Anda di halaman 1dari 12

Landasan Fatwa sebagai Pandangan Umat

dalam Meningkatkan Toleransi Beragama di


Indonesia
Oleh :
Drs. H. M. Basri HAR
Ketua Umum MUI Prov. Kalimantan Barat

Pada Acara Focus Group Disscussion (FGD)

“HARMONISASI UMAT BERAGAMA DALAM


RANGKAMEREDUKASI BERKEMBANGNYA PAHAM
INTOLERANSI PRO KEKERASAN DI WILAYAH
PROVINSI KALIMANTAN BARAT”
Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah wadah para
Ulama, Zuama dan Cendikiawan Muslim untuk
bermusyawarah dalam upaya mengayomi umat dan
mengembangkan kehidupan yang Islami.
Fungsi MUI :

1. Wadah Musyawarah Ulama, Zuama dan Cendikiawan Muslim dalam


membina umat untuk terwujudnya kehidupan yang islami.
2. Wadah silaturrahim untuk mengembangkan dan mengamalkan ajaran
Islam dan Menggalang Ukhuwah Islamiyah.
3. Wadah Perwakilan Umat Islam dalam hubungan konsultasi antar umat
beragama dan pemerintah.
4. Wadah Pemberi Fatwa, diminta atau tidak diminta.
MUI dalam mengemban Amanah sebagai Khodimul Umat
dalam upaya terwujudnya kehidupan yang Islami sebagai
Rahmatan Lil Alamin pada Munas MUI bulan Agustus 2015
ditetapkan Islam Wasathiyah (Wasathiyatul Islam) menjadi
paradigma pengabdian dan menjadi ruh setiap Gerakan
MUI di semua tingkatan.
Ekspresi Wasathiyatul Islam dan pemahamannya sangat
relevan dalam negara, bangsa Indonesia yang majemuk dalam
agama dan etnis. Wasathiyatul Islam menggunakan empat
kaidah sekurang-kurangnya yaitu :

1. Santun, tidak keras dan tidak anarkis.


2. Suka rela, tidak memaksa dan tidak mengintimidasi.
3. Toleransi, tidak egois dan tidak fanatis buta.
4. Saling mencintai,tidak saling bermusuhan dan membenci.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Salah satu fungsi MUI adalah pemberi fatwa diminta atau tidak diminta untuk
menjawab dan memperjelas segala permasalahan hukum Islam yang
senantiasa muncul dan semakin Kompleks yang dihadapi oleh umat Islam
Indonesia.
Persoalan yang hukumnya telah diterapkan oleh nash qat’i yakni persoalan
yang tidak perlu di ijtihadkan lagi status hukumnya, MUI tidak akan
menfatwakan.
Prosedur Penetapan Fatwa

• Setiap masalah yang akan difatwakan terlebih dahulu dipelajari dengan


seksama sebelum disidangkan.
• Mas’alah yang telah jelas hukumnya (Qatt’iy) tidak akan difatwakan
disampaikan sebagaimana adanya dari Nash Al-Qur’an dan Sunnah.
• Masalah yang terjadi khilafiyah di kalangan mazhab maka yang difatwakan
adalah hasil tarjih, setelah memperhatikan Fiqhi Mukarram (Perbandingan)
dengan menggunakan kaidah Usul Fiqhi Mukarram yang berhubungan
dengan pentarjihan.
Fatwa Sebagai Pedoman Untuk Kemaslahatan

Fatwa sebagai hasil seleksi dan ijtihad Ulama dari Fiqhi yang memang berwatak
Khilafiyah (perbedaan pendapat) yang oleh Nabi Muhammad SAW dipandang
sebagai rahmat, kita dituntut untuk saling menghargai dan toleransi dalam
perbedaan.
Akan tetapi mengingat pada umumnya Fatwa MUI dijadikan pedoman oleh
pemerintah dalam hal kemasyarakatan maka pemerintah diberi hak oleh Hukum
Islam untuk memilih yang paling membawa kemaslahatan dan memberlakukannya
kepada seluruh masyarakat, dan Umat Islam wajib mengikutinya.
Prinsip-Prinsip kerukunan hidup beragama
• Agama merupakan bagian penting dalam hidup berbangsa dan
bernegara. Tercermin pada Sila Pertama Pancasila “Ketuhanan Yang
Maha Esa” dan UUD 1945 pasal 29 ayat (1) “Negara Berdasar Atas
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
• Negara mengakui bahwa kebebasan beragama merupakan salah satu
hak asasi manusia yang paling mendasar dan fundamental bagi setiap
warga negara yang harus di hormati dan dijamin.
• Namun harus dipahami bahwa kebebasan itu tidaklah bersifat mutlak.
Tapi perlu di pagari dengan Batasan-Batasan tertentu. Hal ini secara
eksplisit terkandung dalam pasal 28 ayat (2) UUD 1945 “Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak
dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil
sesuai dengan pertimbangan moral nilai-nilai agama, keamanan dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
• Keterlibatan negara (dalam bentuk regulasi) untuk mengatur kehidupan
beragama merupakan keniscayaan dalam hal-hal yang bisa menimbulkan
konflik atau kekacauan dan bukan dalam hal substansi ajaran agama.
• Kerukunan antar umat beragama di Indonesia harus berdiri tegak diatas
prinsip-prinsip tersebut dan terus menerus mengajarkan dan menyadarkan
pemeluk agama masing-masing tentang kerukunan. Seperti Islam
mengajarkan kasih saying bagi seluruh alam (Rahamatan Lil Alamin) dan
perjanjian (Mu’ahadah).
Piagam Madinah Memberi Inspirasi dalam
Merawat Kerukunan Hidup Beragama

• Piagam Madinah disepakati sebagai konstitusi untuk melindungi warga


Madinah secara umum. Kesepakatan tersebut tidak membedakan apa
agamanya, juga tanpa memperhitungkan mana yang mayoritas dan
minoritas. Semua warga mendapatkan hak dan perlindungan yang sama,
terutama saat menghadapi ancaman dari luar.
SEKIAN DAN TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai