Anda di halaman 1dari 18

RINGKASAN MATERI

MANAJEMEN INVESTASI DAN PORTOFOLIO


“ ANALISIS FUNDAMENTAL”

Di Susun Oleh : Kelompok 7


Sulistiyo 1861201009
Syam Permana Putra 1861201010
Katrina Ramidi 18612010

UNIVERISTAS WIDYA GAMA MAHAKAM SAMARINDA


FAKULTAS EKONOMI
2021
ANALISIS FUNDAMENTAL

A. Pengertian Analisis Fundamental


Analisis Fundamental atau Fundamental Analysis adalah teknik analisis yang memperhitungkan
berbagai faktor, seperti kinerja perusahaan, analisis persaingan usaha, analisis industri, analisis
ekonomi dan pasar makro-mikro. Dari sini dapat diketahui apakah perusahaan tersebut masih
sehat atau tidak. Dari pengecekan tersebut, investor dapat mengetahui mana perusahaan yang
dalam kondisi baik dan bisa dipilih untuk investasi. Pada umumnya pengguna Analisis
Fundamental adalah investor, terutama investor saham jangka panjang.
Analisis Fundamenal membutuhkan data untuk bisa dianalisis. Data bisa didapatkan dari
berbagai berita, data ekonomi, dan laporan keuangan yang dirilis oleh emiten yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Berita perusahaan bisa didapatkan dari koran, media elektronik Data
ekonomi bisa didapatkan dari rilis Badan Pusat Statistik atau Bank Indonesia. Data laporan
keuangan perusahaan dirilis oleh emiten setiap 3 bulan sekali (kuartalan). Bisa didapatkan di
website perusahaan masing-masing atau di website Bursa Efek Indonesia

B. Fungsi Analisis Fundamental


Analisis Fundamental memiliki beberapa kegunaan di dalam investasi saham, antara lain:
1. Mendeteksi saat yang tepat untuk masuk atau keluar dari pasar saham.
Dengan mengetahui bagaimana kondisi ekonomi negara, kita dapat mengetahui kapan
kita harus berinvestasi.
2. Memilih saham untuk berinvestasi.
Dengan analisis industri dan keuangan perusahaan kita dapat terhindar dari memiliki
perusahaan yang fundamentalnya kurang jelas.
3. Mengetahui harga wajar suatu saham.
Analisis Fundamental dapat digunakan untuk mengetahui valuasi saham, yaitu berapa
nominal rupiah saham itu layak dihargai.

C. Metode Analisis Fundamental


Di dalam Analisis Fundamental kita dapat melakukan analisis top-down mulai dari kondisi
ekonomi negara secara makro sampai kondisi perusahaan secara mikro, Dalam melakukan
analisis penilaian saham, investor bisa melakukan analisis fundamental secara “top-down” untuk
menilai prospek perusahaan.
Analisis secara “top-down” meliputi:
1. Analisis variabel-variabel ekonomi makro yang mempengaruhi kinerja seluruh perusahaan.
2. Analisis industri-industri pilihan yang berprospek paling baik.
3. Analisis perusahaan dan penentuan saham perusahaan mana yang terbaik.

D. Analisis Makro
Masuk ke dalam pengertian ekonomi makro atau makroekonomi adalah studi tentang
ekonomi secara keseluruhan. Makro ekonomi menjelaskan perubahan ekonomi yang
memengaruhi banyak rumah tangga (household), perusahaan, dan pasar. Ekonomi makro dapat
digunakan untuk menganalisis cara terbaik untuk memengaruhi target-target kebijaksanaan
seperti pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, tenaga kerja dan pencapaian keseimbangan
neraca yang berkesinambungan.
Dalam makro ekonomi juga terdapat 4 permasalahan utama yaitu :
1. Price stabilization ( stabilitas harga )
2. Unemployment ( pengangguran )
3. Economic growth ( pertumbuhan ekonomi )
4. Balance of payment ( neraca pembayaran )
Dari keempat permasalahan tersebut salah satunya tidak akan bisa dihindari karena memang
permasalahan tersebut merupakan systematic risk yang pasti akan terjadi dalam perekonomian
suatu negara.
MAKRO EKONOMI DALAM MANAJEMEN PORTFOLIO DAN INVESTASI
Secara fundamental harga suatu jenis saham di pengaruhi oleh kinerja perusahaan dan
kemungkinan resiko yang dihadapi perusahaan.Kinerja perusahaan tercermin dari laba
operasionaldan laba bersih per saham serta beberapa rasio keuangan yang menggambarkan
kekuatan manajemen dalam mengelola perusahaan. Resiko perusahaan tercermin dari daya tahan
perusahaan dalam menghadapi siklus ekonomi serta faktor makro ekonomi dan makro non
ekonomi. Dengan kata lain kinerja perusahaan dengan resiko yang dihadapi dipengaruhi oleh
faktor makro dan mikro ekonomi.
Faktor makro merupakan faktor yang berada diluar perusahaan, tetapi mempunyai pengaruh
terhadap kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Faktor makro terdiri dari faktor makro ekonomi dan makro non ekonomi. Faktor
makro ekonomi yang secara langsung dapat mempengaruhi kinerja saham maupun kinerja
perusahaan antara lain :
1. Tingkat bunga umum domestic
2. Tingkat inflasi
3. Peraturan perpajakan
4. Kebijakan khusus pemerintah yang terkait dengan perusahaan tertentu
5. Kurs valuta asing
6. Tingkat bunga pinjaman luar negeri
7. Kondisi perekonomian internasional
8. Siklus ekonomi
9. Faham ekonomi
10. Peredaran uang
Perubahan faktor makro ekonomi diatas tidak akan dengan seketika mempengaruhi kinerja
perusahaan,tetapi secara perlahan dalam jangka panjang. Sebaliknya harga saham akan
terpengaruh dengan seketika oleh perubahan faktor makro ekonomi itu karena para investor lebih
cepat bereaksi. Ketika perubahan faktor makro ekonomi itu terjadi,investor akan mengkalkulasi
dampaknya baik yang positif maupun negative terhadap kinerja perusahaan beberapa tahun
kedepan,kemudian mengambil keputusan membeli atau menjual saham yang bersangkutan. Oleh
karena itu harga saham lebih cepat menyesuaikan diri daripada kinerja perusahaan terhadap
variabel-variabel makro ekonomi.
Faktor makro mempengaruhi kinerja perusahaan dan perubahan kinerja perusahaan secara
fundamental mempengaruhi harga saham di pasar. Investor fundamentalis akan memberi nilai
saham sesuai dengan kinerja saat ini dan prospek kinerja perusahaan di masa datang. Jika
kinerjanya meningkat maka harga saham akan meningkat dan jika kinerja menurun maka harga
saham akan menurun.Jika salah satu variabel makro berubah, maka investor akan bereaksi positif
atau negative tergantung pada apakah perubahan variabel makro itu bersifat positif atau negative
di mata investor. Reaksi investor terhadap perubahan variabel makro tidak sama, ada yang
memberikan reaksi positif dan reaksi negative yang semuanya tergantung pada kekuatan investor
yang paling dominan. Kualitas reaksi positif ataupun negative tidak sama satu sama lain, ada
yang lemah, ada yang normal, dan ada pula yang berlebihan (overreaction).
Reaksi berlebihan ( overreaction ) tampak pada perubahan harga saham yang tajam, yaitu naik
secara tajam atau turun secara tajam, kemudian terkoreksi lagi oleh pasar sehingga tercapai
keseimbangan harga yang normal. Overreaction juga tercermin dari gejolak harga yang tajam
kemudian terkoreksi berlawanan sampai pada tingkat harga yang normal. Faktor makro berubah
secara mendadak dan sukar diprediksi serta bisa datang setiap saat. Investor yang dapat
mengestimasi datangnya faktor perubahan makro akan mampu bertindak terlebih dahulu dalam
membuat keputusan jual beli saham, dan akan memperoleh keuntungan lebuh besar daripada
investor yang terlambat dalam mengambil keputusan jual beli saham.
E. Analisis Industri
Tahap selanjutnya dalam rangkaian analisis fundamental adalah menganalisis kondisi industri
dimana perusahaan berada, karena setiap industri memiliki karakteristik yang berbeda-beda
sehingga memiliki kondisi yang berbeda-beda pula (Damodaran, 2002).
Sebuah industri secara langsung maupun tidak langsung akan berkompetisi dengan industri
lainnya dalam memperebutkan pangsa pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan masing-masing
industri tidak sama dengan pertumbuhan ekonomi, ada industri yang mampu tumbuh melebihi
pertumbuhan ekonomi akan tetapi ada juga industri yang tumbuh di bawah pertumbuhan
ekonomi. Perusahaan akan mudah berkembang di dalam industri yang tumbuh dengan pesat dan
mampu bersaing dengan industri lainnya. Pemahaman mengenai pertumbuhan industri dan tahap
pertumbuhan industri diperlukan untuk menentukan keadaan dan prospek perusahaan. Investasi
yang baik harus dilakukan pada industri yang tumbuh sesuai dengan pertumbuhan ekonomi
nasional dan industri tersebut berada dalam tahap pertumbuhan. Industri yang mampu tumbuh
lebih baik dari pertumbuhan ekonomi, akan memiliki peluang besar untuk memperoleh
profitabilitas yang tinggi.
Dalam menganalisis industri harus mengamati terlebih dahulu tingkatan dalam daur hidupnya
untuk menilai kondisi kesehatan dan posisi industri secara umum kemudian dilanjutkan dengan
analisis kualitatif atas faktor-faktor penting yang mempengaruhi industri.

Siklus Kehidupan Industri (Industry Life Cycle)


Siklus hidup industri merupakan suatu bentuk analisis fundamental yang melibatkan proses
pembuatan keputusan investasi berdasarkan tahapan yang berbeda, selama titik waktu tertentu.
Jenis posisi yang diambil akan tergantung pada karakteristik khusus perusahaan, serta di mana
industri ini di dalam siklus hidupnya. Dalam analisis ini bahwa tipikal siklus hidup industri
(industry life cycle) dapat digambarkan dalam empat tahap yang diuraikan sebagai berikut
(Charles, 2000):
a. Tahap Permulaan (Start-up stage)
Tahap ini dicirikan dengan menculnya teknologi dan produk baru dimana terjadi pertumbuhan
permintaan yang cepat. Sebagian perusahaan pada tahap ini mengalami kegagalan karena mereka
tidak mampu bertahan menghadapi tuntutan persaingan, namun sebagian dari mereka mengalami
tingkat pertumbuhan penjualan dan laba yang cepat

karena konsumen belum jenuh dengan produk yang ditawarkan. Tahap ini akan menawarkan
return potensial yang tinggi apabila perusahaan sukses, tapi juga akan memberikan resiko yang
lebih besar apabila perusahaan gagal. Oleh karena itu akan sangat beresiko tinggi untuk memilih
perusahaan yang berada pada tahap ini.
b. Tahap Konsolidasi (Consolidated Stage)
Pada tahap ini dimana dicirikan dengan tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dibanding tahap
sebelumnya, namun masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi karena produk yang
ditawarkan mulai dikenal dan digunakan secara umum oleh konsumen. Perusahaan yang
bertahan sampai tahap ini, kondisinya mulai stabil dan pangsa pasarnya lebih mudah untuk
diprediksi. Investor akan bersedia untuk berinvestasi pada industri ini karena return potensialnya
sudah terbukti dan tingkat resiko kegagalannya sudah berkurang.
Pemodal harus memilih industri yang berada pada tahap ini karena industri ini menawarkan
potensi pertumbuhan dan terdapat keamanan dalam investasi.
c. Tahap Kedewasaan (Maturity Stage)
Industri akan memasuki tahap kedewasaan dimana tingkat pertumbuhannya berjalan secara
moderat dan tidak lebih cepat dari pertumbuhan ekonomi. Tingkat penjualan mungkin masih
mengalami kenaikan tapi dengan tingkat yang lebih rendah dibandingkan tahap sebelumnya.
Produk yang dihasilkan akan lebih terstandarisasi dan kurang inovatif, sementara pasar sudah
penuh dengan para pemain. Untuk itu perusahaan dipaksa untuk memperluas pangsa pasar
dengan melakukan persaingan harga yang harus diimbangi dengan melakukan efisiensi biaya
supaya tidak terjadi penurunan profit margin yang pada akhirnya dapat mengakibakan tekanan
pada laba.
d. Tahap Penurunan (Declining Stage)
Pada tahap ini, industri akan tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan. Hal ini terjadi akibat produk yang mulai usang dan ditinggal oleh
konsumen, munculnya persaingan dari produk baru, atau persaingan dari pemain baru yang
memiliki strategi low cost, yang pada akhirnya menyebabkan permintaan terhadap produk
industri mengalami penurunan tajam.
Macam-macam Industri
1. Agrikultur
Terdiri dari:
 Perkebunan : Astra Agro Lestari Tbk (AALI)
 Peternakan : Saat ini Kosong
 Perikanan : Central Proteina Prima Tbk (CPRO)
 Lainnya : BISI International Tbk (BISI)
Karakteristik:
 Dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas dunia, baik CPO ,jagung, dan minyak dunia.
 Sensitif pada fluktuasi rupiah karena sebagian bessar CPO ini diekspor.
 Dipengaruhi iklim. Pada iklim banyak hujan, produksi sawit turun, supply menurun,
harga CPO naik.
 Pajak ekspor. Semakin tinggi pajak ekspor, produsen menahan ekspor dan menurunkan
target penjualan.
 Persaingan dengan Malaysia. Jika Malaysia mengubah produksi atau insentif pada
industri sawitnya akan mempengaruhi harga CPO dunia juga.
 Permintaan dari China. Permintaan dari China sangat berpengaruh sebagai importer
terbesar CPO di dunia.

2. Basic and Chemical


Terdiri dari:
 Semen : Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP)
 Keramik, Porselen & Kaca : Surya Toto Indonesia Tbk (TOTO)
 Logam dan Sejenisnya : Steel Pipe industri Indonesia TBK (ISSP)
 Kimia : Barito Pasific Tbk (BRPT)
 Plastik dan Kemasan : Alam Karya Unggul Tbk (AKKU)
 Pakan Ternak : Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN)
 Kayu & Pengolahnnya : SLJ Global Tbk (SULI)
 Pulp & Kertas : Alkindo Naratama Tbk (ALDO)
Karakteristik :
 Industri Hulu terpengaruh oleh kinerja industri hilir. Contohnya semen yang terpengaruh
oleh industri oleh properti dan infrasturktur
 Risiko Fluktuasi Nilai tukar, karena industri ini sebagian besar bahan bakunya masih dari
luar.
 Emiten-emiten di sektor ini sangat bervariasi. Bandingkan saja, ada perusahaan semen
dan pakan ternak di dalam sektor yng sama. Karena itu untuk sektor industri dasar, amati
sub sektor secara terpisah. Misalnya grup emiten pakan ternak sendiri, grup emiten semen
sendiri.
 Saham sektor ini terkadang bergerak tergantung sektor lain. Misalnya indsutri semen, erat
kaitannya dengan sektor properti. Jika sektor properti meningkat maka permintaan semen
juga meningkat.
 Pada beberapa emiten, fluktuasi rupiah sangat mempengaruhi. Misalnya pakan ternak.
Sekitar 40% bahan baku masih arus diimpor, sedangkan penghasilan dalam rupiah.
Emiten pakan ternak juga bisa terpengatuh oleh isu flu burung atau penyakit unggas
lainnya.
3. Mining
Terdiri dari :
 Batu bara : Adaro Energy Tbk (ADRO)
 Migas : Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX)
 Batu-batuan : Citatah Tbk (CTTH)
 Lainnya : Vale Indonesia Tbk (INCO)
 Logam & Mineral lainnya : ANTM (Aneka Tambang Persero)
Karakteristik:
 Dominan Batu bara, 70% hasil produksi di ekspor
 Karena sebagian besar bahan tambang diekspor, maka sekktor ini termasuk sensitif pada
fluktuasi rupiah.
 Sangat terpengaruh oleh permintaan dari pertumbuhan ekonomi dunia. Bila ekonomi
meningkat, permintaan komoditas dan energy naik, harga ikut naik.
 Risiko Kebijakan Pemerintah. Pemerintah dapat membatasi ekspor atau membebankan
pajak ekspor yang bisa mengakibatkan supply berkurang dan harga mineral menjadi naik.
 Sangat dipengaruhi harga minyak dunia. Jika harga minyak dunia naik, harga komoditas
lain seperti nikel, timah, batu bara cenderung ikut menanjak. Pengaruh paling banyak ada
di batubara sebagai subsituti minyak.
4. Miscellaneous
Terdiri dari :
 Mesin dan Alat Berat :UNTR (United Tractors)
 Otomotif & Komponennya : Astra International Tbk (ASII)
 Tekstil & Garmen : Nusantara Inti Corpora Tbk (UNIT)
 Alas Kaki : Sepatu Bata Tbk (BATA)
 Kabel : Sumi Indo Kabel Tbk (IKBI)
 Elektronika : Sat Nusapersada Tbk (PTSN)
Karakteristik :
 Identik dengan Otomotif
 Rasio kepemilikan mobil di Indonesia hanya 1:35 sedangkan Thailand 1:5 dan Malaysia
1:9 (data 2009). Hal ini menunjukkan bahwa industri otomotif masih bisa bertumbuh.
 Sektor ini sangat tergantung pada suku bunga bank atau inflasi untuk melakukan
ekspansi. Semakin tinggi inflasi, suku bunga tinggi, biaya juga meningkat. Hal ini karena
sektor ini termasuk sektor padat modal.
 Penjualan otomotif sangat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Menurut data 2011,
sekitar 85% penjualan kendaraan bermotor dibiayai oleh kredit.
 Sangat terpengaruh pada fluktuasi rupiah. Sekitar 80% komponen otomotif masih
diimpor dari luar negeri, sehingga pelemahan rupiah akan meningkatkan biaya produksi.
 Terpengaruh kebijakan pemerintah. Misalnya kebijakan BBM subsidi, aturan uang muka
kredit mobil dan lain-lain.
5. Consumer Goods
Terdiri dari :
 Makanan & Minuman : Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA)
 Rokok : Gudang Garam Tbk (GGRM)
 Farmasi : Kimia Farma Tbk (KAEF)
 Peralatan Rumah Tangga : Chitose International Tbk (CINT)
 Kosmetik & barang Keperluan Rumah Tangga: Unilever Indonesia Tbk (UNVR)
Karakteristik :
 Merupakan sektor defensif. Setidaknya stabil atau tidak akan menurun harganya secara
ekstrim jika prekonomian memburuk, karena barang dasar seperti maknan, rokok, obat
termasuk kebutuhan di Indonesia.
 Untuk farmasi, dipengaruhi nilai tukar.
 Untuk rokok, dipengaruhi kebijakan pemerintah.
 Saham di sektor ini diuntungkan oleh jumlah penduduk dan pertumbuhan kelas
menengah di Indonesia.
 Sedangkan emiten farmasi seperti KLBF sangat terpengaruh oleh nilai tukar rupiah,
karena bahan baku obat hampir semuanya di impor, tapi mereka tidak bisa seenaknya
menaikan harga obat.
 Industri rokok walaupun mendapat tantangan dari sisi kesehatan dan regulasi, tetap
menjanjikan karena jumlah perokok yang sangat besar. Aturan rokok di Indonesia juga
relatif masih longgar dibandingkan negara lain.
6. Properti
Terdiri dari:
 Property & Real Estate : Alam Sutera Realty Tbk (mall,perumahan)
 Konstruksi dan Bangunan : Adhi Karya (Persero) Tbk (jembatan,tol)
Karakteristik:
 Sangat tergantung pada kondisi ekonomi. Bila inflasi tinggi, suku bunga kredit naik,
penjualan perumahan juga menurun.
 Sektor ini juga paling pertama terkena pengaruh bila suku bunga naik, setelah bank.
 Pelemahan nilai tukar rupiah bisa menghambat laju perusahaan sector properti karena
harga bangunan akan naik sehingga menaikkan ongkos produksi.
 Untuk mengatasi penjualan yang fluktuatif, emiten properti melakukan beberapa langkah
strategis, seperti mengembangkan di daerah luar jawa, atau mengembangkan bisnis lain
seperti rumah sakit atau mengandalkan pendapatan berulang seperti mall, rumah sakit,
apartemen, atau taman rekreasi.
 Proyek pemerintah, pilihlah yang paling banyak mendapatkan proyek dari pemerintah.
 Kebijakan pemerintah. Seperti adanya program MP3EI (Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia).

7. Insfrastructur e Terdiri dari:


 Energi : Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS)
 Telekomunikasi : XL Axiata Tbk (EXCL)
 Transportasi : Blue Bird Tbk (BIRD)
 Konstruksi Non Bangunan : Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG)
 Jalan Tol, Pelabuhan, Bandara & Sejenisnya: Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR)
Karakteristik:
 Emiten di bidang energi sangat terpengaruh oleh harga gas dunia dan fluktuasi nilai
rupiah. Saham emiten ini juga terpengaruh kebijakan pemerintah tentang energi misalnya
pemberlakuan Open Access pada jaringan distribusi gas dikhawatirkan mempengaruhi
pemasuka perseroan.
 Bisa juga menjadi pilihan jangka pnajang karena termasuk sector industry yang sudah
matang.
 Permintaan untuk jalan tol masih cukup besar. Data 2009, Indonesia hanya memiliki
648km panjang jalan told an 77%nya dikelola oleh JSMR.
8. Finance
Terdiri dari:
 Bank : Bank Central Asia Tbk (BBCA)
 Lembaga Pembiayaan : Buana Finance Tbk (BBLD)
 Perusahaan Efek : Trimegah Securities Tbk (TRIM)
 Asuransi : Lippo General Insurance Tbk (LPGI)
 Lainnya : Sinarmas Multiartha Tbk (SMMA)
Karakteristik:
 Sensitif pada isu ekonomi, suku bunga dan inflasi. Inflasi tinggi akan menyebabkan daya
beli turun, suku bunga dinaikkan, NPL (non performing loan) naik dan penyaluran kredit
terhambat. Padahal sektor ini hidup dari penyaluran kredit.
 Kinerja perbankan banyak dipengaruhi kebijakan BI, mulai dari BI rate, aturan LDR
(loan to deposit ratio), hingga peraturan LTV (loan to value).
 Khusus perusahaan pembiayaaa, sangat terkait dengan industri otomotif. Pembiayaan
produk otomotif mendominasi 90% aktivitas perusahaan pembiayaan di Indonesia. Jika
penjualan otomotif meningkat, perusahaan pembiayaan juga membaik kinerjanya.

9. Perdagangan, Jasa dan Investasi


Terdiri dari:
 Perdagangan Besar Barang Produksi : AKR Corporindo Tbk (AKRA)
 Perdagangan Eceran : Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES)
 Restoran : Pusako Tarinka Tbk (PSKT)
 Hotel Dan Pariwisata : Pusako Tarinka Tbk (SHID)
 Advertising,Printing Dan Media : Media Nusantara Citra Tbk (MNCN)
 Rumah Sakit : Siloam International Hospitals Tbk (SILO)
 Jasa Komputer Dan Perangkatnya : Astra Graphia Tbk (ASGR)
 Perusahaan Investasi : MNC Investama Tbk (BHIT)
 Lainnya : Sumber Energi Andalan Tbk (ITMA)
Karakteristik:
 Saham di sektor ini bergerak secara independen, biasanya terkait dengan ekspansi atau
aksi korporasi.
 Khusus untuk perusahaan ritel tergantung ekon\\omi makro, sifatnya musiman.
Mendekati hari raya, biasanya saham ritel ini naik harganya.
 Untuk saham lain seperti hotel, pariwisata, dan sebagainya cenderung bergerak secara
independen dan tidak terlalu likuid.

F. Analisis Perusahaan
Analisis perusahaan digunakan untuk memilih perusahaan terbaik. Di dalam menganalisis suatu
perusahaan Anda dapat melakukan tiga hal:
1. Menganalisis perusahaan tersebut secara kualitatif.
Analisis ini sifatnya menelaah hal yang tidak bisa dinilai dalam angka. Di sini Anda perlu
mengenal lebih jauh tentang perusahaan tersebut. Tujuannya adalah supaya Anda lebih
mengetahui perusahaan itu dengan lebih baik. Ada beberapa analisis kualitatif yang perlu
dilakukan untuk mengenal perusahaan lebih jauh, yaitu:
 Mengetahui posisi perusahaan di industri Mengetahui model bisnis perusahaan tersebut
 Mengetahui keunggulan kompetitif perusahaan Mengetahui siapa sosok manajemen
 Mengetahui tata kelola perusahaan

2. Menganalisis perusahaan kuantitatif, yaitu dengan menelaah laporan keuangan


perusahaan tersebut.
Sebagai perusahaan publik, emiten di BEI selalu melaporkan laporan keuangannya pada
publik. Anda dapat mencari laporan keuangan ini di media, website BEI, atau di platform online
trading Anda. Dengan menganalisis laporan keuangan, dapat diketahui kesehatan finansial
perusahaan tersebut, hingga Anda dapat memutuskan apakah perusahaan tersebut layak beli atau
tidak. Karena sifatnya kuantitatif, analisis laporan keuangan dapat diperbandingkan dalam
bentuk angka-angka.
3. Menganalisis berita yang terkait dengan suatu perusahaan.
Ada dua jenis berita. Yang pertama adalah yang tidak terkait dengan strategi perusahaan
secara langsung, misalnya tiba-tiba pemimpin perusahaan meninggal. Berita seperti ini umumnya
sifatnya mendadak dan efeknya terhadap harga saham bersifat jangka pendek. Sedangkan jenis
kedua adalah berita yang terkait dengan strategi perusahaan secara langsung (aksi korporasi).
Misalnya perusahaan memutuskan melakukan akuisisi. Umumnya berita seperti ini akan dapat
mempengaruhi performa perusahaan dalam jangka panjang

Macam-macam Rasio Keuangan


Untuk memudahkan penilaian laporan keuangan, analis mengggunakan berbagai rasio fiansial.
Umumnya rasio finansial dapat dibagi dalam 5 kategori utama, yaitu:
1. Liquidity Ratio
a. Cash ratio
Rasio ini menunjukkan porsi jumlah kas + setara kas dibandingkan dengan total aktiva lancar.
Semakin besar rasionya semakin baik. Sama seperti Quick Ratio, tidak harus mencapai 100%
(Harahap, 2002:302). Kas yang dimaksud adalah uang perusahaan yang disimpan di kantor dan
di bank dalam bentuk rekening Koran. Sedangkan harta setara kas (near cash) adalah harta lancar
yang dengan mudah dan cepat dapat diuangkan kembali, dapat dipengaruhi oleh kondisi
ekonomi Negara yang menjadi domisili perusahaan bersangkutan. Rumus untuk menghitung
cash ratio adalah:

b. Quick ratio
Quick ratio disebut juga acid test ratio, merupakan perimbangan antara jumlah aktiva lancar
dikurangi persediaan, dengan jumlah hutang lancar. Persediaan tidak dimasukkan dalam
perhitungan quick ratio karena persediaan merupakan komponen aktiva lancar yang paling kecil
tingkat likuiditasnya. Quick ratio memfokuskan komponen-komponen aktiva lancar yang lebih
likuid yaitu: kas, surat-surat berharga, dan piutang dihubungkan dengan hutang lancar atau
hutang jangka pendek (Martono, 2003:56). Jadi rumusnya:

Jika terjadi perbedaan yang sangat besar antara quick ratio dengan current ratio, dimana current
ratio meningkat sedangkan quick ratio menurun, berarti terjadi investasi yang besar pada
persediaan.
Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid mampu menutupi hutang
lancar. Semakin besar rasio ini semakin baik. Angka rasio ini tidak harus 100% atau 1:1.
Walaupun rasionya tidak mencapai 100% tapi mendekati 100% juga sudah dikatakan sehat
(Harahap, 2002:302).
c. Current ratio
Rasio ini membandingkan aktiva lancar dengan hutang lancar. Current Ratio memberikan
informasi tentang kemampuan aktiva lancar untuk menutup hutang lancar. Aktiva lancar meliputi
kas, piutang dagang, efek, persediaan, dan aktiva lainnya. Sedangkan hutang lancar meliputi
hutang dagang, hutang wesel, hutang bank, hutang gaji, dan hutang lainnya yang segera harus
dibayar (Sutrisno, 2001:247). Rumus current ratio adalah:

Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar, semakin tinggi kemampuan
perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya. Apabila
rasio lancar 1:1 atau 100% berarti bahwa aktiva lancar dapat menutupi semua hutang lancar. Jadi
dikatakan sehat jika rasionya berada di atas 1 atau diatas 100%. Artinya aktiva lancar harus jauh
di atas jumlah hutang lancar (Harahap, 2002:301)

2. Activity Ratio
a. Account receivable turnover
Rasio ini mengukur berapa kali, secara rata-rata piutang yang dikumpulkan dalam satu tahun.
Rasio ini mengukur kualitas piutang dan efisiensi perusahaan dalam pengumpulan piutang dan
kebijakan kreditnya. Rasio ini biasanya digunakan dalam hubungan dengan analisis terhadap
modal kerja, karena memberi ukuran seberapa cepat piutang perusahaan berputar menjadi kas.
Angka jumlah hari piutang, menggambarkan lamanya suat u piutang bisa ditagih (jangka waktu
pelunasan). Semakin lama jangka waktu pelunasannya,semakin besar pula resiko kemungkinan
tidak tertagihnya piutang (Prastowo dan Juliaty, 2003:82). Rasio ini dapat dihitung dengan
rumus:

ATAU

Rasio ini mengukur efektivitas pengelolaan piutang. Semakin tinggi tingkat perputarannya
semakin efektif pengelolaan piutangnya (Sutrisno, 2001:252).

b. Inventory turnover
Seperti halnya perputaran piutang, rasio ini juga menggambarkan likuiditas perusahaan, yaitu
dengan cara mengukur efisiensi perusahaan dalam mengelola dan menjual persediaan yang
dimiliki oleh perusahaan.
Perputaran persediaan yang tinggi menandakan semakin tingginya persediaan berputar dalam
satu tahun. Hal ini menandakan efektivitas

manajemen persediaaan. Sebaliknya, jika perputaran persediaan rendah menunjukkan


pengendalian atas persediaan kurang efektif (Hanafi dan Halim, 2000:80). Rumus
perhitungannya adalah:
Rasio ini mengukur efektivitas pengelolaan persediaan. Semakin tinggi tingkat perputarannya
semakin efektif pengelolaan persediaanya (Sutrisno, 2001:251).

c. Fixed assets turnover


Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan penjualan berdasarkan
aktiva tetap yang dimiliki perusahaan. Rasio ini memperlihatkan sejauh mana efektivitas
perusahaan menggunakan aktiva tetapnya. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin efektif
proporsi aktiva tetap tersebut. Pada beberapa industri seperti industri yang mempunyai proporsi
aktiva tetap yang tinggi, rasio ini cukup penting diperhatikan. Sedangkan pada beberapa industri
yang lain seperti industri jasa yang mempunyai proporsi aktiva tetap yang kecil, rasio ini
barangkali tidak begitu penting untuk diperhatikan (Hanafi dan Halim, 2000:81). Perputaran
aktiva tetap dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Rasio ini mengukur efektivitas penggunaan aktiva tetap dalam mendapatkan penghasilan.
Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin efektif penggunaan aktiva tetapnya (Sutrisno,
2001:253).

d. Total Assets turnover


Rasio yang terakhir untuk komponen rasio aktivitas adalah rasio perputaran total aktiva. Sama
seperti halnya rasio perputaran aktiva tetap, rasio ini menghitung efektivitas penggunaan total
aktiva. Rasio yang tinggi biasanya menunjukkan manajemen yang baik, sebaliknya rasio yang
rendah harus membuat manajemen mengevaluasi strategi, pemasarannya, dan pengeluaran
investasi atau modalnya (Hanafi dan Halim, 2000:81). Rasio perputaran total aktiva
menggunakan rumus:

Rasio ini merupakan ukuran efektivitas pemanfaatan aktiva dalam menghasilkan penjualan.
Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin efektif perusahaan memanfaatkan aktivanya
(Sutrisno, 2001:253).
3. Debt Ratio
a. Debt to assets ratio (DAR)
Ratio yang biasa disebut dengan rasio hutang (debt ratio) ini mengukur presentase besarnya dana
yang berasal dari hutang. Hutang yang dimaksud adalah semua hutang yang dimiliki oleh
perusahaan baik yang berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Kreditor lebih
menyukai debt ratio yang rendah sebab tingkat keamanan dananya menjadi semakin baik
(Sutrisno, 2001:249). Untuk mengukur besarnya rasio hutang ini digunakan rumus:

Rasio ini menunjukkan sejauh mana hutang dapat ditutupi oleh aktiva. Semakin kecil rasionya
semakin aman (solvable). Porsi hutang terhadap aktiva harus lebih kecil (Harahap, 2002:304).
b. Debt to equity (DER)
Rasio hutang dengan modal sendiri (debt to equity ratio) adalah imbangan antara hutang yang
dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri
semakin sedikit dibanding dengan hutangnya. Bagi perusahaan sebaiknya, besarnya hutang tidak
boleh melebihi modal sendiri agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi. Semakin kecil rasio ini
semakin baik.
Maksudnya, semakin kecil porsi hutang terhadap modal, semakin aman. Rumusnya:

4. Profitability Ratio
a. Return on asset (ROA)
Rasio ini disebut juga rentabilitas ekonomis, merupakan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam hal ini laba yang
dihasilkan adalah laba sebelum bunga dan pajak atau EBIT (Sutrisno, 2001:254).Rasio ini
dihitung dengan rumus:

Rasio ini mengukur tingkat keuntungan (EBIT) dari aktiva yang digunakan.
Semakin besar rasionya semakin baik (Sutrisno, 2001:254).
b. Return on investment (ROI)
Return on Investment merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan yang
akan digunakan untuk menutup investasi yang dikeluarkan. Laba yang digunakan untuk
mengukur rasio ini adalah laba bersih setelah pajak atau EAT (Sutrisno, 2001:255). Rasio ini
dihitung dengan rumus:

Rasio ini mengukur jumlah rupiah laba bersih (setelah pajak) yang dihasilkan oleh setiap satu
rupiah investasi yang dikeluarkan. Semakin besar rasionya semakin baik (Sutrisno, 2001:255).
c. Gross profit margin
Gross Profit Margin merupakan perbandingan antara laba kotor yang diperoleh perusahaan
dengan tingkat penjualan yang dicapai pada periode yang sama. Rasio ini mencerminkan atau
menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai setiap rupiahpenjualan. Semakin besar rasionya
berarti semakin baik
kondisi keuangan perusahaan (Munawir, 2001:89). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang akan menutupi biaya-
biaya tetap atau biaya operasi lainnya. Dengan pengetahuan atas rasio ini dapat mengontrol
pengeluaran untuk biaya tetap atau biaya operasi sehingga perusahaan dapat menikmati laba.
Semakin besar rasionya semakin baik (Harahap, 2002:306).
d. Operating profit margin
Operating profit margin merupakan perbandingan antara laba usaha dan penjualan. Operating
profit margin erupakan rasio yang menggambarkan apa yang biasanya disebut pure profit yang
diterima atas setiap rupiah dari penjualan yang dilakukan. Operating profit disebut murni (pure)
dalam pengertian bahwa jumlah tersebutlah yang benar-benar diperoleh dari hasil operasi
perusahaan dengan mengabaikan kewajiban-kewajiban finansial berupa bunga serta kewajiban
terhadap pemerintah berupa pembayaran pajak. Apabila semakin tinggi operating profit margin
maka akan semakin baik pula operasi suatu perusahaan.

e. Net profit margin


Net Profit Margin atau Margin Laba Bersih digunakan untuk mengukur rupiah laba bersih yang
dihasilkan oleh setiap satu rupiah penjualan dan mengukur seluruh efisien, baik produksi,
administrasi, pemasaran, pendanaan, penentuan harga maupun manajemen pajak. Semakin tinggi
rasionya menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat
penjualan tertentu.
Tetapi jika rasionya rendah menunjukkan penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat biaya
tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk tingkat penjualan tertentu, atau kombinasi dari
kedua hal tersebut (Prastowo dan Juliaty, 2003:91). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus:

Rasio ini mengukur jumlah rupiah laba bersih yang dihasilkan oleh setiap satu rupiah penjualan.
Semakin tinggi rasionya semakin baik, karena menunjukkan kemampuan perusahaan
menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu.

5. Market Ratio
a. Earning per share (EPS)
Menurut Alwi (2003:77), Earning Per Share (EPS) biasanya menjadi perhatian pemegang saham
pada umumnya atau calon pemegang saham dan manajmeen. EPS menunjukan jumlah uang
yang dihasilkan (return) dari setiap lembar saham. Semakin besar nilai EPS semakin besar
keuntungan yang diterima pemegang saham.
Seorang investor membeli dan mempertahankan saham suatu perusahaan dengan harapan akan
memperoleh deviden atau capital gain. Laba biasanya menjadi dasar penentuan pembayaran
deviden dan kenaikan harga saham di masa mendatang. Oleh karena itu, para pemegang saham
biasanya tertarik dengan angka EPS yang dilaporkan perusahaan. EPS hanya dihitung untuk
saham biasa (Prastowo, 2005:93).
b. Price/Earning ratio (PER)
Menurut Moeljadi (2006:75), Price Earning Ratio (PER) menunjukan berapa banyak investor
bersedia membayar untuk tiap rupiah dari laba yang dilaporkan. Oleh para investor rasio ini
digunakan untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilakan laba di masa yang
akan datang. Kesedian para investor untuk menerima kenaikan PER sangat bergantung pada
prospek perusahaan. Perusahaan dengan peluang tingkat pertumbuhan yang tingi, biasanya
memiliki PER yang tinggi. Sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah
cenderung memiliki PER yang rendah pula (Prastowo 2005:96)
c. Book value per share of common stock
Book value per share atau nilai buku saham adalah jumlah rupiah yang menjadi milik tiap-tiap
lembar saham dalam modal perusahaan. Nilai buku ini adalah jumlah yang akan dibayarkan
kepada para pemegang saham pada waktu pembubaran (likuidasi) perusahaan bila aktiva dapat
dijual sebesar nilai bukunya.
d. Market/Book ratio
Rasio ini menunjukan berapa besar nilai perusahaan dari apa yang telah atau sedang ditanamkan
oleh pemilik perusahaan, semakin tinggi rasio ini, semakin besar tambahan wealth (kekayaan)
yang dinikmati oleh pemilik perusahaan (Husnan, 2006:76)
Menurut prastowo (2005:99),jika harga pasar berada di bawah nilai bukunya, investor
memandang bahwa perusahaan tidak cukup potensial. Bila seorang investor pesimistik atau
prospek suatu saham, banyak saham dijual pada harga di bawah nilai bukunya. Sebaliknya jika
investor optimistic maka saham dijual dengan harga di atas nilai bukunya.

Anda mungkin juga menyukai