Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Budaya tercipta atau terwujud merupakan hasil dari interaksi antara manusia dengan
segala isi yang ada di alam raya ini. Manusia di ciptakan oleh tuhan dengan dibekali oleh akal
pikiran sehingga mampu untuk berkarya di muka bumi ini dan secara hakikatnya menjadi
khalifah di muka bumi ini. Disamping itu manusia juga memiliki akal, intelegensia, intuisi,
perasaan, emosi, kemauan, fantasi dan perilaku. Dengan semua kemampuan yang dimiliki oleh
manusia maka manusia bisa menciptakan kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil cipta, karsa dan
rasa manusia oleh karenanya kebudayaan mengalami perubahan dan perkembangan sejalan
dengan perkembangan manusia itu. Perkembangan tersebut dimaksudkan untuk kepentingan
manusia itu sendiri, karena kebudayaan diciptakan oleh dan untuk manusia.Budaya yang
dikembangkan oleh manusia akan berimplikasi pada lingkungan tempat kebudayaan itu
berkembang. Suatu kebudayaan memancarkan suatu ciri khas dari masyarakatnya yang tampak
dari luar. Dengan menganalisis pengaruh akibat budaya terhadap lingkungan seseorang dapat
mengetahui, mengapa suatu lingkungan tertentu akan berbeda dengan lingkungan lainnya dan
mengasilkan kebudayaan yang berbeda pula. Dengan kata lain, kebudayaan ada karena manusia
yang menciptakannya dan manusia dapat hidup ditengah kebudayaan yang diciptakannya.
Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai pendudukungnya.

Begitupun hal nya yang terjadi di masayarkat kampung Naga, kampung Naga sebagai
sebuah lokasi merupakan permukiman yang terletak di lembah subur dengan lereng curam
sebagai batas alam, dimana seratus dua belas bangunan beratap ijuk berdiri teratur membentuk
sebuah kampung tradisional di tatar Sunda. Di balik keseragaman fisik arsitekturnya, pemukiman
ini masih banyak mempertahankan nilai-nilai kehidupan masyarakat tradisional yang dipegang
teguh oleh masyarakatnya. Mereka bermukim sambil mempertahankan tradisi leluhur dan
mengadaptasikannya dengan pengaruh baru dari nilai-nilai zaman modern. Dengan yang semua
hal yang diuraiakan kan diatas, menjidakan alasan penulis untuk meniliti berdasarkan paparan
yang sudah diuraikain diatas.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pola interaksi yang terjadi dimasyarakat kampung Naga ?

2. Bagaiamana perkembangan teknologi di masyarakat kampung Naga ?


3. Bagaimana sistem kepercayaan yang di anut oleh masyarakat kampung Naga ?
4. Bagaimana sistem organisasi atau tingakatan sosial masyaraka kampung Naga ?
5. Apakah terjadi pergeseran atau mobilitas dalam sistem sosial masayarkat
Kampung Naga ?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Antropologi pada jurusan
Hubungan.Internasional(HI) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Pasundan Bandung
2. untuk mengetahui kehidupan masyarakat kampung Naga
BAB II

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2.1 Pola-pola Interaksi Dalam Masyarakat Kampung Naga

Meskipun Berada di tengah masyarakat global, masyarakat Kampung Naga pun tetap
tidak melupakan dunia luar dan dapat bersikap kooperatif dengan masyarakat umum maupun
pemerintah. Mereka dapat menerima kemajuan-kemajuan teknologi asalkan tidak bertentangan
dengan hukum adat yang dipegang. Adat yang dipegang teguh banyak mengajarkan kepada
kesederhanaan, pelestarian lingkungan dan sifat gotong royong yang masih cukup kental. Ini
semua hal-hal yang mulai terkikis ditengah masyarakat umum pada masa sekarang ini. Hal
demikian memberikan inspirasi untuk mengkaji lebih jauh bagaimana sebenarnya pola-pola
komunikasi masyarakat Kampung Naga yang ada sehingga dapat mempertahankan warisan
budaya dalam kurun waktu yang cukup lama. Berikut hasil pengamatan tentang pola interaksi
sosial masyarakat Kampung Naga serta wawancara dari beberapa narasumber :

A. Pola Hubungan Antar Sesama Warga

1. Bahasa yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari sama yaitu bahasa Sunda,
baik itu bahasa Sunda asli. Bahasa ini menjadi simbol pemersatu mereka tetapi mereka tetap
tidak melupakan bahasa ibu yaitu bahasa Indonesia.

2. Masyarakat kampung adat memiliki Prinsip gotong royong mereka anut sebagai
pegangan hidup masyarakat karena mereka beranggapan bahwa sikap gotong royong merupakan
hal paling penting dan utama yang harus terus dijaga dalam berkehidupan

3. Masyarakat kampung Naga saling mengenal, saling berinteraksi, saling bencekraman


satu sama lain, Warga Kampung Naga warga hidup rukun dan saling menghargai dalam
berkehidupan dan beraktifitas sehari-hari, misalnya seperti mengobrol di depan rumah, kegiatan
ini memupuk keakraban antar warga. Sedangkan untuk komunikasi yang membutuhkan
penyebaran cepat misalnya untuk pemberitahuan bahaya, ingin mengumpulkan massa, warga
mengungganakan kentongan besar yang berada di depan masjid.
4. Mereka berkumpul dalam acara rohani ataupun upacara-upacara adat seperti dalam
acara adat pembangunan rumah warga dan acara acara adat rutin lain nya.

B. Pola Hubungan Pemimpin Dengan Masyarakat

1. Sesepuh atau pimpinan bersikap demokratis dan menghargai pendapat warga. Seperti
pada pergantian ketua RT dilakukan semacam pemilihan oleh warga. Namun pada lembaga
informal pergantian pengurus dilakukan secara turun-temurun karena sudah menjadi adat.
Adapun warga Kampung Naga telah mengenal dan mengikuti pemilu.

2. Sesepuh atau pimpinan dapat mengayomi warga. Mereka selalu memberi arahan
kepada warga untuk hidup sesuai dengan adat dan agama. Terbukti hingga sekarang belum
pernah ada warga yang melanggar adat.

3. Sesepuh dan warga bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan dan adat. Mereka
tidak pernah sekali pun menyentuh hutan larangan apalagi merusak karena mereka meyakini
hutan merupakan penyeimbang kehidupan.

C. Pola Hubungan Dalam Keluarga

1. Antara suami dengan istri terjalin hubungan yang rukun. Beraktifitas dan berkegitan
sesuai dengan peranan masing-masing.

2. Antara orangtua dengan anak-anak terjalin hubungan baik.

3. Pembagian warisan dalam keluarga diatur dalam hukum adat.

Dengan Pola-pola intearaksi masyarakat Kampung Naga dapat mempertahankan warisan budaya
dan bisa memelihara kelestarian nilai-nilai luhur yang sudah di wariskan sejak dahulu. Pola-pola
komunikasi tersebut tercipta dari hubungan antar sesama warga, antara sesepuh atau pimpinan
dengan warga dan antar anggota keluarga Kampung Naga.
2.2 Perkembangan Teknologi Kampung Naga

Sistem teknologi masyarakat merupakan salah satu unsur penting dalam suatu
kebudayaan. Teknologi dan peralatan merupakan perkakas yang membantu masyarakat dalam
melaksanakan setiap kegiatan penunjang kehidupan pribadi dan sosialnya. Masyarakat kampung
naga menyikapi perkembangan teknologi dan globalisasi dengan selektif,karena mereka tidak
mau budaya dan adat mereka hilang oleh adanya budaya baru yang akan merusak bahkan
menggantikannya.

Masyarakat kampung naga konsisten mempertahankan adat dan tradisi mereka, sehingga
tidak mudah terpengaruh oleh perkembangan zaman termasuk perkembangan teknologi. Seperti
listrik, kampung ini menolak aliran listrik dari pemerintah, karena semua bangunan penduduk
menggunakan bahan kayu dan injuk yang mudah terbakar, sehingga khawatir akan terjadi
kebakaran. Pada malam hari, masyarakat memilih menggunakan lampu petromak sebagai alat
penerangan.

Masyarakat Kampung Naga dengan konsisten masih menggunakan peralatan ataupun


perlengkapan hidup yang sederhana dan tradisional yang semua bahannya diambil dari sumber
daya alam. Seperti untuk keperluan masak-memasak, masyarakat kampung naga menggunakan
tungku dengan bahan bakar menggunakan kayu sebagai sumber api. Peralatan untuk membajak
sawah, masyarakat tidak menggunkan traktor melainkan menggunakan pembajak yang
dijalankan oleh kerbau, penggunaan cangkul, kored (cangkul berukuran kecil), cerulit dan
peralatan tradisional lainnya.

Penggunaan sarana dalam beribadah pun menggunakan teknologi tradisional, di mana


tanda adzan ditandai dengan suara bedug yang terdengar hampir ke seluruh penjuru kampung.
Setelah menggunakan bedug, muadzin akan masuk masjid lalu mengumandangkan adzan tanpa
menggunakan pengeras suara layaknya di masjid pada umumnya.

Meskipun tertutup pada perkembangan teknologi, masyarakat kampung naga terdapat


kebiasaan unik dalam mencari hiburan. Terdapat beberapa unit Televisi yang dinyalakan dengan
menggunakan mesin aki. Meskipun hanya televisi hitam putih, melalui media inilah masyareakat
bisa mendapatkan hiburan dan informasi dari luar secara terbatas sesuai dengan autran.
2.2Sitem Kepercayaan Masayrakat adat Kampung Naga
Masyarakat Kampung Naga bermayoritas beragama Islam. Tidak ada perbedaan dengan
penganut Islam lainnya, akan tetapi walaupun masayarakat adat kampung Naga bermasyoritas
beragama muslim, mereka juga sangat patuh memegang adat istiadat dan kepercayaan nenek
moyangnya. Bagi masyarakat Kampung Naga, agama dan adat merupakan kendali dalam
mengatur kehidupan mereka. Ketaatan mereka kepada agama merupakan kewajiban yang
diturunkan leluhur mereka. Dan ini berarti juga bentuk ketaatan mereka kepada adat istiadat yang
selama ini mereka pegang teguh.
Masyarakat Kampung Naga mempercayai bahwa ruang atau tempat-tempat yang
memiliki batas-batas tertentu dikuasai oleh kekuatan-kekuatan tertentu pula (Animisme). seperti
batas sungai, batas antara pekarangan rumah bagian depan dengan jalan, tempat antara
pesawahan dengan selokan, tempat-tempat lereng bukit, tempat antara perkampungan dengan
hutan, dan sebagainya, merupakan tempat-tempat yang didiami oleh kekuatan-kekuatan tertentu.
Itulah alasan mengapa dimasyarakat Kampung Naga suka menyimpan sasajen sebagai bentuk
penghormatan terhadap makhluk-makhluk halus agar masyarakat kampung naga tehindar dari
petaka.
Masyarakat kampung Naga pun percaya bahwa alam semesta seperti gunung, lautan,
tanah, gua, sungai, dan sebagainya memiliki kekuatan-kekuatan yang bersifat supernatural
(Dinamisme). Adanya peristiwa-peristiwa alam seperti gunung meletus, banjir, longsor, terjadi
karena manusia yang hidup di alam tersebut sudah tidak bersikap memelihara dan melestarikan
alam. Sehingga alam yang semula tenang dan damai seakan-akan “marah” karena perbuatan
manusia yang bertentangan dengn alam.
2.4 sitem Kemasyarakatan Kampung Naga serta tingkatan sosialnya
Kelompok sosial yang terjadi dalam masyarakat kampung naga tidak begitu terlihat,
karena bisa dibilang pengelompokan tidak terjadi dalam masyarakat ini. Pengelompokan hanya
terjadi karena faktor kekuasaan atau pemerintahan seperti jabatan Kadus (kepala dusun) dan
Kuncen (juru kunci). Mereka menjalankan kekuasaan dan bermufakat dengan sesama para
pejabat dikampung naga tersebut, dan pengelompokan dalam mata pencaharian ketika sedang
bekerja, seperti para pengrajin akan berkumpul bersama-sama dalam membuat kerajinan
dirumah salah satu warga yang dikiranya nyaman untuk bersantai sembari membuat kerajianan
tersebut, atau para petani yang berkumpul di sawah ketika bekerja, tetapi dalam kehidupan
seseharinya mereka berbaur kembali dengan masyarakat seperti biasanya, tidak ada kelompok-
kelompok yang pada akhirnya menghasilkan kelompok mayoritas, minoritas atau bahkan
menimbulkan kelompok dominan dalam masyarakat kampung Naga.
Kehidupan hubungan masyarakat kampung Naga begitu kuat tali silaturahminya, karena
mereka memegang tinggi nilai-nilai kegamaan yang pada dasarnya membuat mereka berbudi
baik dan memilki sikap saling menghargai dan toleransi yang begitu tinggi, sehingga jarang
terjadi perselisihan dalam kehidupan. Sehingga sangat sulit dalam masyarakat kampung naga
terjadi pengelompokan sosial.
tingkatan dalam masyarakat kampung Naga terstratifikasi hanya berdasarkan derajat
kepemimpinannya dalam msyarakat adat kampung Naga saja, tidak terjadi dalam kehidupan
sehari-harinya masyarakat kampung Naga.
Tingktanya yaitu:.

1. KUNCEN merupakan ketua adat di kampung naga, yang Bertugas sebagai


pemangku Adat dan bertanggung jawab atas keberlangsungan dan terjaganya kelestarian
adat. Saat ini di kampung naga
2. LEBE Bertugas dalam proses keagamaan terutama mengenai pengurusan jenazah,
yang bertanggung jawab mengurus jenezah dari awal hingga akhir.
3. PUNDUH Bertugas dalam ngurus laku meres gawe, yaitu mengayomi masyarakat
dalam kerukunan kehidupan bermasyarakat.
Umumnya tingkatan sosial terjadi dalam bidang ekonomi, tapi hal tersebut tidak terjadi
dalam masyarakat kampung Naga, mereka tidak memilki sifat untuk saling bersaing dalam
kemajuan ekonomi keluarga, jikalau pun ada tidak begitu terlihat karena tingginya sifat saling
menghargai. Mereka akan malu atau hormat kepada orang yang tidak mampu, karena masyarakat
kampung naga tidak suka menonjolkan diri dalam bidang-bidang tertentu. Karena dalam tradisi
masyarakat kampung Naga memberlakukan bahwa atribut yang sekiranya berdampak pada adat
kampung Naga harus ditinggal diluar daerah Kampung Naga.
umumnya masyarakat lebih memilih untuk mengembangkannya diluar daerah kampung Naga,
selain alasan karena daerah kampung naga yang daerahnya sulit untuk mengembangkan potensi
usaha, karena secara turun temurun mereka meyakini untuk tetap menjaga alam sehingga hutan
yang ada disekeliling kampung Naga tidak ada campur tangan manusia yang merusak alam
2.5 Pergeseran atau Mobilitas sosial Masyarakat adat Kampung Naga
Mobilitas sosial juga terjadi dalam masyarakat adat Kampung Naga, karena masyarakat
sudah menerima perubahan sosial, namun tidak meninggalkan budaya asli yang mereka miliki.
Masyarakat kampung Naga akan berpindah kedaerah luar jika ingin mengembangkan diri seperti
halnya masyarakat luar. Namun harus tetap ada orang yang meneruskan atau menmpatkan
kediaman yang ada di kampung Naga.
Pada zaman dahulu, masyarakat kampung Naga belum mengenal pendidikan, Tingkat
Pendidikan masyarakat Kampung Naga mayoritas hanya mencapai jenjang pendidikan sekolah
dasar, tapi ada pula yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi itupun hanya
minoritas. Kebanyakan pola pikirnya masih pendek sehingga mereka pikir bahwa buat apa
sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya pulang kampung juga. Dari anggapan tersebut orang tua
menganggap lebih baik belajar dari pengalaman dan dari alam atau kumpulan-kumpulan yang
biasa dilakukan di mesjid atau aula. namun pada saat ini sudah banyak dari keturunan mereka
yang mengalami perubahan dan pergerakan sosial seperti sudah mengedepankan pendidikan bagi
keturunan mereka hingga sudah banyak yang bisa meguasai bahasa asing agar memudahkan para
turis saat mengunjungi kampung naga.adapula yang sudah menjadi guru, pengusaha dan lain-lain
karena sudah menempuh pendidikan yang mereka jalani.
Jadi untuk mobilitas sosial masyarakat kampung naga tidak sepesat yang terjadi diluar atau
dikota, setinggi-tinggi nya jabatan pekerjaan yang mereka peroleh diluar daerah, suatu saat nanti
di hari tua mereka akan tetap menjadi orang kampung adat didaerah kampung Naga juga, untuk
meneruskan lelulurnya.

Anda mungkin juga menyukai