Anda di halaman 1dari 22

Revolusi Perancis

Revolusi Prancis (bahasa Prancis: Révolution française; 1789–1799),


adalah suatu periode sosial radikal dan pergolakan politik di Prancis
yang memiliki dampak abadi terhadap sejarah Prancis, dan lebih luas
lagi, terhadap Eropa secara keseluruhan. Revolusi ini merupakan
salah satu dari revolusi besar dunia yang mampu mengubah tatanan
kehidupan masyarakat.[1] Monarki absolut yang telah memerintah
Prancis selama berabad-abad runtuh dalam waktu tiga tahun. Rakyat
Prancis mengalami transformasi sosial politik yang epik; feodalisme,
aristokrasi, dan monarki mutlak diruntuhkan oleh kelompok politik
radikal sayap kiri, oleh massa di jalan-jalan, dan oleh masyarakat
petani di perdesaan.[2] Ide-ide lama yang berhubungan dengan
tradisi dan hierarki monarki, aristokrat, dan Gereja Katolik
digulingkan secara tiba-tiba dan digantikan oleh prinsip-prinsip baru;
Liberté, égalité, fraternité (kebebasan, persamaan, dan
persaudaraan). Ketakutan terhadap penggulingan menyebar pada
monarki lainnya di seluruh Eropa, yang berupaya mengembalikan
tradisi-tradisi monarki lama untuk mencegah pemberontakan rakyat.
Pertentangan antara pendukung dan penentang Revolusi terus
terjadi selama dua abad berikutnya.

Revolusi Prancis
Révolution française

Penyerbuan Bastille, 14 Juli 1789.


Tanggal
1789–1799
Lokasi
Prancis
Partisipan
Rakyat Prancis
Hasil
Dihapuskannya kekuasaan raja, aristokrat, gereja, dan digantikan
oleh republik demokratik sekuler dan radikal yang lebih otoriter dan
termiliteristik.
Perubahan sosial radikal yang berdasarkan pada prinsip-prinsip
nasionalisme, demokrasi, dan Pencerahan mengenai
kewarganegaraan dan hak asasi.
Naiknya Napoleon Bonaparte.
Konflik bersenjata dengan negara-negara Eropa lainnya.
Di tengah-tengah krisis keuangan yang melanda Prancis, Louis XVI
naik takhta pada tahun 1774. Pemerintahan Louis XVI yang tidak
kompeten semakin menambah kebencian rakyat terhadap monarki.
Didorong oleh sedang berkembangnya ide Pencerahan dan sentimen
radikal, Revolusi Prancis pun dimulai pada tahun 1789 dengan
diadakannya pertemuan Etats-Généraux pada bulan Mei. Tahun-
tahun pertama Revolusi Prancis diawali dengan diproklamirkannya
Sumpah Lapangan Tenis pada bulan Juni oleh Etats Ketiga, diikuti
dengan serangan terhadap Bastille pada bulan Juli, Deklarasi Hak
Asasi Manusia dan Warga Negara pada bulan Agustus, dan mars
kaum wanita di Versailles yang memaksa istana kerajaan pindah
kembali ke Paris pada bulan Oktober. Beberapa tahun kedepannya,
Revolusi Prancis didominasi oleh perjuangan kaum liberal dan sayap
kiri pendukung monarki yang berupaya menggagalkan reformasi.
Sebuah negara republik didirikan pada bulan Desember 1792 dan
Raja Louis XVI dieksekusi setahun kemudian. Perang Revolusi Prancis
dimulai pada tahun 1792 dan berakhir dengan kemenangan Prancis
secara spektakuler. Prancis berhasil menaklukkan Semenanjung
Italia, Negara-Negara Rendah, dan sebagian besar wilayah di sebelah
barat Rhine – prestasi terbesar Prancis selama berabad-abad.

Secara internal, sentimen radikal Revolusi


berpuncak pada naiknya kekuasaan Maximilien Robespierre, Jacobin,
dan kediktatoran virtual oleh Komite Keamanan Publik selama
Pemerintahan Teror dari tahun 1793 hingga 1794. Selama periode
ini, antara 16.000 hingga 40.000 rakyat Prancis tewas.[3] Setelah
jatuhnya Jacobin dan pengeksekusian Robespierre, Direktori
mengambilalih kendali negara pada 1795 hingga 1799, lalu ia
digantikan oleh Konsulat di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte
pada tahun 1799.

Revolusi Prancis telah menimbulkan dampak yang mendalam


terhadap perkembangan sejarah Modern. Pertumbuhan republik dan
demokrasi liberal, menyebarnya sekularisme, perkembangan
ideologi modern, dan penemuan gagasan perang total adalah
beberapa warisan Revolusi Prancis.[4] Peristiwa berikutnya yang juga
terkait dengan Revolusi ini adalah Perang Napoleon, dua peristiwa
restorasi monarki terpisah; Restorasi Bourbon dan Monarki Juli, serta
dua revolusi lainnya pada tahun 1834 dan 1848 yang melahirkan
Prancis modern.
Penyebab

Banyak faktor yang mengakibatkan revolusi ini. Salah satu di


antaranya yaitu karena sikap orde yang lama terlalu kaku dalam
menghadapi alam yang berganti. Penyebab lainnya yaitu karena
ambisi yang mengembang dan dipengaruhi oleh ide Pencerahan dari
kaum borjuis, kaum petani, para buruh, dan individu dari semua
kelas yang merasa disakiti. Sementara revolusi berlanjut dan
kekuasaan berpindah dari monarki ke badan legislatif, kepentingan-
kepentingan yang berbenturan dari kelompok-kelompok yang
semula bersekutu ini kemudian menjadi sumber konflik dan
pertumpahan darah.

Sebab-sebab Revolusi Perancis mencakup hal-hal di bawah ini:

Kemarahan terhadap absolutisme kerajaan.


Kemarahan terhadap sistem seigneurialisme di kalangan kaum
petani, para buruh, dan—sampai batas tertentu—kaum borjuis.
Wujudnya gagasan-gagasan Pencerahan
Utang nasional yang tidak terkendali, yang diakibatkan dan
diperparah oleh sistem pajak yang tidak seimbang.
Situasi ekonomi yang buruk, beberapa diakibatkan oleh keterlibatan
Perancis dan bantuan terhadap Revolusi Amerika.
Kelangkaan makanan di bulan-bulan menjelang revolusi.
Kemarahan terhadap hak-hak istimewa kaum bangsawan dan
dominasi dalam kehidupan publik oleh kelas profesional yang
ambisius.
Kebencian terhadap intoleransi agama.
Kegagalan Louis XVI sbg menangani gejala-gejala ini secara efektif.
Kegiatan proto-revolusioner berasal ketika raja Perancis Louis XVI
(memerintah 1774-1792) menghadapi krisis dana kerajaan. Keluarga
raja Perancis, yang secara keuangan sama dengan negara Perancis,
mempunyai utang yang akbar. Selama pemerintahan Louis XV (1715-
1774) dan Louis XVI sejumlah menteri, termasuk Turgot (Pengawas
Keuangan Umum 1774-1776) dan Jacques Necker (Direktur-Jenderal
Keuangan 1777-1781), mengusulkan sistem perpajakan Perancis
yang lebih seragam, namun gagal. Langkah-langkah itu mendapatkan
tantangan terus-menerus dari parlement (pengadilan hukum), yang
didominasi oleh “Para Bangsawan”, yang menganggap diri mereka
sbg pengawal nasional melawan pemerintahan yang sewenang-
wenang, dan juga dari fraksi-fraksi pengadilan. Akibatnya, kedua
menteri itu pengahabisannya diberhentikan. Charles Alexandre de
Calonne, yang menjadi Pengawas Umum Keuangan pada 1783,
mengembangkan strategi pengeluaran yang terbuka sbg cara sbg
meyakinkan yang hendak menjadi kreditur tentang keyakinan dan
stabilitas keuangan Perancis.

Namun, sesudah Callone menerapkan peninjauan yang mendalam


terhadap situasi keuangan Perancis, menetapkan bahwa hal itu tidak
mungkin dilakukan, dan karenanya dia mengusulkan pajak tanah
yang seragam sbg cara sbg memperbaiki keuangan Perancis dalam
jangka panjang. Dalam jangka pendek, dia rindu bahwa dukungan
dari Dewan Kaum Terkemuka yang dipilih raja hendak mengemalikan
keyakinan hendak keuangan Perancis, dan bisa memberikan
pinjaman sampai pajak tanah mulai memberikan kemudiannya dan
memungkinkan pembayaran kembali dari utang tersebut.
Walaupun Callone meyakinkan raja hendak pentingnya
pembaharuannya, Dewan Kaum Terkemuka menolak sbg
mendukung kebijakannya, dan berkeras bahwa hanya lembaga yang
betul-betul representatif, seyogyanya Estates-General (wakil-wakil
beragam golongan) Kerajaan, bisa menyetujui pajak baru. Raja, yang
melihat bahwa Callone hendak menjapada masalah untuknya,
memecatnya dan menggantikannya dengan Étienne Charles de
Loménie de Brienne, Uskup Mulia Toulouse, yang yaitu pimpinan
oposisi di Dewan. Brienne sekarang mengadopsi pembaruan
menyeluruh, memberikan beragam hak sipil (termasuk kebebasan
beribadah kepada kaum Protestan), dan menjanjikan pembentukan
Etats-Généraux dalam lima tahun, tetapi ssementara itu juga
mencoba melanjutkan rencana Calonne. Ketika langkah-langkah ini
ditentang di Parlement Paris (sebagian karena Raja tidak bijaksana),
Brienne mulai menyerang, mencoba menghentikan seluruh
"parlement" dan mengumpulkan pajak baru tanpa peduli terhadap
mereka. Ini mengakibatkan wujudnya perlawanan massal di banyak
ronde di Perancis, termasuk "Day of the Tiles" yang terkenal di
Grenoble. Yang lebih penting lagi, kekacauan di seluruh Perancis
meyakinkan para kreditor jangka-pendek. Keuangan Prancis sangat
tergantung pada mereka sbg mempertahankan kegiatannya sehari-
hari sbg menarik pinjaman mereka, mengakibatkan negara hampir
bangkrut, dan memaksa Louis dan Brienne sbg menyerah. Raja
setuju pada 8 Agustus 1788 sbg mengumpulkan Estates-General
pada Mei 1789 sbg awal mulanya semenjak 1614. Brienne
mengundurkan diri pada 25 Agustus 1788, dan Necker kembali
bertanggung jawab atas keuangan nasional. Dia memakai posisinya
bukan sbg mengusulkan langkah-langkah pembaruan yang baru,
melainkan sbg menyiapkan pertemuan wakil-wakil nasional. Sejarah
Etats-Généraux 1789 Pembentukan Etats-Généraux mengakibatkan
mengembangnya keprihatinan pada pihak oposisi bahwa pemerintah
hendak berusaha seenaknya membentuk suatu Dewan berlandaskan
hasratnya. Sbg menghindarinya, Parlement Paris, sesudah kembali ke
kota dengan kemenangan, mengumumkan bahwa Etats-Généraux
mesti diwujudkan berlandaskan dengan ketentuan-ketentuan yang
telah diputuskan dalam pertemuan sebelumnya. Walaupun rupa-
rupanya para politikus tidak memahami "ketentuan-ketentuan 1614"
ketika mereka membuat keputusan ini, hal ini membangkitkan
kehebohan. Estates 1614 terdiri dari banyak wakil yang sama dari
setiap kumpulan dan pemberian suara dilakukan menurut urutan,
yaitu Kumpulan Pertama (para rohaniwan), Kumpulan Kedua (para
bangsawan), dan Kumpulan Ketiga (lain-lain), masing-masing
mendapatkan satu suara. Segera sesudah itu, "Komite Tiga Puluh",
suatu badan yang terdiri atas warga Paris yang liberal, mulai
menerapkan agitasi melawannya, menuntut agar Kumpulan Ketiga
digandakan dan pemungutan suara dilakukan per kepala (seperti
yang telah dilakukan dalam beragam dewan mata-mata negara asing
daerah). Necker, yang berucap sbg pemerintah, mengakui lebih jauh
bahwa Kumpulan Ketiga mesti digandakan, tetapi masalah
pemungutan suara per kepala mesti diserahkan kepada pertemuan
Etats sendiri. Namun kemarahan yang dihasilkan oleh pertikaian itu
tetap mendalam, dan pamflet-pamflet, seperti tulisan Abbé Sieyès
Apakah Kumpulan Ketiga itu? yang berpendapat bahwa ordo-ordo
yang mempunyai hak-hak istimewa yaitu parasit, dan Kumpulan
Ketiga yaitu bangsa itu sendiri, membuat kemarahan itu tetap
bertahan. Ketika Etats-Généraux berjumpa di Versailles pada 5 Mei
1789, pidato-pidato panjang oleh Necker dan Lamoignon, yang
bertugas menyimpan meterai, tidak banyak membantu sbg
memberikan bimbingan kepada para wakil, yang dikembalikan ke
tempat-tempat pertemuan terpisah sbg membuktikan kredensi para
panggotanya. Pertanyaan tentang apakah pemilihan suara
pengahabisannya hendak dilakukan per kepala atau diambil dari
setiap orde sekali lagi disingkirkan sbg sementara ketika, namun
Kumpulan Ketiga sekarang menuntut agar pembuktian kredensi itu
sendiri mesti dilakukan sbg kumpulan. Namun, perundingan-
perundingan dengan kelompok-kelompok lain sbg sampai hal ini
tidak sukses, karena kebanyakan rohaniwan dan kaum bangsawan
tetap mendukung pemungutan suara yang diwakili oleh setiap orde.

Majelis Nasional
Pada tanggal 28 Mei 1789, Romo Sieyès memindahkan Estate Ketiga
itu, sekarang berjumpa sbg Communes (bahasa Indonesia: “Majelis
Mata-mata negara asing Rendah”), memulai pembuktian
kekuasaannya sendiri dan mengundang 2 estate lainnya sbg
tinggikan ronde, namun bukan sbg menunggu mereka. Mereka
memulai sbg berbuat demikian, menyelesaikan ronde itu pada
tanggal 17 Juni. Lalu mereka mengusulkan langkah yang jauh lebih
radikal, mencetuskan diri sbg Majelis Nasional, majelis yang bukan
dari estate namun dari “rakyat”. Mereka mengundang golongan lain
sbg bergabung dengan mereka, namun kemudian nampak jelas
bahwa mereka cenderung memimpin urusan luar negeri dengan atau
tanpa mereka.

Louis XVI menutup Salle des États di mana majelis itu berjumpa.
Majelis itu memindahkan pertemuan ke lapangan tenis raja, di mana
mereka mereka mulai mengucapkan Sumpah Lapangan Tenis (20 Juni
1789), di mana mereka setuju sbg tidak berpisah sampai dapat
memberikan suatu konstitusi sbg Perancis. Mayoritas mata-mata
negara asing dari pendeta segera bergabung dengan mereka,
begitupun 57 anggota bangsawan. Dari tanggal 27 Juni himpunan
kerajaan telah menyerah pada lahirnya, meski militer mulai tiba
dalam banyak akbar di sekeliling Paris dan Versailles. Pesan
dukungan sbg majelis itu mengalir dari Paris dan kota lainnya di
Perancis. Pada tanggal 9 Juli, majelis itu disusun kembali sbg Majelis
Konstituante Nasional.
Majelis Konstituante Nasional

Kemerdekaan Memimpin Rakyat (La liberté guidant le peuple).


Serbuan ke Bastille
Pada tanggal 11 Juli 1789, Raja Louis, yang berperan di bawah
pengaruh bangsawan konservatif dari dewan kakus umumnya,
begitupun permaisurinya Marie Antoinette, dan saudaranya Comte
d’Artois, membuang menteri reformis Necker dan merekonstruksi
kementerian secara semuanya. Kebanyakan rakyat Paris, yang
mengira inilah mulainya kup kerajaan, ikut ke huru-hara terbuka.
Beberapa anggota militer bergabung dengan khalayak; lainnya tetap
netral.

Pada tanggal 14 Juli 1789, sesudah pertempuran 4 jam, massa


menduduki penjara Bastille, membunuh gubernur, Marquis Bernard
de Launay, dan beberapa pengawalnya. Walaupun orang Paris hanya
membebaskan 7 tahanan; 4 pemalsu, 2 orang gila, dan seorang
penjahat seks yang berbahaya, Bastille menjadi simbol potensial
untuk segala sesuatu yang dibenci pada masa ancien régime. Kembali
ke Hôtel de Ville (balai kota), massa mendakwa prévôt des
marchands (seperti wali kota) Jacques de Flesselles atas
pengkhianatan; pembunuhan terhadapnya terjadi dalam perjalanan
ke suatu pengadilan dibuat-buat di Palais Royal.

Raja dan pendukung militernya mundur turun, setidaknya semenjak


beberapa ketika yang lalu. Lafayette menerima komando Garda
Nasional di Paris; Jean-Sylvain Bailly, presiden Majelis Nasional pada
masa Sumpah Lapangan Tenis, menjadi wali kota di bawah struktur
baru pemerintahan yang dikenal sbg commune. Raja mengunjungi
Paris, di mana, pada tanggal 27 Juli, dia menerima kokade triwarna,
begitupun pekikan vive la Nation “Hidup Negara” diubah menjadi
vive le Roi “Hidup Raja”.

Namun, sesudah kekacauan ini, para bangsawan, yang sedikit lepas


sama sekali dari bahaya oleh rekonsiliasi antara raja dan rakyat yang
nyata dan, seperti yang terbukti, sementara, mulai pergi dari negeri
itu sbg émigré, beberapa dari mereka mulai merencanakan perang
saudara di kerajaan itu dan menghasut koalisi Eropa menghadapi
Perancis. Necker, yang dipanggil kembali ke jabatannya,
mendapatkan kemenangan yang tidak berlanjut lama. Sbg seorang
pemodal yang cerdik namun bukan politikus yang lihai, dia terlalu
banyak meminta dan menghasilkan amnesti umum, kehilangan
beberapa akbar dukungan rakyat dalam masa kemenangannya yang
nyata. Menjelang kemudian Juli huru-hara dan jiwa kedaulatan
rakyat menyebar ke seluruh Perancis. Di kawasan pedesaan, hal ini
mempunyai di tengah-tengah mereka: beberapa orang membakar
akta gelar dan tidak sedikit pun terdapat châteaux, sbg ronde
pemberontakan petani umum yang dikenal sbg "la Grande Peur"
(Ketakutan Besar). Penghapusan feodalisme Sbg diskusi lebih rinci,
lihat Penghapusan feodalisme. Pada tanggal 4 Agustus 1789, Majelis
Nasional menghapuskan feodalisme, hak ketuanan Estate Kedua dan
sedekah yang didapatkan oleh Estate Pertama. Dalam ketika
beberapa jam, sejumlah bangsawan, pendeta, kota, provinsi, dan
perusahaan kehilangan hak istimewanya. Sementara hendak
mempunyai tanda mundur, penyesalan, dan banyak pendapat atas
rachat au denier 30 ("penebusan pada pembelian 30 tahun") yang
dikhususkan dalam legislasi 4 Agustus, masalah sedang mandek,
meski ronde penuh hendak terjadi di 4 tahun lainnya. Dekristenisasi
Revolusi membawa perubahan besar-besaran pada kekuasaan dari
Gereja Katolik Roma kepada negara. Legislasi yang berlanjut pada
tahun 1790 menghapuskan otoritas gereja sbg menarik pajak hasil
bumi yang dikenal sbg dîme (sedekah), menghapuskan hak khusus
sbg pendeta, dan menyita kekayaan geraja; di bawah ancien régime,
gereja telah menjadi pemilik tanah terbesar di negeri ini. Legislasi
berikutnya mencoba menaruh pendeta di bawah negara,
menjadikannya pekerja negeri. Tahun-tahun berikutnya menyaksikan
penindasan penuh kekerasan terhadap para pendeta, termasuk
penahanan dan pembantaian para pendeta di seluruh Perancis.
Concordat 1801 antara Napoleon dan gereja mengakhiri masa
dekristenisasi dan mendirikan perkiraan sbg hubungan antara Gereja
Katolik dan Negara Perancis yang berlanjut sampai dicabut oleh
Republik Ketiga pada pemisahan gereja dan agama pada tanggal 11
Desember 1905. Kemunculan beragam faksi Faksi-faksi dalam
majelis tersebut mulai muncul terus-menerus. Kaum ningrat Jacques
Antoine Marie Cazalès dan pendeta Jean-Sifrein Maury memimpin
yang kelak dikenal sbg sayap kanan yang menentang revolusi.
"Royalis Demokrat" atau Monarchien, bersekutu dengan Necker,
cenderung mengorganisir Perancis sejajar garis yang mirip dengan
model Konstitusi Inggris: mereka termasuk Jean Joseph Mounier,
Comte de Lally-Tollendal, Comte de Clermont-Tonnerre, dan Pierre
Victor Malouet, Comte de Virieu. "Partai Nasional" yang mewakili
faksi tengah atau kiri-tengah majelis tersebut termasuk Honoré
Mirabeau, Lafayette, dan Bailly; sedangkan Adrien Duport, Barnave
dan Alexander Lameth mewakili pandangan yang lebih ekstrem. Yang
hampir sendiri dalam radikalismenya di bidang kiri yaitu pengacara
Arras Maximilien Robespierre. Sieyès memimpin pengusulan legislasi
pada masa ini dan sukses menempa konsensus selama beberapa
ketika antara pusat politik dan pihak kiri.
Di Paris, sejumlah komite, wali kota, majelis mata-mata negara asing,
dan distrik-distrik perseorangan mengklaim otoritas yang lepas sama
sekali dari yang. Kelas menengah Garda Nasional yang juga naik
pamornya di bawah Lafayette juga perlahan-lahan muncul sbg
kekuatan dalam haknya sendiri, begitupun majelis yang didirikan
sendiri lainnya.
Melihat model Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat, pada tanggal
26 Agustus 1789, majelis mendirikan Deklarasi Hak Asasi Manusia
dan Warganegara. Seperti Deklarasi AS, deklarasi ini terdiri atas
pernyataan asas daripada konstitusi dengan pengaruh resmi.

Ke arah konstitusi
Sbg diskusi lebih lanjut, lihat Ke arah Konstitusi.

Majelis Konsituante Nasional tidak hanya berfungsi sbg legislatur,


namun juga sbg badan sbg mengusulkan konstitusi baru.

Necker, Mounier, Lally-Tollendal, dan lain-lain tidak sukses


mengusulkan suatu senat, yang anggotanya ditinggikan oleh raja
pada pencalonan rakyat. Beberapa akbar bangsawan mengusulkan
majelis tinggi aristokrat yang dipilih oleh para bangsawan. Kumpulan
rakyat mencetuskan di hari itu: Perancis hendak mempunyai majelis
tunggal dan unikameral. Raja hanya mempunyai “veto suspensif”: dia
bisa menunda implementasi hukum, namun tidak dapat
mencabutnya sama sekali.

Rakyat Paris menghalangi usaha kumpulan Royalis sbg mencabut


tatanan baru ini: mereka berbaris di Versailles pada tanggal 5
Oktober 1789. Sesudah sejumlah perkelahian dan insiden, raja dan
keluarga kerajaan merelakan diri dibawa kembali dari Versailles ke
Paris.
Majelis itu menggantikan sistem provinsi dengan 83 département,
yang diperintah secara seragam dan kurang lebih sederajat dalam hal
luas dan populasi.

Awalnya dipanggil sbg mengurusi krisis keuangan, sampai ketika itu


majelis ini memusatkan perhatian pada masalah lain dan hanya
memperburuk defisit itu. Mirabeau sekarang memimpin gerakan itu
sbg memusatkan perhatian pada masalah ini, dengan majelis itu yang
memberikan kediktatoran penuh dalam keuangan pada Necker. Ke
arah Konstitusi Sipil Pendeta
Ke angkatan yang tidak lebih sempit, majelis itu memusatkan
perhatian pada krisis keuangan ini dengan meminta bangsa
mengambil alih harta milik gereja (saat menghadapi pengeluaran
gereja) melewati hukum tanggal 2 Desember 1789. Agar memonter
sejumlah akbar harta benda itu dengan cepat, pemerintah
meluncurkan mata uang kertas baru, assignat, diongkosi dari tanah
gereja yang disita.

Legislasi lebih lanjut pada tanggal 13 Februari 1790 menghapuskan


perjanjian biara. Konstitusi Sipil Pendeta, yang disahkan pada tanggal
12 Juli 1790 (meski tidak ditandatangani oleh raja pada tanggal 26
Desember 1790), mengubah para pendeta yang tersisa sbg pegawai
negeri dan meminta mereka bersumpah setia pada konstitusi.
Konstitusi Sipil Pendeta juga membuat gereja Katolik sbg tangan
negara sekuler.

Menanggapi legislasi ini, uskup mulia Aix dan uskup Clermont


memimpin pemogokan pendeta dari Majelis Konstituante Nasional.
Sri Paus tidak pernah menyetujui rencana baru itu, dan hal ini
menimbulkan perpecahan antara pendeta yang mengucapkan
sumpah yang dimohon dan menerima rencana baru itu (“anggota
juri” atau “pendeta konstitusi”) dan “bukan anggota juri” atau
“pendeta yang keras hati” yang menolak berbuat demikian.

Dari peringatan Bonjour ke kematian Mirabeau


Sbg diskusi lebih detail tentang peristiwa antara 14 Juli 1790 – 30
September 1791, lihat Dari peringatan Bastille ke kematian
Mirabeau.

Majelis itu menghapuskan perlengkapan simbolik ancien régime,


baringan lapis baja, dan lain-lain., yang lebih lanjut mengasingkan
bangsawan yang lebih konservatif, dan menambahkan pangkat
émigré.

Pada tanggal 14 Juli 1790, dan beberapa hari berikutnya, kerumuman


di Champ-de-Mars memperingati jatuhnya Bastille; Talleyrand
menerapkan sumpah massal sbg “setia pada negara, hukum, dan
raja”; raja dan keluarga raja ikut serta secara giat.

Para pemilih awalnya memilih anggota Dewan Jenderal sbg bertugas


dalam setahun, namun dengan Sumpah Lapangan Tenis, commune
tersebut telah sepakat berjumpa terus menerus sampai Perancis
mempunyai konstitusi. Unsur sayap kanan sekarang mengusulkan
pemilu baru, namun Mirabeau menang, menegaskan bahwa status
majelis itu telah berganti secara fundamental, dan tiada pemilu baru
yang terjadi sebelum sempurnanya konstitusi.
Pada kemudian 1790, beberapa huru-hara kontrarevolusi kecil-
kecilan pecah dan beragam usaha terjadi sbg mengembalikan semua
atau beberapa pasukan pasukan terhadap revolusi yang semuanya
gagal. Pengadilan kerajaan, dalam kata-kata François Mignet,
“mendorong setiap kegiatan antirevolusi dan tidak diakui lagi.” [1]

Militer menghadapi sejumlah kerusuhan internal: Jenderal Bouillé


sukses meredam suatu pemberontakan kecil, yang meninggikan
reputasinya (yang saksama) sbg simpatisan kontrarevolusi.

Kode militer baru, yang dengannya kenaikan pangkat bergantung


senioritas dan bukti kompetensi (daripada kebangsawanan)
mengubah beberapa korps perwira yang mempunyai, yang yang
bergabung dengan pangkat émigré atau menjadi kontrarevolusi dari
dalam.

Masa ini menyaksikan kebangkitan sejumlah “klub” politik dalam


politik Perancis, yang sangat menonjol di antaranya yaitu Klub
Jacobin: menurut 1911 Encyclopædia Britannica, 152 klub berafiliasi
dengan Jacobin pada tanggal 10 Agustus 1790. Ketika Jacobin
menjadi organisasi terkenal, beberapa pendirinya meninggalkannya
sbg membentuk Klub ’89. Para royalis awalnya mendirikan Club des
Impartiaux yang berumur pendek dan kemudian Club Monarchique.
Mereka tidak sukses mencoba membujuk dukungan rakyat sbg
mencari nama dengan membagi-bagikan roti; kemudiannya, mereka
sering menjadi sasaran protes dan malahan huru-hara, dan
pemerintah kotamadya Paris pengahabisannya menutup Club
Monarchique pada bulan Januari 1791.
Di tengah-tengah intrik itu, majelis terus berusaha sbg
mengembangkan suatu konstitusi. Suatu organisasi yudisial
membuat semua hakim sementara dan lepas sama sekali dari tahta.
Legislator menghapuskan jabatan turunan, kecuali sbg monarki
sendiri. Pengadilan juri dimulai sbg kasus-kasus kejahatan. Raja
hendak mempunyai kekuasaan khusus sbg mengusulkan perang,
kemudian legislator memutuskan apakah perang diumumkan atau
tidak. Majelis itu menghapuskan semua penghalang perdagangan
dan menghapuskan gilda, ketuanan, dan organisasi pekerja: setiap
orang berhak berdagang melewati pembelian surat izin; pemogokan
menjadi ilegal. Di musim dingin 1791, sbg awal mulanya majelis
tersebut mempertimbangkan legislasi terhadap émigré. Debat itu
mengadu keamanan negara terhadap kebebasan perorangan sbg
pergi. Mirabeau menang atas tindakan itu, yang dinamakannya
"patutu diletakkan di kode Drako." [2] Namun, Mirabeau meninggal
pada tanggal 2 Maret 1791. Mignet berucap, "Tidak seorang pun
yang menyamainya dalam hal kekuatan dan popularitas," dan
sebelum kemudian tahun, Majelis Legislatif yang baru hendak
mengadopsi ukuran "drako" ini. Pelarian ke Varennes Louis XVI, yang
ditentang pada masa revolusi, namun menolak bantuan yang
probabilitas berbahaya ke penguasa Eropa lainnya, membuat
kesatuan dengan Jenderal Bouillé, yang menyalahkan emigrasi dan
majelis itu, dan menjanjikannya pengungsian dan dukungan di
kampnya di Montmedy. Pada malam 20 Juni 1791, keluarga kerajaan
lari ke Tuileries. Namun, keesokan harinya, sang Raja yang terlalu
yakin itu dengan sembrono menunjukkan diri. Dikenal dan ditangkap
di Varennes (di département Meuse) di kemudian 21 Juni, dia
kembali ke Paris di bawah pengawalan. Pétion, Latour-Maubourg,
dan Antoine Pierre Joseph Marie Barnave, yang mewakili majelis,
berjumpa anggota kerajaan itu di Épernay dan kembali dengan
mereka. Dari ketika ini, Barnave became penasihat dan pendukung
keluarga raja. Ketika sampai Paris, kerumunan itu tetap hening.
Majelis itu sbg sementara menangguhkan sang raja. Dia dan Ratu
Marie Antoinette tetap diletakkan di bawah pengawalan. Hari-hari
terakhir Majelis Konstituante Nasional Sbg diskusi lebih jelas, silakan
lihat Hari-hari terakhir Majelis Konstituante Nasional. Dengan
beberapa akbar anggota majelis yang sedang menginginkan monarki
konstitusional daripada republik, sejumlah kumpulan itu sampai
kompromi yang membiarkan Louis XVI tidak lebih dari penguasa
boneka: dia terpaksa bersumpah sbg konstitusi, dan suatu dekrit
mencetuskan bahwa mencabut sumpah, mengepalai militer sbg
mengumumkan perang atas bangsa, atau mengizinkan tiap orang sbg
berbuat demikian atas namanya berfaedah turun tahta secara de
facto. Jacques Pierre Brissot mencadangkan suatu petisi, bersikeras
bahwa di mata bangsa Louis XVI dijatuhkan semenjak pelariannya.
Suatu kerumunan akbar bersama-sama menjadi satu kumpulan di
Champ-de-Mars sbg menandatangani petisi itu. Georges Danton dan
Camille Desmoulins memberikan pidato berapi-api. Majelis
menyerukan pemerintah kotamadya sbg "melestarikan tatanan
masyarakat". Garda Nasional di bawah komando Lafayette
menghadapi kerumuman itu. Pertama kali para prajurit membalas
serangan batu dengan menembak ke udara; kerumunan tidak bubar,
dan Lafayette memerintahkan orang-orangnya sbg menembak ke
kerumunan, mengakibatkan pembunuhan sebanyak 50 jiwa. Segera
sesudah pembantaian itu pemerintah menutup banyak klub patriot,
seperti surat kabar radikal seperti L'Ami du Peuple milik Jean-Paul
Marat. Danton lari ke Inggris; Desmoulins dan Marat lari
bersembunyi. Sementara itu, ancaman baru dari luar muncul:
Leopold II, Kaisar Romawi Suci, Friedrich Wilhelm II dari Prusia, dan
saudara raja Charles-Phillipe, comte d'Artois mengeluarkan Deklarasi
Pilnitz yang menganggap perkara Louis XVI seperti perkara mereka
sendiri, meminta pembebasannya secara penuh dan pembubaran
majelis itu, dan menjanjikan serangan ke Perancis atas namanya bila
pemerintah revolusi menolak syarat tersebut. Bila tidak, pernyataan
itu secara langsung membahayakan Louis. Orang Perancis tidak
mengindahkan perintah penguasa asing itu, dan ancaman militer
hanya mengakibatkan militerisasi perbatasan. Malahan sebelum
"Pelarian ke Varennes", para anggota majelis telah menentukan sbg
menghalangi diri dari legislatur yang hendak menggantikan mereka,
Majelis Legislatif. Sekarang mereka mengumpulkan sejumlah hukum
konstitusi yang telah mereka sahkan ke dalam konstitusi tunggal,
menunjukkan keuletan yang luar biasa dalam memilih sbg tidak
memakai hal ini sbg kesempatan sbg revisi utama, dan
mengajukannya ke Louis XVI yang dipulihkan ketika itu, yang
menyetujuinya, menulis "Diri sendiri mengajak mempertahankannya
di dalam negeri, mempertahankannya dari semua serangan luar; dan
mengakibatkan pengesahannya yang tentu saja diletakkan di
penyelesaian saya". Raja memuji majelis dan menerima tepukan
tangan penuh antusias dari para anggota dan penonton. Majelis
mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 29 September 1791.
Mignet menulis, "Konstitusi 1791..... yaitu karya kelas menengah,
kemudian yang terkuat; seperti yang dikenal mempunyai, karena
kekuatan yang mendominasi pernah mengambil kepemilikan
lembaga itu..... Dalam konstitusi ini rakyat yaitu sumber semua,
namun tidak menerapkan apapun." [3] Majelis Legislatif dan
kejatuhan monarki Majelis Legislatif Di bawah Konstitusi 1791,
Perancis berfungsi sbg monarki konstitusional. Raja mesti berbagi
kekuasaan dengan Majelis Legislatif yang terpilih, namun dia sedang
dapat mempertahankan vetonya dan kemampuan memilih menteri.
Majelis Legislatif pertama kali berjumpa pada tanggal 1 Oktober
1791, dan jatuh dalam kondisi acak-acakan sampai kurang dari
setahun berikutnya. Dalam kata-kata 1911 Encyclopædia Britannica:
"Dalam mencba memerintah, majelis itu sama sekali gagal. Majelis
itu membiarkan kekosongan keuangan, ketidakdisiplinan pasukan
dan angkatan laut, dan rakyat yang rusak moralnya oleh huru-hara
yang terlindung dan sukses." Majelis Legislatif terdiri atas sekitar 165
anggota Feuillant (monarkis konstitusional) di bidang kanan, sekitar
330 Girondin (republikan liberal) dan Jacobin (revolusioner radikal) di
bidang kiri, dan sekitar 250 wakil yang tidak berafiliasi dengan faksi
apapun. Semenjak awal, raja memveto legislasi yang mengancam
émigré dengan kematian dan hal itu mencetuskan bahwa pendeta
non-juri mesti menghabiskan 8 hari sbg mengucapkan sumpah sipil
yang diamanatkan oleh Konstitusi Sipil Pendeta. Lebih dari setahun,
ketidaksetujuan atas hal ini hendak menimbulkan krisis konstitusi.
Perang Politik masa itu membawa Perancis secara tidak terelakkan
ke arah perang terhadap Austria dan sekutu-sekutunya. Sang Raja,
kumpulan Feuillant dan Girondin khususnya menginginkan perang.
Sang Raja (dan banyak Feuillant bersamanya) mengharapkan perang
hendak menaikkan popularitasnya; dia juga meramalkan kesempatan
sbg menggunakan tiap kekalahan: yang kemudiannya hendak
membuatnya lebih kuat. Kumpulan Girondin mau menyebarkan
revolusi ke seluruh Eropa. Hanya beberapa Jacobin radikal yang
menentang perang, lebih memilih konsolidasi dan mengembangkan
revolusi di dalam negeri. Kaisar Austria Leopold II, saudara Marie
Antoinette, rindu menghindari perang, namun meninggal pada
tanggal 1 Maret 1792. Perancis mencetuskan perang pada Austria
(20 April 1792) dan Prusia bergabung di pihak Austria beberapa
minggu kemudian. Perang Revolusi Perancis telah dimulai. Sesudah
pertempuran kecil awal berlanjut sengit sbg Perancis, pertempuran
militer yang berfaedah atas perang itu terjadi dengan Pertempuran
Valmy yang terjadi antara Perancis dan Prusia (20 September 1792).
Meski hujan lebat menghambat resolusi yang menentukan, artileri
Perancis membuktikan keunggulannya. Namun, dari masa ini,
Perancis menghadapi huru-hara dan monarki telah menjapada masa
lalu. Krisis konstitusi 10 Agustus 1792 di Komune Paris Pada malam
10 Agustus 1792, para pengacau, yang didukung oleh kumpulan
revolusioner baru Komuni Paris, menyerbu Tuileries. Raja dan ratu
pengahabisannya menjadi tahanan dan sidang muktamar Majelis
Legislatif menunda monarki: tidak lebih dari sepertiga wakil, hampir
semuanya Jacobin. Pengahabisannya pemerintahan nasional
bergabung pada dukungan commune. Ketika commune mengirimkan
sejumlah kumpulan pembunuh ke penjara sbg menjagal 1400
korban, dan mengalamatkan surat edaran ke kota lain di Perancis sbg
mengikuti conth mereka, majelis itu hanya dapat melancarkan
perlawanan yang lemah. Kondisi ini berlanjut terus menerus sampai
Konvensi, yang dimohon menulis konstitusi baru, berjumpa pada
tanggal 20 September 1792 dan menjadi pemerintahan de facto baru
di Perancis. Di hari berikutnya konvensi itu menghapuskan monarki
dan mendeklarasikan republik. Tanggal ini kemudian diadopsi sbg
awal Tahun Satu dari Kalender Revolusi Perancis. Konvensi Eksekusi
Louis XVI Kuasa legislatif di republik baru jatuh ke Konvensi,
sedangkan kekuasaan eksekutif jatuh ke sisanya di Komite Keamanan
Umum. Kaum Girondin pun menjadi partai sangat berpengaruh
dalam konvensi dan komite itu. Dalam Manifesto Brunswick, tentara
kerajaan dan Prusia mengancam pembalasan ke warga Perancis bila
hal itu menghambat langkah majunya atau dikembalikannya
monarki. Sbg dampaknya, Raja Louis dipandang berkonspirasi
dengan musuh-musuh Perancis. 17 Januari 1793 menyaksikan
tuntutan mati kepada Raja Louis sbg "konspirasi terhadap kebebasan
publik dan keamanan umum" oleh mayoritas lemah di konvensi.
Eksekusi tanggal 21 Januari menimbulkan banyak perang dengan
negara Eropa lainnya. Permaisuri Louis yang kelahiran Austria, Marie
Antoinette, menyusulnya ke guillotine pada tanggal 16 Oktober.
Ketika perang lebih sengit, harga naik dan sans-culottes (buruh
miskin dan Jacobin radikal) memberontak; kegiatan kontrarevolusi
mulai muncul terus-menerus di beberapa kawasan. Hal ini
mendorong kumpulan Jacobin menduduki kekuasaan melewati kup
parlemen, yang ditunggangi oleh kekuatan yang didapatkan dengan
menggerakkan dukungan publik terhadap faksi Girondin, dan dengan
menggunakan kekuatan khayalak sans-culottes Paris. Kemudian
persekutuan Jacobin dan unsur-unsur sans-culottes menjadi pusat
yang efektif untuk pemerintahan baru. Kebijakan menjadi perkiraan
lebih radikal. Guillotine: antara 18.000-40.000 jiwa dieksekusi
selama Pemerintahan Teror Komite Keamanan Publik berada di
bawah kendali Maximilien Robespierre, dan Jacobin melepaskan tali
Pemerintahan Teror (1793-1794). Setidaknya 1200 jiwa menemui
kematiannya dengan guillotine dsb; sesudah tuduhan kontrarevolusi.
Gambaran yang sedikit saja atas ikhtiar atau kegiatan kontrarevolusi
(atau, pada kasus Jacques Hébert, semangat revolusi yang melebihi
semangat kekuasaan) dapat mengakibatkan seseorang dicurigai, dan
pengadilan tidak berlanjut dengan teliti. Pada tahun 1794
Robespierre memerintahkan tokoh-tokoh Jacobin yang ultraradikal
dan moderat dieksekusi; namun, sbg dampaknya, dukungan rakyat
terhadapnya terkikis sama sekali. Pada tanggal 27 Juli 1794, orang-
orang Perancis memberontak terhadap Pemerintahan Teror yang
sudah kelewatan dalam Reaksi Thermidor, yang mengakibatkan
anggota konvensi yang moderat menjatuhkan hukuman mati buat
Robespierre dan beberapa anggota terkemuka lainnya di Komite
Keamanan Publik. Pemerintahan baru itu beberapa akbar tersusun
atas Girondis yang lolos dari teror, dan sesudah mengambil
kekuasaan menuntut balas dengan penyiksaan yang juga dilakukan
terhadap Jacobin yang telah membantu menjatuhkan Robespierre,
melarang Klub Jacobin, dan menghukum mati sejumlah akbar bekas
anggotanya pada apa yang dinamakan sbg Teror Putih. Konvensi
menyetujui "Konstitusi Tahun III" yang baru pada tanggal 17 Agustus
1795; suatu plebisit meratifikasinya pada bulan September; dan
mulai berpengaruh pada tanggal 26 September 1795. Direktorat
Konstitusi baru itu melantik Directoire (bahasa Indonesia: Direktorat)
dan membuat legislatur bikameral pertama dalam sejarah Perancis.
Parlemen ini terdiri atas 500 mata-mata negara asing (Conseil des
Cinq-Cents/Dewan Lima Ratus) dan 250 senator (Conseil des
Anciens/Dewan Senior). Kuasa eksekutif dipindahkan ke 5 "direktur"
itu, dipilih tahunan oleh Conseil des Anciens dari daftar yang
diberikan oleh Conseil des Cinq-Cents. Régime baru berjumpa
dengan oposisi dari Jacobin dan royalis yang tersisa. Pasukan
meredam pemberontakan dan kegiatan kontrarevolusi. Dengan cara
ini pasukan tersebut dan jenderalnya yang sukses, Napoleon
Bonaparte mendapat banyakan kekuasaan. Pada tanggal 9
November 1799 (18 Brumaire dari Tahun VIII) Napoleon
menyelenggarakan kup yang melantik Konsulat; secara efektif hal ini
memulai kediktatorannya dan pengahabisannya (1804)
pernyataannya sbg kaisar, yang membawa mendekati fase
republikan spesifik pada masa Revolusi Perancis.

Anda mungkin juga menyukai