pemeriksa
dengan posisi lutut bersisian

Pemeriksaan Telinga

Pasien duduk dengan posisi badan condong ke depan dan kepala lebih
tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan
membran timpani. Aatur lampu kepala supaya fokus dan tidak mengganggu
pergerakan. Untuk memeriksa telinga, harus diingat bahwa liang telinga tidak
lurus. Untuk meluruskannya maka daun telinga ditarik ke atas belakang, dan
tragus didorong kedepan. Liang telinga dikatakan lapang apabila pada
pemeriksaan dengan lampu kepala tampak membran timpani secara keseluruhan.
Untuk pemeriksaan detail membran timpani digunakan otoskop. Otoskop
dipegang seperti memegang pensil, menggunakan tangan kanan untuk memeriksa
telinga kanan dan tangan kiri untuk memeriksa telinga kiri. Supaya posisi otoskop
stabil maka jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada pipi
orang yang diperiksa.

Pemeriksaan Hidung (Rhinoskopi Anterior)

Pasien duduk menghadap pemeriksa. Spekulum hidung dipegang dengan


tangan kiri (right handed), arah horizontal, dengan jari telunjuk ditempelkan pada
dorsum nasi. Tangan kanan digunakan untuk mengatur posisi kepala. Spekulum
dimasukkan ke dalam rongga hidung dalam posisi tertutup, dan dikeluarkan dalam
posisi terbuka. Saat pemeriksaan diperhatikan keadaan:Rongga hidung, luasnya
lapang/sempit, adanya sekret; konka inferior dan konka media normal, pucat atau
hiperemis, eutrofi, atrofi, edema, atau hipertrofi; septum nasi cukup lurus, deviasi,
atau terdapat krista; serta massa dalam rongga hidung harus diperhatikan
keberadaannya.

Pemeriksaan Tenggorokan (Orofaring)

Dua pertiga bagian depan lidah ditekan dengan spatula lidah kemudian
diperhatikan:
1. Dinding belakang faring: warnanya, licin atau bergranula, sekret ada atau
tidak, dan gerakan arkus faring
2. Tonsil: besar atau ukuran, warna, apakah ada detritus
a. T0 : tonsil sudah diangkat
b. T1 : tonsil masih didalam fossa tonsilaris
c. T2 : tonsil sudah melewati pilar posterior belum melewati garis
paramedian
d. T3 : tonsil melewati garis paramedian belum melewati garis
median (pertengahan uvula)
e. T4 : tonsil melewati garis median
3. Mulut: bibir, pallatum, gusi dan gigi geligi
4. Lidah: perhatikan gerakanlidah

Sampel yang dibutuhkan untuk penegakan diagnosis otomikosis dapat diperoleh


dari swab telinga menggunakan cotton swab steril. Pemeriksaan preparat langsung
dengan mikroskop dapat digunakan untuk mendeteksi jamur. Pada preparat
sediaan langsung dengan menggunakan larutan KOH 10% hasil positif akan
menunjukkan adanya hifa pada preparat tesebut.1,3,19
Bahan Pemeriksaan

Preparat
langsung

Letakkan di gelas objek

Tambahkan KOH 10% 1 tetes

Tutup dengan cover glass

Tunggu selama 10 menit

Amati di bawah mikroskop tanpa


minyak emersi dengan
pembesaran 10x10 dan 10x40

Gambar 2. 3: skema kerja pemeriksaan jamur20

Penggunaan antifungal topikal telah berlangsung lama, selain pengobatan


topikal, aural hygiene juga mempunyai pengaruh yang sangat penting pada
pengobatan otomikosis. Larutan asam asetat 2% dalam alkohol, larutan povidon
iodin 5% atau tetes telinga yang mengandung campuran antibiotik yang
diteteskan ke liang telinga biasanya dapat menyembuhkan. Kadang-kadang
diperlukan juga obat anti-jamur (seperti salep) yang diberikan secara topikal yang
mengandung nistatin, clotrimazole ataupun golongan azole lainnya. Nistatin
adalah antibiotik makrolida yang dapat menghambat sintesis sterol di membran
sitoplasma, dan banyak jamur yang sensitif terhadap nistatin, termasuk Candida

spp. 11,21

Golongan azole merupakan agen sintetik yang dapat mengurangi


konsentrasi ergosterol, yaitu sterol esensial yang terdapat pada membran
sitoplasma normal. Clotrimazole adalah golongan azole yang paling sering
digunakan karena efektifitasnya yang tinggi dalam mengobati otomikosis.
Clotrimazole juga memiliki efek antibakteri sehingga sering digunakan untuk
pengobatan infeksi bakteri-jamur, dan ia tidak memiliki efek ototoksisitas.
Ketokonazole dan flukonazole merupakan antifungal spektrum luas dan
komponen kimianya efektif mengobati penyebab umum otomikosis seperti
Aspergillus dan Candida albicans.

Tabel 2.1: Obat yang sering digunakan pada kasus otomikosis dan efikasinya
ditampilkan dalam bentuk persentasi.21
Authors Study design Antifungal Posology Number Efficacy
of (%)
Patients
Jadhav et al. Prospective Clotrimazole 1%solution 4 drops tid x 1 month 79 100
Piantoni et al. Prospective Bifonazole 1%solution, once a dayx 4-15 23 100
days
Nong et al. Randomized Miconazole Once a day x 2 weeks 110 97,6
prospective Ketokonazole Once a day x 2 weeks 97,5
Clotrimazole Once a day x 2 weeks 90
Thymol alcohol Three times per day for 2 weeks 80
Ologe dan Nwabuisi Prospective Clotrimazole 1% cream once a day x 2 weeks 141 96
Kley Prospective Clotrimazole 0,25 mg/ml once a day x 8-12 39 94,8
days
Tisner et al. Prospective Thimerosal Not reported 152 93,4
Than et al. Prospective 5-Fluorocytosine 10% ointment x 7-10 days 189 90
Ho et al. Retrospective Cresylate otic Three times per day x1-3weeks 1- 51 86
Ketokonazole otic 3cc one application x 1 week 48 95
Aluminium acetate otic 0,5% solution x 1-3 weeks 18 86
Kurnatowski et al. Prospective Fluconazole 0,2%solution/three times per day 96 89,4
x 21 days
Mgbor dan Gugnani Randomized Locacorten-vioform 1% solution every other dayx 7- 23 66,6
prospective 10days
Mercurochrome 1% solution every other dayx 7- 23 95,8
10days
Clotrimazole 1% solution every other dayx 7- 24 75
10days

del Palacio et al. Randomized Cyclopyrox olamine 11% cream x 1 week 20 80


prospective Cyclopyrox olamine 1% solution x 1 week 20 95
Boric acid 1 week 40 72,5
Ozcan et al. Prospective Boric acid 4% solution in alcohol 87 77
Cohen dan Thompson Prospective Ketokonazole Not reported 9 100
Jackman et al. Retrospective Acetic acid otic Not reported 15 40
Clotrimazole 8 50
Nystatin 2 50
Aluminium acetate otic 1 0
Bhaily et al. Case report Clotrimazole 0,25 mg/ml 1 100
Mishra et al. Case report Mercurochrome 1% solution 1 100
Dyckhoff et al. Review Miconazole 0,25% solution - -
Bassiouny et al. In vitro Clotrimazole otic 1-4 ug/ml - 100
Econazole 1% solution - 100
Miconazole 0,1-4 ug/ml - 90
Cyclopyrox olamine otic Not reported - 57
Egami et al. In vitro Lanoconazole 0,1 ug/ml - 100

2.3.5 Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya otomikosis, hal yang paling penting dilakukan
adalah menjaga pertahanan kanal telinga untuk melawan infeksi bekerja dengan
baik, seperti membiarkan serumen di kanal telinga yang memiliki sifat anti-
mikotik. Disarankan menggunakan handuk untuk mengeringkan telinga setelah
berenang, atau mandi.22

2.4 Jilbab dan Otomikosis


Selain tradisional dan budaya, jilbab juga dikenal memiliki nilai religius
yang tinggi. Saat ini, jilbab bahkan sering digunakan untuk fashion dengan
berbagai mode dan bahan untuk penggunaannya. Secara khusus, Agama Islam
mewajibkan penggunaan jilbab bagi kaum wanita, sedangkan sorban yang sering
digunakan kaum pria lebih menunjukkan budaya pada suatu wilayah tertentu. Hal
yang penting diperhatikan disini adalah bagaimana seseorang menggunakan jilbab
atau penutup kepala dan bagaimana cara menjaga kebersihan dengan penggunaan
jilbab.

Meatus (kanal) telinga dapat terinfeksi dengan mudah karena memiliki


kelembaban yang tinggi, dan hal ini lebih sering terjadi pada mereka yang
menggunakan penutup kepala di beberapa tempat dibelahan bumi. 21 Seperti yang
telah disinggung pada paragraf diatas, jilbab memiliki banyak mode yang terbuat
dari berbagai macam bahan, mulai dari bahan katun yang dapat menyerap
keringat, sampai bahan tertentu, seperti spandex yang tidak dapat menyerap
keringat. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh seorang pengguna jilbab, karena
bahan tertentu dapat menyebabkan kelembaban telinga meningkat.

Otomikosis paling sering terjadi ketika air terlalu banyak masuk ke kanal,
seperti saat setelah berenang dan sama halnya ketika menggunakan jilbab dengan
cara atau pemilihan bahan yang kurang tepat yang akan menyebabkan keringat
meningkat, dan penyerapannya menurun. Kuman dan jamur akan lebih gampang
tumbuh karena air dapat meningkatkan kelembaban telinga. Ashish Kumar pada
tahun 2005 dengan penelitiannya yang berjudul “Fungal Spectrum in Otomycosis
Patients”, telah menetapkan faktor predisposisi yang berkontribusi terjadinya
otomikosis termasuk pemakaian sorban, pemakaian jilbab (purdah/hezab), dan
berenang. Hal ini berkaitan erat dengan kebiasaan, profesi, dan agama.3,22

2.5 Hubungan Cotton Buds dengan Otomikosis


Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan cara membuang
sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga.
Membersihkan saluran telinga dengan cotton buds (kapas pembersih) dapat
mengganggu mekanisme pembersihan ini dan dapat mendorong sel-sel kulit yang
mati beserta serumen ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk
disana.12

Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan


penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika mandi atau berenang. Kulit
yang basah dan lembab pada saluran telinga akan lebih mudah terinfeksi oleh
bakteri atau jamur.12
2.6 Kerangka Teori

Pemakaian Penggunaan Penggunaan Immunodefisiensi,


Jilbab Cotton Buds Antibiotik Steroid, Penyakit dermatologi

-Pengangkatan
film layer Penurunan
jumlah flora normal Penurunan sistem
-Pendorongan sel kulit mati dan serumen ke arah gendang imun
Peningkatan
telinga
kelembaban

Mekanisme
pembersihan terganggu

Otomikosis
2.7 Kerangka Konsep
Variabel bebas
Jilbab

Bahan jilbab
Lama terpapar/ hari
Lama penggunaan jilbab(bulan/tahun)
Selang waktu pemakaian jilbab setelah keramas
Lapis jilbab

Cotton buds

-Serumen Variabel terikat


Otomikosis

Berenang

-Kelembaban rongga telinga

Penggunaan obat (steroid)dan riwayat infeksi jamur sebelumnya


2.8 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Pengukur Cara Alat ukur Skala Hasil ukur


pengukuran
1. Otomikosis Penyakit inflamasi Peneliti Pemeriksaan KOH 10% Nominal 1. Negatif
telinga luar yang mikroskop 2. Positif
disebabkan oleh
infeksi jamur
2. Jilbab Penutup kepala dan Peneliti Kuisioner Kuisioner Nominal 1. Bahan jilbab
leher bagi wanita 2. Lama terpapar
muslimah yang 3. Lama
dipakai secara pemakaian
khusus dan dalam
bentuk yang khusus
pula
3. Cotton Kapas telinga yang Peneliti Kuesioner Kuesioner Nominal 1. Sering
buds biasanya digunakan 2. Jarang
sebagai pembersih 3. Tidak pernah
telinga
4. Berenang -Gerakan sewaktu Peneliti Kuesioner Kuesioner Nominal 1. ≤1x seminggu
bergerak di air, 2. 2-3x seminggu
biasanya 3. 4-5x seminggu
dimanfaatkan untuk 4. Setiap hari
rekreasi dan
olahraga
-Seberapa sering
responden berenang
dalam seminggu
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong


lintang (cross sectional)

3.2. Waktu Penelitian


Terhitung mulai tanggal 1 Juli sampai 10 Agustus 2012

3.3. Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di kampus FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta

3.4. Populasi
Populasi untuk penelitian ini adalah seluruh mahasiswi preklinik
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.5. Sampel Penelitian dan Cara Pemilihan Sampel


Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah mahasiswi
preklinik dengan metode pemilihan sampel yaitu sistematic random
sampling

3.6. Besar Sampel

3.6.1. Perhitungan Besar Sampel


Z𝛼 𝑃Q
Jumlah sampel =𝑛 = 2
𝑑2

(1,96)2 × 0,09 × 0,91


𝑛=
0,12

𝑛 = 31,4 (𝑑i𝑏𝑢𝑙𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛𝑚𝑒𝑛j𝑎𝑑i 32)

n = jumlah sampel

Zα = derivat baku alfa (1,96)

19
20

P = proporsi kategori variabel yang diteliti

Q = 1-P

D = presisi

3.6.2. Sampel yang diambil


Berdasarkan perhitungan rumus diatas, maka besar sampel
minimal yang diambil adalah32 orang mahasiswi, ditambah 10%
sehingga menjadi 35. Namun dari perhitungan rule of 10 dari
faktor perancu didapatkan hasil 4x10= 40 sampel. Maka dari
kedua perhitungan tersebut, peneliti mengambil jumlah sampel
terbanyak yaitu 40 mahasiswi

3.7. Variabel Penelitian

3.7.1. Variabel terikat


Otomikosis

3.7.2. Variabel bebas


Pemakaian jilbab
Penggunaan cotton
buds

3.8. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.8.1. Faktor Inklusi


 Mahasiswi PSPD UIN Syarif hidayatullah Jakarta yang
memakai jilbab
 Mahasiswi preklinik angkatan 2009, 2010, dan 2011

3.8.2. Faktor Eksklusi


 Mahasiswi yang tidak bersedia menjadi subjek penelitian

3.9. Cara Kerja


Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan langsung
dibawah mikroskop menggunakan KOH 10% dan memberikan
kuisioner pada responden.
3.9.1. Pemeriksaan Otoskop
Pemeriksaan otoskop dilakukan dengan cara memegang otoskop dengan
tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan dan tangan kiri bila
memeriksa telinga kiri. Supaya posisi otoskop ini stabil maka jari
kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada pipi orang
yang diperiksa.

3.9.2. Pemeriksaan KOH


Alat dan Bahan
- Bunsen - Gelas objek
- Cover glass - KOH 10%
- Swab steril
Langkah kerja : Bahan Pemeriksaan

Preparat langsung

Letakkan di gelas objek Tambahkan KOH 10% 1 tetes


Tutup dengan cover glass

Tunggu selama 10 menit

Amati di bawah
mikroskop tanpa minyak
emersi dengan pembesaran
10x10 dan 10x40
3.9.3. Pemberian Kuisioner
Untuk menilai faktor resiko yang ada dan karakteristik responden
dilakukan dengan pengisian kuisioner

3.10. Alur Penelitian

Meminta izin dan


menjelaskan Pemeriksaan Pemeriksaan
Informed Pemberian
prosedur pada THT KOH
Consent kuisioner
sampel (otoskopi) menggunakan
preparat langsung
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2012 dan hasil
penelitian ini diperoleh dari 40 percontoh yang telah didapat dengan
menggunakan salah satu metode sampling, yaitu sistematic random sampling.
Peneliti mendata mahasiswi preklinik di PSPD FIKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, dan kemudian mengurutkan secara ascending nama mahasiwi lalu peneliti
mengambil setiap nama dengan angka ganjil disetiap angkatan. Penelitian ini
dilakukan dengan melakukan pemeriksaanlengkap telinga, hidung, dan
tenggorokan (THT), pemeriksaan preparat langsung yang mengambil sediaan
dengan menggunakan swab pada liang telinga, dan pemberian kuisioner.
Pemeriksaan THT terutama dalam penelitian ini pemeriksaan otoskopi dilakukan
langsung oleh spesialis THT di kampus FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan di RS Khusus THT-KL Proklamasi BSD, pemeriksaan preparat langsung
dibawah mikroskop menggunakan KOH 10% dilakukan langsung oleh peneliti
dan dibantu oleh ahli mikrobiologi di laboratorium mikrobiologi FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta serta pemberikan kuisioner pada tiap-tiap percontoh.

Tabel 4.1: Karakteristik Demografis Subjek Penelitian

Karakteristik Jumlah Persentase(%)


Kelompok usia
18 tahun 6 15
19 tahun 14 35
20 tahun 12 30
21 tahun 8 20

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebaran usia percontoh pada penelitian
ini terdiri dari kelompok usia 18 tahun sebanyak 6 orang (15%), 19 tahun
sebanyak 14 orang (35%), 20 tahun sebanyak 12 orang (30%), dan 21 tahun

22
23

sebanyak 8 orang (20%) dan dapat disimpulkan bahwa sebaran usia didominasi
oleh kelompok usia 19 tahun.Usia tertua adalah 21 tahun dan termuda adalah 18
tahun, denganrata-rata usia adalah 19,5 tahun.

4.1.2. Analisis Univariat


Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi
dari masing-masing variabel independen dan variabel dependen yang diteliti.
Selanjutnya distribusi sampel penelitian dan hasil analisis univariat dapat dilihat
pada tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2: Distribusi Sampel Penelitian

Jumlah Persentase(%)
Frekuensi pakai jilbab
Setiap hari 25 62,5
<6 hari 15 37,5
Riwayat pakai jilbab
6 bulan – 1 tahun 8 20
1-2 tahun 9 22,5
>2 tahun 23 57,5
Lama pemakaian jilbab dalam sehari
>12 jam 5 12,5
6-12 jam 35 87,5
Bahan Jilbab
Katun 39 97,5
Katun dan spandex 1 2,5
Lapisan Jilbab
1 lapis 20 50
2 lapis 20 50
Pemakaian jilbab secara langsung setelah
keramas
<30 menit 9 22,5
30 menit- 1 jam 11 27,5
1-2 jam 14 35
>2 jam 6 15
Penggunaan cotton buds
<2 kali seminggu 10 25
2-3 kali seminggu 11 27,5
4-5 kali seminggu 16 40
Setiap hari 3 7,5
Berenang
<2 kali seminggu 38 95
2-3 kali seminggu 2 5
Penggunaan steroid >3 bulan
Ya 1 2,5
Tidak 39 97,5
Riwayat penyakit jamur sebelumnya
Ya 4 10
Tidak 36 90
Serumen
Positif 33 82,5
Negatif 7 17,5
OMSK
Positif 1 2,5
Negatif 39 97,5

Berdasarkan hasil penelitian yang tercantum pada tabel 4.2 dari 40


percontoh yang diteliti, jumlah yang menggunakan jilbab setiap hari adalah
sebanyak 25 orang (62,5%) dan yang menggunakan jilbab <6 hari adalah
sebanyak 15 orang (37,5%). Dapat diketahui pula riwayat pemakaian jilbab
percontoh selama 6 bulan – 1 tahun ada sebanyak 8 orang (20%), 1-2 tahun
sebanyak 9 orang (22,5%), dan yang lebih dari 2 tahun sebanyak 23 orang
(57,5%). Pada hasil lamanya pemakaian jilbab dalam sehari didapatkan yang
memakai jilbab >12 jam sebanyak 5 orang (12,5%) dan yang menggunakan jilbab
6-12 jam sebanyak 35 orang (87,5%).Sebagian besar percontoh adalah pengguna
jilbab yang berbahan dasar katun yaitu sebanyak 39 orang (97,5%) dan hanya 1
orang (2,5%) yang menggunakan jilbab berbahan dasar katun dan spandex. Hasil
lain yang didapatkan yakni sebanyak 9 orang (22,5%) memiliki kebiasaan
menggunakan jilbab dengan selang waktu kurang dari 30 menit setelah keramas,
11 orang (27,5%) dengan selang waktu 30 menit-1 jam, 14 orang (35%) dengan
selang waktu 1-2 jam, dan sebanyak 6 orang (15%) dengan selang waktu lebih
dari 2 jam.
Percontoh yang memiliki kebiasaan menggunakan cotton buds dengan
frekuensi penggunaan kurang dari 2 kali seminggu adalah sebanyak 10 orang
(25%), 2-3 kali seminggu sebanyak 11 orang (27,5%), 4-5 kali seminggu
sebanyak 16 orang (40%), dan percontoh yang menggunakan cotton buds setiap
hari sebanyak 3 orang (7,5%). Hanya sebagian kecil percontoh yang memiliki
kebiasaan berenang 2-3 kali seminggu yaitu 2 orang (5%) dan sisanya sebanyak
38 orang (95%) berenang kurang dari 2 kali dalam seminggu.

Percontoh penelitian yang pernah mengkonsumsi obat golongan steroid


dalam jangka waktu lama yaitu lebih dari 3 bulan hanya ada 1 orang (2,5%) dan
39 orang (97,5%) sisanya tidak pernah menggunakan obat golongan steroid dalam
jangka waktu lama. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui juga dari 40
percontoh yang diteliti hanya 4 orang (10%) memiliki riwayat penyakit jamur
sebelumnya, dan sebanyak 36 orang (90%) tidak memiliki riwayat tersebut.

Pada hasil penelitian ini dari 40 orang percontoh ditemukan serumen


positif pada 33 orang (82,5%) dengan jumlah serumen yang cukup banyak, dan 7
orang (17,5%) sisanya didapatkan serumen negatif atau dengan jumlah serumen
yang sangat minimal. Pada penelitian ini juga didapatkan 1 orang (2,5%)
menderita otitis media supuratif kronik (OMSK).

Tabel 4. 3: Serumen pada Pengguna Cotton Buds


Serumen
Penggunaan cotton buds Total
NegatifPositif
< 2 kali seminggu 2 8 10
2-3 kali seminggu 1 10 11
4-5 kali seminggu 3 13 16
Setiap hari 1 2 3
Total 7 33 40

Dari 40 orang percontoh pada penelitian ini ditemukan sebanyak 33 orang


yang memiliki serumen positif. Tabel 4.3 menunjukkan bahwa keadaan serumen
yang positif didominasi oleh penggunaan cotton buds dengan frekuensi 4-5 kali
seminggu yaitu sebanyak 13 orang.
Tabel 4.4: Prevalensi Otomikosis
Otomikosis Jumlah Persentasi (%)
Positif 0 0
Negatif 40 100

Pada penelitian ini tidak ditemukan kasus otomikosis (0%)

4.1.3. Analisis Bivariat


1. Mengingat tidak adanya kasus otomikosis yang ditemukan pada penelitian
ini, maka tidak ada data statistik yang dapat diuji untuk otomikosiskarena
otomikosis adalah nilai yang konstan (tidak ada kasus).
2. Pada penelitian ini ditemukan kejadian serumen positif dan tingginya
frekuensi penggunaan cotton buds, selanjutnya hasil analisis bivariat dapat
dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4. 5: Hubungan penggunaan cotton buds dengan serumen

Serumen
Penggunaan Cotton Buds Negatif Positif p-value
n (%) n (%)
Jarang 2 (1,8) 8 (8,2) 0,572*
Sering 5 (5,2) 25 (24,8)
Keterangan: *uji fisher
Pada tabel 4.5 tentang hubungan penggunaan cotton buds dengan serumen
didominasi oleh serumen positif dengan penggunaan cotton buds yang
sering yaitu 25 orang (24,8%) dan ditemukan pula serumen positif pada
penggunaan cotton buds yang sarang sebanyak 8 orang (8,2%).
Berdasarkan hasil statistik ini tidak terdapat hubungan bermakna antara
penggunaan cotton buds dengan serumen (p=0,572)

4.2.Pembahasan
Berdasarkan hasil laporan pada penelitian ini ditemukan penggunaan
jilbab 6-12 jam perhari sebanyak 35 orang (87,5%), penggunaan jilbab berbahan
dasar katun sebanyak 39 orang (97,5%), dan pemakaian jilbab secara langsung
setelah keramas dengan rentang waktu 1-2 jam sebanyak 14 orang (35%). Hal ini
dapat menjadi penyebab tidak ditemukannya kasus otomikosis. Penggunaan
penutup kepala (jilbab) dilaporkan sebagai salah satu faktor predisposisi yang
dapat menyebabkan terjadinya otomikosis diduga karena dapat meningkatkan
kelembaban liang telinga dan membuat tempat yang ideal bagi pertumbuhan
jamur. Namun sebagian besar percontoh pada penelitian ini memilih jibab
berbahan dasar katun, dan seperti yang diketahui serat katun terbuat dari
tumbuhan (kapas) yang dapat menyerap keringat, sehingga tidak meningkatkan
kelembaban telinga. Selain itu salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
terjadinya infeksi jamur di telinga atau otomikosis adalah personal hygiene, dan
percontoh yang ada pada penelitian ini sebagian besar percontoh memiliki hygiene
yang cukup baik.1,7,23

Tidak ditemukan kasus otomikosis pada mahasiswi yang menggunakan


jilbab di populasi PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada penelitian
ini tidak ditemukannya kejadian otomikosis dapat disebabkan karena percontoh
pada penelitian ini tidak memiliki keluhan. Sedangkan pada penelitian Ozcan dkk
tahun 2003, penelitian dilakukan pada pasien yang sudah terdiagnosis otomikosis
selanjutnya dinilai faktor resiko yang ada pada pasien tersebut, dan ditemukan
sebanyak 74,7% pasien adalah wanita yang menggunakan jilbab. Sehingga jumlah
percontoh yang diambil untuk penelitian ini seharusnya lebih besar dibanding
jumlah percontoh yang ada, karena mencari faktor risiko diantara orang normal
tentu akan berbeda dengan mencari faktor risiko yang ada pada pasien yang telah
terdiagnosis penyakitnya.7

Pada penelitian ini tidak ditemukan kasus otomikosis, namun


seluruhpercontoh memiliki kebiasaan menggunakan cotton buds, hanya berbeda
frekuensi penggunaanya dalam seminggu.Penggunaan cotton buds masih sering
dijumpai pada percontoh penelitian dengan persentase penggunaan tertinggi 4-5
kali seminggu yaitu sebanyak 40%.Dari hasil laporan penggunaan cotton buds
yang tinggi dan tidak ditemukannya kasus otomikosis pada penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa otomikosis tidak hanya terjadi dengan satu faktor tunggal.
Penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan cotton buds yang meningkat
belum tentu menyebabkan otomikosis. Penelitian yang dilakukan Funsula dkk
pada tahun 2007menemukan 82,54% pasien otomikosis memiliki riwayat
penggunaan cotton buds, dan 17,46% dari pasien yang tidak menggunakan cotton
buds terkena otomikosis. Hal ini memperkuat temuan peneliti bahwa otomikosis
terjadi karena beberapa faktor.24

Pada hasil penelitian ini tidak ditemukannya otomikosis kemungkinan


karena sebaran usia percontoh penelitian adalah 18 sampai 21 tahun, sedangkan
dari hasil laporan penelitian yang dilakukan oleh Paulose dkk menyebutkan
bahwa insiden tertinggi terjadinya otomikosis ditemukan pada kelompok usia 20-
30 tahun.Hasil penelitianmenemukan hanya sebagian kecil dari seluruh percontoh
penelitian yang memiliki kebiasaan berenang yaitu 2 orang (5%). Hal ini juga
merupakan salah satu faktor tidak ditemukannya kasus otomikosis pada penelitian
ini karena sebagian besar percontoh penelitian jarang berenang. Sedangkan pada
penelitian yang dilakukan oleh Wang dkkpada tahun 2005 dilaporkan bahwa
resiko otitis eksterna dalam hal ini otomikosis terjadi lima kali lipat lebih sering
pada orang yang sering berenang daripada yang tidak berenang.22,25

Pada penelitian ini juga ditemukan dari 40 percontoh yang ada hanya 4
orang (10%) yang pernah mengalami penyakit sebelumnya yang disebabkan oleh
jamur. Hal ini juga merupakan salah satu penyebab tidak ditemukannya
otomikosis pada penelitian ini, sedangkan Uslu dkk tahun 2005 pada
penelitiannya melaporkan bahwa sebagian besar otomikosis yang ditemukan
berhubungan erat dengan penyakit jamur sebelumnya. Otomikosis dapat terjadi
karena adanya autoinokulasi akibat dermatomikosis yang tidak terobati, ataupun
tidak diobati dengan baik, dan dermatomikosis sebaiknya diperiksa pada pasien
otomikosis dan diobati secara simultan untuk mencegah terjadinya kekambuhan
pada kedua penyakit tersebut.26,27

Dari hasil penelitian ini yang menemukan 1 orang (2,5%) dengan riwayat
penggunaan steroid dalam jangka waktu lama tanpa ditemukannya kasus
otomikosis memperkuat dugaan bahwa otomikosis terjadi karena banyak faktor
seperti beberapa hal yang telah dipaparkan diatas. Penggunaan steroid dalam
jangka waktu lama dihubungkan dengan kejadian otomikosis karena selain
berfungsi sebagai antiinflamasi, steroid juga dapat menurunkan sistem imun yang
dapat mempermudah terkena infeksi.

Pada hasil pemeriksaan otoskopi yang dilakukan pada penelitian ini,


ditemukan serumen positif dengan jumlah serumen yang cukup banyak pada
sebagian besar percontoh. Hal ini dihubungkan dengan kebiasaan penggunaan
cotton buds. Penggunaan cotton buds sendiri dapat menyebabkan 2 kemungkinan,
yang pertama pengangkatan film layer yang menyebabkan serumen keluar
sehingga fungsi proteksi pada kanal telinga menurun dan mempermudah
terjadinya infeksi, dan yang kedua pendorongan serumen ke tempat yang lebih
dalam sehingga terjadinya akumulasi atau penumpukan serumen yang sulit
dikeluarkan. Suresh Kumar pada tahun 2008 telah menemukan hubungan
otomikosis dengan kejadian penggunaan cotton buds pada penelitiannya, dan
menyebutkan bahwa hal tersebut terjadi akibat keberadaan serumen basah
11,13,16,28
(moist).

Hasil pemeriksaan otoskopi yang dilakukan pada penelitian ini ditemukan


juga 1 (2,5%) riwayat kasus OMSK, dan telah dilaporkan tidak adanya kasus
otomikosis (0%), sedangkan Vennewald tahun 2003 pada penelitiannya
menyebutkan infeksi jamur dan OMSK bisa terjadi dalam waktu bersamaan
sehingga sulit diketahui mana yang lebih dahulu terjadi. Pada OMSK tipe aman,
salah satu penyebab infeksi jamur terjadi oleh karena pemakaian antibiotik tetes
telinga dengan jangka waktu yang lama sehingga mengakibatkan penekanan pada
flora normal dan merubah suasana lingkungan pH di telinga menjadi basa
sehingga jamur mudah tumbuh. Selain itu infeksi jamur dapat terjadi akibat
otomikosis yang berlangsung terus menerus pada liang telinga luar sehingga hifa
atau spora berkembang ke telinga tengah.29,30,31
4.3. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian yang dialami oleh peneliti adalah jumlah sampel
yang diambil oleh peneliti tidak cukup banyak dan kurang bervariasi untuk
menentukan kejadian otomikosis pada orang yang sehat. Pada penelitian ini
dilakukan pengambilan sampel pada responden dengan personal hygiene yang
cukup baik, sehingga tidak ditemukan angka kejadian otomikosis.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

1. Mengingat tidak ditemukannya kasus otomikosis pada penelitian ini,


makaprevalensi otomikosis pada mahasiswi preklinik PSPD FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta berdasarkan karakteristik pemakaian jilbab,
berdasarkan penggunaan cotton buds, dan seringnya terpapar air
(berenang) tidak dapat ditentukan.
2. Pada penelitian ini ditemukan bahwa kejadian otomikosis tidak dapat
ditentukan hanya dengan satu faktor tunggal.

5.2. Saran

1. Dilakukan penelitian selanjutnya dan disarankan untuk memperbanyak


jumlah sampel agar dapat ditemukannya kejadian otomikosis pada
kelompok orang yang tidak memiliki keluhan.
2. Disarankan agar penelitian selanjutnya dilakukan pada populasi umum
terutama pada populasi dengan hygiene yang kurang baik.
3. Disarankan agar penelitian selanjutnya menggunakan pemeriksaan kultur
jamur pada agar saboroud dan diharapkan jamur dapat tumbuh.
4. Dengan personal hygiene yang cukup baik tidak perlu mengkhawatirkan
penggunaan jilbab.

31
32

Daftar Pustaka
1. Barati, B. Dkk. Otomycosis in Central Iran: A Clinical and Mycological
Study. Iran Red Crescent Med J 2011; 13(12):873-876. Vol.13.
www.ircmj.com , diakses pada tanggal 29 januari 2012
2. Sanna, M. Color Atlas of Otoscopy: From Diagnosis to Surgery. New
York: Thieme Stuttgart. 1999
3. Kumar, Ashish. Fungal Spectrum in Otomycosis Patients. JK Science.
Vol. 7 No. 3, July-September 2005. Diakses pada tanggal 29 januari 2012
4. Gutiérrez, P.H, dkk. Presumed Diagnosis: Otomycosis. A Study of 451
Patients. Acta Otorrinolaringol Esp 2005; 56: 181-186. Diakses pada 28
januari 2012
5. Knott, Laurence. Fungal Ear
Infection (Otomycosis).http://www.patient.co.uk/doctor/Fungal-Ear-
Infection- (Otomycosis).htm diakses pada tanggal 28 januari 2012
6. Ballenger, James. Jr, Snow. Manual of Otorhinolaryngology Head and
Neck Surgery. London: BC Decker. 2002
7. Ozcan, K.Murat. Ozcan, Muge. Karaarslan, Aydin.Karaarslan, Filiz.
Otomycosis in Turkey: Predisposing Factors, Aetiology, and Therapy. The
Journal of Laryngology and Otology. Vol 117, pp.39-42. 2003
8. Vander et al. Human Physiology: The Mechanism of Body Function. Eight
Edition. McGraw-Hill Companies. 2001
9. Applegate, Edith J. The Anatomy and Physiology Learning System. 4th
edition. Missouri: Saunders Elsevier. 2011.
10. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6.
Jakarta: EGC. 2006.
11. Soepardi, Efiaty A.dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2010
12. Bailey, BJ. Johnson, JT. Newlands, SD. Head and Neck Surgery-
Otolaryngology. 4th Edition. Volume 2. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins. 2006
13. Dhingra, PL. Dhingra, Shruti. Disease of Ear, Nose, and Throat. 5th
Edition. India: Elsevier. 2012
14. Ho, Tang. Otomycosis :Clinical Features and Treatment Implications.
Otolaryngology–Head and Neck Surgery. American Academy of
Otolaryngology–Head and Neck Surgery Foundation. 2006.135, 787-791.
Diakses pada tanggal 28 januari 2012
15. Chander, Jagdish. Aspergillus otomycosis. 2009.
http://www.aspergillus.org.uk/secure/treatment/otomyc.php. diakses pada
tanggal 31 januari 2012
16. Boeis, Lawrence R. Adams, George L. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT.
Edidi 6. Jakarta: EGC. 1997
17. Abdullah , Farhaan. Uji Banding Klinis Pemakaian Larutan Burruwi
Saring dengan Salep Ichthyol (Ichthammol) pada Otitis Eksterna Akut.
www.USUdigitallibrary.com 2003. diakses pada 29 januari 2012
18. Tim Penyusun. Penuntun Skills Lab Gangguan Indra Khusus (Mata, Kulit,
dan THT). Edisi Ke-1. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Sumatera Barat: 2012
19. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2009
20. Tim penyusun. Lembar Kerja Praktikum Pemeriksaan Jamur. Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Indonesia. Jogjakarta: 2011
21. Munguia, Raymundo. Daniel, Sam J. Ototopical Antifungal and
Otomycosis: A Rivew. International Journal of Pediatric
Otorhinolaryngology. 2008. 72, 453—459. www.elsevier.com/locate/ijporl
diunduh pada 30 januari 2012.
22. Paulose, K.O. Fungus in the Ear. Otomycosis. The Journal of Laryngology
and Otology. http://www.drpaulose.com/general/fungus-in-the-ear-
otomycosis diakses pada tanggal 28 januari 2012
23. Plant and Animal Fibers. Sited from www.fibre2fashion.com September
2012
24. Fasunla J, Ibekwe T, Onakoya P. Otomycosis in Western Nigeria.
Mycoses. 2007;51: 67-70
25. Wang, Mao-Che et all. Ear Problems in Swimmers. Journal of China
Medical Association. Vol. 68. Elsevier. 2005
26. Uslu, Hakan. Yoruk, Ozgur. Uyanik, M. Hamidullah. Mycological
Investigation in Patiens with Otitis Externa. The Eurasian Journal of
Medicine. Volume 37, Number 1, Page(s) 015-017.
2005.http://www.eajm.org diunduh pada tanggal 10 Septermber 2012.
27. Ozcan, Muge. Ozcan, K Murat. Karaarslan, Aydin. Karaarslan, Filiz.
Concomitant Otomycosis and Dermatomycoses: a Clinical and
Microbiological Study. Journal Article. Turkey: Ankara Numune
Education and Research Hospital 1 ENT Clinic. 2003.
http://www.researchgate.net diunduh pada tanggal 10 September 2012
28. Kumar, Shuresh. Ahmed, Shamim. Useof Cotton Buds and Its
Complication. Journal of Surgery Pakistan (International). July-September
2008.www.jsp.org. Diunduh pada tanggal 10 septermber 2012.
29. Vennewald, I. Schonlebe, J. Klemm, E. Mycological ang Histological
Investigation in Humans with Middle Ear Infection. Mycoses. 2003;
46:12-8
30. Mittal, A. Man, SBS. Panda, NK. Mehra, YN. Talwar, P. Secondary
Fungal Infection in Chronic Suppurative Otitis Media. IJO & HNS. 1997;
50:175-7
31. Jackman, A. Ward, R. April, M. Bent, J. Topical Antibiotic Induce
Otomycosis. International Journal Pediatric Otorhinolaringology. 2005;
69:857-60
Lampiran 1

Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)


Kepada teman-teman yth

PSPD FKIK UIN Jakarta

Assalamualaikum wr.wb.

Kami dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Pendidikan
Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2009 akan melakukan penelitian
tentang Prevalensi Otomikosis pada Mahasiswi PSPD FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Faktor yang Mempengaruhi.

Sebagai gambaran penelitian ini, otomikosis merupakan infeksi jamur yang


terjadi pada telinga luar dan sering terjadi di negara tropis dan subtropis.
Otomikosis bisa terjadi dengan atau tanpa gejala, dan kasusnya tersebar di seluruh
dunia sekitar 5-25% kasus otitis eksterna. Di Indonesia sendiri 9% kasus radang
telinga luar adalah otomikosis. Pada penelitian di Iran dan di Turki faktor yang
dapat menyebabkan otomikosis adalah sorban/jilbab, berenang, dan infeksi jamur
sebelumnya. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui prevalensi otomikosis pada
mahasiswi PSPD FKIK UIN yang mayoritas pengguna jilbab.

Penelitian akan berlangsung selama 1 bulan 10 hari terhitung dari 1 Juli- 10


Agustus 2012 dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 40 orang dari mahasiswi
PSPD. Perlakuan yang akan dilakukan pada responden penelitian adalah
dilakukannya pemeriksaan otoskopi, yaitu pemeriksaan telinga penggunakan alat
periksa berupa corong untuk melihat keadaan telinga dan pemeriksaan KOH
menggunakan swab steril yang akan dimasukkan pada kedua telinga responden,
serta menjawab beberapa kuisioner penelitian.

Karena penelitian ini menggunakan alat medis otoskopi, seperti yang telah
dijelaskan diatasdan swab steril yang akan dimasukkan ke dalam telinga
responden, maka resiko yang akan diterima oleh responden adalah rasa kurang
nyaman, dan kemungkinan kecil tergores pada bagian lubang telinga, bila terjadi
faktor resiko tersebut akan ditangani oleh penanggung jawab kami dr.Ibnu Haris
Fadillah, Sp.THT-KL(081288567441) atau bisa langsung menghubungi peneliti,
Cut Firza Humaira (087888935665). Sebagai kompensasi, responden akan
mendapatkan pengobatan gratis dan terjamin kesehatannya.

Penelitian ini juga sangat membutuhkan partisipasi dari responden, dan responden
dapat setiap saat mengundurkan diri bila ada hal-hal yang tidak berkenan pada diri
responden. Yang terakhir, peneliti mengharapkan kesadaran diri responden untuk
mengukuti prosedur penelitian ini.

Demikian penjelasan mengenai penelitian ini, kami berharap teman-teman


bersedia menjadi responden pada penelitian ini

Wassalamualaikum wr.wb

Peneliti
Lampiran 2

Formulir Informed Consent (Kesediaan Mengikuti Penelitian)


Dengan ini saya:

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Alamat :

Telp/Hp :

Menyatakan bersedia mengikuti kegiatan penelitian/ survei yang berjudul


‘Prevalensi Otomikosis pada Mahasiswi PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Faktor yang Mempengaruhi’ dengan ketentuan apabila ada hal-hal
yang tidak berkenan pada saya, maka saya berhak mengajukan pengunduran diri
dari kegiatan penelitian/survei ini.

Peneliti
Responden
Lampiran 3

Kuisioner Penelitian

1. Berapa seringkah anda menggunakan jilbab?


a. Setiap hari
b. ≤5 hari

2. Sudah berapa lamakah anda menggunakan jilbab?


a. ≤ 6 bulan
b. 6 bulan- 1 tahun
c. 1-2 tahun
d. >2 tahun

3. Berapa lamakah anda menggunakan penutup kepala (jilbab) dalam sehari?


a. >12 jam sehari
b. 6-12 jam
c. < 6 jam

4. Bahan apakah yang sering anda gunakan sebagai penutup kepala (jilbab)?
a. Katun
b. Spandex
c. Lainnya.....

5. Berapa lapiskah biasanya Anda menggunakan jilbab?


a. 1 lapis
b. 2 lapis
c. 3 lapis
d. >3 lapis

6. Apakah anda menggunakan hair dyer (pengering rambut)setelah mencuci


rambut?
a. Ya
b. Tidak

7. Berapa lama rentang waktu Anda memakai jilbab setelah mencuci rambut
(menggunakan jilbab secara langsung setelah keramas)?
a. <30 menit
b. 30 menit- 1 jam
c. 1-2 jam
d. >2 jam

8. Berapa seringkah anda menggunakan cotton buds dalam seminggu?


a. ≤ 1 kali seminggu
b. 2-3 kali seminggu
c. 4-5 kali seminggu
d. Setiap hari

9. Seberapa seringkah anda berenang dalam seminggu?


a. ≤ 1 kali seminggu
b. 2-3 kali seminggu
c. 4-5 kali seminggu
d. Setiap hari

10. Apakah Anda pernah mengkonsumsi obat-obatan golongan steroid (obat


anti alergi, obat-obatan golongan kontrasepsi,dll)?
a. Ya
b. Tidak

11. Berapa lamakah Anda mengkonsumsi obat tersebut?


a. 2 minggu – 1 bulan
b. 1-2 bulan
c. 2-3 bulan
d. >3 bulan
12. Apakah Anda mempunyai riwayat penyakit oleh jamur seperti panu, atau
keputihan?
a. Ya
b. Tidak
Lampiran 4
Data Hasil Uji Statistik

Frekuensi pemakaian jilbab

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid setiap hari 25 62.5 62.5 62.5

< 6 hari 15 37.5 37.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Riwayat pemakaian jilbab

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 6 bulan - 1 tahun 8 20.0 20.0 20.0

1 - 2 tahun 9 22.5 22.5 42.5

23 57.5 57.5 100.0


> 2 tahun
40 100.0 100.0
Total

Lama pemakaian jilbab dalam sehari


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid >12 jam 5 12.5 12.5 12.5

6-12 jam 35 87.5 87.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Bahan jilbab

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid katun 39 97.5 97.5 97.5

katun dan spandex 1 2.5 2.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Lapisan jilbab

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 lapis 20 50.0 50.0 50.0

2 lapis 20 50.0 50.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

Selang waktu pemakaian jilbab setelah keramas

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <30 menit 9 22.5 22.5 22.5

30 menit - 1 jam 11 27.5 27.5 50.0

14 35.0 35.0 85.0


1-2 jam
6 15.0 15.0 100.0
>2 jam
40 100.0 100.0
Total

Penggunaan cotton buds


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <2 kali seminggu 10 25.0 25.0 25.0

2-3 kali seminggu 11 27.5 27.5 52.5

16 40.0 40.0 92.5


4-5 kali seminggu
3 7.5 7.5 100.0
setiap hari
40 100.0 100.0
Total

Berenang

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <2 kali seminggu 38 95.0 95.0 95.0

2-3 kali seminggu 2 5.0 5.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

Penggunaan steroid

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid ya 1 2.5 2.5 2.5

tidak 39 97.5 97.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Riwayat penyakit jamur sebelumnya

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid ya 4 10.0 10.0 10.0

tidak 36 90.0 90.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

otomikosis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid negatif 40 100.0 100.0 100.0

omsk

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid negatif 39 97.5 97.5 97.5

positif 1 2.5 2.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

serumen

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid negatif 7 17.5 17.5 17.5

positif 33 82.5 82.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

cotton buds * serumen Crosstabulation

serumen

negatif positif Total

cotton buds 1 Count 2 8 10

Expected Count 1.8 8.2 10.0

2 Count 5 25 30

Expected Count 5.2 24.8 30.0

Total Count 7 33 40

Expected Count 7.0 33.0 40.0


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .058a 1 .810


b
Continuity Correction .000 1 1.000

Likelihood Ratio .056 1 .812

Fisher's Exact Test 1.000 .572

Linear-by-Linear Association .056 1 .812

N of Valid Casesb 40

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.75.

b. Computed only for a 2x2 table


Riwayat Penulis

Identitas :

Nama : Cut Firza Humaira

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Bireuen, 22 Desember 1992

Agama : Islam

Alamat : Jl. Kapten 20, Cureh, Bireuen, Aceh

E-mail : cutfirza@ymail.com

Riwayat Pendidikan :

 1999 – 2005 : Sekolah Dasar Negeri Bertingkat Bireuen


 2005 – 2007 : Sekolah Menengah Pertama Al-Azhar Medan
 2007– 2009 : Sekolah Menengah Atas Al-Azhar Medan
 2009– Sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter,
FakultasKedokteran Dan Ilmu Kesehatan
UIN SyarifHidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai