Anda di halaman 1dari 36

 Hipotermia

1. Definisi
Hipotermia didefinisikan sebagai suhu inti tubuh di bawah 36oC (Rutter 1999).
Saat suhu tubuh berada di bawah tingkat ini, bayi beresiko mengalami stres dingin
(Fraser & Cooper.ed, 2009). Menurut Sarwono (2002), gejala awal hipotermia
apabila suhu < 36oC atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh
bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 32oC –
36oC). Disebut hipotermia kuat bila suhu tubuh <32oC. Hipotermia pada BBL
adalah suhu di bawah 36,5oC, yang terbagi atas hipotermia ringan (cold stress)
yaitu suhu antara 36-36,5oC, hipotermia sedang yaitu suhu antara 32-36oC, dan
hipotermia berat yaitu suhu tubuh <32oC.
Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang
berakhir dengan kematian. Hipotermia menyebabkan terjadinya penyempitan
pembuluh darah, yang mengakibatkan terjadinya metabolik anerobik,
meningkatkan kebutuhan oksigen, mengakibatkan hipoksemia dan berlanjut
dengan kematian.
2. Etiologi
Hipotermia dapat terjadi setiap saat apabila suhu disekeliling bayi rendah dan
upaya mempertahankan suhu tubuh tetap hangat tidak diterapkan secara tepat,
terutama pada masa stabilisasi yaitu 6-12 jam pertama, setelah lahir. Misalnya
bayi baru lahir dibiarkan basah dan telanjang selama menunggu plasenta lahir
atau meskipun lingkungan sekitar bayi cukup hangat namun bayi dibiarkan
telanjang atau segera dimandikan.
BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan
dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara produksi panas
dan kehilangan panas.

1
a. Penurunan Produksi Panas
Hal ini dapat disebabkan kegagalan dalam sistem endokrin dan terjadi
penurunan basal metabolisme tubuh, sehingga timbul proses penurunan
produksi panas, misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal
ataupun pituitaria.
b. Peningkatan Panas yang Hilang
Terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, dan tubuh
kehilangan panas. Adapun mekanisme tubuh kehilangan panas dapat terjadi
secara :
1. Konduksi , yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan
suhu antara kedua obyek. Kehilangan panas terjadi saat terjadi kontak
langsung antara kulit BBL dengan permukaan yang lebih dingin. Sumber
kehilangan panas terjadi pada BBL yang berada pada permukaan/alas
yang dingin, seperti pada waktu proses penimbangan. Bayi yang
diletakkan diatas meja, tempat tidur atau timbangan yang dingin akan
cepat mengalami kehilangan panas tubuh melalui konduksi.
2. Konveksi. Transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara
permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin di permukaan tubuh
bayi. Sumber kehilangan panas disini dapat berupa : bayi yang diletakkan
di dekat pintu/jendela terbuka, inkubator dengan jendela yang terbuka,
atau pada waktu proses transportasi BBL ke rumah sakit.
3. Radiasi, yaitu perpindahan suhu dari suatu objek panas ke objek yang
dingin, misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi suhu
lingkungan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa
suhu lingkungan yang dingin atau suhu inkubator yang dingin. Bayi akan
mengalami kehilangan panas melalui cara ini meskipun benda yang lebih
dingin tersebut tidak bersentuhan langsung dengan tubuh bayi.
4. Evaporasi, cara kehilangan panas yang utama pada tubuh bayi. Panas
terbuang akibat penguapan, melalui permukaan kulit dan traktus
respiratorius. Sumber kehilangan panas dapat berupa BBL yang basah

2
setelah lahir, karena menguapnya cairan ketuban pada permukaan tubuh
bayi setelah lahir dan bayi tidak cepat dikeringkan atau terjadi setelah bayi
dimandikan.
c. Kegagalan Termoregulasi
Suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajat setelah kelahiran karena
lingkungan eksternal lebih dingin daripada lingkungan di dalam uterus.
Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan hipotalamus
dalam menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan
hipoksia intrauterine/saat persalinan/post partum, defek neurologik dan
paparan obat prenatal (analgesik/anastesi) dapat menekan respon neurologik
bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi sepsis akan mengalami
masalah dalam pengaturan suhu dapat menjadi hipotermi atau hipertermi.
Setelah lahir, suhu tubuh bayi dapat turun sangat cepat. Bayi aterm yang sehat
akan berusaha mempertahankan suhu tubuhnya dalam kisaran normal.
Namun, jika bayi bermasalah saat lahir oleh kondisi di bawah ini, stress
tambahan akibat hipotermia dapat membahayakan :

1. Asfiksia berat
2. Resusitasi ekstensif
3. Pengeringan setelah kelahiran yang terlambat
4. Gawat napas
5. Hipoglikemia
6. Sepsis
7. Bayi premature atau KMK
8. Patofisiologi

Apabila terjadi paparan dingin, secara fisiologis tubuh akan memberikan respon
untuk menghasilkan panas berupa :

 Shivering thermoregulation/ST
Merupakan mekanisme tubuh berupa menggigil atau gemetar secara
involunter akibat dari kontraksi otot untuk menghasilkan panas.

3
 Non- Shivering thermoregulation/NST
Merupakan mekanisme yang dipengaruhi oleh stimulasi sistem saraf simpatis
untuk menstimulasi proses metabolik dengan melakukan oksidasi terhadap
jaringan lemak coklat. Peningkatan metabolisme jaringan lemak coklat akan
meningkatkan produksi panas dari dalam tubuh.
 Vasokonstriksi perifer
Mekanisme ini juga distimulasi oleh sistem saraf simpatis, kemudian sistem
saraf perifer akan memicu otot sekitar arteriol kulit untuk berkontraksi
sehingga terjadi vasokonstriksi. Keadaan ini efektif untuk mengurangi aliran
darah ke jaringan kulit dan mencegah hilangnya panas yang tidak berguna.
Pada bayi, respon fisiologis terhadap paparan dingin adalah dengan proses
oksidasi dari lemak coklat atau jaringan adiposa coklat. Pada BBL, NST
(proses oksidasi jaringan lemak coklat) adalah jalur yang utama dari suatu
peningkatan produksi panas yang cepat, sebagai reaksi atas paparan dingin.
Paparan dingin yang berkepanjangan harus dihindarkan oleh karena dapat
menimbulkan efek samping serta gangguan – gangguan metabolik yang berat.
Segera setelah lahir, tanpa penanganan yang baik, suhu tubuh bayi rata-rata
akan turun 0,1oC-0,3oC setiap menitnya, sedangkan LeBlanc (2002)
menyebutkan bahwa suhu tubuh bayi akan turun 2oC dalam setengah jam
pertama kehidupan. WHO Consultative Group on Thermal Control
menyebutkan bahwa BBL yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat,
suhunya akan turun 2oC-4oC dalam 10-20 menit kemudian setelah kelahiran.

3. Tanda dan Gejala


Hipotermi ditandai dengan akral dingin, bayi tidak mau minum, kurang aktif,
kutis marmorata, pucat, takipneu atau takikardi. Sedangkan hipotermi yang
berkepanjangan, akan menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen,
distres respirasi, gangguan keseimbangan asam basa, hipoglikemia, defek
koagulasi, sirkulasi fetal persisten, gagal ginjal akut, enterokolitis nekrotikan, dan
pada keadaan yang berat akan menyebabkan kematian.

4
Saat neonatus terpajan dengan dingin, pertama-tama ia menjadi sangat gelisah;
kemudian, saat suhu inti tubuhnya menurun, ia mengadopsi posisi fleksi yang
rapat guna mencoba mempertahankan panas. Bayi yang sakit atau premature akan
cenderung berbaring terlentang dengan posisi seperti katak dengan semua
permukaan tubuhnya terpajan, yang memaksimalkan kehilangan panas
(Robenton, 2001).
Orang dewasa dapat menghilangkan panas dengan menggigil, sementara neonatus
menggunakan cadangan lemak coklat mereka. Selama metabolisme lemak coklat,
oksigen di konsumsi dan hal ini dapat menyebabkan perubahan pola pernapasan,
biasanya meningkatkan frekuensinya. Selain itu, bayi mungkin dapat terlihat
pucat atau bercak-bercak dan mungkin tidak mau menyusu. Hipoglikemia
merupakan gambaran umum pada bayi dengan peningkatan penggunaan energi
yang berhubungan dengan termoregulasi dan hal ini dapat menyebabkan bayi
menggerakan ekstremitas dengan tersentak-sentak, meskipun diam dan sering kali
lemas.
Sarwono (2002), mengklasifikasikan tanda dan gejala hipotermia pada neonatus
seperti dibawah ini :

1. Gejala hipotermia bayi baru lahir


2. Bayi tidak mau minum/menetek
3. Bayi tampak lesu atau mengantuk saja
4. Tubuh bayi teraba dingin
5. Dalam keadaan berat, denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh bayi
mengeras (sklerema)
6. Tanda-tanda hipotermia sedang (Stres dingin)
7. Aktivitas berkurang, letargis
8. Tangisan lemah
9. Kulit berwarna tidak rata (cutis marmorata)
10. Kemampuan menghisap lemah
11. Kaki teraba dingin
12. Tanda-tanda hipotermia berat (Cedera dingin)

5
13. Sama dengan hipotermia sedang
14. Bibir dan kuku kebiruan
15. Pernafasan lambat
16. Pernafasan tidak teratur
17. Bunyi jantung lambat
18. Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metabolik
19. Tanda-tanda stadium lanjut hipotermia
20. Muka, ujung kaki dan tangan berwarma merah terang
21. Bagian tubuh lainnya pucat
22. Kulit mengeras merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan
tangan (sklerema)

4. Diagnosis
Diagnosis hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu baik suhu tubuh atau
kulit bayi. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu petunjuk
penting untuk deteksi awal adanya suatu penyakit, dan pengukurannya dapat
dilakukan melalui aksila, rektal atau kulit. Untuk mengukur suhu hipotermia
diperlukan termometer ukuran rendah (low reading thermometer) yang dapat
mengukur sampai 25oC.

5. Komplikasi
Hipotermia dapat menyebabkan komplikasi, seperti peningkatan konsumsi
oksigen, produksi asam laktat, apneu, penurunan kemampuan pembekuan darah
dan yang paling sering terlihat hipoglikemia. Pada bayi premature, stress dingin
dapat menyebabkan penurunan sekresi dan sintetis surfaktan. Membiarkan bayi
dingin meningkatkan mortalitas dan morbiditas.

6. Penanganan serta Pencegahan Hipotermia Bayi Baru Lahir


Kesempatan untuk bertahan hidup pada BBL ditandai dengan keberhasilan
usahanya dalam mencegah hilangnya panas dari tubuh. Untuk itu, BBL haruslah
dirawat dalam lingkungan suhu netral (Neutral Thermal Environment/NTE). NTE

6
adalah rentang suhu eksternal, dimana metabolisme dan konsumsi oksigen berada
pada tingkat minimum, dalam lingkungan tersebut bayi dapat mempertahankan
suhu tubuh normal.
Namun, pada bayi-bayi yang mengalami hipotermia maka harus ditangani secara
cepat dan tepat. Penanganan hipotermia pada bayi, yaitu :

1. Bayi yang mengalami hipotermia biasanya mudah sekali meninggal. Tindakan


yang harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di dalam inkubator
atau melalui penyinaran lampu.
2. Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan oleh setiap orang
adalah menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu. Bayi diletakkan
telungkup di dada ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi. Untuk
menjaga agar bayi tetap hangat, tubuh ibu dan bayi harus berada dalam satu
pakaian (merupakan teknologi tepat guna baru) disebut sebagai Metoda
Kanguru. Sebaiknya ibu menggunakan pakaian longgar berkancing depan.
3. Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang disetrika
terlebih dahulu, yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu.
Lakukanlah berulang kali sampai tubuh bayi hangat.
4. Biasanya bayi hipotermia menderita hipoglikemia, sehingga bayi harus diberi
ASI sedikit-sedikit sesering mungkin. Bila bayi tidak menghisap, diberi infus
glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari.
5. Menunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu tubuh bayi stabil. Untuk
mencegah terjadinya serangan dingin, ibu/keluarga dan penolong persalinan
harus menunda memandikan bayi.
6. Pada bayi baru lahir sehat yaitu lahir cukup bulan, berat >2500 gram,
langsung menangis kuat, maka memandikan bayi ditunda selama ± 24 jam
setelah kelahiran. Pada saat memnadikan bayi, gunakanlah air hangat.
7. Pada bayi lahir dengan resiko (tidak temasuk kriteria diatas), keadaan umum
bayi lemah atau bayi dengan berat lahir <2000 gram, sebaiknya bayi jangan
dimandikan, ditunda beberapa hari sampai keadaan umum membaik yaitu bila

7
suhu tubuh bayi stabil, bayi sudah lebih kuat dan dapat menghisap ASI
dengan baik.

Sepuluh langkah proteksi termal untuk mencegah terjadinya hipotermia pada bayi
baru lahir :

 Langkah ke 1 : Ruang melahirkan yang hangat


Selain bersih, ruang bersalin tempat ibu melahirkan harus cukup hangat
dengan suhu ruangan antara 25oC-28oC serta bebas dari aliran arus udara
melalui jendela, pintu, ataupun dari kipas angin. Selain itu sarana resusitasi
lengkap yang diperlukan untuk pertolongan BBL sudah disiapkan.
 Langkah ke 2 : Pengeringan segera
Segera setelah lahir, bayi dikeringkan kepala dan tubuhnya, dan segera
mengganti kain yang basah dengan kain yang hangat dan kering. Kemudian
diletakkan dipermukaan yang hangat seperti pada dada atau perut ibunya atau
segera dibungkus dengan pakaian hangat.
 Langkah ke 3 : Kontak kulit dengan kulit
Kontak kulit dengan kulit adalah cara yang sangat efektif untuk mencegah
hilangnya panas pada BBL, baik pada bayi-bayi aterm maupun preterm. Dada
atau perut ibu merupakan tempat yang sangat ideal bagi BBL untuk
mendapatkan lingkungan suhu yang tepat.
 Langkah ke 4 : Pemberian ASI
Pemberian ASI sesegera mungkin, sangat dianjurkan dalam jam-jam pertama
kehidupan BBL. Pemberian ASI dini dan dalam jumlah yang mencukupi akan
sangat menunjang kebutuhan nutrisi, serta akan berperan dalam proses
termoregulasi pada BBL.
 Langkah ke 5 : Tidak segera memandikan/menimbang bayi
Memandikan bayi dapat dilakukan beberapa jam kemudian (paling tidak
setelah 6 jam) yaitu setelah keadaan bayi stabil. Tindakan memandikan bayi
segera setelah lahir akan menyebabkan terjadinya penurunan suhu tubuh bayi.
Menimbang bayi juga dapat ditunda beberapa saat kemudian dan dianjurkan
pada saat menimbang, timbangan yang digunakan diberi alas kain hangat.

8
 Langkah ke 6 : Pakaian dan selimut bayi adekuat
Kurang lebih 25% kehilangan panas dapat terjadi melalui kepala bayi
sehingga BBL perlu beberapa lapis pakaian serta selimut, dan diberi topi
untuk mencegah kehilangan panas tersebut.
 Langkah ke 7 : Rawat gabung
Bayi-bayi yang dilahirkan dirumah ataupun di rumah sakit, perlu dijadikan
satu dalam tempat tidur yang sama dengan ibunya, selama 24 jam penuh
dalam ruangan yang cukup hangat. Hal ini akan sangat menunjang pemberian
ASI on demand, serta mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial pada
bayi-bayi yang lahir di rumah sakit.
 Langkah ke 8 : Transpotasi hangat
Apabila bayi perlu segera dirujuk ke rumah sakit, atau ke bagian lain di
lingkungan rumah sakit seperti di ruang rawat bayi atau di NICU, sangat
penting untuk selalu menjaga kehangatan bayi selama dalam perjalanan.
 Langkah ke 9 : Resusitasi hangat
Pada waktu melakukan resusitasi, perlu menjaga agar tubuh bayi tetap hangat.
Hal ini sangat penting karena bayi-bayi yang mengalami asfiksia, tubuhnya
tidak dapat menghasilkan panas yang cukup efesien sehingga mempunyai
resiko tinggi menderita hipotermia.
 Langkah ke 10 : Pelatihan dan sosialisasi rantai hangat
Semua pihak yang terlibat dalam proses kelahiran serta perawatan bayi
(dokter, bidan, perawat, dan lain-lain), perlu dilatih dan diberikan pemahaman
tentang prinsip-prinsip serta prosedur yang benar tentang rantai hangat.
Keluarga dan anggota masyarakat yang mempunyai bayi di rumah, perlu
diberikan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya menjaga agar
bayinya tetap hangat.

9
A. Hipertermia
1. Pengertian
Hipertermia adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko
mengalami peningkatan suhu tubuh terus menerus diatas 37,8°C per oral atau
38,8°C per rectal karena peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal.
Hipertermia adalah suhu tubuh yang tinggi dan bukan disebabkan oleh
mekanisme pengaturan panas hipotalamus.
2. Etiologi
Disebabkan oleh meningkatnya produksi panas andogen (olahraga berat,
Hipertermia maligna, Sindrom neuroleptik maligna, Hipertiroiddisme),
Pengurangan kehilangan panas, atau terpajan lama pada lingkungan bersuhu
tinggi (sengatan panas)
3. Gejala
 Suhu badan tinggi (>37,5°C)
 Terasa kehausan.
 Mulut kering
 Kedinginan,lemas
 Anoreksia (tidak selera makan)
 Nadi cepat.
 Pernafasan cepat (>60X/menit)
 Berat badan bayi menurun
 Turgor kulit kurang
4. Penatalaksanaan
Penanganan pada bayi yang menderita penyakit ini disesuaikan dengan gejala dan
efek yang ditimbulkan.
 Bila suhu diduga karena panas yang berlebihan dan bila bayi belum pernah
diletakkan didalam alat penhangat, maka :
a. Letakkan bayi di ruangan dengan suhu lingkungan normal (25 ºC-28 ºC)
b. Lepaskan sebagian atau seluruh pakaian bayi bila perlu
c. Perikasa suhu aksila setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal

10
d. Bila suhu sangat tinggi (lebih dari 39 ºC), bayi dikompres atau dimandikan
selama 10-15 menit dalam suhu air 4 ºC, lebih rendah dari suhu tubuh bayi.
Jangan menggunakan air dingin atau air yang suhunya lebih rendah dari 4 ºC
dibawah suhu bayi
e. Turunkan suhu alat penghangat, bila bayi di dalam inkubator, bukan inkubator
sampai suhu dalam batas normal
f. Lepas sebagian atau seluruh pakaian bayi selama 10 menit, kemudian beri
pakaian lagi sesuai dengan alat penghangat yang digunakan
g. Periksa tubuh bayi setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal
h. Periksa suhu inkubator atau pemancar panas setiap jam dan sesuaikan
pengaturan suhu
 Bila bukan karena paparan panas yang berlebihan, maka :
a. Terapi untuk kemungkinan besar sepsis
b. Letakkan bayi di ruangan dengan  suhu lingkungan normal (25 ºC-28 ºC)
c. Lepaskan pakaian bayi sebagian bila perlu
d. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam sampai dicapai suhu tubuh dalam batas
normal
e. Bila suhu tubuh bayi sangat tinggi (lebih dari 39 ºC), bayi dikompres selama
10-15 menit dalam air yang suhunya 4 ºC, lebih rendah dari suhu tubuh bayi.
Jangan menggunakan air dingin atau air yang suhunya lebih rendah dari 4 ºC
dibawah suhu bayi
 Yakinkan bayi mendapat masukan cukup cairan, yaitu dengan cara :
a. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya
b. Bila terdapat tanda dehidrasi, tangani dehidrasi
 Periksa kadar glukosa darah, bila kurang dari 45 mg/dl (2,6 mmol/l) tangani
hipoglikemi
 Cari tanda sepsis
 Setelah keadaan bayi normal :
a. Lakukan perawatan lanjutan
b. Pantau bayi selama 12 jamberikutnya, periksa suhu setiap 3 jam

11
 Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.
Nasehati ibu cara menghangatkan bayi dirumah dan melindungi dari pemancar panas
yang berlebihan
Penanganan hypertermia pada bayi baru lahir :
 Bayi dipindahkan ke ruangan yang sejuk dengan suhu kamar sekitar 25 ºC-28 ºC
 Tubuh bayi diseka dengan kain basah sampai suhu tubuh bayi normal (jangan
menggunakan air es
 Berikan cairan dextrose dan Nacl (1:4) sampai dehidrasi teratasi
 Jika ada infeksi berikan antibiotik

B. Aspiksia
a. Definisi
Asfiksia neonaturum
Merupakan kegawatdarutan bayi baru lahir berupa depresi pernafasan yang
berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi.

b. Penatalaksanaan
Asfiksia neonatorum adalah resusitasi neonates atau bayi. Semua bayi dengan
depresi pernafasan harus mendapatkan resusitasi yang adekuat. Bila bayi
kemudian terdiagnosa sebagai asfiksia neonatorum maka tindakan medis lanjutan
yang komprensif. Tindakan resusitasi neonatorum akan di pastikan sendiri
kemudian, namun pada intinya penatalaksanaan terhadap asfiksia terhadap
neonatorum adalah berupa:
1. Tindakan umum
a. Bersihkan jalan nafas: kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lender
lebih mudah mengalir, bila perlu gunakan laringoskop untuk membantu
penghisapan lendir dari saluran nafas yang lebih dalam.
b. Rangsang reflek pernafasan: dilakukan setelah 20 detik bayi tidak
memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki
menekan tanda achiles

12
c. Mempertahankan suhu tubuh
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat:
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa
endotrakeal, dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya
dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30cm H-20. Bila pernapasan
spontan tidak timbul, lakukan message jantung dengan ibu jari yang
menekan pertengahan sernum 80-100 kali/menit.
b. Asfiksia sedang atau ringan
Pasang relkiek pernafasan (isap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60
detik. Bila gagal, lakukan pernafasan kodok (frog breathing) 1-2 menit
yaitu: kepala bayi estensi maksimal beri Oz 1-2 liter/menit melalui kateter
dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakan dagu keatas
kebawah secara teratur 20 kali/menit.
c. Pengisapan cairan lambung untuk mencegah reguritasi.

C. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara
abnormal rendah. Istilah hepoglikemia digunakan bila kadar gula darah bayi secara
bermakna dibawah kadar rata-rata. Dikatakan hepoglikemia bila kadar glukosa darah
kurang dari 30 mg/dl pada semua neonatus tanpa menilai masa gestasi atau ada tidaknya
gejala hepoglikemia. Umumnya hepoglikemia terjadi pada neonatus umur 1 – 2 jam. Hal
ini disebabkan oleh karena bayi tidak mendapatkan lagi glukosa dari ibu, sedangkan
insulin plasma masih tinggi dengan kadar glukosa darah yang menurun.
Hipoglikemia merupakan konsentrasi glukosa dalam darah berkurangnya secara
abnormal yang dapat menimbulkan gemetaran, keringat dan sakit kepala apabila kronik
dan berat, dapat menyebabkan manifestasi susunan saraf pusat (Kamus Kedokteran
Dorland:2000).
Hipoglikemia neonatorum adalah masalah pada bayi dengan kadar glukosa darah
kurang dari 40 -45mg/dl (Sudarti dkk: 2010).

13
Keadaan dimana bila kadar gula darah bayi di bawah kadar rata-rata bayi seusia
dan berat badan aterm (2500 gr atau lebih) < 30mg/dl dalam 72 jam pertama, dan <
40mg/dl pada hari berikutnya.
Sel otak tidak mampu hidup jika kekurangan glukose. Hypoglikemi dapat terjadi
berkaitan dengan banyak penyakit, misalnya pada neonatus dengan ibu diabetes dan
mengalami Hyperglikemi in utero, atau sebagai komplikasi cidera dingin. Selama masa
menggigil simpanan glikogen tubuh tidak mencukupi, tetapi jika dihangatkan terjadi
peningkatan kebutuhan glikogen. Simpanan glikogen menurun dan cadangan tidak dapat
memenuhi kebutuhan pada pemanasan.
Nilai kadar glukose darah/plasma atau serum untuk diagnosis Hipoglikemia pada
berbagai kelompok umur anak :
Kelompok Umur Glokuse <mg/dl Darah Plasma/serum
Bayi/anak <40 mg/100 ml <45 mg/100 ml
Neonatus
* BBLR <20 mg/100 ml <25 mg/100 ml
* BCB
0 - 3 hr <30 mg/100 ml <35 mg/100 ml
3 hr <40 mg/100 ml <45 mg/100 ml
Hipoglikemia pada neonates :
a. Untuk setiap neonatus manapun, kadar glukosa <40-45mg/dL dianggap tidak normal
b. Menurut WHO hipoglikemi adalah bila kadar glukosa/gula darah <47 mg/dL
c. Gejala sering tidak jelas/asimptomatik, semua tenaga kesehatan perlu mewaspadai
kemungkinan adanya hipoglikemia
d. Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dapat mencegah konsekuensi yang serius

Etiologi Hipoglikemia
Secara garis besar hipoglikemia dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu: kelainan
yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan dan produksi glukosa kurang.
a. Kelainan yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan
Hiperinsulinisme (bayi dari ibu penderita diabetes), hipoglikemia
hiperinsulinisme menetap pada bayi, tumor yang memproduksi insulin dan child
abuse. Hiperinsulinisme menyebabkan pemakaian glukosa yang berlebihan

14
terutama akibat rangsangan penggunaan glukosa oleh otot akibat sekresi insulin
yang menetap. Kelainan ini diketahui sebagai hipoglikemia hiperinsulin endogen
menetap pada bayi yang sebelumnya disebut sebagai nesidioblastosis.
Defek pada pelepasan glukosa (defek siklus Krebs, defek ”respiratory chain”).
Kelainan ini sangat jarang, mengganggu pembentukan ATP dari oksidasi glukosa,
disini kadar laktat sangat tinggi. Defek pada produksi energi alternatif (defisiensi
Carnitine acyl transferase. Kelainan ini mengganggu penggunaan lemak sebagai
energi, sehingga tubuh sangat tergantung hanya pada glukosa. Ini akan
menyebabkan masalah bila puasa dalam jangka lama yang seringkali
berhubungan dengan penyakit gastrointestinal. Sepsis atau penyakit dengan
hipermetabolik, termasuk hipertiroidism
b. Kelainan yang menyebabkan kurangnya produksi glukosa
1. Simpanan glukosa tidak adekuat (prematur, bayi SGA, malnutrisi, hipoglikemia
ketotik)
Kelainan ini sering sebagai penyebab hipoglikemia, disamping hipoglikemia
akibat pemberian insulin pada diabetes. Hal ini dapat dibedakan dengan melihat
keadaan klinis dan adanya hipoglikemia ketotik, biasanya terjadi pada anak yang
kurus, usia antara 18 bulan sampai 6 tahun, biasanya terjadi akibat masukan
makanan yang terganggu karena bermacam sebab Penelitian terakhir mekanisme
yang mendasari hipoglikemia ketotik adalah gagalnya glukoneogenesis
2. Kelainan pada produksi glukosa hepar
Kelainan ini menurunkan produksi glukosa melalui berbagai defek, termasuk
blokade pada pelepasan dan sintesis glukosa, atau blokade atau menghambat
gluikoneogenesis. Anak yang menderita penyakit ini akan dapat beradaptasi
terhadap hipoglikemia,karena penyakitnya bersifat kronik Kelainan hormonal
(panhypopituitarisme, defisiensi hormon pertumbuhan
3. Defisiensi kortisol dapat primer atau sekunder.
Hal ini karena hormone pertumbuhan dan kortisol berperan penting pada
pembentukan energi alternative dan merangsang produksi glukosa. Kelainan ini
mudah diobati namun yang sangat penting adalah diagnosis dini

15
Patofisiologi Hipoglikemia
Hipoglikemi sering terjadi pada berat lahir rendah (BBLR), karena cadangan
glukosa rendah. Pada ibu diabetes mellitus (DM) terjadi transfer glukosa yang berlebihan
pada janin sehingga respons insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir dimana jalur
plasenta terputus maka transfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi
(transient hiperinsulinism) sehingga terjadi hipoglikemi.
Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat
menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan
baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan syaraf pusat bahkan sampai kematian.
Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan diabetes mellitus.
Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses
persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.
Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena
meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi,
gangguan pernafasan.

Tanda dan Gejala Hipoglikemia


Hipoglikemia bisa menunjukan gejala ataupun tidak. Kecurigaan tinggi harus
selalu diterapkan dan selalu antisipasi hipoglikemia pada neonatus dengan faktor risiko

a. Tremor
b. Sianosis
c. Apatis
d. Kejang
e. Apnea intermitten
f. Tangisan lemah/melengking
g. Letargi
h. Kesulitan minum
i. Gerakan mata berputar/nistagmus
j. Keringat dingin
k. Pucat

16
l. Hipotermi
m. Refleks hisap kurang
n. Muntah
Saat timbulnya gejala bervariasi dari beberapa hari sampai satu minggu setelah
lahir. Berikut ini merupakan gejala klinis yang dimulai dengan frekuensi tersering, yaitu
gemetar atau tremor, serangan sianosis, apati, kejang, serangan apnea intermiten atau
takipnea, tangis yang melemah atau melengking, kelumpuhan atau letargi, kesulitan
minum dan terdapat gerakan putar mata. Dapat pula timbul keringat dingin, pucat,
hipotermia, gagal jantung dan henti jantung. Sering berbagai gejala timbul bersama-sama.
Karena gejala klinis tersebut dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab, maka bila
gejala tidak menghilang setelah pemberian glukosa yang adekuat, perlu dipikirkan
penyebab lain.
        
Diagnosis Hipoglikemia
Presentasi klinis hipoglikemia mencerminkan penurunan ketersediaan glukosa
untuk SSP serta stimulasi adrenergik disebabkan oleh tingkat darah menurun atau rendah
gula. Selama hari pertama atau kedua kehidupan, gejala bervariasi dari asimtomatik ke
SSP dan gangguan cardiopulmonary. Kelompok berisiko tinggi yang membutuhkan
skrining untuk hipoglikemia pada satu jam pertama kehidupan meliputi:
 Bayi yang baru lahir yang beratnya lebih dari 4 kg atau kurang dari 2 kg
 Besar usia kehamilan (LGA) bayi yang berada di atas persentil ke-90, kecil untuk
usia kehamilan (SGA) bayi di bawah persentil ke-10, dan bayi dengan
pembatasan pertumbuhan intrauterin
 Bayi yang lahir dari ibu tergantung insulin (1:1000 wanita hamil) atau ibu dengan
diabetes gestasional (terjadi pada 2% dari wanita hamil)
 Usia kehamilan kurang dari 37 minggu
 Bayi yang baru lahir diduga sepsis atau lahir dari seorang ibu yang diduga
menderita korioamnionitis
 Bayi yang baru lahir dengan gejala sugestif hipoglikemia, termasuk jitteriness,
tachypnea, hypotonia, makan yang buruk, apnea, ketidakstabilan temperatur,
kejang, dan kelesuan

17
 Selain itu, pertimbangkan skrining hipoglikemia pada bayi dengan hipoksia yang
signifikan, gangguan perinatal, nilai Apgar 5 menit kurang dari 5, terisolasi
hepatomegali (mungkin glikogen-penyimpanan penyakit), mikrosefali, cacat garis
tengah anterior, gigantisme, Makroglosia atau hemihypertrophy (mungkin
Beckwith-Wiedemann Syndrome), atau kemungkinan kesalahan metabolisme
bawaan atau ibunya ada di terbutalin, beta blocker, atau agen hipoglikemik oral
 Terjadinya hiperinsulinemia adalah dari lahir sampai usia 18 bulan. Konsentrasi
insulin yang tidak tepat meningkat pada saat hipoglikemia didokumentasikan.
Hiperinsulinisme neonatal Transient terjadi pada bayi makrosomia dari ibu
diabetes (yang telah berkurang sekresi glukagon dan siapa produksi glukosa
endogen secara signifikan dihambat). Secara klinis, bayi ini makrosomia dan
memiliki tuntutan yang semakin meningkat untuk makan, lesu intermiten,
jitteriness, dan kejang jujur.

Penatalaksanaan Hipoglikemi
Semua neonatus berisiko tinggi harus ditapis:

a. Pada saat lahir


b. 30 menit setelah lahir
c. Kemudian setiap 2-4 jam selama 48 jam atau sampai pemberian minum berjalan baik
dan kadar glukosa normal tercapai
Kejadian hipoglikemia dapat dicegah dengan:

a. Menghindari faktor resiko yang dapat dicegah, contohnya hipotermia


b. Pemberian makan enteral merupakan tindakan preventif tunggal paling penting
c. Jika bayi tidak mungkin menyusu, mulailah pemberian minum dengan menggunakan
sonde dalam waktu 1-3 jam setelah lahir
d. Neonatus yang berisiko tinggi harus dipantau nilai glukosanya sampai asupannya
penuh dan 3x pengukuran normal sebelum pemberian minum berada diatas 45 mg/dL
e. Jika ini gagal, terapi intravena dengan glukosa 10% harus dimulai dan kadar glukosa
dipantau
Untuk penanganan bayi yang mengalami hiplogikemia dapat dilakukan dengan:

18
a. Monitor
Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor
dalam 3 hari pertama :
 Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam
 Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal
dalam 2 kali pemeriksaan
 Kadar glukosa ≤  45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia
 Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan
hipoglikemia selesai
b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala :
 Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit
 Pasang dekstrosa 10% = 2 cc/kg dan diberikan melalui intravena selama 5
menit dan diulang sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8
mg/kg/menit).
Contoh : BB 3 kg, kebutuhan glukosa 3 kg x 6 mg/kg/mnt = 18 mg/mnt =
25920 mg/hari. Bila dipakai D 10% artinya 10 g/100cc, bila perlu 25920
mg/hari atau 25,9 g/hari berarti perlu 25,9 g/ 10 g x 100 cc= 259 cc D 10%
/hari. Atau cara lain dengan GIR.
Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%, bila lebih
dari 12,5% digunakan vena sentral.
c. Untuk mencari kecepatan Infus glukosa pada neonatus dinyatakan dengan GIR.
Kecepatan Infus (GIR) = glucosa Infusion Rate
Contoh : Berat bayi 3 kg umur 1 hari
Kebutuhan 80 cc/jam/hari  = 80 x 3 = 240 cc/hari  = 10 cc/jam
d. Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam
e. Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti
diatas
f. Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :
-  Infus D10 diteruskan
-  Periksa kadar glukosa tiap 3 jam
-  ASI diberikan bila bayi dapat minum

19
g. Bila kadar glukosa ≥ 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan
-  Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal
- ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus diturunkan pelan-pelan
-  Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba
h. Kadar  glukosa darah < 45 mg/dl tanpa gejala:
1. ASI teruskan
2. Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas
3. Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :
-  Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi
- Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum
- Kadar ≥ 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal
i. Kadar glukosa normal
- IV teruskan
- Periksa kadar glukosa tiap 12 jam
- Bila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas
- Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12 jam, bila 2 kali
pemeriksaan dalam batas normal, pengukuran dihentikan.

Prognosis Hipoglikemia
Jika tidak diobati, Hipoglikemia yang berat dan berkepanjangan dapat
menyebabkan kematian pada setiap golongan umur. Pada neonatus prognosis tergantung
dari berat, lama, adanya gejala-gejala klinik dan kelainan patologik yang menyertainya,
demikian pula etiologi, diagnosis dini dan pengobatan yang adekuat
a.       Hipoglikemia neonatus
Berdasarkan tingkat beratnya Hipoglikemia neonatus dapat digolongkan:
1.         Hipoglikemia transisional
Prognosisnya baik dan tergantung kepada kelainan yang mendasarinya misal : asfiksia
perinatal. Tidak ada korelasi antara rendahnya kadar gula dengan mortalitas/morbiditas
bayi. Kebanyakan bayi tetap hidup walaupun dengan kadar gula 20 mg/100 ml.
2.         Hipoglikemia sekunder

20
Mortalitas neonatus pada kelompok ini disebabkan oleh kelainan yang menyertainya.
Bayi yang menderita Hipoglikemia tipe ini, sedikit menderita sekuele akibat
Hipoglikemianya, tetapi lebih banyak akibat kelainan patologik yang menyertainya.
3.       Hipoglikemia transien
Bayi yang termasuk dalam kelompok ini bila tidak diobati akan mati. Bayi-bayi tersebut
seringkali pada BBLR dan KMK yang bisa disertai dengan komplikasi akibat BBLR dan
KMK sendiri, demikian pula masalah-masalah perinatal yang bisa menyebabkan
ganggguan mental, perilaku dan kejang-kejang yang tidak ada hubungannya dengan
hipoglikemia.
Pada penelitian prospektif dengan menggunakan kontrol, bayi-bayi kelompok ini yang
diamati sampai umur 7 tahun ternyata terdapat gangguan intelektual yang minimal, tetapi
tidak ada cacat nerologik yang berat.
4.       Hipoglikemia berat (berulang)
Kelompok ini bisa dibagi atas beberapa katagori yang masing-masing mempunyai
masalah tersendiri yang mempengaruhi prognosisnya.
a)                   Defisiensi hormon multipel (hipopituitarisme bawaan)
Sering kali disertai Hipoglikemia berat bahkan fatal pada hari-hari pertama,
nampaknya akibat defisiensi hormon hipofise anterior. Dari 26 kasus yang dilaporkan 2/3
meninggal (5 pada hari pertama, 4 pada masa neonatus dan 5 antara umur 2 bulan sampai
17 tahun). Beberapa di antaranya yang hidup menunjukkan gejala retardasi.
Prognosis terhadap perkembangannya tergantung dari adanya defisiensi hormon-
hormon lainnya dan berhasilnya pengobatan substitusi.
b)                   Kelebihan hormon (hiperinsulinisme)
Pada sindroma Beckwith Wiedemann, retardasi mental kemungkinan disebabkan
oleh H yang tidak diobati, meskipun dengan pengobatan adekuat prognosis masih
meragukan, sebab adanya anomali multipel yang menyertainya.
c)    Infant giants (Foetopathia Diabetica) :
Biasanya memperlihatkan hipoglikemia berat dan tidak ada respon terhadap
pengobatan medikamentosadan memerlukan pankreatektomi total. Mereka yang hidupo
biasanya memperlihatkan retardasi perkembangan yang sedang atau berat.
d)                  Adenma sel beta :

21
Pada penderita yang diamati, bayi-bayi yang hidup menunjukkan perawakan yang
relatif pendek tetapi ada yang menderita diabetes dan beberapa diantaranya
memperlihatkan gangguan neurologik sedang atau berat, gangguan mental dan sering kali
dengan kejang-kejang. Maka, penting diagnosis dini dan tindakan bedah yang segera.
e)                   Gangguan metabolisme hidrat arang:
Prognosis tergantung darimana masing-masing penyebabnya, misalnya
hipoglikemia bisa fatal pada hari pertama, untuk glycogen strorage disease.
f)                    Gangguan metabolisme asam amino yang disertai hipoglikemia,
misalnya: Maple syrup urine disease, asidemiametilmalok. Masing-masing

D. Hiperbilirubinemia

Sering ditemukan pada masa neonatus dan terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin
dalam darah. Istilah ikterus biasanya lebih banyak dipakai untuk menggambarkan
keadaan yang fisiologik atau ringan, sedangkan hiperbilirubinemia menggambarkan
proses yang lebih berat dan penanganan yang benar.

Hhiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai
suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern-ikterus bila tidak
ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan patologis. Brown
menetapkan 12 mg% pada bayi cukup bulan dan 15 mg% pada bayi kurang bulan.
Sedangkan uteli mentapkan 10 mg% dan 15 ml% (Herison, et all, 2000)

Jadi hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar
bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada cukup bulan dan 15 mg% pada bayi kurang
bulan sehingga mengakibatkan jaundice pada kulit, secklera, mukosa dan urine.

Penatalaksanaan hiperbilirubinemia

1. Nasehat untuk ibu


Mengingat kemungkinan bahwa 60% bayi baru lahir akan menderita kuning maka
bidan dan perawat harus memberi nasihat kepada para ibu mengenai penanganan
ikterus fisiologis dan memberitahu gejala dini ikterus patologik sebelum

22
memulangkan bayi atau pada saat perawatan antenatal care. Isi nasihat tersebut
antara lain:
a. Pada waktu hamil, ibu hamil sebaiknya ridak minum obat, ramuan, jamu-
jamuan yang diketahui sering berakibat kuning pada bayi.
b. Jika bayi yang dilahirkan normal, maka ibu harus mengusahakan agar bayi
nya menerima cukup asupan kalori dan cairan. Dirumah bersalin atau rumah
sakit agar diusahakan ruang bayi cukup mendapatkan sinar matahari pagi.
c. Pada saat memulangkan bayi pada umur bayi 3-4 hari, nasihat yang diberikan
adalah menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin dan
menjemur bayinya pada pagi hari selama 30 menit, tanpa baju, sampai bayi
berumur 10-14 hari. Ibu diberi tahu untuk tidak memberi ibu kamfer pada baju
bayi.
d. Ibu diberitahukan bahwa semua bayi yang kuning pada hari pertama harus
dirujuk dirumah sakit.
e. Bayi yang sudah banyak menyusui dan sudah dijemur namun masih tampak
kuning, ibu dianjurkan untuk membawa bayunya kepuskesmas/dokter/rumah
sakit.
f. Ibu memberitahukan tentang terapi sinar yang diberikan bila kadar bilirubin
total lebih dari 12 mg% dan tranfusi tukar bila bilirubun kadar inderik lebih
dari 20mg%.
g. Bayi yang pada umur 2-3 minggu masih kuning, tetapi tidak begitu tinggi,
kemungkinan bayi mengalami gangguan metabolik, kelainan hepar atau
kuning karena ASI. Maka ibu dianjurkan untuk konsultasi kedokter.

2. Penatalaksaan Umum
a. Tentukan jenis ikterus : fisiologi atau patologis
b. Penatalaksanaan pada bilirubin indirek :
 10-12mg% adalah fototerapi
 12-15mg% adalah fototerapi
 Bila protein rendah diberikan albumin atau plasma

23
 Kalori cukup
c. Tanggulangi penyakit penyerta (sepsis atau dehidrasi)
d. Bila kadar bilirubin lebih dari 20mg% (bayi cukup bulan) atau kadar bilirubin
18mg% (bayi premature) dilakukan transfusi tukar.

E. Bayi berat lahir rendah (BBLR)

Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) merupakan masalah didunia karena
merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada masa bayi baru lahir.

A. Definisi
untuk itu, berikut ini adalah beberapa definisi/pengertian mengenai bayi dengan
berat lahir rendah yang perlu diketahui oleh bidan atau perawat.
Neonatus atau bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) adalah
bayi dengan berat lahirnya kurang dari 2500gram (adele pilliteri, 1986).

Penatalaksaan pada BBLR


1. Pemberian ASI
Mengutamakan pemberian ASI adalah hal yang paling penting karena :
a. ASI mempunyai keuntungan yaitu kadar protein tinggi, laktalalbumin, zat
ketebalan tubuh, lipase dan asam lemak esensial, laktosa dan
oligosakarida.
b. ASI mempunyai factor prtumbuhan usus, olikosakarida untuk memacu
motilitas usus untuk perlindungan terhadap penyakit
c. Dari segi psikologis pemberian ASI dapat meningkatkan ikatan antara Ibu
dan bayi
d. Bayi kecil atau berat rendah rentan terhadap kekurangan nutrisi, fungsi
organya belum matang, kebutuhan nutrisinya besar dan mudah sakit
sehingga pemberian ASI atau nutrisi yang tepat untuk tumbuh kembang
yang optimal bagi bayi.
2. Pengaturan suhu badan/thermoregulasi

24
Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) terutama yang kurang bulan
membutuhkan suatu termoregulasi yaitu suatu pengontrolan dan suhu badan
secara :
a.Fisiologis mengatur pembetukan atau pendistribusian panas
b.pengatur terhadap suhu keliling dengan mengontrol kehilangan dan
pertambahan panas.

Terlebidahulu akan dibahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan


kehilangan panas pada bayi secara umum yang penting diketahui bagi bidan
atau perawat seperti beberapa cara kehilangan panas, factor predisposisi, bayi
yang beresiko kehilangan panas, setres dingin pada bayi, efek klinis
hipotermi, factor penghambat non/shiverintermogenesis, pencegahan
kehilangan panas, pencegahan hipotermi.
a. Kehilangan panas. Kehilangan panas pada bayi dengan berat lahir rendah
dapat disampaikan melalui empat cara, yaitu:
1. Konduksi , yaitu panas tubuh akan hilang bila bayi ditidurkan diatas
permukaan yang dingin. Seperti menidurkan bayi ditimbangan yang
dingin, tangan perawat yang dingin atau stetoskop yang dingin.
2. Konfeksi , yaitu panas tubuh akan hilang bila ada udara dingin bertiup
disekitar bayi. Perhatian agar bayi tidak kehilangan suhunya, bayi
tidak diberikan oksigen yang dingin.
3. Evaporasi, yaitu panas tubuh akan hilang dengan adanya penguapan
cairan yang ada dipermukaan tubuh bayi.
4. Radiasi, yaitu panas tubuh akan hilang bila dekat dengan benda-benda
yang dingin, sehingga panas tubuh akan memancar kebenda-benda
dingin disekitarnya.
b. Faktor predisposisi. Beberapa hal berikut ini merupakan factor
peredisposisi kehilangan panas pada bayi yaitu :
1. Luas permukaan tubuh yang besar disbanding dengan berat badan.
(kehilangan suhu empat kali lebih besar pada bayi neonatus cukup

25
bulan/NCB dan lima akali lebih besar pada bayi premature/BBLR
disbanding dengan orang dewasa
2. Lemak tubuh subkutan yang lebih tipis terutama pada bayi
premature/BBLR. Suhu tubuh inti dari tubuh lebih cepat ditransfer
kepermukaan.
3. Postur bayi mempengaruhi kehilangan panas tubuh. Fleksi ekstremitas
mengurangi area ekspose atau paparan terhadap lingkungan.
Kemampuan untuk fleksi akan meningkat sesuai dengan pertambahan
masa kehamilan.
4. Bayi terutama yang premature/BBLR tidak bias memproduksi panas
dengan mekanisme menggigil seperti pada orang dewasa.
5. Hipotalamus bayi premature/BBLR sudah berkembang baik tetapi bayi
baru lahir mempunyai “range/rentang” yang lebih sempit disbanding
dengan manusia biasa.

c. Bayi yang beresiko. Berikut ini adalah resiko bayi yang beresiko
kehilangan panas (termasuk bayi dengan berat lahir rendah), yaitu :
1. Bayi yang disedasi, bayi yang diberikan anastesi atau mendapat
analgesik, karena :
a) Gangguan pada konservasi panas oleh vasokonstriksi dan respon
postural dari bayi
b) Gangguan produksi panas sebagai respon terhadap dingin,
metabolisme yang lambat, terjadi penundaan ekskresi obat-obatan.
2. Bayi aksifia, lebih cepat timbul dingin karena tidak terjadi
vasokontriksi segera setelah lahir.
3. Bayi IUGR (intrauterine growth retardation/pertumbuhan janin
terhambat) yaitu bayi :
a) Cenderung aksfisia
b) Tidak mempunyai cadangan glikogen untu metabolism dan dapat
timbul hipoglikemia segera.
c) Insulasi jaringan yang sedikit, lemak subkutan berkurang

26
d) Luas permukaan tubuh lebih besar disbanding berat badan
4. Bayi premature/BBLR biasanya :
a) Luas permukaan tubuhnya luas disbanding berat badan.
b) Predisposisi ke asfiksia
c) Metabolism dan pernapasan yang tidak baik
d) Hipotermi dan gangguan aktifitas surfaktan meningkat bahaya dari
sindrom gawat nafas (RDS) yang berat
e) Brown belum ada sampai usia kehamilan 26-30 minggu.
5. Brown fat. Penyimpanannya:
a) Terdapat diskapula, sekitar leher, dibelakang sternum, sekitar
ginjal, kelenjar adrenal, carotid dan aorta.
b) Terdiri dari 2-6% dari berat badan lahir.
c) Primitif brown fat muncul pada kehamilan 26-30 minggu
d) Semakin banyak pada minggu ke-3 sampai ke-5 setelah lahir
kecuali terjadi stress dingin.
e) Mengandung trigliserida yang dapat dipecah menjadi gliserol dan
non-ester fatty acid yang berlomba dengan albumin untuk
mengikat bilirubin.

d. Stress dingin
Bayi BBLR yang kurang bulan yang tiba-tiba dihadapkan pada suhu
dingin akan mengalami hipotermi. Sebagai respon terhadap udara atau
suhu dingin akan terjadi vasokontriksi yang akan menyebabkan timbulnya
metabolism anaerob dan asidosis metabolic. Hal ini akan menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah paru yang akan makin menyebabkan
bertambahnya hypoxia anaerob metabolism dan asidosis metabolic.
Keadaan ini akan memperburuk respon bayi yang lahir rendah terhadap
dingin. Oleh sebab itu bayi berat lahir rendah yang kurang bulan
mempunyai resiko tinggi terhadap hipotermi dan gejala sisanya.
e. Efek klinis hipotermi.

27
Bayi baru lahir dengan berat rendah yang telah mengalami hipotermi dapat
mempunyai efek klinis sebagai berikut : penurunan kadar pH, penurunan
tekanan oksigen, terjadi hipoglisemia, peningkatan konsumsi oksigen,
peningkatan cadangan kalori, kenaikan berat badan lambat, penurunan
berat badan, terdapat sklerema, peningkatan kematian bayi, dapat terjadi
gangguan factor pembekuan darah.
f. Faktor penghambat non shivering thermogenesis
Berikut ini adalah beberapa factor yang menghambat nonshivering
thermogenesis pada bayi BBLR, antar lain:
1. Stress dingin yang terjadi pada BBLR secara terus menerus
(berlarut-larut) dapat menghabiskan cadangan brown fat dan
membuat suhu tubuh bayi turun.
2. Bayi mengalami hipoksia yang menyebabkan dalam tubuhnya
terjadi metabolism anaerob, sehingga suplai oksigen digunakan
dengan cepat. Glikogen dimetabolisme sehingga terbentuk asam
piruvic dan asam laktat yang pada akhirnya menyebabkan asidosis
metabolic.
3. Bayi bisa mengalami apnea berulang
4. Bayi bias mengalami gangguan fungsi serebal karena adanya
perdarahan intracranial
5. Bayi mengalami hipoglikemia karena cadangan glikogen
berkurang
6. Bayi bias mengalami gagal jantung
7. Bayi bias mengalami masalah pernafasan (RDS)

g. Pencegahan kehilangan panas


Berikut ini adalah beberapa cara pencegahan panas pada bayi berat lahir
rendah yang sehat, antara lain:
1) Segera setelah lahir, bayi dikeringkan dan dibedong dengan popok
hangat

28
2) Pemeriksaan di kamar bersalin dilakukan di bawah radiant warmer
(box bayi hangat)
3) Topi dipakaikan untuk mencegah kehilangan panas melalui kulit
kepala
4) Bila suhu bayi stabil, bayi dapat dirawat di boks terbuka dan diselimuti

Sementara itu, pada bayi berat lahir rendah yang sakit, cara untuk
mencegah kehilangan panas, antara lain :
1) Bayi harus segera dikeringkan
2) Untuk menstransportasi bayi, digunakan transport incubator yang
sudah hangat
3) Tindakan terhadap bayi dilakukan di bawah radiant warmer
4) Suhu lingkungan netral dipertahankan

h. Pencegahan Hipotermi
Untuk mencegah hiportemi pada bayi berat lahir rendah maka perlu
pengaturan suhu badan pada neonatus, yang biasanya dilakukan di ruang
perawatan bayi atau ruang perawatan intensif bayi, dengan melaksanakan
pemberian lingkungan di area thermal zona netral pada bayi baru lahir.
Area thermal zona netral ini bertujuan agar dapat memberikan kondisi
suhu bayi dalam posisi suhu keliling yang sempit, sehingga kehilangan
panasnya cukup untuk mempertahankan ‘core temperatur’ pada suhu 37 C.
sedangkan kelebihan energinya yang didapat dari makanan dapat
dimanfaatkan untuk pertumbuhan atau peningkatan berat badan bayi dan
penyembuhan apabila bayi sakit. Ada dua alat yang dapat melakukan
termoregulasi atau membuat zona netral thermal ini, yaitu : radiant
warmer dan incubator.
Untuk menentukan apakah bayi berat lahir rendah digunakan warmer atau
incubator adalah berdasarkan situasi dan kondisi bayi. Ada dokter bayi
yang suka menggunakan warmer, karena warmer memberikan peluang
lebih dekat dengan bayi. Sementara dokter bayi lainnya lebih suka

29
menggunakan incubator, karena incubator dapat mempertahankan suhu
udara, mengatur kelembaban udara, dan dapat memberikan lingkungan
dengan oksigen yang cukup.
Pada fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak memeliki radiant warmer
atau incubator untuk mencegah terjadinya hipotermi, maka tindakan-
tindakan umum yang dapat dilakukan untuk mencegah hipotermi antara
lain :
1. Mengeringkan tubuh bayi, segera setelah lahir dengan handuk atau
kain yang hangat
2. Menyelimuti bayi terutama bagian kepala dengan kain yang kering
(bayi dibungkus kain hangat dan kepalanya diberi topi)
3. Meletakkan bayi di lingkungan/ruang yang hangat (suu ruangan tidak
kurang dari 25 C)
4. Memasttikan tangan selalu hangat pada saat memegang bayi
5. Mengganti handuk, selimut, kain, popok, bedong yang basah dengan
yang bersih, kering dan hangat
3. Metode Kanguru
Metode kanguru merupakan salah satu metode perawatan bayi berat lahir
rendah untuk mencegah hipotermi pada bayi baru lahir, yang diperkenalkan
pertama kali oleh Rey dan Martinez dari Columbia pada tahun 1979. Mereka
melaporkan skin to skin contact dapat meningkatkan kelangsungan hidup bayi
terutama yang mengalami BBLR atau premature. Mengapa disebut metode
kanguru? Karena cara ini meniru binatang kanguru yang biasanya melahirkan
bayi imatur dan menyimpannya di kantung ibunya untuk mencegah
kedinginan. Prinsip dasar dari metode kanguru ini adalah mengganti perawata
BBLR dalam incubator dengan metode kanguru.
a. Pengertian metode kanguru
 Metode kanguru merupakan perawatan bayi baru lahir seperti bayi
kanguru dalam kantung ibunya

30
 Metode kanguru merupakan cara yang sederhana untuk merawat
bayi baru lahir yang menggunakan suhu tubuh ibu untuk
menghangatkan bayinya
 Metode kanguru merupakan cara merawat bayi dalam keadaan
telanjang, bayi hanya memakai popok dan topi, dan bayi
diletakkan secara vertical/ tegak di dada antara ke dua payudara
ibu, di mana ibu dalam keadaan telanjang dada, kemudian
diselimuti
 Metode kanguru disebut juga perawatan skin to skin
 Metode kanguru merupakan suatu penyelesaian dalam keadaan di
mana teknologi kedokteran dan kebidanan sangat terbatas atau
tidak tersedianya untuk perawatan BBLR seperti di negara maju
b. Tujuan metode kanguru
Tujuan penerapan metode kanguru untuk bayi berat lahir rendah adalah
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas BBLR serta menurunkan
rujukan BBLR ke rumah sakit.
c. Manfaat metode kanguru
Metode kanguru dapat memberikan manfaat bagi ibu, bayi dan rumah
sakit/klinik.
Bagi bayi, metode kanguru bermanfaat untuk mengurangi pemakaian
kalori bayo, memperlama waktu tidur bayi, meningkatkan hubungan
kedekatan bayi dan ibu, mengurangi kejadian infeksi, menstabilkan suhu
bayi, menstabilkan denyut jantung dan pernafasan bayi, menurunkan stress
pada bayi, meningkatkan perilaku bayi lebih baik, dimana akan tampak
bayi waspada, menangis berkurang, lebih sering menyusu ASI dan
menaikkan berat badan bayi.
Bagi ibu, metode kanguru bermanfaat untuk mempermudah pemberian
ASI dan pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini, meningkatkan produksi ASI,
menignkatkan rasa percaya diri ibu, meningkatkan hubungan kedekatan
dan kasih sayang ibu dengan bayi dan memberikan pengaruh psikologis
berupa ketenangan pada ibu dan keluarga.

31
Bagi rumah sakit/klinik bermanfaat untuk memberikan efesiensi tenaga
kerena ibu dapat merawat bayinya sendiri, mempersingkat lama perawatan
bayi di rumah sakit, dan efesiensi anggaran karena pengguanaan fasilitas
misalnya incubator berkurang.
d. Kriteriab Bayi yang Diberikan Metode Kanguru
Berikut ini beberapa criteria bayi yang dapat dilakukan metode kanguru,
antara lain : bayi dengan berat badan lahir kurang lebih 1800 gram atau
antara 1500 – 2500 gram, bayi premature, bayi yang tidak terdapat
kegawatan pernafasan dan sirkulasi, bayi mampuu bernafas sendiri, bayi
yang tidak terdapat kelainan bawaan yang berat, dan suhu tubuh bayi
stabil (36,5 C – 37,5 C)
e. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Metode Kanguru
 Posisi kanguru : posisi bayi diantara payudara, tegak, dada bayi
menempel ke dada ibu. Posisi bayi kemudian diamankan dengan
kain panjang atau baju kanguru (dalam hal ini bayi diletakkan
dalam dekapan ibu dengan kulit menyentuh kulit, posisi bayi
tegak, kepala miring ke kiri atau ke kanan).
Apabila menggunakan baju kanguru/ kantung kanguru, posisi bayi
adalah tegak/vertical pada siang hari pada waktu ibu berdiri atau
duduk dan posisi bayi tengkurap attau miring pada malam hari
pada waktu ibu berbaring atau tidur. Keunggulan metode ini adalah
bayi mendapatkan sumber panas alami (36 C-37 C) langsung dari
kulit ibu, mendapatkan kehangatan udara dalam kantung/ baju ibu,
serta ASI menjadi lancar. Dekapan ibu adalah energy bagi bayi.
Pada bayi berat badan lahir sangat rendah (kurang dari 1000 gram)
metode kanguru ditunda sampai usia 2 minggu atau sampai
keadaan bayi stabil.
 Nutrisi : waktu yang optimal untuk memulai menyusui ASI
tergantung pada masa kehamilannya

32
 Dukungan : dukungan terutama diberikan pada ibu berupa fisik,
emosional dan edukasim yang sewaktu hamil sebaiknya telah
diberikan informasi tentang pentingnya metode kanguru bagi bayi
 Pemulangan : syarat pemulangan tergantung pada kesehatan bayi
secara menyeluruh dalam kondisi baik dan ibu mampu merawat
bayinya.
 Harus ada konseling dan informed consent terlebih dahulu
4. Pemijatan Bayi
Ternyata, dari kebanyakan penelitian melaporkan bayi premature yang
biasanya lahir dengan berat badan lahir rendah mengalami kenaikan berat
badan yang lebih besar dan berkembang lebih baik setelah dilakukan
pemijatan secara teratur. Margaret Ribble, seorang psikiater pada tahun 1940
mengamati bahwa bayi yang lebih banyak dipegang akan terangsang
pernapasan dan peredaran menjadi lebih baik. Margaret mengamati bayi
premature dengan BBLR pernapasannya biasanya pendek dan tidak stabil
pada minggu-minggu pertama kelahiran, namun pernapasannya menjadi lebih
baik setelah bersimbungan dan kontak fisik dengan ibunya.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Field dan Scafidi melaporkan manfaat
pijatan/sentuhan pada bayi dengan BBLR yaitu sekitar 1200-1300 gram yang
telah melampaui masa kritisnya. Bayi-bayi tersebut setelah diteliti selama 10
hari dengan dilakukan pijatan 3 kali sehari selama 15 menit didapatkan
hasil :berat badannya 47% lebih besar dari bayi yang tidak dilakukan
pemijatan, bayi berada dalam keadaan “alert active” yang lama, bayi
dipulangkan lebih cepat 6 hari dan orientasi, gerak motorik dan perilaku bayi
lebih baik.
Untuk itu, sebenarnya pijat/sentuhan ini juga merupakan penatalaksanaan
yang baik bagi bayi dengan BBLR karena sangat efektif untuk menjalin
hubungan orang tua dan bayi dalam hal perkembangan fisik dan emosional
bayi maupun perkembangan indra yang lain. Karena bayi dengan BBLR juga
memounyai kebutuhan emosional, yang ditunjukkan dengan kegelisahan,
ketegangan dan pada akhirnya timbul dampak kegagalan dalam pertumbuhan.

33
a. Tujuan Pemijatan pada BBLR
Pemijatan pada BBLR bertujuan untuk :
1. Memacu pertumbuhan berat badan bayi
2. Membantu bayi melepaskan rasa tegang dan gelisah
3. Menguatkan dan meningkatkan sistem imunologi
4. Meranagsang pencrnaan makanan dan pengeluaran kotoroan
5. Membuat bayi tidur lebih tenang
6. Menjalin komunikasi dan ikatan bayi atau orang tuanya
b. Pelaksanaan pemijatan
1. Pijatan pada BBLR dapat dilakukan setelah bayi dalam keadaan stabil,
telah melampaui masa kritis dan dapat dilakukan tiga kali dalam sehar.
2. Waktu memijat bayi yang terbaik adalah apabila orang tua dan bayi
telah siap memulai; pagi hari sebelum mandi atau sebelum makan;
siang hari sebelum minum dan sore hari sebelum minum atau tidur.
3. Alat-alat yang perlu dipersiapkan sebelum memijat bayi adalah lotion
atau minyak yang lembut; selimut/popok/kain bedong; handuk; dan
pakaian ganti bayi.
4. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemijatan bayi, antara
lain tangan pemijat tidak memakai perhiasan seperti cincin dan gelang
serta kuku harus penduk; tangan pemijat dalam keadaan hangat; cuci
tangan sampai bersih bila perlu cuci tangan dengan 7 langkah sebelum
melakukan pemijatan bayi; mulai pemijatan dengan melakukan
sentuhan ringan, kemudian secara bertahap tambahkan tekanan pada
sentuhan tersebut; selama pemijatan, pandanglah mati bayi dengan
pancaran kasih sayang dan bernyanyilah atau putarkan lagu-lagu
lembut untuk menciptakan suasana tenang; tanggaplah dengan isyarat
yang diberikan bayi; jaga temperature bayi untuk mencegah hipotermi;
hindarkan mata bayi dari percikan minyak pijat; mandikan bayi setelah
pemijatan berakhir dengan air hangat; pantau bayi sebelum, selama
dan sesudah pemijatan dengan seksama.\
c. Cara Pemijatan pada Bayi Berat Lahir Rendah

34
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam pemijatan
bayi, yaitu :
1. Letakkan bayi dalam posissi telungkup atau telentang
2. Lakukan pijatan dengan kekuatan tekanaan sedang selama 1 menit
pada bagiian : kepala dan muka, pundak, punggung, kaki dan tangan
3. Lakukan gerakan dari atas kepala, ke bawah bagian muka, ke atas
kepala, ke bawah bagian leher, ke atas bagian kepala, dan seterusnya
4. Lakukan gerakan dari belakang leher, ke bahu, ke belakang leher,
kemudian ke bahu, dan seterusnya
5. Lakukan gerakan dari atas punggung, ke pinggang, kembali ke
punggung, dan seterusnya
6. Lakukan dari paha ke bawah, kembali ke paha, kemudian ke bawah
dan lakukan usapan pada dua kaki
7. Lakukan gerakan dari pangkal lengan ke bawah, ke atas pangkal
lengan, ke bawah, seterusnya
8. Letakkan bayi dalam posisi terlentang, lekukan dan rentangkan tiap-
tiap lengan dan kaki setelah dipijat.
d. Hal-hal yang Perlu Dihindari
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu dihindarkan dalam pemijatan bayi :
1. Bayi tidak boleh dilakukan pemijatan pada waktu bayi tidak siap atau
tidak mau dipijat
2. Bayi tidak boleh dibangunkan, hanya khusus untuk dilakukan
pemijatan
3. Bayi tidak boleh dilakukan pemijatan langsung setelah bayi selesai
makan
4. Bayi tidak boleh dipaksakan dalam posisi tertentu pada saat pemijatan

35
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Bayi baru lahir atau neonates meliputi umur 0-28 hari. Kehidupan pada masa
neonates ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuian fisiologi agar bayi di luar
kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Banyak masalah pada bayi baru lahir yang
berhubungaan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang
disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomic, dan lingkungan yang berkurang baik
dalam kandungan pada persalinan maupun sesudah lahir.

Neonates resiko tinggi kematian seperti : BBLR, asfiksia neonatorium,


hipotermia, ikterus, dan perdarahan tali pusat. Untuk mencegah resiko tinggi tersebut
perlu adanya cepat dan perawatan yang intensif.

36

Anda mungkin juga menyukai