Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bayi baru lahir normal adalah bayi lahir yang melewati masa penyesuaian pada
minggu pertama kehidupannya. Sedangkan waktu di dalam uterus ibu bayi aman,
hangat dan makan dengan baik. Setelah lahir bayi harus menyesuaikan pada pola
untuk makan, bernapas dan tetap hangat (Asuhan Bayi Baru Lahir, 2000).
Dewasa ini penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50% kematian terjadi
dalam periode neonatal. Oleh karena itu, upaya pemberian kesehatan bayi dimulai
dari pemenuhan BBL akan menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat berakibat
fatal bagi bayi. Misalnya hipotermi pada BBL yang menyebabkan hipotisemia dan
hipoglikemia. Dan banyak tak kurang pentingnya adalah pencegahan terhadap
infeksi yang dapat terjadi melalui tali pusat pada waktu memotong tali pusat.
Ditinjau dari pertumbuhan dan perkembangan bayi, periode neonatal adalah periode
yang paling rentan akan banyak hal, seperti infeksi dan pengaturan tubuhnya,
terutama pada bayi yang beratnya rendah saat melahirkan. Sehingga perlu pemberian
ASI atau PASI yang mencukupi untuk membantu bayi dalam keadaan sehat dan
menurunkan angka kematian bayi. Manajemen yang baik pada waktu masih dalam
kandungan, selama persalinan segera sesudah melahirkan dan pemantauan
pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya akan menghasilkan bayi yang sehat.
(Syaifudin, 2006 : 133)
Menurut WHO, setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir
mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari
seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa BBL (usia dibawah 1
bulan). Setiap 6 menit terdapat satu bayi meninggal. Penyebab kematian BBL di
indonesia adalah BBLR 29%, Asfiksia 27%, trauma lahir, Tetanus Neonatorum,
infeksi lain dan kelainan kongenital (JNPK-KR, 2008; h.145).

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan teori dan keterampilan yang telah didapatkan
di perkuliahan dengan melakukan Asuhan Kebidanan Hellen Varney.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data secara akurat dari
berbagai sumber yang berhubungan dengan kondisi bayi baru lahir.
b. Menegakkan diagnosa kebidanan dan mengidentifikasi masalah-
masalah berdasarkan data subyektif dan obyektif yang telah
dikumpulkan.
c. Mengidentifikasi masalah potensial yang mungkin terjadi.
d. Menentukan kebutuhan akan tindakan segera atau kolaborasi atas
diagnosa yang telah diambil.
e. Merencanakan tindakan yang akan dilakukan untuk menangani kasus
sesuai dengan diagnosa dan masalah yang ada.
f. Melaksanakan tindakan asuhan.
g. Melaksanakan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan.

C. MANFAAT
Adapun manfaat yang diperoleh dari penyusunan laporan kasus ini adalah:
1. Bagi Institusi Pendidikan
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan keterampilan mahasiswa.
2. Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa mengetahui tentang perawatan atau asuhan yang diberikan
pada bayi baru lahir.
b. Mahasiswa dapat menerapkan teori yang didapatkan dari institusi dan
menuangkannya dalam dokumentasi asuhan kebidanan.
3. Bagi Klien (ibu)
Dapat dijadikan masukan untuk pasien (ibu)  agar lebih mengerti
tentang perawatan bayi baru lahir dan apa saja tanda bahaya pada bayi baru
lahir.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37-42 minggu
dan berat lahirnya 2500 gram sampai 4000 gram.
(Sinopsis obstetri, EGC Jakarta)
Bayi baru lahir adalah bayi dari lahir sampai usia 4 minggu. Lahirrnya
biasanya dengan usia gestasi 38 – 42 minggu.
(Dona L. Wong, 2003)
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala
melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap  37 minggu sampai
dengan 42 minggu dengan berat badan antara 2500 gram sampai 4000 gram nilai
apgar >7 dan tanpa cacat bawaan.
(Rukiyah, 2010; hal. 2)
Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500 – 4000 gram, cukup
bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan congenital (cacat bawaan)
yang berat
(M. Sholeh Khosim, 2007).

B. BAYI BARU LAHIR


1. Ciri-ciri Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir normal mempunyai ciri-ciri berat badan lahir 2500-4000 gram,
umur kehamilan 37-40 minggu, bayi segera menangis, bergerak aktif, kulit
kemerahan, menghisap ASI dengan baik, dan tidak ada cacat bawaan (Kementerian
Kesehatan RI, 2010).
Bayi baru lahir normal memiliki panjang badan 48-52 cm, lingkar dada 30-38
cm, lingkar lengan 11-12 cm, frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit, pernapasan
40-60 x/menit, lanugo tidak terlihat dan rambut kepala tumbuh sempurna, kuku agak
panjang dan lemas, nilai APGAR >7, refleks-refleks sudah terbentuk dengan baik
(rooting, sucking, morro, grasping), organ genitalia pada bayi laki-laki testis sudah
berada pada skrotum dan penis berlubang, pada bayi perempuan vagina dan uretra
berlubang serta adanya labia minora dan mayora, mekonium sudah keluar dalam 24
jam pertama berwarna hitam kecoklatan (Dewi, 2010)
a. Klasifikasi Neonatus
Bayi baru lahir atau neonatus di bagi dalam beberapa kasifikasi menurut Marmi
(2015) , yaitu :
1) Neonatus menurut masa gestasinya :
a) Kurang bulan (preterm infant) : < 259 hari (37 minggu)
b) Cukup bulan (term infant) : 259-294 hari (37-42 minggu)
c) Lebih bulan (postterm infant) : > 294 hari (42 minggu atau lebih)
2) Neonatus menurut berat badan lahir :
a) Berat lahir rendah : < 2500 gram
b) Berat lahir cukup : 2500-4000 gram
c) Berat lahir lebih : > 4000 gram
3) Neonatus menurut berat lahir terhadap masa gestasi (masa gestasi dan ukuran
berat lahir yang sesuai untuk masa kehamilan) :
a) Nenonatus cukup/kurang/lebih bulan (NCB/NKB/NLB)
b) Sesuai/kecil/besar untuk masa kehamilan (SMK/KMK/BMK)

2. Masa Adaptasi Bayi Baru Lahir


Adaptasi neonatal atau bayi baru lahir adalah proses penyesuaian fungsional
neonatus dari kehidupan didalam uterus kekehidupan diluar uterus. Kemampuan
adaptasi fisiologis ini disebut juga homeostatis, bila terdapat gangguan adaptasi
maka bayi akan sakit (Muslihatun, 2010.hlm.10)
1. Periode Transisi
Periode transisi merupakan fase tidak stabil selama 6 sampai 8 jam pertama
kehidupan, yang akan dilalui oleh seluruh bayi. Periode transisi dibagi mejadi
tiga periode yaitu periode pertama reaktivitas atau segera setelah lahir,
karakeristik pada periode ini frekuensi pernapasan cepat dan dapat mencapai
80 kali per menit, adanya retraksi, dan suara seperti mendengkur. Denyut
jantung dapat mencapai 180 kali permenit selama beberapa menit pertama
kehidupan (Stright, 2005.hlm.209)
Pada periode ini terjadi fluktuasi warna dari merah jambu pucat ke sianosis,
tidak ada bising usus dan bayi tidak berkemih. Bayi memiliki sejumlah mukus,
menangis kuat refleks mengisap kuat, mata bayi terbuka Universitas Sumatera
Utara 7 lebih lama dari hari-hari sesudahnya karena bayi dapat
mempertahankan kontak mata dalam waktu lama. Pada periode ini bayi
membutuhkan perawatan khusus, yaitu mengkaji dan memantau frekuensi
jantung dan pernafasan setiap 30 menit pada 4 jam pertama setelah kelahiran,
menjaga bayi agar tetap hangat dengan suhu aksila 36,50C – 37,50C
(Muslihatun 2010.hlm.4)
Periode kedua yaitu fase tidur atau tidur pertama, setelah respon awal bayi
baru lahir menjadi tenang, relaks dan jatuh tertidur, hal ini terjadi dalam dua
jam setelah kelahiran dan berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam
(Stright, 2005.hlm.209)
Menurut Muslihatun (2010, hlm.5) fase ini dimulai dari 30 menit setelah
periode pertama reaktivitas dan berakhir pada 2-4 jam. Pada fase ini frekuensi
pernafasan dan denyut jantug menurun kembali kenilai dasar, warana kulit
cenderung stabil dan bisa terdengar bising usus. Pada fase ini bayi tidak
banyak membutuhkan asuhan, karena bayi tidak memberikan respon terhadap
stimulus eksternal. Periode ketiga transisi yaitu periode kedua reaktivitas, ini
berakhir sekitar 4-6 jam setelah kelahiran, periode ini bayi memiliki tingkat
sensivitas yang tinggi terhadap stimulus internal dan lingkungan. Frekuensi
nadi sekitar 120-160 kali permenit, frekuensi pernafasan sekitar 30-60 kali per
menit. Terjadi fluktuasi warna merah jambu atau kebiruan ke sianotik ringan
disertai bercak-bercak. Bayi sering berkemih dan mengeluarkan mekonium,
terjadi peningkatan sekresi mukus dan bayi bisa tersedak pada saat sekresi.
Refleks mengisap bayi sangat kuat dan bayi sangat aktif. Kebutuhan asuhan
bayi pada periode ini memantau secara ketat kemungkinan bayi tersedak saat
mengeluarkan mukus yang berlebihan, memantau setiap kejadian apnea dan
mulai melakukan rangsangan taktil, seperti mengusap punggung, memiringkan
bayi serta mengkaji keinginan dan kemampuan bayi untuk mengisap dan
menelan (Muslihatun, 2010.hlm.5)
2. Periode Pasca Transisional
Setelah bayi melewati periode transisi, bayi dipindahkan ke ruang rawat
gabung bersama ibunya. Asuhan bayi baru lahir normal umumnya mencakup
pengkajian tanda-tanda vital setiap 4 jam, pemeriksaan fisik setiap 8 jam,
pemberian ASI on demand, menggganti popok serta menimbang berat badan,
selain asuhan transisional dan pasca transisional asuhan bayi baru lahir juga
diberikan pada bayi berusia 2-6 hari, serta bayi berusia 6 minggu pertama
(Muslihatun, 2010.hlm.5)
3. Sistem Pernapasan
Pernapasan pertama pada bayi baru lahir terjadi dengan normal dalam waktu
30 detik setelah kelahiran. Tekanan pada rongga dada bayi melalui jalan lahir
per vaginam mengakibatkan cairan paru yang jumlahnya 80-100 ml, berkurang
sepertiganya sehingga volume yang hilang ini digantikan dengan udara. Paru
mengembang sehingga rongga dada kembali kebentuk semula, pernapasan
pada neonatus terutama pernapasan diapragmatik dan abdominal biasanya
frekuensi dan kedalaman pernapasan masih belum teratur. Upaya pernapasan
pertama berfugsi untuk mengeluarkan cairan dalam paru dan mengembangkan
jaringan alveolus paru utuk pertama kali, agar Universitas Sumatera Utara 9
alveolus dapat berfungsi harus terdapat surfaktan dalam jumlah yang cukup
dan aliran darah ke paru (Rochmah. 2012.hlm.5)
4. Suhu Tubuh
Mekanisme kemungkinan hilangnya panas tubuh dari bayi baru lahir
kelingkungannya melalui cara pertama evaporasi yaitu kehilangan panas
melalui proses penguapan atau perpindahan panas dengan cara merubah cairan
menjadi uap. Pencegahannya, setelah bayi lahir segera mengeringkan bayi
secara seksama dan menyelimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan
kering serta menutup bagian kepala bayi.
Cara kedua konduksi yaitu kehilangan panas dari tubuh bayi kebenda
sekitarnya yang kontak langsung dengan tubuh bayi, misalnya menimbang
bayi tanpa mengalasi timbangan bayi dan menggunakan stetoskop untuk
pemeriksaan bayi baru lahir (Muslihatun. 2010.hlm.12)
Cara ketiga konveksi yaitu kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi
terpapar udara sekitar yang lebih dingin, misalnya aliran udara dingin dari
kipas angin, dan hembusan udara dingin melalului ventilasi.
Cara keempat radiasi yaitu kehilangan panas yang terjadi karena bayi
ditempatkan di dekat benda-benda yang mempunyai suhu lebih rendah dari
suhu tubuh bayi, misalnya bayi terlalu dekat ke dinding tanpa memakai
penutup kepala atau topi (JNPK-KR, 2012).
5. Sistem Kardiovaskular
Setelah lahir, darah bayi baru lahir harus melewati paru untuk mengambil
oksigen dan bersirkulasi keseluruh tubuh guna menghantarkan oksigen ke
jaringan. Agar terbentuk sirkulasi yang baik guna mendukung kehidupan
diluar rahim, terjadi dua perubahan beasar yaitu penutupan foramen ovale pada
atrium paru dan aorta, kemudian penutupan duktus arteriosus antara arteri paru
dan aorta. Perubahan sirkulasi ini terjadi akibat perubahan tekanan pada
seluruh sistem pembuluh darah tubuh. Jadi, perubahan tekanan tersebut
langsung berpengaruh pada aliran darah. Oksigen menyebabkan sistem
pembuluh darah mengubah tekanan dengan cara mengurangi atau
meningkatkan resistensinya sehingga mengubah aliran darah. Vena umbilikus,
duktus venosus, dan arteri hipogastrika pada tali pusat menutup secara
fungsional dalam beberapa menit setelah bayi lahir dan setelah talipusat di
klem. Penutupan anatomi jaringan fibrosa berlangsung dalam 2-3 bulan
(Rochmah, 2012.hlm.7)
Maryanti, dkk (2011, hlm.16) mengatakan perubahan sistem kardiovaskuler
yaitu oksigen menyebabkan sistem pembuluh mengubah tekanan dengan cara
mengurangi atau meningkatkan resistensinya sehingga mengubah aliran darah.
Perubahan sistem kardiovaskuler yang terjadi tiga tahap yaitu pertama
penutupan foramen ovale, dengan proses pemotongan tali pusat yang
menyebabkan terjadinya penurunan sirkulasi darah.
Hal ini merangsan timbulnya pernapasan pertama kali dan menyebabkan
paru berkembang. Kedua penutupan duktus arteriosus botali, ini merupakan
pembuluh darah yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta,
pulmonalis menghubungkan ventrikel kanan ke paru untuk memberikan nutrisi
dan pemeliharaan organ paru (pada masa janin), bukan untuk proses
pernapasan. Pada proses pernapasan terjadi perubahan tekanan pada atriun
kanan karena foramen ovale telah menutup, darah akan dialirkan melalui arteri
pulmonalis menuju paru proses ini berfungsi setelah janin lahir. Dan yang
ketiga yaitu vena dan arteri umbilikalis, duktus venosus dan arteri hipogastrika
dari talipusat menutup secara fungsional dalam beberpa menit setelah lahir dan
setelah tali pusat di klem.
6. Metabolisme Glukosa
Otak memerlukan glukosa dalam jumlah tertentu. Pada saat kelahiran,
setelah talipusat diklem, seorang bayi harus mulai mempertahankan kadar
glukosa darahnya sendiri. Pada setiap bayi baru lahir kadar glukosa darah akan
turun dalam waktu 1-2 jam. Bayi baru lahir yang tidak dapat mencerna
makanan dalam jumlah yang cukup akan membuat glukosa dari glikogen. Hal
ini hanya terjadi jika bayi mempunyai persediaan glikogen yang cukup.
Seorang bayi yang sehat akan menyimpan glukosa sebagai glikogen, terutama
dalam hati, selama bulan-bulan terakhir kehidupan dalam rahim. Bayi yang
mengalami hipotermi saat lahir, kemudian mengakibatkan hipoksia akan
menggunakan persediaan glikogen dalam satu jam pertama kelahiran.
Keseimbangan glukosa tidak sepenuhnya tercapai hingga 3-4 jam pertama
pada bayi cukup bulan yang sehat. Jika semua persediaan digunakan dalam
satu jam pertama, otak bayi akan mengalami risiko. Bayi baru lahir kurang
bulan, IUGR, dan gawat janin merupakan kelompok yang paling berisiko,
karena simpanan energi mereka berkuang atau digunakan sebelum lahir
(Rochmah, 2012.hlm.9)
7. Adaptasi Ginjal
Sebagian besar bayi baru lahir berkemih dalam 24 jam pertama setelah lahir,
dan dua sampai enam kali sehari pada 1-2 hari pertama, setelah itu mereka
berkemih 5 sampai 20 kali dalam 24 jam. Urine dapat keruh karena lendir dan
garam asam urat, noda kemerahan dapat diamati pada popok karena kristal
asam urat (Stright, 2005.hlm.217)
Menurut Muslihatun (2010,hlm.18) fungsi ginjal belum sempurna karena
jumlah nefron masih belum sebanyak orang dewasa, ketidak seimbangan luas
permukaan glomerulus dan volume tubulus froksimal, serta renal blood flow
relatif kurang bila dibandingkan orang dewasa.
8. Adaptasi Gastrointestinal
Secara fungsional, saluran gastrointestinal bayi belum matur dibandingkan
orang dewasa, membran mukosa pada mulut berwarna merah jambu dan
basah. Gigi tertanam didalam gusi dan sekresi ptialin sedikit. Sebelum lahir
janin cukup bulan akan mulai mengisap dan menelan. Kapasitas lambung
sangat terbatas, kurang dari 30 ml untuk bayi baru lahir cukup bulan.
Kapasitas lambung ini akan bertambah secara perlahan, seiring dengan
pertumbuhan bayi. Pengaturan makan yang sering oleh bayi sendiri sangat
penting, contohnya memberikan makan sesuai keinginan bayi (ASI on
demand) (Rochmah, 2012.hlm.10)
Refleks gumoh dan batuk yang matang sudah terbentuk dengan baik pada
saat lahir. Kemampuan neonatus cukup bulan untuk menelan dan mencerna
makanan selain susu masih terbatas, hubungan antara esofagus bawah dan
lambung masih belum sempurna sehingga mengakibatkan gumoh pada
neonatus (Maryanti. 2011.hlm.20)
9. Adaptasi Hati
Selama kehidupan janin sampai tingkat tertentu setelah lahir, hati terus
membantu pembentukan darah, dan selama periode neonatus hati
memproduksi zat yang esensial untuk pembekuan darah. Penyimpanan zat besi
ibu cukup memadai bagi bayi sampai lima bulan kehidupan ekstra uterin, pada
saat ini bayi baru lahir menjadi rentan terhadap defesiensi terhadap zat besi
(Stright. 2005.hlm.217)
Menurut Maryanti, dkk (2011,hlm.21) setelah lahir hati menunjukkan
perubahan biokimia dan morfolofis berupa kenaikan kadar protein dan
penurunan kadar lemak dan glikogen. Enzim hepar belum aktif benar, seperti
enzim dehidrogenas dan transferase glukoronil sering kurang sehingga
neonatus memperlihatkan gejala ikterus neonatorum fisiologis.

3. Perubahan Fisiologi Bayi Baru Lahir


Pada kehamilan cukup bulan, berbagai sistem fisiologi dan anatomi
mencapai tingkat perkembangan dan fungsi yang siap berinteraksi dengan dunia
ekstrauteri. Perubahan yang terjadi pada bayi beberapa hari pertama sebagai
berikut:
1) Sistem pernapasan
Paru-paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx, yang
membentuk percabangan bronkus. paru-paru bayi cukup bulan mengandung
sekitar 20ml cairan / kg. Tarikan napas pertama bayi terjadi karena refleks yang
dipicu oleh perubahan tekanan, bunyi, cahaya, dan sensasi lain yang berkaitan
dengan proses kelahiran. bayi baru lahir biasanya bernapas dengan hidung.
2) Sistem Hematopoesis
Saat bayi lahir, nilai rata-rata hemoglobin, berkisar antara 14,5 sampai 22,5
g/dl. sedangkan hematokrit bervariasi dari 44% sampai 72% dan dihitung SDM
berkisar antara 5 sampai 7,5 juta/mm 3.bayi baru lahir biasanya disuntikan vit K
hal ini untuk mencegah terjadinya perdarahan.
3) Sistem Kardiovaskuler
Pada bayi perubahan yang mencolok terjadi pada sistem kardiovaskuler.
Foramenovale, duktusarteriosus, dan duktusvenosus menutup. Arteriumbilikalis,
venaumbilikalis, dan arterihepatika menjadi ligamen. Frekuensi jantung bayi
rata-rata 140 kali/menit saat lahir, dengan variasi berkisar antara 120 dan 160
kali/menit. Sedangkan volume darah bayi baru lahir bervariasi dari 80 sampai
110 ml/kg dan tekanan darah sistolik bayi ialah 78 dan tekanan diastolik rata-
rata ialah 42. Menangis dan bergerak biasanya menyebabkan peningkatan
tekanan darah sistolik.
4) Sistem Ginjal
Pada bayi baru lahir hampir semua massa yang teraba di abdomen berasal
dari ginjal. funsi ginjal bayi mirip seperti ginjal orang dewasa. Biasanya bayi
berkemih 6 sampai 10 kali dengan warna urine pucat menunjukan masukan
cairan yang cukup. Umumnya, bayi baru lahir mengeluarkan urine 15 sampai 60
ml/kg/ hari.
5) Sistem Cerna
Sebelum lahir, janin cukup bulan akan mulai menghisap dan menelan.
Refleks gumoh dan refleks batuk yang matang sudah terbentuk baik pada saat
lahir. Kemampuan bayi baru lahir cukup bulan untuk menelan dan mencerna
makanan masih terbatas. Kapasitas lambung sendiri sangan terbatas kurang dari
30 sampai 90 cc. Usus bayi masih belum matang sehingga tidak bisa melindungi
diri dari zat-zat berbahaya colon, sehingga menyebabkan penyakit diare lebih
serius pada neonatus.
6) Sistem Hepatika
Hati janin berfungsi sebagai produksi hemoglobin setelah lahir. Hati
mengatur jumlah bilirubin tidak terikat dalam peredaran darah. Umur sel darah
merah janin lebih pendek, 40 sampai 90 hari dibanding 120 hari pada orang
dewasa.
7) Sistem imun
Bayi yang menyusui mendapat kekebalan pasif dari kolostrum dan ASI.
Kekebalan ini disediakan oleh sel darah yang membantu bayi membunuh
mikroorganisme asing. Kekebalan pasif ini hanya bertahan selama 3 bulan
pertama kehidupan.
8) Sistem integumen
Pada epidermis bayi vernikskaseosa berdifusi berfungsi sebagai pelindung.
kulit bayi sering terdapat bercak, teerutama di daerah ekstremitas. bayi baru lahir
tampak gemuk. Keadaan ini disebabkan oleh retensi cairan. Lanugo halus dapat
terlihat pada wajah, bahu dan punggung.
9) Sistem reproduksi
a) Perempuan
Saat lahir ovarium bayi berisi beribu-ribu sel germinal primitif. Sel-sel ini
mengandung komponen lengkap ova yang matur labiamayora dan minora
menutupi vestibulum.
b) Laki-laki
Testis turun kedalam skrotum pada 90% bayi baru lahir laki-laki. Terdapat
rugea yang melapisi kantong skrotum. Hidrokel (penimbunan cairan disekitar
testis) sering terjadi dan biasanya akan mengecil tanpa pengobatan.
10) Sistem skelet
Kepala bayi cukup bulan berukuran seperempat panjang tubuh. Lengannya
lebih panjang dari pada tungkai. Wajah relatif kecil terhadap ukuran tengkorak.
Pada bayi baru lahir lutut saling berjauhan jika diluruskan dan tumit
disatukan.sehingga tungkai bawah terlihat melengkung ekstremitas harus
simetris.
11) Sistem neuromuskuler
Bayi baru lahir cukup bulan dikenal sebagai makhluk yang reaktif,
responsif, dan hidup. Pertumbuhan otak setelah lahir mengikuti pola
pertumbuhan cepat. Aktivitas motorik spontan bayi dapat muncul dalam bentuk
tremor.
12) Sistem Termogenik
Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuh mereka, suhu tubuh bayi
harus dipertahankan supaya tetap dalam batas normal. Pengeluaran panas yang
berlebihan dapat membahayakan hidup bayi. Suhu normal bayi aksila antara
36,5°C-37°C, sedangkan suhu kulit 36°C-36,5°C.
( Bobak, dkk., 2005; Varney, dkk., 2008)
1) Pemeriksaan Pada Bayi Baru Lahir
Pemeriksaan pada bayi baru lahir, segera setelah bayi dilahirkan adalah Skor
Apgar. Ini adalah metode sederhana dan efektif yang digunakan untuk mengukur
kesehatan bayi dan menentukan apakah bayi memerlukan penanganan segera.
Pengukurannya cepat, tidak menimbulkan rasa sakit, dan meyakinkan. Pengukuran
dilakukan pada menit pertama dan menit kelima setelah lahir. Setiap faktor diberi
nilai antara 0 dan 2, kemudian skornya dijumlahkan.
Nilai APGAR pertama kali diperkenalkan oleh dokter anastesi yaitu dr.
Virginia APGAR pada tahun 1952 yang mendesain sebuah metode penilaian cepat
untuk menilai keadaan klinis bayi baru lahir pada usia 1 menit, yang dinilai terdiri
atas 5 komponen, yaitu frekwensi jantung (pulse), usaha nafas (respiration), tonus
otot (activity), refleks pada ransangan (grimace) dan warna kulit (appearance)
(American Academy of Pediatrics (2006) dalam Kosim, 2010).
Menurut Prawirohardjo (2010) nilai APGAR adalah suatu metode sederhana
yang digunakan untuk menilai keadaan umum bayi sesaat setelah kelahiran.
Penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak, yang
dinilai adalah frekuensi jantung (Heart rate), usaha nafas (respiratory effort), tonus
otot (muscle tone), warna kulit (colour) dan reaksi terhadap rangsang (respon to
stimuli) yaitu dengan memasukkan kateter ke lubang hidung setelah jalan nafas
dibersihkan.
Tabel kriteria APGAR
Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 Akronim
Warna Kulit Seluruh Warna kulit Warna kulit Appearance
badan biru tubuh tubuh, tangan
atau pucat normal dan kaki
merah normal merah
muda, tetapi muda, tidak
tangan dan ada sianosis
kaki
kebiruan
Denyut Tidak ada <100 kali >100 kali Pulse
Jantung permenit permenit
Respon Tidak ada Meringis Meringis atau Grimace
Reflek atau bersin atau
menangis batuk saat
lemah stimulasi
ketika saluran napas
distimulasi
Tonus Otot Respon Sedikit Bergerak Activity
terhadap gerak aktif
stimulasi
lemat atau
tidak ada
Pernafasanan Tidak ada Lemah atau Menangis Respiration
tidak teratur kuat,
pernapasan
baik dan
teratur
Sumber : American Academy of Pedatrics, 2006 dalam kosim (2010)

Nilai APGAR diukur pada menit pertama dan kelima setelah kelahiran.
Pengukuran pada menit pertama digunakan untuk menilai bagaimana ketahanan bayi
melewati proses persalinan. Pengukuran pada menit kelima menggambarkan sebaik
apa bayi dapat bertahan setelah keluar dari rahim ibu. Pengukuran nilai APGAR
dilakukan untuk menilai apakah bayi membutuhkan bantuan nafas atau mengalami
kelainan jantung (Prawirohardjo, 2010).
Menurut Novita (2011) nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan pada 1
menit dan 5 menit sesudah bayi lahir. Akan tetapi, penilaian bayi harus segera
dimulai sesudah bayi lahir. Apabila memerlukan intervensi berdasarkan penilaian
pernafasan, denyut jantung atau warna bayi, maka penilaian ini harus segera
dilakukan. Nilai APGAR dapat menolong dalam upaya penilaian keadaan bayi dan
penilaian efektivitas upaya resusitasi.
Apabila nilai APGAR kurang dari 7 maka penilaian tambahan masih
diperlukan yaitu 5 menit sampai 20 menit atau sampai dua kali penilaian menunjukan
nilai 8 atau lebih. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh
tiga tanda penting yaitu pernafasan, denyut jantung, dan warna. Resusitasi yang
efektif bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen, dan curah
jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen ke otak, jantung dan alat vital
lainnya (Novita, 2011).
Pemeriksaan dalam 24 jam setelah lahir. Dalam 24 jam pertama setelah lahir,
pada bayi akan dilakukan hal-hal berikut:
1) Pemeriksaan pernapasan, tekanan darah, serta kemampuannya untuk kencing
dan buang air besar.
2) Pengukuran panjang, berat badan, dan lingkar kepala.
3) Pemberian salep antibiotik mata. Karena bayi baru saja lahir, maka ada
kemungkinan ia mendapat infeksi mata dari bakteri di dalam vagina yang
dilewatinya saat persalinan. Untuk itu, ia akan diberikan salep atau tetes mata
yang mengandung antibiotik.
4) Injeksi/suntikan, seperti vitamin K dan imunisasi hepatitis B.

2) Pemantauan Tanda-Tanda Vital pada Bayi Baru Lahir


1) Suhu Tubuh Bayi
Suhu tubuh mencerminkan keseimbangan antara pembentukan dan
pengeluaran panas. Pusat pengaturan suhu terdapat di hipotalamus. Suhu tubuh
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, suhu lingkungan,dan aktivitas. Dimana pada
bayi yang lebih muda,panas kurang diproduksi atau suhu tubuh relatif rendah karena
sirkulasi yang belum sempurna, respirasi lemah, konsumsi oksigen yang rendah, dan
otot belum sepenuhnya aktif. Sedangkan suhu lingkungan yang rendah menyebabkan
bayi lebih banyak kehilangan panas, sehingga suhu tubuh cenderung lebih rendah
dibandingkanpada lingkungan hangat. Bayi laki-laki cenderung memiliki lemak
tubuh yang lebih sedikit dibanding bayi perempuan, dimana berpengaruh
pada termoregulasi, sehingga suhu tubuhnya cenderung lebih rendah. Neonatus akan
cenderung mempertahankan stabilitas suhu internal tubuh karena untuk optimalisasi
fungsi jaringan tubuh 16,19,20
Bayi baru lahir, pada keadaan normal, memiliki suhu tubuh sekitar 36,5 °C
hingga 37,5 °C atau sama dengan suhu tubuh ibunya, namun pada kasus
tertentu cenderung terjadi hipotermia. Suhu bayi akan cenderung stabil setelah 8-
10 jam pasca kelahiran.
Rasio yang tinggi antara luas permukaan tubuh dengan massa tubuh
menyebabkan bayi kehilangan panas empat kali lebih tinggi dibandingkan
dewasa melalui radiasi dan evaporasi. Bayi merespon kehilangan panas
dengan mensekresikan katekolamin, dimana akan terjadi konstriksi pembuluh darah
dan penggunaan lemak multivakuoler atau lemak coklat. Respon tersebutdapat
meningkatkan laju metabolisme sebesar dua kali lipat melalui hidrolisis dan
oksidasi asam lemak bebas. Pengukuran sutu tubuh bayi dapat dilakukan melalui
oral, rectum, telinga, dan axilla. Pengukuran melalui mulut lebih mudah
dilakukan namun kurang aman untuk bayi.
Pengukuran melalui rectum merupakan pengukuran yang akurat yang sering
digunakan pada praktik klinik, namun invasif dan sering membuat pasien tidak
nyaman. Hasil pengukuran melalui telinga lebih aman mudah dan akurat, dimana
membrana timpani mendapat suplai darah yang sama dengan hypothalamus,
namun saat ini 10 klinisi cenderung melakukan pengukuran suhu melalui ketiak
karena tidak invasif dan lebih dapat diterima.

2) Denyut Jantung Bayi


Nadi atau pulse diukur untuk mengevaluasi denyut jantung. Pada kondisi
normal denyut jantung bayi baru lahir sekitar 140 kali per menit atau berada
pada kisaran 70 - 190 kali per menit serta dapat dijumpai murmur karena aliran
darah yang belum normal pasca kelahiran. Denyut jantung normalnya 80 - 100
kali per menit saat tidur dan dapat mencapai 180 kali per menit pada saat
bayi menangis. Denyut jantung dipengaruhi oleh suhu tubuh, usia, dan aktivitas
fisik bayi, dimana bayi dengan usia lebih muda dan suhu tubuh lebih rendah
maka denyut jantungnya akan lebih tinggi dibanding bayi yang lebih tua dan suhu
tubuh lebih tinggi, sedangkan aktivitas fisik meliputi pergerakan bayi yang
berlebih serta keaadaan bayi yang menangis menyebabkan nilai denyut jantung
meningkat. Denyut jantung akan terus menurun hingga usia 14 tahun kemudian
stabil pada 60 - 100 kali per menit.
Tekanan nadi diukur pada beberapa titik dimana pembuluh arteri dekat
dengan permukaan kulit. Titik tersebut diantaranya temporal, carotid, apical,
brachial, radial, femoral, dan tibialis posterior. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara palpasi menggunakan dua jari dan diukur selama 30 atau 60
detik. Cara lain dapat dilakukan dengan auskultasi pada apex jantung untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat.

3) Pernapasan bayi
Laju pernapasan atau biasa disebut respiration rate (RR) dipengaruhi oleh
suhu, usia, aktivitas. Laju pernapasan lebih tinggi pada kondisi demam, usia bayi
yang lebih rendah, dan aktivitas fisik yang rendah yang meliputi gerak minimal,
tidur, kondisi bayi tenang. Pada bayi baru lahir laju pernapasanberkisar antara 40-
60kali per menit kemudian cenderung menurun dan stabil ketika dewasa.
Laju pernapasan diukur dengan menghitung jumlah napas seseorang
dalam satu menit serta melihat pola dan kualitas pernapasannya. Biasanya diukur
pada kondisi istirahat atau tenang. Pengukuran pada anak biasa dilakukan sebelum
pengukuran suhu.

4) Tekanan Darah Bayi


Tekanan darah merupakan salah satu komponen pemeriksaan tanda vital.
Faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu berat badan dan usia bayi. Tekanan
darah bayi dengan berat badan lebih besar dan matur lebih tinggi dari pada bayi
berat badan rendah. Faktor tersebut akan mempengaruhi curah jantung, tahanan
pembuluh darah tepi, volume darah total, viskositas darah, dan kelenturan dinding
arteri sehingga secara langsung mempengaruhi hasil pengukuran tekanan darah.
Parameter yang diukur pada pemeriksaan tekanan darah yaitu tekanan
sistolik, dimana merupakan tekanan maksimal pada dinding arteri selama kontraksi
ventrikel kiri, tekanan diastolik yaitu tekanan minimal selama relaksasi, dan
Mean Arterial Pressureatau biasa disebut MAP yaitu selisih antara tekanan
sistolik dan diastolik (penting untuk menilai derajat syok).
Tekanan sistolik pada bayi baru lahir berkisar antara 60 – 90 mmHg
sedangkan tekanan diastolikberkisar antara 20 – 60 mmHg. Pada anak-anak atau
usia muda tekanan sistolik dapat diperkirakan dengan rumus = 70 + (2 x usia dalam
tahun).

5) Saturasi Oksigen Bayi


Pulse oximetry adalah metode noninvasif yang memungkinkan
pengukuran saturasi oksigen dalam hemoglobin darah pada arteri. Penelitian
oleh Mower dkk. Menunjukkan bahwa pengukuran saturasi oksigen pada
pemeriksaan rutin memberikan perubahan signifikan bagi penanganan medis.
Neonatus normalnya memiliki saturasi oksigen diatas 97%. Bayi prematur
cenderung sensitif pada pemberian oksigen. Bayi prematur harus memiliki saturasi
oksigen yang berkisar dibawah 95% untuk mencegah penyakit yang
berhubungan dengan reaktivitas oksigen contohnya retinopathy dan broncho
pulmonary dysplasia. Saturasi oksigen juga harus berada diatas 80-85% untuk
mencegah cerebral palsy. Saat ini target saturasi oksigen yang digunakan klinisi
yaitu 88-92% untuk bayi prematur, namun nilai optimalnya belum dapat
dipastikan karena perbedaan akurasitas alat serta bias lainnya.

6. Penatalaksanaan Asuhan Bayi Baru Lahir


Semua bayi diperiksa segera setelah lahir untuk mengetahui apakah transisi
dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterine berjalan dengan lancar dan tidak ada
kelainan. Pemeriksaan medis komprehensif dilakukan dalam 24 jam pertama
kehidupan. Pemeriksaan rutin pada bayi baru lahir harus dilakukan, tujuannya untuk
mendeteksi kelainan atau anomali kongenital yang muncul pada setiap kelahiran
dalam 10-20 per 1000 kelahiran, pengelolaan lebih lanjut dari setiap kelainan yang
terdeteksi pada saat antenatal, mempertimbangkan masalah potensial terkait riwayat
kehamilan ibu dan kelainan yang diturunkan, dan memberikan promosi kesehatan,
terutama pencegahan terhadap sudden infant death syndrome (SIDS) (Lissauer,
2013).
Tujuan utama perawatan bayi segera sesudah lahir adalah untuk membersihkan
jalan napas, memotong dan merawat tali pusat, mempertahankan suhu tubuh bayi,
identifikasi, dan pencegahan infeksi (Saifuddin, 2008).
Asuhan bayi baru lahir meliputi :
1. Pencegahan Infeksi (PI)
2. Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi Untuk menilai apakah
bayi mengalami asfiksia atau tidak dilakukan penilaian sepintas setelah seluruh
tubuh bayi lahir dengan tiga pertanyaan :
a. Apakah kehamilan cukup bulan?
b. Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap?
c. Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?
Jika ada jawaban “tidak” kemungkinan bayi mengalami asfiksia sehingga
harus segera dilakukan resusitasi. Penghisapan lendir pada jalan napas bayi
tidak dilakukan secara rutin (Kementerian Kesehatan RI, 2013)
3. Pemotongan dan perawatan tali pusat
Setelah penilaian sepintas dan tidak ada tanda asfiksia pada bayi,
dilakukan manajemen bayi baru lahir normal dengan mengeringkan bayi mulai
dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa
membersihkan verniks, kemudian bayi diletakkan di atas dada atau perut ibu.
Setelah pemberian oksitosin pada ibu, lakukan pemotongan tali pusat dengan
satu tangan melindungi perut bayi. Perawatan tali pusat adalah dengan tidak
membungkus tali pusat atau mengoleskan cairan/bahan apa pun pada tali pusat
(Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Perawatan rutin untuk tali pusat adalah selalu cuci tangan sebelum
memegangnya, menjaga tali pusat tetap kering dan terpapar udara,
membersihkan dengan air, menghindari dengan alkohol karena menghambat
pelepasan tali pusat, dan melipat popok di bawah umbilikus (Lissauer, 2013).
4. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi tengkurap
di dada ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk melaksanakan proses
IMD selama 1 jam. Biarkan bayi mencari, menemukan puting, dan mulai
menyusu. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan IMD dalam waktu 60-
90 menit, menyusu pertama biasanya berlangsung pada menit ke- 45-60 dan
berlangsung selama 10-20 menit dan bayi cukup menyusu dari satu payudara
(Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Jika bayi belum menemukan puting ibu dalam waktu 1 jam, posisikan
bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit
selama 30-60 menit berikutnya. Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam
waktu 2 jam, lanjutkan asuhan perawatan neonatal esensial lainnya
(menimbang, pemberian vitamin K, salep mata, serta pemberian gelang
pengenal) kemudian dikembalikan lagi kepada ibu untuk belajar menyusu
(Kementerian Kesehatan RI, 2013).
5. Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6 jam, kontak kulit
bayi dan ibu serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi (Kementerian Kesehatan
RI, 2013).
6. Pemberian salep mata/tetes mata
Pemberian salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi
mata. Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis (tetrasiklin 1%,
oxytetrasiklin 1% atau antibiotika lain). Pemberian salep atau tetes mata harus
tepat 1 jam setelah kelahiran. Upaya pencegahan infeksi mata tidak efektif jika
diberikan lebih dari 1 jam setelah kelahiran (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
7. Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1dosis tunggal di paha
kiri
Semua bayi baru lahir harus diberi penyuntikan vitamin K1
(Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah
perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin yang dapat dialami oleh sebagian
bayi baru lahir (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Pemberian vitamin K sebagai profilaksis melawan hemorragic disease of
the newborn dapat diberikan dalam suntikan yang memberikan pencegahan
lebih terpercaya, atau secara oral yang membutuhkan beberapa dosis untuk
mengatasi absorbsi yang bervariasi dan proteksi yang kurang pasti pada bayi
(Lissauer, 2013).
Vitamin K dapat diberikan dalam waktu 6 jam setelah lahir (Lowry,
2014).
8. Pemberian imunisasi
Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha kanan Imunisasi Hepatitis B
diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah penyuntikan vitamin K1 yang
bertujuan untuk mencegah penularan Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi yang
dapat menimbulkan kerusakan hati (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
9. Pemeriksaan Bayi Baru Lahir (BBL)
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan
pada bayi. Bayi yang lahir di fasilitas kesehatan dianjurkan tetap berada di
fasilitas tersebut selama 24 jam karena risiko terbesar kematian BBL terjadi
pada 24 jam pertama kehidupan. saat kunjungan tindak lanjut (KN) yaitu 1 kali
pada umur 1-3 hari, 1 kali pada umur 4-7 hari dan 1 kali pada umur 8-28 hari
(Kementerian Kesehatan RI, 2010).
10. Pemberian ASI eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman
tambahan lain pada bayi berusia 0-6 bulan dan jika memungkinkan dilanjutkan
dengan pemberian ASI dan makanan pendamping sampai usia 2 tahun.
Pemberian ASI ekslusif mempunyai dasar hukum yang diatur dalam SK
Menkes Nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI Eksklusif
pada bayi 0-6 bulan. Setiap bayi mempunyai hak untuk dipenuhi kebutuhan
dasarnya seperti Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI Ekslusif, dan imunisasi
serta pengamanan dan perlindungan bayi baru lahir dari upaya penculikan dan
perdagangan bayi.

C. BAYI, BALITA DAN ANAK PRA SEKOLAH


1. Kebutuhan Imunisasi
a. Pengertian Imunisasi
Berikut adalah beberapa pengertian imunisasi:
1) Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat
terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami
sakit ringan. (PMK No 12 th 2017)
2) Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap
suatu penyakit, sehingga bila kelaktertularpenyakit tersebut ia tidak
menjadi sakit (Gde Ranuh dkk, 2011).
3) Sedangkan menurut Marmi,S.ST (2012), imunisasi adalah suatu proses
untuk membuat sistem pertahanan tubuh kebal terhadap invasi
mikroorganisme (bakteri dan virus) yang dapat menyebabkan infeksi
sebelum mikroorganisme tersebut memiliki kesempatan unuk menyerang
tubuh kita. Dengan imunisasi, tubuh kita akan terlindung dari infeksi begitu
pula orang lain karena tidak tertular dari kita.
b. Pengertian Vaksin

Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih


hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah berupa
toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan
yang jika diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik
secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu. (Setiyani dkk, 2016)

c. Tujuan Imunisasi
Tujuan dari pemberian imunisasi adalah menurunkan angka kesakitan,
kematian serta kecacatan akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
(PD3I). (Setiayani dkk, 2016)

d. Sasaran Imunisasi
Menurut Setiyani dkk (2016, h:113)
1. Bayi

Jenis imunisasi Usia pemberian Jumlah pemberian Interval


minimal
Hepatitis B 0-7 hari 1 -
BCG 1 bulan 1 -
Polio/IPV 1,2,3,4 bulan 4 4 minggu
DPT-Hb-Hib 2,3,4 bulan 3 4 minggu
Campak 9 bulan 1 -

2. Anak batita (usia bawah 3 tahun)

Jenis imunisasi Usia pemberian Jumlah pemberian


DPT-Hb-Hib 18 bulan 1
Campak 24 bulan 1

3. Anak Sekolah Dasar (SD) kelas 1 (sederajat)

Jenis imunisasi Waktu pemberian Keterangan


Campak Bulan Agustus Bulan imunisasi
DT Bulan November anak sekolah
(BIAS)

4. Anak Sekolah Dasar (SD) kelas 2 dan 3 atau (sederajat)

Jenis imunisasi Waktu pemberian Keterangan


TD Bulan November BIAS

e. Jenis Imunisasi
Berdasarkan jenis penyelenggaraannya, imunisasi dibagi menjadi imunisasi
wajib dan imunisasi pilihan.

1. Imunisasi wajib

Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah


untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi
yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular
tertentu. Imunisasi wajib terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan,
dan imunisasi khusus. (Setiyani dkk, 2016)

a) Imunisasi rutin

Imunisasi rutin adalah imunisasi yang diselenggarakan secara terus-


menerus dan berkesinambungan sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan. (PMK No 12 th 2017)

1) Imunisasi dasar
(1) Vaksin BCG
Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering yang mengandung
Mycrobacterium bovis hidup yang dilemahkan (Bacillus Calmette
Guerin), strain paris.
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
tuberculosis
Dosis : 0,05 ml, sebanyak 1 kali
Lokasi : lengan kanan atas
Cara pemberian : intra kutan (IC)
Umur pemberian: 1 bulan
(2) Vaksin DPT-HB-Hib
Vaksin DTP-HB-Hib digunakan untuk pencegahan terhadap difteri,
tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus
influenzae tipe b secara simultan.
Dosis : 0,5 ml
Lokasi : anterolateral paha atas
Cara pemberian : intra muskuler (IM)
Umur pemberian : 2,3,4 bulan
(3) Vaksin Hepatitis B
Adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan
bersifat noninfecious, berasal dari HbsAg
Dosis : 0,5 ml
Lokasi : anterolateral paha
Cara pemberian : intra muskuler (IM)
Umur pemberian : < 24 jam
(4) Vaksin Polio
Vaksin Polio Oral ( Oral Polio Vaccine (OPV)
Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi viruspoliomyelitis
tipe 1,2, dan 3 (strain Sabin) yang sudah dilemahkan.
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
poliomielitis
Dosis : 2 tetes
Lokasi : mulut
Cara pemberian : oral
Umur pemberian : 1,2,3,4 bulan
Inactivated Polio Vaccine (IPV)
Bentuk suspensi injeksi vaksin polio
Indikasi : Untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan
anak immunocompromised, kontak di lingkungan keluarga dan
pada individu dimana vaksin polio oral menjadi kontra indikasi.
Dosis : 0,5 ml
Lokasi : paha kiri
Cara pemberian : intra muskuler (IM)
Umur pemberian : Dari usia 2 bulan, 3 suntikan berturut-
turut 0,5 ml harus diberikan pada interval satu atau dua bulan. Atau
dapat diberikan setelah usia bayi 6, 10, dan 14, sesuai dengan
rekomendasi dari WHO. Bagi orang dewasa yang belum di
imunisasi diberikan 2 suntikan berturut-turut dengan interval satu
atau dua bulan.
(5) Vaksin Campak
Vaksin campak berupa virus hidup yang dilemahkan.
Indikasi : Pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit
campak
Dosis : 0,5 ml
Lokasi : lengan kiri atas
Cara pemberian : sub kutan (SC)
Umur pemberian : 9 bulan (Setiyani dkk, 2016)
2) Imunisasi lanjutan

Imunisasi lanjutan merupakan ulangan Imunisasi dasar untuk


mempertahankan tingkat kekebalan dan untuk memperpanjang masa
perlindungan anak yang sudah mendapatkan Imunisasi dasar.
Imunisasi lanjutan diberikan kepada anak usia bawah dua tahun
(baduta), anak usia sekolah dasar, dan wanita usia subur (WUS).

Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia bawah dua


tahun terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit difteri, pertusis,
tetanus, hepatitis B, pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh
Hemophilus Influenza tipe b (Hib), serta campak.

Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar


terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit campak, tetanus, dan difteri.
Imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar diberikan pada saat
bulan imunisasi anak sekolah (BIAS)

Imunisasi lanjutan yang diberikan pada WUS terdiri atas


Imunisasi terhadap penyakit tetanus dan difteri. (PMK No 12 th
2017)

b) Imunisasi tambahan
Imunisasi tambahan merupakan jenis Imunisasi tertentu yang
diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena
penyakit sesuai dengan kajian epidemiologis pada periode waktu
tertentu. Pemberian Imunisasi tambahan dilakukan untuk melengkapi
Imunisasi dasar dan/atau lanjutan pada target sasaran yang belum
tercapai. (PMK No 12 th 2017)

c) Imunisasi khusus

Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan


masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu, berupa
persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan
menuju atau dari negara endemis penyakit tertentu, dan kondisi
kejadian luar biasa/wabah penyakit tertentu. Imunisasi khusus berupa
Imunisasi terhadap meningitis meningokokus, yellow fever (demam
kuning), rabies, dan poliomyelitis. (PMK No 12 th 2017)

2. Imunisasi pilihan

Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada


seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang
bersangkutan dari penyakit menular tertentu. Macam- macam vaksin
imunisasi pilihan yaitu ; vaksin MMR, Hib, Tifoid, Varisela, Hepatitis A,
Influensa, Pneumokokus, Rotavirus, Japanese Ensephalitis dan HPV.
(Setiyani dkk, 2016)

f. Jadwal Imunisasi

Umur Jenis imunisasi


< 24 jam Hepatitis B 0
1 bulan BCG, OPV-1
2 bulan DPT-HB-Hib-1, OPV-2
3 bulan DPT-HB-Hib-2, OPV-3
4 bulan DPT-HB-Hib-3, OPV-4 dan IPV
9 bulan Campak/MR
18 bulan MR, DPT-HB-Hib
Kelas 1 MR, DT
Kelas 2 Td
Kelas 5 Td
Sumber: petunjuk teknis introduksi MR, kemenkes RI, 2017

2. Pemantaun Pertumbuhan dan Perkembangan


Menurut Depkes RI, pertumbuhan adalah bertambah banyak dan besarnya
sel seluruh bagian tubuh yang bersifat kuantitatif dan dapat diukur; sedangkan
perkembangan adalah bertambah sempurnanya fungsi dari alat tubuh. Dalam
upaya menurunkan masalah tumbuh kembang seorang anak harus dilakukan
upaya pencegahan sedini mungkin, yakni sejak pembuahan, janin di dalam
kandungan ibu, pada saat persalinan sampai dengan masa-masa kritis proses
tumbuh kembang manusia yaitu masa di bawah usia lima tahun.
Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencangkup dua peristiwa yang
sifatnya berbeda, akan tetapi saling berkaitan dan sulit di pisahkan yaitu
perkembang dan petumbuhan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah
perubahan dalam besar jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun
individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran
panjang (cm,meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium
dan nitrogen tubuh); sedangkan perkembangan (development) adalah
bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasildari proses
pematangan. Pertumbuhan adalah bertambah banyak dan besarnya sel seluruh
bagian tubuh yang bersifat kuantitatif dan dapat diukur, sedangkan
perkembangan adalah bertambah sempurnanya fungsi dari alat tubuh,
pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah ukuran
atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, perkembangan lebih
menitikberatkan aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ atau
individu, termasuk perubahan aspek sosial atau emosional akibat pengaruh
lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan memiliki makna yang berbeda
akan tetapi kedunnya tidak dapat dipisahkan, pertumbuhan menunjukkan arti
perubahan kuantitatif. Pertambahan dalam ukuran dan struktur.
Sedangkan, perkembangan menujukkan perubahan kuantitaif dankualitatif
sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai dampak terhadap
aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi
organ / individu. Walaupun demikian, kedua peristiwa itu terjadi secara sinkron
pada setiap individu.
a) Ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan
Tumbuh kembang anak yang sudah dimulai sejak konsepsi sampai
dewasa itu mempunyai ciri-ciri tersendiri, yaitu :
1. Tumbuh kembang adalah proses yang kontinu sejak dari konsepsi
sampai maturitas/dewasa, yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan
lingkungan.
2. Terdapat masa percepatan dan masa perlambatan, serta laju tumbuh
kembang yang berlainan organ-organ.
3. Pola perkembangan anak adalah sama pada semua anak,tetapi
kecepatannya berbeda antara anak satu dengan lainnya.
4. Perkembangan erat hubungannya dengan maturasi sistem susunan saraf
5. Aktifitas seluruh tubuh diganti respon individu yang khas.
6. Arah perkembangan anak adalah sefalokaudal.
7. Refleks primitif seperti refleks memegang dan berjalan akan
menghilang sebelum gerakan volunter tercapai.
Yang perlu di ingat mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak
adalah setiap anak adalah individu yang unik, karean adanya faktor bawaan
dan lingkungan yang berbeda, maka pertumbuhan dan pemcapaiannya
kemampuan dalam nerkembangnya juga berbeda. Tetapi akan tetap
menuruti patokan umum.
a. Deteksi dini tumbuh kembang
Balita
Merupakan upaya penjaringan yang dilaksanakan secara komprehensif untuk
menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta mengenal
faktor risiko (fisik, biomedik, psikososial) pada balita.
b. Kegunaan deteksi dini tumbuh
kembang Balita
Kegunaannya adalah untuk mengetahui penyimpangan tumbuh kembang balita
secara dini, sehingga upaya pencegahan, upaya stimulasi dan upaya
penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas
sedini mungkin pada masa-masa kritis proses tumbuh kembang. Upaya-upaya
tersebut diberikan sesuai dengan umur perkembangan anak, dengan demikian
dapat tercapai kondisi tumbuh kembang yang optimal.
c. Pelaksanaan deteksi dini
Upaya deteksi dini dilaksanakan oleh tenaga professional, kader dan orang tua
atau anggota keluarga lainnya yang mampu dan terampil dalam melakasanakan
deteksi dini. Kegiatan ini dapat dilakukan di pusat-pusat pelayanan kesehatan,
di posyandu, di sekolah-sekolah dan dilingkungan rumah tangga.
d. Alat untuk melakukan deteksi dini
Alat untuk deteksi dini berupa tes skrining yang telah terstandardisasi untuk
menjaring anak yang mempunyai kelainan dari mereka yang terlihat normal
Macam-macam tes skrining yang digunakan adalah:
1) Berat badan menurut umur
2) Pengukuran lingkaran kepala anak
3) Denver Development Screening Test (DDST)
4) Kuisioner perilaku Anak Prasekolah (KPAP)
5) Tinggi/panjang badan (TB) terhadap umur
e. Jadwal Kegiatan Deteksi Dini
Tabel kegiatan deteksi dini

No Kelompok Umur Jadwal Deteksi Dini

1 Bayi a. Pada bayi umur 0 – 28 hari


b. Pada bayi 1 – 11 bulan,
deteksi dini dilakukan saat umur 3
bulan, 6 bulan dan 9 bulan

2 Anak balita Deteksi dini dilakukan setiap 6 bulan

a. 12 bulan e. 36 bulan
b. 18 bulan f. 42 bulan
c. 24 bulan g. 48 bulan
d. 30 bulan h. 54 bulan
3 Anak prasekolah Deteksi dini dilakukan setiap 6 bulan

a. 48 bulan d. 66 bulan
b. 54 bulan e. 72 bulan
c. 60 bulan

Deteksi dini tumbuh kembang anak/ balita adalah kegiatan atau


pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh
kembang pada balita dan anak pra sekolah. Dengan ditemukan secara dini
penyimpangan atau masalah tumbuh kembang anak, maka intervensi akan
lebih mudah dilakukan. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik
(anatomi) dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena
adanya multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga karena
bertambah besarnya sel, jadi pertumbuhan lebih ditekankan pada pertambahan
ukuran fisik seseorang yaitu menjadi lebih besar atau lebih matang bentuknya,
seperti pertambahan ukuran beratbadan, tinggi badan, dan lingkar kepala.
(IDAI, 2002).
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
interseluler berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau
keseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat (Depkes
RI, 2005).
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dari struktur / fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan
diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ –
organ dan sistemnya yang terorganisasi (IDAI, 2002)
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta
sosialasi dan kemandirian (Depkes RI, 2005).
f. Cara deteksi tumbuh kembang anak
Mendeteksi tumbuh kembang pada anak diantaranya:
1) Pengukuran antropometri
Pengukuran antropometri ini dapat meliputi pengukuran berat badan,
tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar lengan atas.
2) Pengukuran berat badan
Pengukuran berat badan ini bagian dari antropometri yang digunakan
untuk menilai hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yg ada
pada tubuh.
3) Pengukuran tinggi badan
Pengukuran ini merupakan bagian dari pengukuran antropometrik yang
digunakan untuk menilai status perbaikan gizi di samping factor genetik
g. Pertumbuhan dan perkembangan
anak :
1) Anak pada usia 3-6 bulan mengangkat kepala dengan tegak pada posisi
telungkup.
2) Anak pada usia 9-12 bulan berjalan dengan berpegangan.
3) Anak pada usia 12-18 bulan minum sendiri dari gelas tanpa tumpah.
4) Anak pada usia 18-24 bulan mencorat-coret dengan alat tulis.
5) Anak pada usia 2-3 tahun berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan,
melepas pakaian sendiri
6) Anak pada usia 3-4 tahun mengenal dan menyebutkan paling sedikit 1
warna.
7) Anak pada usia 4-5 tahun mencuci dan mengeringkan tangan tanpa
bantuan (Depkes RI, 2005).

h. Tujuan DDTK
1) Sebagai upaya untuk menjaga dan mengoptimalkan tumbuh kembang
anak baik fisik, mental dan sosial.
2) Menegakkan diagnosis dini setiap kelainan tumbuh kembang.
3) Kemungkinan penanganan yang efektif.
4) Mencari penyebab dan mencegahnya.
i. Ciri-ciri tumbuh kembang anak /
balita
1) Perkembangan menimbulkan perubahan
Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan misal,
perkembangan intelgensia pada seorang anak akan menyertai pertumbuhan
otak dan serabut saraf. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal
menentukan perkembangan selanjutnya setiap anak tidak akan bisa
melewati tahapan sebelumnya misal, seorang anak tidak bias berdiri jika
pertumbuhan kaki dan tubuh lain yang terkait dengan fungsi berdiri anak
terhambat karena perkembangan awal merupakn masa kritis untuk
menentukan perkembangan selanjutnya
2) Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan berbeda
Sebagaimana pertumbuhan, perkembangan mempunyai kecepatan berbeda
baik perkembangan fisik maupun fungsi organ
3) Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan
Anak sehat, bertambah umur, bertambah berat dan tinggi badannya serta
bertambah kepandaiannya.
4) Perkembangan mempunyai pola yang tetap
Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut 2 hukum:
a) Perkembangan terjadi dahulu di daerah kepala kemudian menuju arah
anggota tubuh.
b) Perkembangan antropometri terjadi lebih dahulu di daerah proksima l
(gerak kasar) lalu berkembng ke bagin distal seperti jari-jari yang
mempunyai kemampuan gerak halus (pola proksimosdital).
5) Perkembangan memiliki tahap yan berurutan
Misalnya anak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran sebelum mampu
membuat gambar kotak anak mampu berdiri sebelum berjalan. (Depkes,
2005).

D. MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI DAN BALITA


Menurut Hallen Varney ada 7 langkah dalam manajemen kebidanan yaitu:
a. Langkah I : Pengkajian (Pengumpulan Data Dasar)
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua data
yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Merupakan langkah
pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber
yang berkaitan dengan kondisi pasien. (Ambarwati, 2010), meliputi :
1) Data Subjektif
Yaitu informasi yang dicatat mencakup identitas, keluhan yang diperoleh
dari hasil wawancara langsung kepada pasien atau klien (anamnesis) atau
dari keluarga (Hidayat, 2009).
a) Biodata Pasien :
(1) Nama bayi
Digunakan untuk membedakan antar bayi yang satu dengan yang
lain. (Marmi, 2012)
(2) Umur
Untuk menginterprestasi apakah data pemeriksaan klinis bayi
tersebut normal sesuai dengan umurnya. (Matondang, 2013)
(3) Tanggal/jam lahir
Untuk mengetahui kapan bayi lahir. (Kosim, 2012)
(4) Berat badan/panjang badan
Untuk mengetahui berat badan bayi, mengidentifikasi dan
mengantisipasi masalah yang berhubungan dengan berat lebih
rendah dan untuk mengukur panjang badan bayi. Normal berat badan
bayi adalah 2500-4000 gram dan panjang badan bayi 48-52 cm.
(Putra, 2012)
(5) Jenis kelamin
Untuk penilaian data pemeriksaan klinis, misalnya nilai-nilai baku,
insiden seks, penyakit-penyakit seks. (Matondang, 2013)
(6) Nama ibu/ayah
Nama jelas dan lengkap, agar tidak keliru dengan orang lain.
(Matondang, 2013)
(7) Umur
Untuk menambah keakuratan data. (Matondang, 2013)
(8) Pekerjaan
Guna untuk mengetahui dan mengukur tingkat social ekonominya,
karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut.
(Ambarwati, 2010)
(9) Agama dan suku bangsa
Untuk memantapkan identitas serta untuk mengetahui perilaku
seseorang tentang kesehatan dan penyakit yang sering berhubungan
dengan agama dan suku bangsa. (Matondang, 2013)
(10) Pendidikan
Berperan dalam pendekatan selanjutnya sesuai tingkat
pengetahuannya. (Matondang,2013)
(11) Alamat
Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan.
(Matondang, 2013)
b) Data Ibu
Data ibu yang meliputi :
Riwayat obstetri, frekuensi ANC, Imunisasi TT, Obat/jamu yang
dikonsumsi, kenaikan BB, riwayat penyakit penyerta, komplikasi
selama hamil, serta riwayat persalinan terakhir.
c) Keadaan BBL

2) Data Objektif
Pencatatan dilakukan dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus
kebidanan, data penunjang. (Hidayat, 2008).
a) Pemeriksaan Khusus
Dilakukan dengan pemeriksaan apgar score pada menit pertama, kelima,
dan kesepuluh untuk mengetahui gejala sisa, meliputi : Appearance
(warna kulit), Pulse rate (frekuensi nadi), Grimace (reaksi rangsang),
Activity (tonus otot), Respiration (pernafasan). (Kosim, 2004)
b) Pemeriksaan Umum
(1) Keadaan umum
Untuk mengetahui keadaan umum baik, sedang, lemah dari pasien
(Saifuddin, 2003).
(2) Kesadaran
Untuk mengetahui kesadaran bayi meliputi tingkat kesadaran (sadar
penuh yaitu memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang
diberikan, apatis yaitu acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya,
gelisah yaitu tidak responsive terhadap rangsangan ringan dan masih
memberikan respon terhadap rangsangan yang kuat, koma yaitu tidak
dapat bereaksi terhadap stimulus atau rangsangan apapun) gerakan
yang ekstrem dan ketegangan otot. (Hidayat, 2009)
(3) Tanda-tanda Vital, meliputi :
(a) Nadi
Untuk mengetahui jumlah denyut nadi bayi dalam satu menit,
sehingga diketahui normal atau tidaknya nadi bayi tersebut.
Normalnya yaitu 120-160 kali/menit. (Putra, 2012)
(b) Pernafasan BBL normal 30-60 kali/menit, tanpa retraksi dada dan
tanpa suara merintih pada fase ekspirasi. (Sudarti, 2013)
(c) Suhu
Untuk mengetahui bayi hipotermi atau tidak. Suhu bayi normalnya
adalah 36,5-37,7⁰C. (Sudarti, 2013)

c) Pemeriksaan Fisik
(1) Kepala
Periksa sutura, molase, caput succedaneum, cephal hematoma,
hidrosefalus, ubun-ubun kecil. (Sudarti, 2013)
(2) Keluar nanah, bengkak pada kelopak mata, perdarahan
subkonjungtiva dan kesimetrisan. (Sudarti, 2013)
(3) Hidung
Periksa kebersihannya. (Sudarti, 2013)
(4) Telinga
Untuk memeriksa posisi telinga, apakah bayi terkejut/menangis
dalam reaksi terhadap bunyi yang keras. (Varney, 2007)
(5) Mulut
Adakah kemungkinan adanya kelainan kongenital labio-palatoskisis,
trush, sianosis, mukosa kering/basah. (Sudarti, 2013).
(6) Leher
Adakah pembesaran kelenjar tiroid, adakah keretakan pada clavikula
(normal, rata atau tanpa gumpalan di sepanjang tulang simetris).
(Varney,2007)
(7) Dada
Periksa bentuk dada, putting susu, bunyi jantung, dan pernafasan.
(Sudarti, 2013)
(8) Abdomen
Penonjolan sekitar tali pusat saat menangis, bentuk, perdarahan tali
pusat, dinding perut, adanya benjolan, gastroskisis, omfalokel.
(Sudarti, 2013)
(9) Kulit
Memeriksa adanya laserasi, tanda lahir, ruam, mongolian, memar,
dan setiap trauma kelahiran. (Chapman, 2006)
(10) Genetalia
Kelamin laki-laki : testis berada dalam penis berlubang dan ada di
ujung penis. Kelamin perempuan : vagina, uretra berlubang, labia
mayora, dan labia minora. (Sudarti, 2013)
(11) Ekstermitas
Adakah kelainan seperti polidaktili atau sinidaktili, adakah tulang
yang retak misalnya clavikula. (Varney, 2007)
(12) Tulang Punggung
Adakah kerusakan yang terlihat misalnya masa, lekuk atau tonjolan.
(Varney, 2007)
(13) Anus
Berlubang atau tidak, fungsi spingter ani. (Sudarti, 2013)

d) Pemeriksaan Reflek
(1) Reflek morro
Tangan pemeriksa menyangga pada punggungg dengan posisi 45
derajat, dalam keadaan rileks kepala dijatuhkan 10 derajat,
normalnya akan terjadi abduksi sendi bahu dan ekstensi lengan.
(Dewi, 2012)
(2) Reflek rooting
Yaitu mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan
daerah mulut. (Dewi, 2012)
(3) Reflek walking
Yaitu bayi akan menunjukkan respon berupa gerakan berjalan dan
kaki akan bergantian dari fleksi ke ekstensi. (Dewi, 2012)
(4) Reflek grasping
Bayi akan menggenggam dengan kuat saat pemeriksa meletakkan
jari telunjuk pada palmar yang ditekan dengan kuat. (Dewi, 2012)
(5) Reflek sucking
Reflek menghisap dan menelan yaitu dilihat pada waktu bayi
menyusu. (Dewi, 2012)
(6) Reflek tonic neck
Letakkan bayi dalam posisi terlentang, putar kepala ke satu sisi
dengan badan ditahan, ekstermitas terekstensi pada sisi kepala yang
diputar, tetapi ekstermitas padda ssi lain fleksi. Pada keadaan
normal, bayi akan berusaha untuk mengembalikan kepala ketika
diputar ke sisi pengujian saraf asesori. (Dewi, 2012)

e) Pemeriksaan Antropometri
(1) Lingkar kepala
Pengukuran ini dilakukan dengan meletakkan pita melingkar pada
lingkar oksipito-frontal. Pengukuran yang dicatat adalah rata-rata
dari tiga kali pengukuran, normlanya pada bayi 32-37 cm.
(Chapman, 2006)
(2) Lingkar dada
Deteksi dini bayi berat lahir rendah, normalnya adalah 30-38 cm.
(Putra, 2012)
(3) Berat badan
Menimbang berat badan tujuannya untuk mengetahui pertumbuhan
bayi sehingga diketahui normal atau tidaknya pertumbuhannya.
Berat badan normal bayi adalah 2500-4000 gram. (Putra, 2012)
(4) Panjang badan
Bervariasi antara 48-52 cm. (Dewi, 2012)

f) Pola Eliminasi
Bayi baru lahir normal biasanya BAK lebih dari 6 kali per hari. Dicurigai
diare apabila frekuensi meningkat, tinja hijau atau mengandung lender atau
darah. (Sudarti, 2013)

g) Data Penunjang
Data yang diperoleh dari pemeriksaan laboratorium (Sulistyawati, 2009)

b. Langkah II : Interpretasi Data


Pada langkah ini melakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis,
masalah, dan kebutuhan bayi berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan.
(Sudarti, 2013)
1) Diagnose kebidanan
Menurut Hani dkk (2010), diagnose kebidanan adalah diagnose yang
tegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standart
nomenklatur diagnosis kebidanan.
a) Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang menggambarkan pendokumentasian hanya
pengumpulan data klien melalui anamnesis tanda gejala subjektif yang
diperoleh dari bertanya dari pasien dan atau keluarga. (Rukiyah dkk, 2009)
b) Data Objektif
Data objektif adalah data yang menggambarkan pendokumentasian hasil
analisa dan fisik klien, yang dirumuskan dalam data focus. (Rukiyah dkk,
2009)

2) Masalah
Adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan
dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis. (Hani dkk, 2010)

3) Kebutuhan
Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh klien dan belum
teridentifikasi dalam diagnosis dan masalah yang didapatkan dengan
melakukan analisis data. (Hani dkk, 2010)

c. Langkah III : Diagnosa Potensial


Pada langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnose potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi memungkinkan dilakukan pencegahan dan kolaborasi
dengan dokter dapat dilakukan, menunggu sambil menunggu pasien, bidan
bersiap-siap bila masalah potensial ini benar-benar terjadi (Varney, 2007).

d. Langkah IV : Antisipasi
Pada langkah ini perlunya tindakan segera bidan atau dokter dan atau ada
hal yang perlu dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan yang lain sesuai kondisi bayi. (Sudarti, 2013)

e. Langkah V : Perencanaan
Langkah-langkah ini ditemukan oleh langkah-langkah sebelumnya yang
merupakan lanjutan dari masalah atau diagnose yang telah teridentifikasi atau
diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang
sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi
juga berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi bagi pasien tersebut yaitu
apa yang akan terjadi berikutnya (Ambarwati, 2010)

f. Langkah VI : Implementasi
Pada langkah ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan
dilaksanakan secara efisien dan aman (Sulistyawati, 2009).

g. Langkah VII : Evaluasi


Merupakan tahap akhir dalam manajemen kebidanan, yakni dengan
melakukan evaluasi dari perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan
bidan. Evaluasi sebagai bagian dari proses yang dilakukan secara terus-menerus
untuk meningkatkan pelayanan secara komprehensif dan selalu berubah sesuai
dengan kondisi atau kebutuhan klien. (Hidayat, 2008)

Model Dokumentasi
a) Catatan Pengertian SOAP
SOAP adalah catatan yang tertulis secara singkat, lengkap dan
bermanfaat bagi bidan atau pemberian asuhan yang lain mulai dari data
subjektif, data objektif, analisa dan penatalaksanaan.

b) Tujuan catatan SOAP


1. Menciptakan catatan permanen tentang asuhan yang diberikan
2. Memungkinkan berbagai informasi antara pemberian asuhan
3. Memfasilitasi asuhan yang berkesinambungan
4. Mengevaluasi asuhan yang diberikan
5. Memberikan data untuk riset,catatan nasional dan statistic,mortalitas dan
morbiditas

c) Manfaat catatan SOAP


1. Sebagai kemajuan informasi yang sistematis dan mengorganisir
pertemuan data kesimpulan mbidan menjadi rencana asuhan.
2. Penyaringan intisari dari proses pelaksanaan untuk penyediaan
dokumentasi asuhan.

d) Tahap-tahap SOAP

S : Subyektif data
Adalah data yang diperoleh dari keluhan-keluhan yang disampaikan
klien kepada bidan (ekspresi verbal dari pasien ).
O : Obyektif data
Adalah data yang diperoleh dari observasi dan pemeriksaan (
pengamatan pada pasien meliputi tingkah laku dan hasil dari pemeriksaan
fisik dan penunjang ).

A : Analisa
Mengatakan masalah atau diagnosa dan kebutuhan yang terjadi atas
dasar subyektif dan obyektif (kesimpulan yang di dapat dari kondisi pasien
meliputi data dasar obyektif dan subyektif yang selanjutnya ditulis dalam
format diagnosa kebidanan)

P : Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sesuai dengan masalah dan diagnosa (mengacu
kepada permasalahanya) dan evaluasi sesuai hasil yang telah dilakukan
E. CLINICAL PATHWAY
Bayi baru lahir

Terjadi perubahan

Pemotongan System pernafasa Fungsi Pengaturan gastrointesti Fungsi


sirkulasi integumen
tali pusat ginjal panas nal hepar
imun n

Pada Resistensi Keseimbangan Perubahan Spingter Metaboli Struktur


Port de Diafragm vaskuler
Hepar
neonates kimia dari temperature kardia dan sm KH kulit
entry a dan otot pulmonalispada dalam
hanya keamanan lingkungan control (Asam belum
bakteri, alirandarah paru keadaan
terdapat abdomen minim intra dan sakit perut Lemak) matur
menurun imatur
kuman, imunoglobul ekstra uterin belum
virus in G matur
Tekanan
arteri Rearbsorbsi Ekresi,
Kelemahan pulmonalis tubuh rendah iritasi
Suhu tubuh Cadangan Enzim hepar
Ketidak otot menurun dan kadar kekenyang kimia atau
perifer sangat KH pada belum aktif
adekuatan pernafasan hormone anti an bahan
mudah bayi rendah
imun yang Tekanan diuretic popok,
terpengaruh
di dapat dalam atrium rendah fahior
kanan suhu Sintesis mekanis
berkurang lingkungan regurgitasi bilirubin
Resiko Hipoglike menurun
Resiko tinggi mi
Ekskresi
Tinggi pertukaran Aliran darah pulmonalis elektrolit Resiko
gas meningkat kembali
lambat Resiko tinggi Ikterik tinggi
kebagian kiri jantung muntah
ketidak fisiologis terhadap
Sumber :
Akumulasi ion efektifan kerusakan
- jumiarni (1995 : 53) Tekanan pada Peningkatan
hydrogen dan thermoregula integritas
atrium kiri bilirubin
kalsium si kulit
-Tucker et all (1998 : 886) meningkat Resiko tinggi berkurang
nutrisi kurang
-Doenges (2001 : 578) Sekat atrium foramen dehidrasi Kerusakan
dari
ovale tertutup sel-sel saraf Resiko tinggi
-Bobak (2000:573) kebutuhan
cidera SSP
Kurang vol. tubuh
-Carpenito (2000:1056) sianosis
cairan
DAFTAR PUSTAKA

KR, JNPK.2008. Asuhanpersalinan normal. Jakarta :TIM

Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo

Sinopsis Obstetri 3 ed., Vol. 1. Jakarta: EGC.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa Monica
Ester. Editor Sari Kurnianingsih. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Ai Yeyeh, Rukiyah, dkk. et al. (2010). Asuhan Kebidanan 1. Jakarta: CV. Trans Info
Media.

https://abstrak.uns.ac.id/wisuda/upload/R0313027_bab2.pdf di download pada 27 April


2020 pukul 09.54 WIB

Muslihatun WN. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya.

Stright, B. R. (2005). Panduan Belajar Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir Edisi 3.


Jakarta:EGC

Varney, Helen. 2004. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarata : EGC

Bobak, L. 2005. Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/57092/Chapter%2011.pdf?
sequence=4&isAllowed=y di download pada 27 April 2020 pukul 10.20 WIB

http://eprints.undip.ac.id/62943/3/BAB_II.pdf

Lissauer & Fanaroff. 2013. Selayang Neonatologi. Jakarta: Indeks

Saifuddin. 2008 Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan. Neonatal,


Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Badan Penelitian dan.
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Kementerian Kesehatan RI, 2010. Profil kesehatan Indonesia Tahun 2009. Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 Tentang


Penyelenggaraan Imunisasi

Petunjuk Teknis Introduksi MR. Kemenkes RI. 2017

Setiyani, Astuti. Sukesi., dan Esyuananik. 2016. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi,
Balita dan Anak Pra Sekolah. Jakarta: Kemenkes

Elmelda, Fitria Ika.2015. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Balita dan Anak Pra-
Sekolah. Jakarta : Trans Infomedia

Ambarwati, E,R, Diah, W. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Nuha Medika
Marmi. 2012. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas “Puerpurium Care”. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Alimul, Hidayat A.A. 2008. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta : Salemba Medika
Dewi. 2012. Asuhan Kebidanan pada Neonatus. Jakarta : Salemba Medika
Matondang. dkk . 2013. Diagnosis Fisis pada Anak. Edisi 2. Jakarta : CV. Sagung Seto
Sudarti. 2013. Buku Ajar Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika
Sulistyawati. A. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Jakarta : Salemba
Medika
Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC
M. Sholeh Kosim. dkk. 2012. Buku Ajar Neonatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jakarta
Putra, S.R. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita Untuk Keperawatan dan
Kebidanan. Yogyakarta: D-Medika
Rukiyah, A.Y., & Yulianti, L. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta :
TIM
Azwar, Saifuddin. 2003. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Chapman, V. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Jakarta : EGC
Hani Umi. dkk. 2010. Asuhan Kebidanan pada Kehamilan Fisiologis. Jakarta: Salemba
Medika
https://id.scribd.com/doc/111419996/Pathway-Bayi-Baru-Lahir

Anda mungkin juga menyukai