Anda di halaman 1dari 5

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN SUKROSA DALAM MADU HUTAN

GHOLIBAN DARI PETERNAK LEBAH DAN PERDAGANGAN ONLINE DENGAN


MENGGUNAKAN METODE LUFF SCHOORL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian dan Statistika Farmasi

Dosen Pengampu : Prof. Dr. apt. Suwijiyo Pramono

Disusun oleh :
Warda Fatin Nabila
20/461336/FA/12907

PROGRAM STUDI FARMASI


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Madu adalah salah satu pemanis alami yang biasa dikonsumsi oleh manusia sebagai
pengganti gula. Madu alami merupakan satu-satunya bahan pemanis yang dapat langsung
dikonsumsi, dimakan, atau digunakan tanpa harus diolah terlebih dahulu dan mengandung
bahan gizi yang esensial. Jenis gula atau karbohidrat yang terdapat di dalam madu alami
yakni fruktosa, yang memiliki kadar tertinggi, yaitu mencapai 38,5 gram per 100 gram madu
alami. Sementara untuk kadar glukosa, maltosa dan sukrosanya rendah (Murtidjo, 1991).
Madu memilki rasa manis yang berbeda dari gula atau pemanis lainnya, madu diklaim
memiliki kandungan nutrisi lain yang berguna bagi kesehatan. Menurut Standar Nasional
Indonesia, madu adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan
oleh lebah madu (Apis Sp.) dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari
tanaman (ekstra floral).
Seiring dengan peningkatan konsumsi madu, berkembanglah cara-cara pemalsuan
madu oleh pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan (Susanto, 2007). Munculnya madu
palsu membuat konsumen merasa dirugikan karena komposisinya berbeda dengan madu asli
sehingga manfaatnya berbeda. Berdasarkan penampilan fisik, madu asli dan madu palsu
sangat sulit dibedakan karena umumnya madu palsu memiliki warna yang hampir sama
dengan madu asli (Suranto, 2004). Madu dapat pula dipalsukan dengan cara pemberian suatu
asupan kepada lebah berupa larutan gula sukrosa yang bukan berasal dari nektar (Martin dan
Bogdanov, 2002). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dipandang perlu dilakukan
penelitian tentang penetapan kadar glukosa dan sukrosa dalam Madu Hutan Gholiban yang
diperdagangkan lewat situs online.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat perbedaan kandungan glukosa dan sukrosa dalam Madu Hutan
Gholiban antara produk peternak lebah dengan produk online?
2. Apakah kandungan Madu Hutan Gholiban produk peternak lebah dan produk
perdagangan online sesuai dengan Standar Nasional Indonesia?

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Madu adalah cairan manis yang dihasilkan oleh lebah madu dan berasal dari berbagai
sumber nektar (SNI, 2013). Penggunaan dan manfaat madu berkembang setelah
ditemukannya penemuan madu sebagai obat penyembuh luka dan bermacam-macam
penyakit, seperti kardiovaskular, pendarahan perut, ulser perut, penyakit pencernaan,
penyakit untuk para penderita keracunan (Sumoprastowo dan Suprapto, 1993). Madu selain
digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit juga digunakan untuk meningkatkan
stamina, energi dan juga untuk kecantikan (Wirakusumah, 2010). Pola hidup sehat
membudidayakan konsumsi madu setiap hari menyebabkan masyarakat semakin tertarik
mengkonsumsi madu.
Madu hutan dikenal lebih baik karena lebih banyak mengandung nutrisi yang terdiri
dari mineral dan vitamin. Jenis tawon madu hutan pun lebih baik dari pada tawon hasil
budidaya. Madu hutan tidak akan beku walaupun diletakkan di freezer selama berbulan-bulan
karna kadar airnya dibawah 20% (Sakri, 2012). Madu hutan mempunyai jenis nektar yang
lebih banyak dibandingkan madu ternak, karena lebah hutan mengambil nektar dari berbagai
jenis tanaman yang ada dihutan, sedangkan lebah ternak hanya mengambil dari tanaman yang
ditanam oleh peternak lebah saja.
Salah satu nilai yang dapat dijadikan dasar dalam penentuan karakteristik madu
adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang kualitas madu yang berasal selain dari lebah
ternak (SNI, 2018). Syarat mutu madu salah satunya adalah kandungan glukosa dan
sukrosanya, yaitu minimal 65% untuk glukosa dan maksimal 5% untuk sukrosa.
Metode Luff Schoorl merupakan suatu cara penentuan monosakarida secara kimia.
Pada penentuan metode ini, yang ditentukan adalah Kuprioksida dalam larutan sebelum
direaksikan dengan gula pereduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel
gula reduksi (titrasi sampel). Reaksi yang terjadi pada penentuan gula dengan cara ini mula-
mula Kuprioksida yang ada di dalam reagen akan membebaskan iod dari garam kalium
iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekivalen dengan banyaknya Kuprioksida. Banyaknya
iod dapat diketahui dengan titrasi dengan menggunakan Natrium tiosulfat. Untuk menentukan
titik akhir titrasi maka diperlukan Indikator amilum. Titik akhir titrasi ditandai dengan
perubahan warna larutan dari yang awalnya berwarna biru menjadi putih (Sudarmadji, 1996).
Reaksi yang terjadi dalam penentuan gula dengan metode Luff Scoorl sebagai berikut:
R-COH+ Cu2O -> R-COOH
H 2SO4 + Cu2O -> CuSO4 + H 2O

CuSO4 +2KI -> Cu I 2 + I 2

2Cu I 2 -> Cu I 2 + I 2
I 2 + Na2 S2 O 3 -> Na2 S 4 O 6 + NaI

I 2 + amilum -> Biru

(Sudarmadji, 1996).

B. Hipotesis
1. Adanya perbedaan kandungan glukosa dan sukrosa dalam Madu Hutan Gholiban
antara produk peternak lebah dengan produk online
2. Kandungan Madu Hutan Gholiban produk perdagangan online tidak sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, buret 50 ml, labu alas
bulat, neraca analitik, labu ukur 100ml dan 250 ml, pemanas listrik, pipet volumetrik 10 ml,
25 ml dan 50 ml, termometer, stopwatch. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Larutan Kanji 0,5%, Larutan H2SO4 25%, Larutan KI 20%, Larutan (NH4)2HPO4 10%,
Larutan Na2S2O3 0,1 N, Larutan Timbal Asetat setengah basa, dan Larutan Luff Schoorl.
3.2 Bahan
Sampel Madu Hutan Gholiban dari peternak lebah dan perdagangan situs online
masing-masing satu sampel.
3.3 Pembuatan Larutan Sampel
Sebanyak 2 g sampel dimasukkan kedalam labu ukur 250 ml lalu ditambahkan air
suling dan digoyang. Ditambahkan 5 ml larutan Timbal asetat setengah basa dan digoyang,
diteteskan tetes demi tetes larutan (NH4)2HPO4 10% hingga terbentuk endapan putih.
Setelah itu labu ukur digoyang dan ditepatkan isi labu ukur sampai garis tanda dengan air
suling, lalu dikocok 12×12, didiamkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh digunakan sebagai
larutan sampel dalam penetapan kadar glukosa dan sukrosa.
3.4 Penetapan Kadar Glukosa
Dipipet 10 ml larutan sampel dan dimasukkan kedalam labu didih. Larutan sampel
ditambahkan 15 ml air suling dan 25 ml larutan Luff Schoorl serta beberapa butir batu didih,
setelah itu dihubungkan dengan pendingin tegak, dipanaskan di atas pemanas listrik, dan
usahakan dalam waktu 3 menit harus sudah mulai mendidih, dipanaskan terus selama 10
menit. Kemudian labu didih diangkat dan segera didinginkan dengan aliran air. Kemudian
tambahkan 10 ml larutan KI 20%, larutan H2SO4 25% dengan hati-hati kedalam labu didih.
Kemudian lakukan titrasi dengan larutan Natrium tiosulfat 0,1 N dan ditambahkan larutan
kanji 0,5% sebagai indikator. Kerjakan penentapan blanko dengan 25 ml air dan 25 ml
larutan Lufft Schoorl (SNI, 1992).
3.5 Penetapan Kadar Sukrosa
Dipipet 50 ml larutan sampel ke dalam labu didih kemudian tambahkan 25 ml HCl 25%
pasang termometer dan lakukan hidrolisis di atas penangas Air. Apabila suhu mencapai 68-
70℃ suhu dipertahankan 10 menit tepat, Angkat dan bilas termometer dengan air lalu
dinginkan. Kedalam labu didih ditambahkan NaOH 30% sampai netral (warna merah jambu)
dengan indikator fenoftalein. Tepatkan sampai tanda tera dengan air suling kocok 12 kali
maka diperoleh larutan hasil hidrolisis sampel. Kemudian larutan hasil hidrolisis dilanjutkan
langkah pembuatannya sama seperti langkah penetapan kadar glukosa.
3.6 Rumus Penetapan Gula Menurut Luff Schoorl

 % Gula sebelum inversi =

 % Gula setelah inversi =

 % Sukrosa = 0,95 x % (Gula Setelah inversi - % gula Sebelum inversi) (SNI, 1992).

DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. (1992). Cara Uji Gula SNI 01-2892-1992. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional
Martin, P. and Bodanov, S., 2002, Honey Authenticity, Swiss Bee Research Centre, Journal of
Nutrition, Dairy Research Station, Liebefeld Q. P. Services, Hayes, Great Britain
Murtidjo. B, A., 1991, Memelihara Lebah Madu, Kanisius, Yogyakarta, 26.
Nasution, Z., dkk., 2019, Identifikasi Kadar Glukosa Dan Sukrosa Pada Madu Hutan, Jurnal
Penelitian Farmasi Herbal, file:///C:/Users/user/Downloads/62-Article%20Text-193-
1-10-20191214.pdf, diakses pada 28 September 15.00 WIB.
Sakri, Faisal M. 2012. Madu dan Khasiatnya Sulemen Sehat Tanpa Efek Samping. Diandra
Pustaka Indonesia. Yogyakarta.
Standar Nasional Indonesia (SNI), 2018, Madu (SNI 8664-2018). Badan Standarisasi
Nasional, Jakarta.
Sudarmadji. (1996). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta. Halaman 80-81.
Sumoprastowo dan Agus S. (1993). Beternak Lebah Madu Modern. Jakarta: Penerbit
Bhratara. Halaman 54.
Suranto, A., 2004, Khasiat dan Manfaat Madu Herbal, Agromedia Pustaka, Tangerang, 2,
34, 43, 45.
Susanto, A., 2007, Terapi Madu, Penebar Swadaya, Jakarta, 26-33.
Wirakusumah, E. P., 2010, Sehat Cara AlQur’an dan Hadist, Mizan Publika, Jakarta Selatan,
86.

Anda mungkin juga menyukai