Anda di halaman 1dari 20

PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN PADA REMAJA

Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
PSIKOLOGI AGAMA

Dosen Pengampu:
Abidatul Isti’anah, M.Pd.I

Disusun Oleh:
Lailatul Zulfi Rofiqoh (06040120083)
M. Khusnuhum (06040120089)
Mohammad Tamlikho Al Kahfi (06040120091)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul Perkembangan Jiwa Keagamaan pada Remaja.
Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW. yang telah mengantarkan kita dari jalan
kegelapan menuju jalan yang terang yaitu agama Islam. Adapun tujuan
dari penulisan makalah yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah
Psikologi Agama.
Penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pengampuh mata
kuliah Psikologi Agama dan pihak yang berpartisipasi karena telah
memberikan pengetahuan serta bimbingannya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini. Dalam penulisan makalah ini, penulis sadar
bahwa masih terdapat kekurangan ataupun kesalahan, oleh karena itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna
memperbaiki penulisan selanjutnya.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
menambah ilmu untuk para pembaca.

Sidoarjo, 25 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................2
C. Tujuan..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Jiwa Keagamaan Remaja................................................................3
B. Sikap Keagamaan pada Remaja.....................................................6
C. Konflik dan Keraguan....................................................................8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................15
B. Saran...............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Psikologi merupakan suatu ilmu yang mengkaji tentang


kejiwaan seseorang, selain itu ilmu ini juga memiliki keterkaitan
dengan masalah-masalah kehidupan batin manusia yang paling
dalam, yaitu agama. Agama merupakan suatu keyakinan yang
dianut seseorang sebagai jembatan kehidupan. Agama dapat juga
diartikan sebagai ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan melalui
perantara Nabi dan Rasul.
Psikologi agama merupakan suata cabang ilmu psikologi
yang mengkaji tentang tingkah laku manusia dalam hubungan
dengan pengaruh keyakinan terhadap agama. Berdasarkan kajian
psikologi agama, setiap tahapan perkembangan manusia memiliki
jiwa keagamaan yang berbeda-beda. Dalam perkembangan
keberagamaan manusia mulai dari anak-anak sampai usia lanjut
selalu mengikuti agama yang dianut oleh orang tuanya.
Pada masa remaja merupakan periode peralihan, dimana
pada masa itu seseorang mulai mencari jati dirinya, sehingga ia
mulai berpikir cara untuk mengimplementasikan ajaran agama
yang dianut dalam kehidupan sehari-hari. Jiwa keagamaaan sangat
dipengaruhi oleh perkembangan jasmani dan rohaninya, seperti
pertumbuhan pikiran dan mental, perkembangan perasaan,
pertimbangan sosial, perkembangan moral dan sebagainya.
Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai
perkembangan keberagamaan usia remaja beserta penjelasannya
sehingga kita bisa mengambil sebuah pelajaran untuk diaplikasikan
dalam hidup.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimana jiwa keagamaan pada remaja?
2. Apa saja sikap keagamaan yang ada dalam diri remaja?
3. Bagaimana konflik dan keraguan tentang jiwa keagamaan pada
remaja?
C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui jiwa keagamaan pada remaja
2. Untuk mengetahui sikap keagamaan pada remaja
3. Untuk mengetahui konflik dan keraguan tentang jiwa
keagamaan pada remaja

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jiwa Keagamaan pada Masa Remaja
Di negara-negara Barat, istilah remaja dalam bahasa Latin
yaitu “adolescere” yang memiliki makna tumbuh menjadi dewasa
atau berkembang menjadi dewasa. Menurut para ahli seseorang
dikatakan berada masa remaja yaitu sekitar usia 12-21 tahun.1
Remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju
dewasa. Dapat dikatakan masa transisi karena masa remaja tidak
memiliki posisi yang jelas, ia tidak termasuk masa anak-anak dan
tidak pula termasuk masa dewasa. Pada masa ini seseorang banyak
mengalami perubahan diantaranya, perubahan fisik, moral,
kesadaran beragama, dan lain sebagainya.
Masa remaja merupakan masa peralihan, dimana mereka
sangat memerlukan banyak pengetahuan dan pengalaman yang
berkaitan dengan dirinya. Salah satu yang paling dibutuhkan oleh
remaja yaitu pengetahuan agama. Agama merupakan suatu hal
yang sangat penting bagi kehidupan, karena kualitas sikap
seseorang tergantung pada baik atau buruknya agama mereka.
Agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat
seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya.2 Remaja yang
tidak diberi pengetahuan tentang agama, ia akan kesulitan dalam
menentukan hidup yang baik. Begitu pun sebaliknya, remaja yang
diberi pengetahuan agama akan mampu menstabilkan tingkah laku
dan bisa memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang
berada di dunia ini. Agama juga dapat memberikan perlindungan
dan rasa aman, terutama bagi remaja yang sedang mencari jati
dirinya.

1
Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), 189.
2
Ibid, 208.

3
Perkembangan jiwa keagamaan pada remaja terbagi
menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Masa Pra-Remaja (12-15 tahun)
Pada masa pra-remaja perkembangan jiwa bersifat
berurutan mengikuti sikap keagamaan orang-orang
disekitarnya. Pelaksanaan ibadah dan kegiatan keagamaan lain
yang mereka lakukan karena ada pengaruh dari keluarga,
teman, peraturan sekolah, dan lingkungan yang lainnya. Dalam
diri mereka belum muncul kesadaran untuk beragama secara
mandiri. Sikap keagamaan yang diyakini pada masa ini juga
mudah kegoncang yang disebabkan oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal berkaitan dengan adanya dorongan
seksual pada remaja yang ingin dipenuhinya, namun di sisi lain
mereka mengetahui bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan
dalam agama. Sedangkan, faktor eksternal dipengaruhi oleh
lingkungan sekitar. Apabila seorang remaja berada di
lingkungan yang buruk, memiliki beberapa problem dan
kurang motivasi dari orang-orang terdekatnya, maka tidak
menutup kemungkinan mereka akan berbuat negatif sehingga
meninggalkan sikap keagamaannya.3
2. Masa Remaja Awal (16-18 tahun)
Masa remaja di usia 16-18 tahun merupakan masa dimana
seseorang mencapai kematangan baik secara fisik, psikis dan
proses pertumbuhan otak juga mencapai kesempurnaan. Pada
masa ini remaja dapat memikirkan segala sesuatu secara
matang, salah satunya yaitu sikap keagamaan yang
diyakininya. Dalam beragama, ia memiliki kepercayaan yang
mantap sehingga dapat menerima ajaran agama dan

3
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Cet. V, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2004), 204-205.

4
mengamalkan perilaku beragama secara baik. Sikap tersebut
timbul karena adanya kesadaran beragama dalam diri remaja.
Kemantapan beragama pada usia remaja awal dibarengi
dengan dalamnya ilmu agama yang mereka miliki. Adanya
ilmu agama tersebut membuat remaja berusaha meninggalkan
segala sesuatu yang buruk seperti bid’ah dan kufarat dalam
beragama.4 Sebaliknya, seorang remaja yang kurang perhatian
terhadap ilmu agama akan cenderung mendekati perbuatan
yang kurang baik. Mereka lebih bebas memilih lingkungan
yang ia senangi tanpa mempertimbangkan baik atau buruk bagi
dirinya.
3. Masa Remaja Akhir (18-21 tahun)
Perkembangan jiwa pada masa remaja akhir berbeda dengan
remaja awal. Pada remaja akhir, perkembangan jiwa mengenai
keagamaan mulai menurun. Hal tersebut terjadi karena adanya
dorongan seksual yang kuat pada diri mereka, namun belum
ada kesempatan untuk menyalurkannya. Selain itu,
rasionalisasi ajaran agama yang kuat dan realitas kehidupan
masyarakat yang sering bertentangan dengan norma-norma
agama menjadi penyebab menurunnya jiwa keagamaan pada
masa remaja akhir. Beberapa karakteristik perkembangan jiwa
keagamaan remaja akhir, diantaranya yaitu:5
a. Memiliki kepercayaan terhadap agama, namun terdapat
keraguan dan kebimbangan dalam dirinya.
b. Keyakinan dalam beragama lebih banya dipengaruhi oleh
faktor rasional daripada emosional.

4
Surawan dan Mazrur, Psikologi Perkembangan Agama: Sebuah Tahapan Perkembangan Agama
Manusia, (Yogyakarta: K-Media, 2020), 50.
5
Ibid, 51.

5
c. Memiliki kesempatan untuk mengkritik, menerima, atau
menolak ajaran agama yang sudah diterima sejak kecil
dengan pertimbangan yang cukup matang.

Adapun ciri-ciri Kesadaran Beragama Yang Menonjol Pada Masa


Remaja yakni :
1. Pengalaman ketuhanannya semakin bersifat individual
2. Keimanannya semakin menuju realitas yang sebenarnya
3. Peribadatan mulai disertai penghayatan yang tulus

B. Sikap Keagamaan pada Remaja

Sikap merupakan bentuk kemampuan jiwa manusia dalam mengenal


suatu objek. Kecenderungan tersebut dipengaruhi oleh penilaian subjek
terhadap objeknya, penilaian itu sendiri didalamnya berisikan pengetahuan
dan pengalaman mengenai objek, sehingga sikap remaja pada agama
dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. Terdapat
empat sikap beragama yang dialami pada remaja, yaitu: 6
1. Percaya ikut-ikutan
Percaya ikut-ikutan dihasilkan oleh didikan agama yang
didapat dari keluarga ataupun dari lingkungannya. Melaksanakan
ibadah dan ajaran agama sekedar mengikuti suasana lingkungan
dimana dia berada. Cara beragama seperti ini merupakan lanjutan
dari cara beragama di masa kanak-kanak, seolah-olah tidak terjadi
perubahan apa-apa pada pikiran mereka terhadap agama. Akan
tetapi, jika diteliti masing masing remaja akan akan diketahui bahwa
didalam hati mereka terdapat pertanyaan - pertanyaan yang
tersimpan, hanya saja usaha untuk mencari jawaban tidak menjadi
perhatiannya. Sikap percaya ikut - ikutan ini biasanya tidak
berlangsung lama, dan banyak terjadi pada masa-masa remaja

6
Syaiful Hamali, “Karakteristik Keberagamaan Remaja dalam Perspektif Psikologi”, Al-AdYan,
Vol. XI, No. 1, Januari-Juni 2016, 10.

6
pertama usia 12-15 tahun. Selanjutnya, berkembang secara kritis dan
lebih sadar akan dirinya sendiri.
2. Percaya dengan kesadaran
Kesadaran agama atau semangat beragama pada masa
remaja, mulai dengan meninjau dan meneliti secara ulang beragama
pada waktu masa kecil. Pada masa tertentu para remaja ingin
menjadikan agama sebagai suatu lapangan baru untuk membuktikan
pribadinya, dan tidak mau lagi beragama sekedar ikut-ikutan saja.
3. Kebimbangan beragama
Kebimbangan remaja terhadap agama itu tidak sama,
berbeda antara satu dengan yang lainnya, sesuai dengan
kepribadiannya masing-masing. Ada yang mengalami kebimbangan
ringan yang cepat bisa diatasi dan ada yang sangat berat sampai
kepada berubah agama. Para remaja merasa ragu untuk menentukan
antara unsur agama dengan mistik sejalan dengan perkembangan
masyarakat terkadang secara tidak sadar tindak keagamaan yang
mereka lakukan di topangi oleh praktek kebatinan yang mistik.
Penyatuan unsur ini merupakan suatu dilema yang kabur bagi para
remaja.
Kebimbangan umumnya terjadi bagi remaja yang berusia
antara 17 sampai dengan 20 tahun. Selain itu perkembangan remaja
ke arah tidak mempercayai adanya Tuhan, sebenarnya mempunyai
akar atau sumber dari kecilnya. Apabila seorang anak merasa
tertekan oleh kekuasaan atau kezaliman orang tuanya, maka ia
memendam suatu tantangan terhadap kekuasaan orang tua, dan
selanjutnya kekuasaan terhadap siapapun. Setelah beralih kepada
usia remaja, maka tantangan itu akan menampakan diri dalam bentuk
menentang Tuhan, bahkan menentang adanya Tuhan (Atheis).7

7
Ramayilis , Psikologi Agama, ( Jakarta : KALAM MULIA, 2002), 72.

7
4. Tidak percaya
Salah satu perkembangan yang mungkin terjadi pada akhir
masa remaja adalah mengingkari adanya wujud Tuhan sama sekali
dan mengganti dengan keyakinan lain. Perkembangan ke arah tidak
percaya kepada Tuhan merupakan proses kelanjutan dan
kebimbangan yang dialami oleh remaja. Kalau keraguan remaja
sudah memuncak dan sudah tidak dapat diatasi lagi, maka bisa
berakibat fatal, bisa mengakibatkan mereka tidak percaya lagi
kepada Tuhan (Atheis).

Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan dapat


dikatakan sangat bergantung pada kebiasaan masa kecil dan lingkungan
agama yang memengaruhi besar kecil minat mereka terhadap masalah
keagamaan. Karakteristik paling umun sebagai ciri kehidupan beragama
pada remaja adalah dengan adanya konflik dan keraguan beragama.

C. Konflik dan Keraguan

Konflik dan keraguan merupakan suatu sikap yang seringkali


dialami oleh setiap manusia, walaupun bentuk dan kwalitas konflik dan
keraguan itu berbeda pada setiap indvidu. Keadaan ini terjadi berdasarkan
fakta yang dialami manusia bahwa seseorang tidak bisa berada pada dua
tempat yang berbeda dalam waktu yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa
dua persoalan yang bertentangan itu tidak mungkin terjadi pada saat yang
bersamaan dalam dua situasi yang berbeda secara stimulan. Agama pada
suatu waktu memproklamirkan perdamaian, keselamatan, persatuan dan
persaudaraan, namun pada waktu yang lain menampakkan dirinya sebagai
sesuatu yang dianggap menyebar konflik, bahkan tak jarang seperti dicatat
dalam sejarah bahwa konflik dapat menimbulkan keraguan, perselisihan dan
perpecahan dalam masyarakat.8

8
Syaiful Hamali, Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama, Vol, 8 No 1, 2013.

8
Usman Effendi dalam bukunya Psikologi menulis bahwa
secara garis besar konflik motif yang dialami manusia dapat
digolongkan kepada empat jenis, yaitu :
1. Approach-approach conflict, Konflik psikis yang dialami oleh
individu karena individu mengalami dua atau lebih motif yang
positif dan sama kuat.
2. Approach-avoidance conflict, Suatu konflik psikis yang dialami
individu karena dalam waktu yang bersamaan menghadapi
situasi yang mengandung motif positif dan motif negative yang
sama kuat.
3. Avoidancea voidance conflct, Konflik pisikis yang dialami
individu karena menghadapi dua motif yang sama-sama
negative yang sama kuatnya.
4. Double approach-avoidance conflict, Konflik psikis yang
dialami individu karena menghadapi dua situasi atau lebih,
yang masing-masing mengandung motif negative dan positif
yang sama kuat.9

Dengan demikian, terjadinya konflik pada manusia selalu


dimotori oleh konflik motif dalam menentukan perbuatan yang
hendak dilakukannya. Semakin kuat konflik motif dalam diri
individu maka semakin sering terjadinya pertentangan
(konflik/keraguan) dalam jiwa individu untuk mencapai objeknya,
sebaliknya semakin melemah konflik motif seseorang, maka
menurun pula kegiatan yang dilakukan oleh seseorang itu terhadap
obyeknya. Seringkali terjadi dalam diri individu bahwa motif yang
kalah mengikut motif yang dominan dalam dirinya sehingga timbul
perasaan tidak senang terhadap orang lain yang diekspresikan
dalam bentuk perbuatan atau tingkah laku yang tidak lazim dalam

9
E. Usman Effendi dan Juhaya S.Praja, Pengantar Psikologi, (Bandung : Angkasa, Cet, II, 1985),
73 -74.

9
masyarakat, misal; timbulnya berbagai konflik, permusuhan,
perselisihan antar panganut agama.

1. Bentuk Konflik dan Keraguan

Dalam kehidupan masyarakat modern seringkali terjadi


bertentangan antara norma-norma kehidupan tradisional dengan
norma-norma kehidupan konvensionl. Seolah-olah tidak ada
konsensus atau persetujuan di antara mereka mengenai tata
kehidupan dan norma keadilan. Pudarnya keserasian hidup
bersama dan hilangnya hubungan baik dalam bentuk relasi sosial.
Penganut agama yang taat dan fanatistik menjalankan
agamanya secara baik dan benar, disebabkan pengaruh
kepercayaannya terhadap dirinya dapat menimbulkan konflik/
keraguan dalam menetapkan atau melaksanakan agamanya. Setelah
konflik berlalu, individu memutuskan untuk menganut salah satu
agama atau memilih salah satu faham keagamaan yang terdapat
dalam agama yang dianutnya. Keraguan dan kebimbangan yang
terjadi pada remaja menjurus ke arah munculnya konflik dalam diri
para remaja, karena mereka dihadapkan pada dua pilihan yang
saling bertentangan yang mungkin dilaksanakan pada waktu yang
sama.
Jalaluddin menegaskan macam-macam konflik keagamaan yang
dialami manusia, yaitu

a. Konflik yang terjadi antara percaya dan ragu-ragu.


b. Konflik yang terjadi antara pemilihan satu diantara dua macam ide
keagamaan serta lembaga keagamaan.
c. Konflik yang terjadi oleh pemilihan antara ketaatan beragama atau
sekulerisme.

10
d. Konflik yang terjadi antara melepaskan kebiasaan masa lalu dengan
kehidupan keagamaan yang didasarkan atas petunjuk Ilahi. 10

Kondisi ini merupakan suatu tingkatan pemikiran yang


menitik beratkan bahwa kebimbangan atau keraguan yang terjadi
akan dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan dalam diri
individu. Individu yang memiliki perasaan keagamaan kurang
mendalam atau beragama hanya sekedar percaya atau ikut-ikutan.
Pertentangan-pertentangan yang terjadi pada dirinya itu dapat
diselesaikannya, dia dapat melupakan persoalan-persoalan
keagamaan itu dengan mudah, karena konsep-konsep atau ajaran
agama hanya sebatas pengetahuan belaka, tidak diaplikasikan
dalam kehidupannya. Sehingga tidak menimbulkan penderitaan
jiwa yang berat atau mendalam pada dirinya. Sebaliknya, orang-
orang yang taat dalam beragama, karena mereka dididik dengan
ajaran agama, tinggal dilingkungan keluarga yang taat beragama
akan menimbulkan pertentangan batin atau kebimbangan yang
berat dalam dirinya, sehingga mengalami tekanan batin yang kuat
terhadap jiwanya.

Menurut Ramayulis keraguan dan kebimbangan remaja


terhadap agama yang dianutnya dapat dibagi menjadi dua bentuk:

a. Keraguan disebabkan adanya kegoncangan dalam jiwanya


karena terjadinya proses perubahan dalam diri pribadinya,
maka keraguan sepereti ini dianggap suatu kewajaran.
b. Keraguan yang disebabkan adanya kontradiksi antara
kenyataan-kenyataan yang dilihatnya dengan apa yang
diyakininya sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.

Keraguan tersebut antara lain karena adanya pertentangan


ajaran agama dengan ilmu pengetahuan, antara nilai-nilai moral

10
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada,Cet. I, 1996), 78.

11
dengan kelakuan manusia dalam realitas kehidupan, antara nilai-
nilai agama dengan perilaku tokoh-tokoh agama, seperti guru,
ulama, pemimpin, orang tua dan sebagainya.11

Secara umum, konflik keagamaan yang terjadi pada individu


dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

a. Intelegensia (Intelengence)
Dalam bahasa Inggris kecerdasan diistilahkan dengan
inteligence, dalam bahasa Arab disebut dengan al-Dzaka, dalam
bahasa Indonesia disebut pemahaman, kecepatan, dan
kesempurnaan sesuatu. Ramayulis mengemukan istilah
intelegensia menurut Crow dan Crow bahwa intelegensi berarti
kapasitas umum dan seorang individu yang dapat dilihat pada
kesanggupan pikirannya dalam mengatasi tuntutan
kebutuhankebutuhan baru, keadaan rohaniah secara umum yang
dapat disesuaikan dengan problem-problem dan kondisi-kondisi
yang baru didalam kehidupan.12
Intelegensi menunjukkan cara individu bertingkah laku, cara
bertindak, yaitu secara cepat atau lambat memecahkan suatu
masalah yang sedang dihadapinya. Intelegensia berkenaan
dengan fungsi mental yang kompleks yang dimanifestasikan
dalam tingkah laku dan bertindak. Dengan demikian,
intelegensia meliputi beberapa aspek kemampuan manusia,
yaitu; dalam mengamati, mengingat, memikirkan, menghafal
serta bentukbentuk kegiatan mental lainnya.
Intelegensia merupakan sesuatu yang berkenaan dengan
intelektual manusia. Perasaan intelektual dalam agama
merupakan suatu kenyataan yang dapat dilihat, terlebih-lebih
dalam agama modern, misalnya peranan dan fungsi reason

11
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, Cet. IX,2003), 68.
12
Ramayulis, Op.Cit, 89.

12
(cipta) sangat menentukan tingkat keagamaan seseorang. Dalam
lembaga-lembaga keagamaan yang menggunakan ajaran
berdasarkan jalan fikiran yang sehat dalam menwujudkan
ajaran-ajaran yang masuk akal, fungsi berfikir sangat
diutamakan pada setiap perbuatannya, bahkan ajaran agama
yang tidak sesuai dengan akal merupakan agama yang kaku.
b. Faktor Jenis Kelamin
Faktor ini termasuk salah satu data dan fakta yang cukup
mempengaruhi terjadinya kebimbangan individu terhadap agama
yang disebabkan perbedaan jenis kelamin. Dimana jenis kelamin
perempuan sedikit sekali mengalami kebimbangan dalam
beragama, sedangkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak
terjadinya kebimbangan dalam beragama. Disebabkan laki-laki
lebih banyak menganalisa ajaran-ajaran agama yang akan
dianutnya dengan pemikiran. Sedangkan wanita kebanyakkan
menerima jaran-ajaran agama tanpa kritik.
c. Tradisi Agama (Religious Tradition)
Faktor lain yang mendorong timbulnya kebimbangan dalam
beragama adalah tradisi keagamaan (religious tradition).
Keluarga yang hidup dilingkungan masyarakat yang keras dan
ketat dalam memegang nilai-nilai dan ajaran agamanya akan
menimbulkan keraguan (kebimbangan) terhadap agama yang
memiliki tradisi keagamaan, Sebaliknya, orang-orang yang
melaksanaan tradisi-tradisi yang telah mereka terima secara
turun temurun, akan turut membentuk sikap keagamaan
individu. Dalam sosiologi tradisi keagamaan itu termasuk
kedalam pranata primer yang sulit untuk dirobah karena
menyangkut dengan kepercayaan, agama dan jati diri individu.
Timbulnya tradisi agama berasal dari emosi keagamaan
yang terjadi pada diri individu. Koentjaraningrat menjelaskan
bahwa emosi keagamaan atau riligiuos emotion adalah suatu

13
getaran jiwa yang pada suatu ketika pernah menghinggapi
seorang manusia dalam jangka waktu hidupnya, walaupun
getaran itu mungkin hanya berlangsung beberapa detik saja
untuk kemudian menghilang lagi. Emosi keagamaan itulah yang
mendorong orang berlaku serba religi.13 Kemudian dari emosi
keagamaan itu timbulnya konflik atau keraguan individu yang
berbeda dalam memahami agamanya.

13
Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, Cet. VI,
1985), 23.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masa remaja merupakan masa peralihan, dimana mereka
sangat memerlukan banyak pengetahuan dan pengalaman yang
berkaitan dengan dirinya. Salah satu yang paling dibutuhkan oleh
remaja yaitu pengetahuan agama. Agama merupakan suatu hal
yang sangat penting bagi kehidupan, karena kualitas sikap
seseorang tergantung pada baik atau buruknya agama mereka.
Agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat
seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya.
sikap remaja pada agama dipengaruhi oleh pengetahuan
dan pengalaman yang dimilikinya. Terdapat empat sikap beragama
yang dialami pada remaja, yaitu percaya ikut-ikutan, percaya
dengan kesadaran, kebimbangan beragama, dan tidak percaya.
Konflik dan keraguan merupakan suatu sikap yang
seringkali dialami oleh setiap manusia, walaupun bentuk dan
kwalitas konflik dan keraguan itu berbeda pada setiap indvidu.
terjadinya konflik pada manusia selalu dimotori oleh konflik motif
dalam menentukan perbuatan yang hendak dilakukannya. Semakin
kuat konflik motif dalam diri individu maka semakin sering
terjadinya pertentangan (konflik/keraguan) dalam jiwa individu
untuk mencapai objeknya, sebaliknya semakin melemah konflik
motif seseorang, maka menurun pula kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang itu terhadap obyeknya.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
banyak sekali kesalahan maupun kekurangan dan jauh sekali dari
kata sempurna. Penulis akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacuh pada sumber-sumber yang bertanggungjawab. Oleh

15
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran tentang
pembahasan di atas supaya penulis dapat berkembang untuk
penulisan makalah selanjutnya.

16
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. 2017. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Effendi, E. Usman dan Juhaya S.Praja. 1958. Pengantar Psikologi.
Cetakan II. Bandung : Angkasa.

Hamali, Syaiful. 2013. Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama, Vol,


8 No 1.

Hamali, Syaiful. 2016. “Karakteristik Keberagamaan Remaja dalam


Perspektif Psikologi”, Al-AdYan, Vol. XI, No. 1,
Januari-Juni 2016.

Jalaluddin. 1996. Psikologi Agama. Cetakan I. Jakarta : PT.Raja


Grafindo Persada.

Koentjaraningrat. 1985. Beberapa Pokok Antropologi Sosial.


Cetakan VI. Jakarta: PT. Dian Rakyat.
Ramayulis. 2003. Psikologi Agama. Cetakan IX. Jakarta: Kalam
Mulia.
Surawan dan Mazrur. 2020. Psikologi Perkembangan Agama:
Sebuah Tahapan Perkembangan Agama Manusia.
Yogyakarta: K-Media.
Yusuf, Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Cet. V. Bandung: Remaja Rosda Karya.

17

Anda mungkin juga menyukai