Anda di halaman 1dari 3

http://www.beritaiptek.com/pilihberita.

php?
id=60&PHPSESSID=221f21fc87887a3
fe09745bc20db7e6a
Selasa, 31 Mei 2005 12:16:11
Artikel Iptek - Bidang Biologi, Pangan, dan Kesehatan
Daun Beluntas Sebagai Bahan Antibakteri dan Antioksidan
Oleh Ardiansyah

Daun beluntas menurut hasil penelitian mempunyai fungsi antibakteri


dan antioksidan serta berpotensi untuk dikembangkan sebagai pengawet
makanan dan obat.

Beluntas (Pluchea indica L.), nama tumbuhan ini mungkin jarang kita dengar. Tapi,
sebetulnya bentuk tanaman ini tidak seasing namanya. Jika kita perhatikan dengan
seksama, hampir dapat dipastikan orang akan langsung mengenalnya sebagai tanaman
yang sering terdapat di halaman rumah, karena sering digunakan sebagai tanaman
pagar.

Beluntas merupakan tanaman perdu tegak, berkayu, bercabang banyak, dengan tinggi
bisa mencapai dua meter. Daun tunggal, bulat bentuk telur, ujung runcing, berbulu
halus, daun muda berwarna hijau kekuningan dan setelah tua berwarna hijau pucat
serta panjang daun 3,8-6,4 cm. Tumbuh liar di tanah dengan kelembaban tinggi; di
beberapa tempat di wilayah Jawa Barat tanaman ini digunakan sebagai tanaman pagar
dan pembatas antar guludan di perkebunan. Beberapa daerah di Indonesia menyebut
nama beluntas dengan nama yang berbeda seperti baluntas (Madura), Luntas (Jawa
Tengah), dan Lamutasa (Makasar).

Secara tradisional daun beluntas digunakan sebagai obat untuk menghilangkan bau
badan, obat turun panas, obat batuk, dan obat diare. Daun beluntas yang telah direbus
sangat baik untuk mengobati sakit kulit. Disamping itu daun beluntas juga sering
dikonsumsi oleh masyarakat sebagai lalapan.

Adanya informasi secara tradisional dari masyarakat yang telah lama memanfaatkan
daun beluntas sebagai salah satu tanaman obat mendorong para peneliti untuk
mengadakan berbagai penelitian guna membuktikan khasiatnya secara ilmiah. Pada
tulisan ini akan dicoba pemaparan dua penelitian pemanfatan daun beluntas dalam
bentuk ekstrak sebagai komponen antibakteri (Ardiansyah, 2002) dan minyak atsiri
sebagai zat antioksidan (Paini Sri Widyawati 2005).

Daun beluntas sebagai ekstrak antibakteri

Untuk mendapatkan ekstrak daun beluntas harus dikeringkan, selanjutnya dilakukan


ekstraksi. Ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut heksan, residu yang dihasilkan
diekstrak kembali dengan pelarut etanol untuk mendapatkan ekstrak polar defatted
dengan metode refluk. Selain itu dilakukan ekstraksi langsung menggunakan pelarut
etanol untuk mendapatkan ekstrak polar non defatted menggunakan metode yang
sama Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak dilakukan terhadap bakteri-bakteri dari
kelompok patogen penyebab keracunan makanan seperti Escherichia coli, Salmonella
typhi, Staphylococcus aureus, dan Bacillus cereus. Selain itu E. coli merupakan
bakteri penyebab infeksi saluran pencernaan, sedangkan S. aureus merupakan bakteri
penyebab impetigo (pembengkakan pada lapisan epidermis kulit), furuncle (radang di
jaringan sub kutan), dan carbuncle (peradangan yang meluas dan mengenai folikel
rambut). Dari kelompok bakteri penyebab kebusukan makanan adalah Pseudomonas
fluorescens. Pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi sumur;
adanya zona bening disekitar sumur menunjukkan aktivitas antibakteri. Davis Stout
mengemukakan bahwa ketentuan kekuatan antibakteri adalah sebagai berikut: daerah
hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 10 - 20 mm (kuat), 5
-10 mm (sedang), dan daerah hambatan 5 mm atau kurang (lemah).

Tabel 1. Aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas*


Bakteri ( Ekstrak Nondefatted ) ( Ekstrak Defatted )
Escherichia coli ( 8,5 +/- 0.5 ) ( 7,0 +/- 0.4 )
Salmonella typhi ( 10,2 +/- 0.4 ) ( 8,2 +/- 0.5 )
Staphylococcus aureus ( 9,1 +/- 1.0 ) ( 7,1 +/- 0.6 )
Bacillus cereus ( 8,4 +/- 0.7 ) ( 6,5 +/- 0.3 )
Pseudomonas fluorescen ( 6,3 +/- 0.3 ) ( 5.5+/- 0.3 )

* mean +/- SE

Pada Tabel di atas terlihat bahwa ekstrak nondefatted menunjukkan aktivitas


penghambatan lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak defatted. Jika data pada tabel
dikaitkan dengan ketentuan kekuatan antibakteri yang dikemukakan oleh Stout, maka
kekuatan antibakteri yang terkandung dalam ekstrak daun beluntas masuk dalam
kategori "sedang" (masuk dalam kisaran 5-10 mm). Meskipun kekuatan antibakteri
dalam kategori sedang, dapat dipahami bila daun beluntas berkhasiat menyembuhkan
berbagai penyakit yang diakibatkan infeksi bakteri.

Daun beluntas sebagai zat antioksidan

Penelitian yang dilakukan oleh Paini Sri Widyawati (2005) mencoba meneliti
aktivitas antioksidan dari daun beluntas. Daun beluntas diekstrak menggunakan etanol
dengan metode soxhlet dan air pada metode hidrodistilasi. Selanjutnya masing-masing
ekstrak, baik dari metode soxhlet maupun hidrodistilasi diuji kemampuan radical
scavenging activity DPPH (2,2-diphenil-1- picrylhydrazil radical), yaitu antioksidan
dalam ekstrak dan minyak atsiri daun beluntas akan bereaksi DPPH dan
mengubahnya menjadi alfa,alfa-diphenyl-beta-picrylhydrazine. Perubahan serapan
yang dihasilkan oleh reaksi ini menjadi ukuran kemampuan antioksidan dari daun
beluntas. Sebagai pembanding digunakan TBHQ (tertier butil hidroquinon) dan υ-
karoten yang secara umum telah digunakan sebagai aktioksidan komersial.

Hasil yang diperoleh menunjukkan kemampuannya secara berturutan sebagai berikut


beta-karoten > minyak atsiri beluntas > ekstrak beluntas > TBHQ. Dari data ini dapat
dikatakan bahwa daun beluntas memiliki potensi sebagai antioksidan alami dan dapat
menggantikan kedudukan TBHQ dan beta-karoten sebagai antioksidan.
Potensi aplikasi daun beluntas sebagai pengawet makanan dan obat

Penggunanan senyawa antimikroba/antibakteri yang berfungsi sebagai bahan


pengawet, juga antioksidan yang berfungsi untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi
sehingga mencegah produk makanan dari kerusakan karena terpapar oleh udara dan
cahaya, selama ini sebagian besar berasal dari bahan-bahan kimia sintetik.
Berdasarkan penelitian bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan dampak negatif
terhadap kesehatan. Sebagai alternatif pemecahannya dapat digunakan bahan-bahan
alami yang mempunyai kelebihan karena lebih aman untuk dikonsumsi.

Dari data-data seperti disebutkan diatas dapat disimpulkan bahwa daun beluntas
mempunyai potensi unutk dikembangkan sebagai ekstrak yang berfungsi sebagai
pengawet makanan, karena kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri-
bakteri penyebab keracunan makanan dan bakteri penyebab kerusakan makanan.
Disamping itu juga kemampuannya sebagai radical scavenging activity dapat
digunakan sebagai senyawa antioksidan.

Selain itu juga potensi daun beluntas dapat digunakan juga sebagai obat radang
(inflamasi) dan obat diare karena kemampuannya untuk menghambat pertumbuhan
bakteri S. aureus dan E. coli. Semoga!

Ardiansyah, mahasiswa Doktoral Laboratorium Nutrisi, Universitas Tohoku, Jepang.


Email: ardy@biochem.tohoku.ac.jp

Anda mungkin juga menyukai