Tujuan
Seperti yang disampaikan oleh Hummel (Uyoh Sadulloh, 1994) bahwa tujuan
pendidikan secara universal akan menjangkau tiga jenis nilai utama yaitu:
Lebih jauh lagi, dengan mengutip dari beberapa ahli, Nana Syaodih Sukmadinata
(1997) memberikan gambaran spesifikasi dari tujuan yang ingin dicapai pada
tujuan pembelajaran, yakni :
Upaya pencapaian tujuan pembelajaran ini memiliki arti yang sangat penting..
Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran pada tingkat operasional ini akan
menentukan terhadap keberhasilan tujuan pendidikan pada tingkat berikutnya.
Terlepas dari rangkaian tujuan di atas bahwa perumusan tujuan kurikulum sangat
terkait erat dengan filsafat yang melandasinya. Jika kurikulum yang dikembangkan
menggunakan dasar filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme)
sebagai pijakan utamanya maka tujuan kurikulum lebih banyak diarahkan pada
pencapaian penguasaan materi dan cenderung menekankan pada upaya
pengembangan aspek intelektual atau aspek kognitif.
Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang diharapkan. Dalam skala
makro, rumusan tujuan kurikulum erat kaitannya dengan filsafat atau sistem nilai yang dianut
masyarakat. Bahkan, rumusan tujuan yang menggambarkan suatu masyarakat yang di cita – citakan,
misalkan, filsafat atau sistem nilai yang dianut masyarakat Indonesia adalah pancasila, maka tujuan
yang diharapkan tercapai oleh suatu kurikulum adalah terbentuknya masyarakat yang pancasilais.
Dalam skala mikro, tujuan kurikulum berhubungan dengan misi dan visi sekolah serta tujuan yang
lebih sempit, seperti tujuan setiap mata pelajaran dan tujuan proses pembelajaran.
Domain kognitif Perbedaan dari ketiga tingkatan, yakni tingkat SD, SMP, dan
SMA/SMK, terletak pada perbedaan jenis pengetahuan dan ruang lingkup objek
pengetahuan. Untuk tingkat SD, jenis pengetahuan yang dituntut untuk dimiliki
adalah faktual dan konseptual, serta ruang lingkup objek masih berada di
lingkungan sekitar dan berkaitan/terjadi kontak langsung. Untuk SMP, jenis
pengetahuan yang dituntut untuk dimiliki adalah faktual, konseptual, dan
prosedural, serta ruang lingkup objek masih berada di lingkungan sekitar maupun
di tempat yang berbeda dan masih terlihat. Sementara untuk tingkat SMA, jenis
pengetahuan yang dituntut untuk dimiliki adalah prosedural dan metakognitif,
serta ruang lingkup objek masih berada di lingkungan sekitar dan dia dapat
mengetahui sebab-sebab dari fenomena yang terjadi.
Domain afektif Perbedaan dari ketiga tingkatan, yakni tingkat SD, SMP, dan
SMA/SMK, terletak pada penerapan sikap yang diharapkan. Untuk tingkat SD,
penerapan sikap masih dalam ruang lingkup lingkungan sekitar, sedangkan untuk
tingkat SMP penerapan sikap dituntut untuk diterapkan pada lingkungan
pergaulannya dimanapun ia berada. Sementara itu, untuk tingkat SMA/SMK,
dituntut memiliki sikap kepribadian yang mencerminkan kepribadian bangsa
dalam pergaulan dunia.
Domain psikomotor Perbedaan dari ketiga tingkatan, yakni tingkat SD, SMP, dan
SMA/SMK, hanya terletak pada kemandirian siswanya. Untuk tingkat SD, tidak
dituntut untuk kemandirian tinggi, namun dituntut untuk menyelesaikan suatu
tugas yang hanya ditugaskan kepadanya. Untuk tingkat SMP, dituntut untuk dapat
mempelajari sesuatu yang tidak hanya berasal dari satu sumber saja, melainkan
dari sumber lain juga dituntut untuk dipelajari. Untuk tingkat SMA/SMK,
kemampuan keterampilan yang dituntut adalah keterampulan untuk dapat
mengembangkan atau mengaplikasikan teori yang dipelajari dalam kehidupan
sehari-hari.
B. Materi Pembelajaran
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat
dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa
pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme,
essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang
utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis,
dalam bentuk:
1. Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling
berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan
menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud
menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
2. Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-
kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3. Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus,
bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4. Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang
mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
5. Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi
pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
6. Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting,
terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
7. Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang
diperkenalkan dalam materi.
8. Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk
memperjelas suatu uraian atau pendapat.
9. Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu
hal/kata dalam garis besarnya.
10. Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran
dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih
memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh
karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh
peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat
konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk
tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial,
misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang
berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi
telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk
mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi
yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih
kecil dan obyektif.
Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang
melandasi pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan
materi pembelajaran,. Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk
menentukan materi pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat tertentu.,
maka dalam prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan fleksibel..
Isi kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan pengalaman belajar yang
harus dimiliki siswa. Isi kurikulum itu menyangkut semua aspek baik yang berhubungan
dengan pengetahuan atau materi pelajaran yang biasanya tergambarkan pada isi setiap
materi pelajaran yang diberikan maupun aktivitas dan kegiatan siswa. Baik materi maupun
aktivitas itu seluruhnya diarahkan untuk mencapai tujuan yang ditentukan.
C. Strategi pembelajaran
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang
melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan
dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap
penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang
menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual,–
sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik
dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran
yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh
sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan
pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara
pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran
yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal,
seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih
bersifattekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari
kalangan progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif
dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik
secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan
kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai
untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme
yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya
sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha
menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta
didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi
peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai
guider, guru melakukan pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta
didiknya secara personal.
Dari kedua pengertian diatas, ada dua hal yang patut kita cermati. Pertama, strategi
pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan
pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan atau
strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja, belum sampai pada tindakan. Kedua,
strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. artinya, arah dari semua keputusan penyusunan
strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian penyusunan langkah – langkah pembelajaran,
pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian
tujuan.
Upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar
tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal, dinamakan metode. Ini berarti metode digunakan
untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, bisa jadi satu strategi
pembelajaran digunakan beberapa metode. Misalnya untuk melaksanakan strategi ekspositori bisa
digunakan metode ceramah sekaligus metode tanya jawab atau bahkan diskusi dengan pemanfaatan
sumber daya yang tersedia termasuk menggunakan media pembelajaran. Oleh karena itu, strategi
berbeda dengan metode. Strategi menunjuk pada a plan of operation achieving something,
sedangkan metode adalaha way in achieving something.
Istilah lain juga yang memiliki kemiripan dengan strategi adalah pendekatan (approach).
Sebenarnya pendekatan berbeda dengan strategi maupun metode. Pendekatan dapat diartikan
sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran. Roy Killen (1998) misalnya,
mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru
(teacher centered approach) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student centered
approach). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung
(direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi
pembelajaran discovery daninquiry serta strategi pembelajaran induktif. Dengan demikian, istilah
pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat
umum. Oleh karena itu, strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau
tergantung dari pendekatan tertentu.
E. Evaluasi Kurikulum
Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi
kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum.
Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem
kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum
tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah
berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa.
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan persyaratan-persyaratan
tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll, dikemukakan syarat-syarat evaluasi
kurikulum yaitu “acknowledge presence of value and valuing, orientation to goals,
comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and integration.”
Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala
sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu
perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-
alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya. (disarikan
dari Nana Syaodih Sukmadinata, 1997)