Anda di halaman 1dari 19

UJIAN AKHIR SEMESTER

NAMA : ROSIKIN
NIM : 1909087020
MATA UJIAN : DESAIN DAN PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA, PKN DAN IPS
HARI/TANGGAL : KAMIS, 23 JULI 2020
WAKTU : 15.30 WIB – 17.30 WIB
SEMESTER/SKS :2/3
DOSEN : Prof. Dr. Hj.PRIMA GUSTI YANTI, M.Hum./
PURNAMA SYAEPURROHMAN, Ph.D.
TAHUN AKADEMIK : GENAP 2019/2020
PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN DASAR

SOAL:
1. Bukalah forum diskusi di unit 2 sampai unit 7, kemudian ikuti petunjuk pada
masing-masing unit. Pelaksanaan UAS dengan mengukur jawaban-jawaban
anda berdasarkan indicator jawaban yang mengandung HOTS, orisinil, kritis dan
inovatif!
2. Kurikulum yang berlaku di Indonesia sekarang ini adalah kurikulum 2013. Dalam
kurikulum 2013 ini, mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran
penghela. Sebagai mata pelajaran penghela tentu ada alasan dan teknis
pelaksanaannya. Jelaskan tentang hal tersebut ?
3. Mata pelajaran Bahasa Indonesia mengandung muatan nilai multicultural.
Bagaimana hubungan muatan kurikulum yang diturunkan dalam SK dan KD
yang mengandung nilai multikulturalisme dengan perwujudannya dalam buku
teks. Jelaskan dan beri contoh.
LEMBAR JAWABAN:

1. FORUM DISKUSI DI SCHOOLOGY


A. Bagaimana guru profesional yang ideal dalam pengembangan IPS dan PKn
di Pendidikan Dasar?
Guru tidak hanya menguasai satu bidang saja, namun harus
mempunyai pengetahuan yang luas tentang keadaan terkini. Guru juga bisa
menerapkan pengalaman-pengalaman hidupnya dengan berbagai konteks
pelajaran yang diajarkan. Tentu saja keterkaitannya dalam pengembangan
IPS dan PPKn di Pendidikan Dasar sangatlah berpengaruh. Artinya, guru
tersebut tidak hanya berpacu pada buku pelajaran saja, namun guru tersebut
bisa mengambil pengetahuan dari berbagai sumber. Tentunya, dengan
memperhatikan dan menyaring informasi yang memang sesuai untuk
Pendidikan Dasar. Kemudian, IPS dan PPKN memang memiliki keterkaitan.
Dimana sebelum mengajarkannya kepada murid, guru terlebih dahulu harus
memahami dengan baik apa itu interaksi sosial dan bagaimana cara
menerapkan interaksi sosial tersebut sebagaimana menjadi seorang warga
negara yang baik. Meskipun IPS tidak serta merta mengenai interaksi sosial
saja. Materi sejarah serta geografis juga termasuk ke dalam mata pelajaran
IPS. Akan tetapi, hal yang paling terlihat adalah keterkaitan interaksi
soasialnya. Untuk itu, Guru bukan hanya mengajarkan materi dari buku saja.
Melainkan perlu adanya tambahan informasi dari sumber lainnya dan juga
metode dan model pembelajarannya juga harus kreatif. Agar pemahaman
siswa dapat semakin optimal. Misalnya dengan menggunakan power point,
video pembelajaran, belajar di luar kelas, atau berbagi tentang pengalaman
pribadi yang berkaitan dengan materi IPS dan PPKN. Dengan cara seperti
itu, kita akan "memancing" olah pikir anak agar berpikir lebih kritis dan out of
the box. Dari situ, kita dapat mengetahui kemampuan berpikir anak dan
dapat segera melakukan evaluasi agar proses pembelajaran kedepannya
bisa lebih maksimal. 

B. Siapakah siswa kita? Generasi X? Gen Z? Gen Y? Gen Alfa? Gen Milenial?
a. Generasi X (1965-1980)
Generasi ini adalah generasi yang lahir pada tahun-tahun awal dari
perkembangan teknologi dan informasi seperti penggunaan PC (personal
Computer), video games, TV kabel dan internet. Generasi X ini mampu
beradaptasi dan mampu menerima perubahan dengan cukup baik
sehingga dapat dikatakan sebagai generasi yang tanggung, yang memiliki
karakter.
b. Generasi Y atau Milenial (1981-1994)
Generasi ini dikenal dengan sebutan generasi mellenial atau milenium.
Generasi Y ini banyak menggunakan teknologi komunikasi instant seperti
email, SMS, instant messanging dan lain2. Hal ini dikarenakan generasi Y
merupakan generasi yang tumbuh pada era internet booming. Tidak
hanya itu saja, generasi Y ini lebih terbuka dalam pandangan politik dan
ekonomi, sehingga mereka terlihat sangat reaktif terhadap perubahan
lingkungan yang terjadi di sekelilingnya.
c. Generasi Z (1995-2010)
Generasi ini merupakan generasi yang paling muda yang baru memasuki
angkatan kerja. Generasi ini biasanya disebut dengan generasi internet
atai Igeneration. Generasi Z lebih banyak berhubungan sosial lewat dunia
maya. Sejak kecil, generasi ini sudah banyak dikenalkan oleh teknologi
dan sangat akrab dengan smartphone dan dikategorikan sebagai generasi
yang kreatif.
d. Generasi Alpha (2011-Sekarang)
Lahir di zaman dengan teknologi yang berkembang pesat. Sejak dini
mereka sudah familiar dengan gadget seperti smartphone atau laptop.
Anak-anak Alpha akan tumbuh dengan gadget di tangan sampai-sampai
tidak pernah bisa hidup tanpa smartphone. Dilansir Business Insider,
situasi ketergantungan teknologi pada generasi Alpha membuat generasi
ini menjadi paling transformatif dibandingkan generasi-generasi
sebelumnya.
Siswa kita saat ini termasuk dalam generasi Alpa. Generasi yang sangat
berpengaruh pada tingkat perekonomian dunia. Menjadi seorang guru dan
orang tua dari Generasi Alfa atau yang sering disebut-sebut sebagai
generasi paling pintar ini bukan hal yang mudah. Orang tua juga harus
memberikan bekal sejak dini pada generasi ini untuk menghadapi
tantangan di masa depan.
C. Bagaimana cara mereka belajar?
Kemajuan teknologi yang pesat ini ke depannya akan memengaruhi mereka,
mulai dari gaya belajar, materi yang dipelajari di sekolah, sampai dengan
pergaulan mereka sehari-hari. Generasi ini sudah sangat paham dengan
kemajuan teknologi seperti anak yang sudah mengenali gadget seperti
smartphone atau laptop. Mereka juga lebih gampang bosan jika belajar
hanya berasal dari buku atau guru yang menerangkan materi. Anak pada
generasi Alfa pembelajaran berbasis teknologi digital dan virtual. Lebih
berbasis pada keterampilan dibandingkan konten pembelajaran yang
menarik. Siswa lebih menyukai sistem belajar yang lebih fleksibel dan tidak
terikat banyak aturan.
D. Bagaimana tahapan perkembangan intelektualnya?
Tahap-tahap perkembangan kognitif yaitu:
a. Tahap sensori motorik (usia 0–2tahun),
 Kemampuna berfikir ditunjukkan melalui perbuatan dan gerakan
 Anak memiliki kemampuan yang sangat besar dalam hal memegang
atau menyentuh sesuatu
b. Tahap pra-opersional (usia 2–7 tahun),
 Kemampuan skema kognitif peserta didik pada tahapan perkembangan
praoperasional sangat terbatas
 Kesukaan seorang anak dalam meniru perilaku orang lain
c. Tahap opersional konkrit (usia 7–11 tahun)
 Pada dasarnya peserta didik yang berada pada tahap perkembangan
intelektual operasional konkret mulai mendapat mamhami aspek –
aspek kumulatif materi
 Peserta didik dengan tahapan intelektual operasional konkret ini sudah
dapat berpikir secara sistematis beragam benda dan peristiwa yang
bersifat konkret.
d. Tahap opersional formal (usia 11–15 tahun).
 Seorang anak dengan tahapan perkembangan intelektual operasional
formal mempunyai kemampuan dalam mengkoordinasikan kemampuan
kognitif dalam 2 bidang atau jenis sekaligus.
 Adapun contoh dari mengkoordinasikan 2 jenis kognitif misalnya dalam
membuat kapasitas dan membuat rumusan hipotetik dan menggunakan
psinsip – psinsip yang bersifat abstrak.
E. Bagaimana tahapan perkembangan emosionalnya?
Piaget mengangkat persoalan-persoalan moral seperti mencuri, berbohong,
hukuman, dan keadilan. Dari hasil penelitiannya, Piaget membagi tahap-
tahap perkembangan moral
berdasarkan cara penalarannya, yaitu:
a. 4-7 tahun: tahap moralitas heteronom; pada tahap ini cara berpikir anak
tentang keadilan dan peraturan bersifat obyektif dan mutlak (dalam
Monks, Knoer, & Haditono, 2001), artinya tidak dapat diubah dan tidak
dapat ditiadakan oleh kekuasaan
manusia.
b. 7-10 tahun: tahap transisi; anak menunjukkan sebagian sifat dari tahap
moralitas heteronom, dan sebagian sifat lain dari tahap moralitas
autonom.
c. 10 dan seterusnya: tahap moralitas autonom; anak menunjukkan
kesadaran bahwa peraturan dan hukum diciptakan oleh manusia, oleh
karenanya dalam menilai suatu
perbuatan, anak-anak selain mempertimbangkan akibatakibat yang
ditimbulkan oleh suatu perbuatan, juga sekaligus mempertimbangkan
maksud dan ikhtiar dari si pelaku.
F. Bagaimana kehidupan sosial mereka?
Anak-anak generasi alpha hidup di era yang sangat terbuka
dengan informasi berarti mereka memiliki sumber informasi yang tanpa batas.
Cara mereka bersosialisasi juga sudah terpengaruh dengan perkembangan
zaman. Bahkan, mereka sudah memiliki akum media social sendiri untuk
berkomunikasi dengan kehidupan sosial mereka. Pertumbuhan mereka bisa
terjadi dengan pesat. Kemungkinan besar ini membuat wawasan mereka juga
akan jadi lebih luas.
Masalah yang kadang terjadi saat ini ialah tertuntut menjalani
segala sesuatu dengan lebih cepat, tertuntut oleh lingkungan, oleh situasi,
lalu kadang kita menuntut anak untuk lebih cepat dari perkembangan anak
yang seharusnya. Biasanya kalau ini tidak ter-manage dengan baik, anak-
anak juga jadi terbiasa dengan sesuatu yang cepat, serba instan sehingga
kurang menghargai prosesnya
G. Bagaimana pendapat anda tentang pendidikan dan fasilitas, pembelajaran
dan fasilitas, peranan guru dalam pendidikan dasar?
a. Pendidikan dan fasilitas sangatlah berkaitan dalam proses kegiatan
belajar mengajar. Sebagai guru, pastinya kami ingin memberikan
pengajaran yang maksimal kepada peserta didik. Hal tersebut tentunya
harus didukung oleh penggunaan fasilitas yang memadai. Meliputi sarana
dan prasarana serta kebutuhan lain yang mendukung kegiatan belajar
mengajar tersebut. Perlu dukungan yang optimal dari berbagai pihak,
terutama sumber daya manusia, sekolah, serta peran orang tua di rumah.
b. Pembelajaran dan fasilitas
Sama halnya dengan penjelasan di atas mengenai proses kegiatan
belajar. Jika proses pembelajaran ingin terlaksana secara maksimal,
maka perlu didukung dengan fasilitas yang memadai. Misalnya adalah
tersedianya sarana dan prasarana yang ada di sekolah dengan lengkap.
Hal tersebut sangatlah berpengaruh dengan keberhasilan proses belajar
khususnya pada pendidikan milenial sekarang ini.
c. Peranan guru dalam pendidikan dasar
Seorang anak memulai pendidikannya pada jenjang sekolah dasar.
Artinya, guru sangatlah berperan penting dalam pembentukan karakter
peserta didik dari awal mereka belajar bahkan sampai mereka besar nanti.
Peserta didik akan merekam segala aktivitasnya pada kegiatan belajar
yang mereka lakukan di usia sekolah dasar. Maka dari itu, pengajaran
yang tepat akan membuat mereka mampu memiliki sikap yang baik,
memiliki norma yang baik. Berkarakter dan juga kompeten di bidangnya.
H. Bagaimana permasalahan tersebut menurut sudut pandang anda? Apakah
sistem evaluasi yang sekarang sudah “on the right track?”
Seperti yang kita ketahui, sistem evaluasi yang terjadi saat ini masih
berubah-ubah sejalan dengan perkembangan yang ada. Jika berbicara
apakah sudah berada di jalan yang benar atau belum, jawabannya sudah.
Namun, masih terdapat kekurangan yang perlu dievaluasi dan diperbaiki
guna tercapainya tujuan pendidikan. Hal ini sangatlah penting untuk
ditindaklanjuti agar system pendidikan kita tidak monoton dan hanya isapan
jempol belaka khusunya dalam menambahkan fasilitas yang memadai pada
setiap sekolah di Indonesia. Pemerintah pun juga perlu menengok kondisi
sekolah yang berada di pedalaman, agar mereka juga memiliki hak yang
sama dalam kegiatan belajar mengajar.

I. IPS dan PKn adalah mata pelajaran yang mengajarkan salah satunya adalah
sikap ilmuan sosial dan sikap kewarganegaraan. Apakah selama ini sudah
tercapai? Bagaimana mengevaluasi kedua hal tersebut?
Melalui mata pelajaran PKn ini, siswa sebagai warga negara dapat mengkaji
Pendidikan Kewarganegaraan dalam forum yang dinamis dan interaktif. Jika
memperhatikan tujuan pendidikan nasional di atas, Pembangunan dalam
dunia pendidikan perlu diusahakan peningkatannya.
Minat belajar siswa pada bidang PKn ini perlu mendapat perhatian khusus
karena minat merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan proses
belajar. Di samping itu minat yang timbul dari kebutuhan siswa merupakan
faktor penting bagi siswa dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan atau
usahanya.
Pada prakteknya, pembelajaran PKn masih menghadapi banyak kendala-
kendala. Kendala-kendala yang dimaksud antara lain:
Pertama, guru pengampu mata Pelajaran PKn masih mengalami kesulitan
dalam mengaktifkan siswa untuk terlibat langsung dalam proses penggalian
dan penelaahan bahan pelajaran.
Kedua, jumlah siswa setiap kelas cukup besar (40-45 siswa). Terkait dengan
jumlah siswa yang cukup besar di setiap kelas ini, proses belajar dihadapkan
pada kenyataan keberadaan sarana dan prasarana pembelajaran yang
kurang memadai, sehingga hal tersebut juga menyebabkan guru kurang
dapat mengenali sikap dan perilaku individual siswa atau murid secara baik.
Hal ini dapat berdampak pada kurangnya perhatian siswa terhadap materi
pembelajaran.
Ketiga, sebagian siswa memandang mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang bersifat konseptual dan
teoritis. Akibatnya siswa ketika mengikuti pembelajaran PKn merasa cukup
mencatat dan menghafal konsep-konsep dan teori-teori yang diceramahkan
oleh guru, tugas-tugas terstruktur yang diberikan dikerjakan secara tidak
serius dan bila dikerjakan pun sekedar memenuhi formalitas. Keempat,
praktik kehidupan di masyarakat baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial
budaya, hukum, agama seringkali berbeda dengan wacana yang
dikembangkan dalam proses pembelajaran di kelas.
Akibatnya siswa seringkali merasa apa yang dipelajari dalam proses belajar
di kelas sebagai hal yang sia-sia. Kelima, letak sekolah yang ada di pinggir
kota dan juga asal siswa dari pinggir kota merupakan kendala dalam
pembelajaran, karena wawasan siswa menjadi sangat terbatas dan kurang,
sehingga dalam proses pembelajaran siswa di kelas menjadi tidak aktif dan
tidak bergairah untuk bersama-sama proaktif.

J. Jelaskan bagaimana pendapat anda mengenai evaluasi non tes. Seperti apa
yang anda lakukan?
Penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dapat dilakukan dengan
tanpa menguji peserta didik, melainkan dapat dilakukan dengan pengamatan
secara sistematis (observation), melakukan wawancara (interview),
menyebarkan angket (questionnaire), dan memeriksa atau meneliti dokumen-
dokumen (documentary analysis). Teknik penilaian non tes mempunyai
peranan yang penting dalam mengevaluasi dari segi ranah sikap (affective
domain) dan ranah keterampilan (psychomotoric domain).
Dengan teknik non-tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta
didik dilakukan dengan tanpa “menguji” peserta didik, melainkan dilakukan
dengan melakukan pengamatan secara sistematis,, melakukan wawancara,
menyebarkan angket, dan memeriksa atau meneliti atau dokumen-dokumen.
A. Pengamatan (observation)
Observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang
dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran
pengamatan. Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk
menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang
dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi
buatan. Observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar.
Ada tiga jenis observasi, yakni observasi langsung, observasi dengan alat
(tidak langsung), dan observasi partisipasi.
1. Observasi langsung
Pengamatan langsung adalah pengamatan yang dilakukan terhadap gejala
atau proses yang terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan langsung
diamati oleh pengamat.
2. Observasi dengan alat (tidak langsung)
Observasi ini dilaksanakan dengan menggunakan alat seperti miskroskop
untuk mengamati bakteri, surya kanta untuk melihat pori-pori kulit.
3. Observasi partisipasi
Observasi ini berarti bahwa pengamatan harus melibatkan diri atau ikut serta
dalam kegiatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang diamati.
Kelemahan yang sering terjadi dalam observasi ada pada pengamat itu
sendiri, misalnya kurang cermat, kurang konsentrasi, lekas bosan sehingga
hasil pengamatannya sering dipengaruhi oleh pendapatnya, bukan yang
ditunjukkan oleh objek yang diamatinya.
K. Bagaimanakah membuat instrument evaluasi dengan tes yang baik?
Jelaskan!
1. Validitas Tes
Secara sederhana validitas adalah ketepatan isntrumen mengukur apa yang
hendak diukur. Kesesuaian indikator dan aspek tercapainya indikator disusun
berdasarkan konstruk secara teoritik dan juga disesuaikan dengan fakta yang
ada lapangan. Sebagai contoh sebuah hasil belajar kognitif hendaknya
secara lengkap mencakup secara keseluhuran aspek C1 sampai C6 atau
keselurahn aspek faktual, konseptual, actual dan metakognisi namun jika
pada proses pembelajaran tidak memasukkan ranah C5 dan C6 maka tes
disusun sampai C4 saja.
Terdapat 4 (empat) macam validitas tes yang seringkali menjadi perhatian
untuk menguji kualitasnya, yaitu: (a) validitas isi; (b) validitas susunan
(konstruksi); (c) validitas bandingan; dan (d) validitas ramalan.
a. Validitas Isi
Validitas isi merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui ketepatan
dari suatu instrumen (tes) bila ditinjau dari aspek isi (konten/materi).
Pengecekan validitas isi dapat dilakukan dengan cara membandingkan isi
(konten/materi) tes dengan komponen-komponen yang seharusnya diukur.
b. Validitas Susunan (Konstruksi)
Sebuah tes (instrumen/alat ukur) dikatakan memenuhi validitas susunan
(konstruksi) yang baik apabila susunan tes tersebut memenuhi syarat-syarat
penyusunan tes yang baik.
c. Validitas Bandingan
Validitas bandingan sebuah tes adalah ketepatan suatu tes bila ditelaah
berdasarkan hubungannya (korelasi) terhadap keadaan yang sebenarnya
dari siswa saat pengukuran (assessmen) dilakukan.
d. Validitas Ramalan
Validitas ramalan adalah ketepatan sebuah tes (instrumen) bila dilihat dari
kemampuannya untuk meramalkan keadaan individu (siswa) pada masa
yang akan datang.
2. Reliabelitas Tes
Reabilitas tes diartikan sebagai sifat konsistensi (keajegan) & ketelitian
sebuah tes (alat ukur/instrumen). Sifat konsistensi atau keajegan sebuah tes
dapat diperoleh dengan cara memberikan tes yang sama sesudah selang
beberapa waktu lamanya siswa yang sama. Dengan kata lain, reliabilitas tes
merujuk pada ketetapan (keajegan) nilai yang diperoleh sekelompok siswa
pada kesempatan yang berbeda dengan tes yang sama, ataupun tes serupa
yang butir-butir soal penyusunnya ekuivalen (sebanding). Sifat reliabilitas tes
merupakan pengecekan terhadap kesalahan yang mungkin terjadi pada nilai
tunggal tertentu sebagai susunan dari suatu kelompok siswa yang mungkin
berubah karena tes itu sendiri.
3. Daya Beda dan Tingkat Kesukaran
Sifat tes yang berikutnya adalah daya pembeda atau diferensiasi tes atau
tingkat diskriminatif tes. Daya pembeda tes merupakan kemampuan sebuah
tes untuk menunjukkan perbedaan-perbedaan sifat/faktor tertentu yang
terdapat pada siswa yang satu dengan yang lain.
4. Keseimbangan Tes
Sebuah tes yang baik mempunyai sifat seimbang. Keseimbangan merujuk
pada tes terdapat semua aspek yang akan diukur. Tidak boleh tes hanya
menumpuk pada suatu aspek tertentu sehingga hasil tes benar-benar dapat
mengukur apa yang akan diukur dan dapat mengungkapkan apa yang
sebenarnya harus diungkapkan. Bagian-bagian pembelajaran yang sifatnya
penting mendapat porsi yang lebih banyak bila dibandingkan dengan bagian-
bagian pembelajaran yang sifat kurang penting.
5. Efisiensi atau Daya Guna Tes
Sebuah alat ukur atau tes harus memiliki sifat efisien (berdaya guna). Apakah
suatu tes akan memberikan informasi yang cukup bila dibandingkan dengan
waktu yang digunakan oleh guru saat menggali informasi tersebut.
Contohnya, sebuah tes yang dilakukan secara lisan (oral test) tidak efisien
bila dilakukan terhadap 100 siswa kalau hanya untuk mencek sejauh mana
siswa telah membaca buku tertentu yang ditugaskan pada mereka.
6. Obyektivitas Tes
Tes sebaiknya memiliki obyektivitas yang tinggi. Bilapun non-obyektif, maka
subyektivitas yang mungkin akan muncul harus dapat diminimalkan. Suatu
tes (instrumen) yang memiliki obyektivitas tinggi akan memberikan
kemungkinan jawaban siswa benar atau salah saja. Bila unsur subyektivitas
terlalu tinggi, maka berarti guru telah melakukan tindakan yang kurang jujur
(adil) kepada siswanya sendiri.
7. Kekhususan Tes
Sifat penting lainnya yang harus dimiliki oleh tes yang baik adalah
kekhususan. Kekhususan bermakna: pertanyaan-pertanyaan yang
merupakan komponen-komponen tes tersebut hanya akan dapat dijawab
oleh siswa-siswa yang mempelajari bahan pembelajaran yang diberikan.
Sementara, siswa-siswa yang tidak mempelajari bahan pembelajaran tidak
akan dapat menjawabnya.
8. Tingkat Kesulitan Tes
Tingkat kesulitan tes perlu diperhatikan jika ingin menyusun sebuah tes yang
berkualitas. Pertanyaan-pertanyaan dirumuskan sesuai dengan taraf
kemampuan siswa untuk menjawabnya. Guru harus pandai mengira, agar tes
yang dibuat tidak terlalu mudah dan juga tidak terlalu sulit (sukar).
10. Keadilan Tes
Tes yang diberikan harus dirancang sehingga menganut asas keadilan.
Meskipun pengukuran yang baik dilakukan untuk setiap individu, sangat sulit
untuk melakukan pengukuran secara individu karena keterbatasan waktu.
Proses pelaksanaan test harus dilakukan terhindar dari sikap subjektivitas
atau merugikan pihak tertentu.
11. Alokasi Waktu Tes
Alokasi waktu juga bagian terpenting dalam tes. Penetuan waktu tes harus
disesuikan dengan kapasitas manusia mengingat sesuatu secara mendetail.
Waktu pelaksanaan juga harus diatur dalam tenggang yang masih wajar. Jika
proses pemberian tes terlalu lama maka ada kemungkinan daya beda dari
instrumen akan berkurang dan juga ada faktor external seperti kemungkinan
untuk mendapatkan inspirasi jawaban secara tidak wajar lebih besar.
L. Buatlah tulisan essay otentik dari pemikiran anda tentang hal-hal yang
berkaitan dengan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Pendidikan Dasar!
Tulisannya bisa merenungkan landasan filosofis, pedagogis, ataupun
instruksional dari pentingnya mata pelajaran ini; atau bagaimana
hubungannya dengan IPA, mata pelajaran Agama, dan Kewarganegaraan
maupun muatan lokal.
Secara teoritis terdapat beberapa pandangan filosofis kurikulum,
Landasan Filosofis sebagaimana dipaparkan dalam “Naskah Akademik
Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPS” Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat Kurikulum 2007, Depdiknas RI dirincikan sebagai
berikut :

(1) Esensialisme

Esensialisme; adalah aliran yang menggariskan bahwa kurikulum harus


menekankan pada penguasaan ilmu. Aliran ini berpandangan bahwa,
pendidikan pada dasarnya adalah pendidikan keilmuan. Kurikulum yang
dikembangkan dalam aliran esensialisme adalah kurikulum disiplin ilmu.
Tujuan dari aliran esensialisme adalah menciptakan intelektualisme. Proses
belajar-mengajar yang dikembangkan adalah siswa harus memiliki
kemampuan penguasaan disiplin ilmu. Penerapan pembelajaran ini lebih
banyak berperan pada guru jika dibandingkan dari siswa.

Sekolah yang baik dalam pandangan filsafat esensialisme adalah


sekolah yang mampu mengembangkan intelektualisme siswa. Implementasi
mata pelajaran IPS menurut aliran esensialisme akan lebih menekankan IPS
pada aspek kognitif (pengetahuan) jika dibandingkan dengan aspek afektif
(sikap). Siswa belajar IPS akan lebih berorientasi pada pemahaman konsep-
konsep IPS daripada penerapan materi yang ada pada IPS bagi kehidupan
sehari-hari.

(2) Perenialsme

Perenialsme; adalah aliran yang memandang , bahwa sasaran yang harus


dicapai oleh pendidikan adalah kepemilikan atas prinsip-prinsip tentang
kenyataan, kebenaran dan nilai yang abadi, serta tidak terkait oleh ruang dan
waktu. Dalam pandangan aliran Perenialisme kurikulum akan menjadi sangat
ideologis karena dengan pandangan-pandangan ini menjadikan siswa atau
peserta didik sebagai warga Negara yang memiliki pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang diinginkan oleh Negara. Pandangan
perenialisme lebih menekankan pada Transfer Budaya (transfer of culture),
seperti dalam Implementasinya pada kurikulum IPS yang bertujuan pada
pengembangan dan pembangunan jati diri bangsa peserta didik dalam
rangka menuju tercapainya integrasi bangsa. Aliran ini juga dikenal
menekankan pada kebenaran yang absolut, kebenaran universal yang tidak
terikat pada ruang dan waktu, aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.

(3) Progresivisme
Progresivisme; adalah aliran ini memandang bahwa sekolah memiliki tujuan
yakni kecerdasan yang praktis dan membuat siswa lebih efektif dalam
memecahkan berbagai masalah yang disajikan oleh guru atau pendidik.
Masalah tersebut biasanya ditemukan berdasarkan pengalaman siswa.
Pembelajaran yang harus dikembangkan oleh aliran Progresivisme adalah
memperhatikan kebutuhan individual yang dipengaruhi oleh latar belakang
sosial-budaya dan mendorong untuk berpartisipasi aktif sebagai warga
Negara dewasa, terlibat dalam pengambilan keputusan, dan memiliki
kemampuan dalam memecahkan masalah pada kehidupan sehari-hari.
Implementasi IPS dalam pandangan aliran filsafat Progresivisme adalah
bagaimana mata pelajaran IPS mampu membekali kepada siswa agar dapat
memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-harinya, misalnya kemiskinan, pengangguran, kebodohan,
ketertinggalan, kenakalan remaja atau narkoba dan lainnya.

(4) Rekonstruksionisme

Rekonstruksionisme; adalah aliran ini berpendapat bahwa sekolah


harus diarahkan kepada pencapaian tatanan demokrasi yang mendunia.
Aliran filsafat ini menghendaki agar setiap individu dan kelompok tanpa
mengabaikan nilai-nilai masa lalu, mampu mengembangkan pengetahuan,
teori, atau pandangan tertentu yang paling relevan dengan kepentingan
mereka melalui pemberdayaan peserta didik dalam proses pembelajaran
guna memproduksipengetahuan baru. Dalam pandangan aliran filsafat ini
lebih menekankan agar siswa dalam pembelajaran mampu menemukan
(inquiri), penemuan yang bersifat informasi baru bagi siswa berdasarkan
bacaan yang ia lakukan. Pembelajaran lebih ditekankan pada proses bukan
hasilnya. Aktivitas siswa menjadi perioritas utama dalam berlangsungnya
pembelajaran.
Dalam implementasi pembelajaran IPS , misalnya siswa mempelajari fakta-
fakta disekelilingnya, berdasarkan fakta tersebut siswa menemukan definisi
mengenai sesuatu, tanpa harus didefinisikan terlebih dahulu oleh guru.
Misalnya dalam pelajaran ekonomi diperkenalkan adanya fakta orang-orang
yang mekakukan kegiatan jual – beli. Setelah melihat aktivitas orang-orang
tersebut akhirnya siswa menemukan definisi mengenai penjualan,
pembelian, penawaran, pasar, uang dan lainnya dalam aktivitas jual-beli.
Dengan demikian guru tidak menjelaskan atau membuat definisi, tetapi dari
fakta-fakta tersebut siswalah yang aktif melihat fakta dan dapat
mendifinisikannya.
M. Bisa juga bagaimana permasalahan mata pelajaran IPS dalam kurikulum K13
yang bercorak terpadu.
Pembelajaran integratif merupakan pendekatan penting dalam konteks
pembelajaran kurikulum 2013. Hal ini sejalan kenyataan bahwa pembelajaran
integratif merupakan pembelajaran yang dikembangkan dengan berbasis
pada konsep pembelajaran yang akuntabel dan berbasis standar.
Pendekatan pembelajaran terpadu dalam IPS sering disebut dengan
pendekatan interdisipliner. Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya
merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik
baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan
menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik. Proses
pemaduan pembelajaran IPS dapat dilakukan dengan berbagai model. Salah
satu model yang digunakan dalam konteks kurikulum 2013 adalah pemaduan
dengan mata pelajaran lain. Upaya pemaduan ini harus dilakukan secara
cermat melalui tahapan perencanaan dan pelaksanaan. Tahap perencanaan
terdiri atas pemetaan kompetensi dasar, pengembangan jaringan tema,
pengembangan silabus, penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan melalui tahapan invitasi/
apersepsi, eksplorasi, mengusulkan penjelasan/solusi, dan mengambil
tindakan. Sejalan dengan tahap perencanaan dan pelaksanaan di atas,
penerapan pembelajaran IPS terpadu dalam konteks kurikulum 2013
dipandang mampu memiliki banyak keunggulan. Salah satu keunggulan
terpenting adalah bahwa pembelajaran IPS secara integratif dipandang
sebagai pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan siswa bukan hanya
pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi pembelajaran.
Pembelajaran ini jelas bukan ditujukan agar siswa semata-mata beroleh
materi tetapi agar siswa beroleh kecakapan hidup, keterampilan, dan
berkarakter.

2. Kurikulum yang berlaku di Indonesia sekarang ini adalah kurikulum 2013. Dalam
kurikulum 2013 ini, mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran
penghela. Sebagai mata pelajaran penghela tentu ada alasan dan teknis
pelaksanaannya. Jelaskan tentang hal tersebut ?
Bahasa Indonesia berkembang amat pesat sehingga menjadi bahasa yang
mampu mengikat persatuan dan kesatuan bangsa, juga menjadi penghela ilmu
pengetahuan.
Sebagai penghela ilmu pengetahuan, bahasa Indonesia telah mampu mewadahi
keberagaman konsep pengetahuan, baik konsep yang berakar pada kearifan
nusantara maupun konsep peradaban baru. Dalam hal ini bahasa Indonesia
sebagai pengikat persatuan dan kesatuan, bahasa Indonesia dapat
menghilangkan batas-batas etnisitas bangsa Indonesia dalam
berkomunikasi.Bahasa Indonesia juga memainkan peran penting dalam bidang
politik, ekonomi, hukum, dan bisnis. Penetapan regulasi penggunaan bahasa
Indonesia di bidang-bidang itu,kata dia, langsung atau tidak langsung membuat
kemahiran berbahasa Indonesia menjadi kepentingan banyak pihak. Kemahiran
berbahasa Indonesia mulai dijadikan syarat kelulusan dalam pendidikan dan
pengembangan karier pada bidang-bidang tersebut.
Itulah sebabnya, lembaga pembelajaran dan pengujian kemahiran berbahasa
Indonesia bermunculan di berbagai negara. Sejalan dengan itu, peningkatan
mutu pembelajaran bahasa Indonesia juga harus terus dilakukan.
Bahasa Indonesia perlu diletakkan dalam bingkai perencanaan bahasa yang
lebih matang dan terencana. Bahasa Indonesia diletakkan menjadi penarik/
penghela ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Salah satu yang dapat
diwujudkan adalah perencanaan bahasa Indonesia bidang peristilahan
(pembentukan istilah). Hal ini disadari sepenuhnya bahwa perubahan bahasa
yang sungguh sangat mengemuka dan paling peka terhadap perubahan
kehidupan ialah bidang peristilahan. Dan juga sebaliknya, mestilah Iptek mampu
menjadi daya dorong sekaligus penghela terbentuknya istilah-istilah bahasa
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Seorang guru haruslah senantiasa membangun komunikasi dengan siswanya
menggunakan media bahasa (peristilahan) dengan bahasa yang
santun,bermartabat, halus, dan bermuatan kasih saying. Orang tua seyogyanya
menjalin komunikasi dengan anak anaknya dengan bahasa yang santun karena
anak akan terekam dalam LAD mendasari terbentuknya kepribadian dasar anak.
Kepribadian dasar ini mewarnai karakter anak hingga usia lanjut.
3. Mata pelajaran Bahasa Indonesia mengandung muatan nilai multikultural.
Bagaimana hubungan muatan kurikulum yang diturunkan dalam SK dan KD
yang mengandung nilai multikulturalisme dengan perwujudannya dalam buku
teks. Jelaskan dan beri contoh.

Dalam konteks deskriptif, nilai-nilai pendidikan multikultural sebaiknya berisikan


tentang tema-tema mengenai toleransi, perbedaan etno-kultural dan agama,
tidak diskriminasi, penyelesaian konflik dan mediasi, menghargai hak asasi
manusia, demokratisasi, pluralitas, kemanusiaan universal, dan subjek-subjek
lain yang relevan. Di sinilah perlunya nilai- nilai pendidikan multikultural
berperan. Dari pemahaman nilai-nilai pendidikan multikultural tersebut, siswa
diharapkan menjadi generasi yang selalu menjunjung tinggi moralitas,
kedisiplinan, kepedulian humanistik, dan kejujuran dalam berperilaku sehari-hari.
Beberapa nilai pendidikan multikultural yang ada, sekurang-kurangnya terdapat
indikator-indikator sebagai berikut: belajar hidup dalam perbedaan, membangun
saling percaya (mutual trust), memelihara saling pengertian (mutual
understanding), menjunjung sikap saling menghargai (mutual respect), terbuka
dalam berpikir, apresiasi dan interdepedensi, resolusi konflik dan rekonsiliasi
kekerasan. Untuk memahami nilai-nilai pendidikan multikultural secara umum
terdapat empat nilai inti (core values) antara lain: Pertama, apresiasi terhadap
adanya kenyataan pluralitas budaya dalam masyarakat. Kedua, pengakuan
terhadap harkat manusia dan hak
Contohnya dalam hal analisis isi nilai-nilai pendidikan multikultural dalam buku
pelajaran bahasa Indonesia terkait dengan usaha-usaha pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan manusia, kebudayaan dilihat sebagai unsur-unsur yang masing-
masing berdiri sendiri tetapi yang satu sama lainnya saling berkaitan. Pertama,
bahasa. Deskripsi bahasa dalam kajian budaya mefokuskan perhatian pada ciri-
ciri yang menonjol seperti daerah persebaran, variasi geografi, variasi lapisan
Buku pelajaran bahasa Indonesia yang beperspektif multikultural tentu
diharapkan akan mampu membentuk sikap siswa dalam menghargai
kebudayaan- kebudayaan lain dalam masyarakat, baik lokal, regional, nasional,
maupun masyarakat global. Dengan demikian sikap siswa yang belum
menghargai berbagai kebudayaan yang ada bisa dibentuk

Anda mungkin juga menyukai