D. Analisis Makro
Masuk ke dalam pengertian ekonomi makro atau makroekonomi adalah studi tentang
ekonomi secara keseluruhan. Makro ekonomi menjelaskan perubahan ekonomi yang
memengaruhi banyak rumah tangga (household), perusahaan, dan pasar. Ekonomi makro dapat
digunakan untuk menganalisis cara terbaik untuk memengaruhi target-target kebijaksanaan
seperti pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, tenaga kerja dan pencapaian keseimbangan
neraca yang berkesinambungan.
Dalam makro ekonomi juga terdapat 4 permasalahan utama yaitu :
1. Price stabilization ( stabilitas harga )
2. Unemployment ( pengangguran )
3. Economic growth ( pertumbuhan ekonomi )
4. Balance of payment ( neraca pembayaran )
Dari keempat permasalahan tersebut salah satunya tidak akan bisa dihindari karena memang
permasalahan tersebut merupakan systematic risk yang pasti akan terjadi dalam perekonomian
suatu negara.
MAKRO EKONOMI DALAM MANAJEMEN PORTFOLIO DAN INVESTASI
Secara fundamental harga suatu jenis saham di pengaruhi oleh kinerja perusahaan dan
kemungkinan resiko yang dihadapi perusahaan.Kinerja perusahaan tercermin dari laba
operasionaldan laba bersih per saham serta beberapa rasio keuangan yang menggambarkan
kekuatan manajemen dalam mengelola perusahaan. Resiko perusahaan tercermin dari daya tahan
perusahaan dalam menghadapi siklus ekonomi serta faktor makro ekonomi dan makro non
ekonomi. Dengan kata lain kinerja perusahaan dengan resiko yang dihadapi dipengaruhi oleh
faktor makro dan mikro ekonomi.
Faktor makro merupakan faktor yang berada diluar perusahaan, tetapi mempunyai pengaruh
terhadap kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Faktor makro terdiri dari faktor makro ekonomi dan makro non ekonomi. Faktor
makro ekonomi yang secara langsung dapat mempengaruhi kinerja saham maupun kinerja
perusahaan antara lain :
1. Tingkat bunga umum domestic
2. Tingkat inflasi
3. Peraturan perpajakan
4. Kebijakan khusus pemerintah yang terkait dengan perusahaan tertentu
5. Kurs valuta asing
6. Tingkat bunga pinjaman luar negeri
7. Kondisi perekonomian internasional
8. Siklus ekonomi
9. Faham ekonomi
10. Peredaran uang
Perubahan faktor makro ekonomi diatas tidak akan dengan seketika mempengaruhi kinerja
perusahaan,tetapi secara perlahan dalam jangka panjang. Sebaliknya harga saham akan
terpengaruh dengan seketika oleh perubahan faktor makro ekonomi itu karena para investor lebih
cepat bereaksi. Ketika perubahan faktor makro ekonomi itu terjadi,investor akan mengkalkulasi
dampaknya baik yang positif maupun negative terhadap kinerja perusahaan beberapa tahun
kedepan,kemudian mengambil keputusan membeli atau menjual saham yang bersangkutan. Oleh
karena itu harga saham lebih cepat menyesuaikan diri daripada kinerja perusahaan terhadap
variabel-variabel makro ekonomi.
Faktor makro mempengaruhi kinerja perusahaan dan perubahan kinerja perusahaan secara
fundamental mempengaruhi harga saham di pasar. Investor fundamentalis akan memberi nilai
saham sesuai dengan kinerja saat ini dan prospek kinerja perusahaan di masa datang. Jika
kinerjanya meningkat maka harga saham akan meningkat dan jika kinerja menurun maka harga
saham akan menurun.Jika salah satu variabel makro berubah, maka investor akan bereaksi positif
atau negative tergantung pada apakah perubahan variabel makro itu bersifat positif atau negative
di mata investor. Reaksi investor terhadap perubahan variabel makro tidak sama, ada yang
memberikan reaksi positif dan reaksi negative yang semuanya tergantung pada kekuatan investor
yang paling dominan. Kualitas reaksi positif ataupun negative tidak sama satu sama lain, ada
yang lemah, ada yang normal, dan ada pula yang berlebihan (overreaction).
Reaksi berlebihan ( overreaction ) tampak pada perubahan harga saham yang tajam, yaitu naik
secara tajam atau turun secara tajam, kemudian terkoreksi lagi oleh pasar sehingga tercapai
keseimbangan harga yang normal. Overreaction juga tercermin dari gejolak harga yang tajam
kemudian terkoreksi berlawanan sampai pada tingkat harga yang normal. Faktor makro berubah
secara mendadak dan sukar diprediksi serta bisa datang setiap saat. Investor yang dapat
mengestimasi datangnya faktor perubahan makro akan mampu bertindak terlebih dahulu dalam
membuat keputusan jual beli saham, dan akan memperoleh keuntungan lebuh besar daripada
investor yang terlambat dalam mengambil keputusan jual beli saham.
E. Analisis Industri
Tahap selanjutnya dalam rangkaian analisis fundamental adalah menganalisis kondisi industri
dimana perusahaan berada, karena setiap industri memiliki karakteristik yang berbeda-beda
sehingga memiliki kondisi yang berbeda-beda pula (Damodaran, 2002).
Sebuah industri secara langsung maupun tidak langsung akan berkompetisi dengan industri
lainnya dalam memperebutkan pangsa pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan masing-masing
industri tidak sama dengan pertumbuhan ekonomi, ada industri yang mampu tumbuh melebihi
pertumbuhan ekonomi akan tetapi ada juga industri yang tumbuh di bawah pertumbuhan
ekonomi. Perusahaan akan mudah berkembang di dalam industri yang tumbuh dengan pesat dan
mampu bersaing dengan industri lainnya. Pemahaman mengenai pertumbuhan industri dan tahap
pertumbuhan industri diperlukan untuk menentukan keadaan dan prospek perusahaan. Investasi
yang baik harus dilakukan pada industri yang tumbuh sesuai dengan pertumbuhan ekonomi
nasional dan industri tersebut berada dalam tahap pertumbuhan. Industri yang mampu tumbuh
lebih baik dari pertumbuhan ekonomi, akan memiliki peluang besar untuk memperoleh
profitabilitas yang tinggi.
Dalam menganalisis industri harus mengamati terlebih dahulu tingkatan dalam daur hidupnya
untuk menilai kondisi kesehatan dan posisi industri secara umum kemudian dilanjutkan dengan
analisis kualitatif atas faktor-faktor penting yang mempengaruhi industri.
karena konsumen belum jenuh dengan produk yang ditawarkan. Tahap ini akan menawarkan
return potensial yang tinggi apabila perusahaan sukses, tapi juga akan memberikan resiko yang
lebih besar apabila perusahaan gagal. Oleh karena itu akan sangat beresiko tinggi untuk memilih
perusahaan yang berada pada tahap ini.
b. Tahap Konsolidasi (Consolidated Stage)
Pada tahap ini dimana dicirikan dengan tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dibanding tahap
sebelumnya, namun masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi karena produk yang
ditawarkan mulai dikenal dan digunakan secara umum oleh konsumen. Perusahaan yang
bertahan sampai tahap ini, kondisinya mulai stabil dan pangsa pasarnya lebih mudah untuk
diprediksi. Investor akan bersedia untuk berinvestasi pada industri ini karena return potensialnya
sudah terbukti dan tingkat resiko kegagalannya sudah berkurang.
Pemodal harus memilih industri yang berada pada tahap ini karena industri ini menawarkan
potensi pertumbuhan dan terdapat keamanan dalam investasi.
c. Tahap Kedewasaan (Maturity Stage)
Industri akan memasuki tahap kedewasaan dimana tingkat pertumbuhannya berjalan secara
moderat dan tidak lebih cepat dari pertumbuhan ekonomi. Tingkat penjualan mungkin masih
mengalami kenaikan tapi dengan tingkat yang lebih rendah dibandingkan tahap sebelumnya.
Produk yang dihasilkan akan lebih terstandarisasi dan kurang inovatif, sementara pasar sudah
penuh dengan para pemain. Untuk itu perusahaan dipaksa untuk memperluas pangsa pasar
dengan melakukan persaingan harga yang harus diimbangi dengan melakukan efisiensi biaya
supaya tidak terjadi penurunan profit margin yang pada akhirnya dapat mengakibakan tekanan
pada laba.
d. Tahap Penurunan (Declining Stage)
Pada tahap ini, industri akan tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan. Hal ini terjadi akibat produk yang mulai usang dan ditinggal oleh
konsumen, munculnya persaingan dari produk baru, atau persaingan dari pemain baru yang
memiliki strategi low cost, yang pada akhirnya menyebabkan permintaan terhadap produk
industri mengalami penurunan tajam.
Macam-macam Industri
1. Agrikultur
Terdiri dari:
Perkebunan : Astra Agro Lestari Tbk (AALI)
Peternakan : Saat ini Kosong
Perikanan : Central Proteina Prima Tbk (CPRO)
Lainnya : BISI International Tbk (BISI)
Karakteristik:
Dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas dunia, baik CPO ,jagung, dan minyak dunia.
Sensitif pada fluktuasi rupiah karena sebagian bessar CPO ini diekspor.
Dipengaruhi iklim. Pada iklim banyak hujan, produksi sawit turun, supply menurun,
harga CPO naik.
Pajak ekspor. Semakin tinggi pajak ekspor, produsen menahan ekspor dan menurunkan
target penjualan.
Persaingan dengan Malaysia. Jika Malaysia mengubah produksi atau insentif pada
industri sawitnya akan mempengaruhi harga CPO dunia juga.
Permintaan dari China. Permintaan dari China sangat berpengaruh sebagai importer
terbesar CPO di dunia.
F. Analisis Perusahaan
Analisis perusahaan digunakan untuk memilih perusahaan terbaik. Di dalam menganalisis suatu
perusahaan Anda dapat melakukan tiga hal:
1. Menganalisis perusahaan tersebut secara kualitatif.
Analisis ini sifatnya menelaah hal yang tidak bisa dinilai dalam angka. Di sini Anda perlu
mengenal lebih jauh tentang perusahaan tersebut. Tujuannya adalah supaya Anda lebih
mengetahui perusahaan itu dengan lebih baik. Ada beberapa analisis kualitatif yang perlu
dilakukan untuk mengenal perusahaan lebih jauh, yaitu:
Mengetahui posisi perusahaan di industri Mengetahui model bisnis perusahaan tersebut
Mengetahui keunggulan kompetitif perusahaan Mengetahui siapa sosok manajemen
Mengetahui tata kelola perusahaan
b. Quick ratio
Quick ratio disebut juga acid test ratio, merupakan perimbangan antara jumlah aktiva lancar
dikurangi persediaan, dengan jumlah hutang lancar. Persediaan tidak dimasukkan dalam
perhitungan quick ratio karena persediaan merupakan komponen aktiva lancar yang paling kecil
tingkat likuiditasnya. Quick ratio memfokuskan komponen-komponen aktiva lancar yang lebih
likuid yaitu: kas, surat-surat berharga, dan piutang dihubungkan dengan hutang lancar atau
hutang jangka pendek (Martono, 2003:56). Jadi rumusnya:
Jika terjadi perbedaan yang sangat besar antara quick ratio dengan current ratio, dimana current
ratio meningkat sedangkan quick ratio menurun, berarti terjadi investasi yang besar pada
persediaan.
Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid mampu menutupi hutang
lancar. Semakin besar rasio ini semakin baik. Angka rasio ini tidak harus 100% atau 1:1.
Walaupun rasionya tidak mencapai 100% tapi mendekati 100% juga sudah dikatakan sehat
(Harahap, 2002:302).
c. Current ratio
Rasio ini membandingkan aktiva lancar dengan hutang lancar. Current Ratio memberikan
informasi tentang kemampuan aktiva lancar untuk menutup hutang lancar. Aktiva lancar meliputi
kas, piutang dagang, efek, persediaan, dan aktiva lainnya. Sedangkan hutang lancar meliputi
hutang dagang, hutang wesel, hutang bank, hutang gaji, dan hutang lainnya yang segera harus
dibayar (Sutrisno, 2001:247). Rumus current ratio adalah:
Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar, semakin tinggi kemampuan
perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya. Apabila
rasio lancar 1:1 atau 100% berarti bahwa aktiva lancar dapat menutupi semua hutang lancar. Jadi
dikatakan sehat jika rasionya berada di atas 1 atau diatas 100%. Artinya aktiva lancar harus jauh
di atas jumlah hutang lancar (Harahap, 2002:301)
2. Activity Ratio
a. Account receivable turnover
Rasio ini mengukur berapa kali, secara rata-rata piutang yang dikumpulkan dalam satu tahun.
Rasio ini mengukur kualitas piutang dan efisiensi perusahaan dalam pengumpulan piutang dan
kebijakan kreditnya. Rasio ini biasanya digunakan dalam hubungan dengan analisis terhadap
modal kerja, karena memberi ukuran seberapa cepat piutang perusahaan berputar menjadi kas.
Angka jumlah hari piutang, menggambarkan lamanya suat u piutang bisa ditagih (jangka waktu
pelunasan). Semakin lama jangka waktu pelunasannya,semakin besar pula resiko kemungkinan
tidak tertagihnya piutang (Prastowo dan Juliaty, 2003:82). Rasio ini dapat dihitung dengan
rumus:
ATAU
Rasio ini mengukur efektivitas pengelolaan piutang. Semakin tinggi tingkat perputarannya
semakin efektif pengelolaan piutangnya (Sutrisno, 2001:252).
b. Inventory turnover
Seperti halnya perputaran piutang, rasio ini juga menggambarkan likuiditas perusahaan, yaitu
dengan cara mengukur efisiensi perusahaan dalam mengelola dan menjual persediaan yang
dimiliki oleh perusahaan.
Perputaran persediaan yang tinggi menandakan semakin tingginya persediaan berputar dalam
satu tahun. Hal ini menandakan efektivitas
Rasio ini mengukur efektivitas penggunaan aktiva tetap dalam mendapatkan penghasilan.
Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin efektif penggunaan aktiva tetapnya (Sutrisno,
2001:253).
Rasio ini merupakan ukuran efektivitas pemanfaatan aktiva dalam menghasilkan penjualan.
Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin efektif perusahaan memanfaatkan aktivanya
(Sutrisno, 2001:253).
3. Debt Ratio
a. Debt to assets ratio (DAR)
Ratio yang biasa disebut dengan rasio hutang (debt ratio) ini mengukur presentase besarnya dana
yang berasal dari hutang. Hutang yang dimaksud adalah semua hutang yang dimiliki oleh
perusahaan baik yang berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Kreditor lebih
menyukai debt ratio yang rendah sebab tingkat keamanan dananya menjadi semakin baik
(Sutrisno, 2001:249). Untuk mengukur besarnya rasio hutang ini digunakan rumus:
Rasio ini menunjukkan sejauh mana hutang dapat ditutupi oleh aktiva. Semakin kecil rasionya
semakin aman (solvable). Porsi hutang terhadap aktiva harus lebih kecil (Harahap, 2002:304).
b. Debt to equity (DER)
Rasio hutang dengan modal sendiri (debt to equity ratio) adalah imbangan antara hutang yang
dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri
semakin sedikit dibanding dengan hutangnya. Bagi perusahaan sebaiknya, besarnya hutang tidak
boleh melebihi modal sendiri agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi. Semakin kecil rasio ini
semakin baik.
Maksudnya, semakin kecil porsi hutang terhadap modal, semakin aman. Rumusnya:
4. Profitability Ratio
a. Return on asset (ROA)
Rasio ini disebut juga rentabilitas ekonomis, merupakan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam hal ini laba yang
dihasilkan adalah laba sebelum bunga dan pajak atau EBIT (Sutrisno, 2001:254).Rasio ini
dihitung dengan rumus:
Rasio ini mengukur tingkat keuntungan (EBIT) dari aktiva yang digunakan.
Semakin besar rasionya semakin baik (Sutrisno, 2001:254).
b. Return on investment (ROI)
Return on Investment merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan yang
akan digunakan untuk menutup investasi yang dikeluarkan. Laba yang digunakan untuk
mengukur rasio ini adalah laba bersih setelah pajak atau EAT (Sutrisno, 2001:255). Rasio ini
dihitung dengan rumus:
Rasio ini mengukur jumlah rupiah laba bersih (setelah pajak) yang dihasilkan oleh setiap satu
rupiah investasi yang dikeluarkan. Semakin besar rasionya semakin baik (Sutrisno, 2001:255).
c. Gross profit margin
Gross Profit Margin merupakan perbandingan antara laba kotor yang diperoleh perusahaan
dengan tingkat penjualan yang dicapai pada periode yang sama. Rasio ini mencerminkan atau
menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai setiap rupiahpenjualan. Semakin besar rasionya
berarti semakin baik
kondisi keuangan perusahaan (Munawir, 2001:89). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang akan menutupi biaya-
biaya tetap atau biaya operasi lainnya. Dengan pengetahuan atas rasio ini dapat mengontrol
pengeluaran untuk biaya tetap atau biaya operasi sehingga perusahaan dapat menikmati laba.
Semakin besar rasionya semakin baik (Harahap, 2002:306).
d. Operating profit margin
Operating profit margin merupakan perbandingan antara laba usaha dan penjualan. Operating
profit margin erupakan rasio yang menggambarkan apa yang biasanya disebut pure profit yang
diterima atas setiap rupiah dari penjualan yang dilakukan. Operating profit disebut murni (pure)
dalam pengertian bahwa jumlah tersebutlah yang benar-benar diperoleh dari hasil operasi
perusahaan dengan mengabaikan kewajiban-kewajiban finansial berupa bunga serta kewajiban
terhadap pemerintah berupa pembayaran pajak. Apabila semakin tinggi operating profit margin
maka akan semakin baik pula operasi suatu perusahaan.
Rasio ini mengukur jumlah rupiah laba bersih yang dihasilkan oleh setiap satu rupiah penjualan.
Semakin tinggi rasionya semakin baik, karena menunjukkan kemampuan perusahaan
menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu.
5. Market Ratio
a. Earning per share (EPS)
Menurut Alwi (2003:77), Earning Per Share (EPS) biasanya menjadi perhatian pemegang saham
pada umumnya atau calon pemegang saham dan manajmeen. EPS menunjukan jumlah uang
yang dihasilkan (return) dari setiap lembar saham. Semakin besar nilai EPS semakin besar
keuntungan yang diterima pemegang saham.
Seorang investor membeli dan mempertahankan saham suatu perusahaan dengan harapan akan
memperoleh deviden atau capital gain. Laba biasanya menjadi dasar penentuan pembayaran
deviden dan kenaikan harga saham di masa mendatang. Oleh karena itu, para pemegang saham
biasanya tertarik dengan angka EPS yang dilaporkan perusahaan. EPS hanya dihitung untuk
saham biasa (Prastowo, 2005:93).
b. Price/Earning ratio (PER)
Menurut Moeljadi (2006:75), Price Earning Ratio (PER) menunjukan berapa banyak investor
bersedia membayar untuk tiap rupiah dari laba yang dilaporkan. Oleh para investor rasio ini
digunakan untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilakan laba di masa yang
akan datang. Kesedian para investor untuk menerima kenaikan PER sangat bergantung pada
prospek perusahaan. Perusahaan dengan peluang tingkat pertumbuhan yang tingi, biasanya
memiliki PER yang tinggi. Sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah
cenderung memiliki PER yang rendah pula (Prastowo 2005:96)
c. Book value per share of common stock
Book value per share atau nilai buku saham adalah jumlah rupiah yang menjadi milik tiap-tiap
lembar saham dalam modal perusahaan. Nilai buku ini adalah jumlah yang akan dibayarkan
kepada para pemegang saham pada waktu pembubaran (likuidasi) perusahaan bila aktiva dapat
dijual sebesar nilai bukunya.
d. Market/Book ratio
Rasio ini menunjukan berapa besar nilai perusahaan dari apa yang telah atau sedang ditanamkan
oleh pemilik perusahaan, semakin tinggi rasio ini, semakin besar tambahan wealth (kekayaan)
yang dinikmati oleh pemilik perusahaan (Husnan, 2006:76)
Menurut prastowo (2005:99),jika harga pasar berada di bawah nilai bukunya, investor
memandang bahwa perusahaan tidak cukup potensial. Bila seorang investor pesimistik atau
prospek suatu saham, banyak saham dijual pada harga di bawah nilai bukunya. Sebaliknya jika
investor optimistic maka saham dijual dengan harga di atas nilai bukunya.