Anda di halaman 1dari 18

PERSEPSI MASYARAKAT

TERHADAP KESEHATAN
(DUKUN BAYI)

Disusun oleh
Nama : Wiwi Safitri
NIM : C1013075
Kelas : 1B
Mata Kuliah : Ilmu Keperawatan Dasar II (ISBD)
Dosen pengampu : Drs. Nur Ariful Hakim, MPSSp.

STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI


Jl. Cut Nyak Dien Kalisapu slawi Kab. Tegal
Telp.(0283) 6197570,6197571
TAHUN 2013 / 2014
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan  rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Judul makalah ilmiah ini yang penulis
ambil adalah “PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN (Dukun
Bayi)”.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu
metode pembelajaran bagi Mahasiswa/i dalam memenuhi tugas (Mata kuliah ilmu
budaya sosial dasar (ISBD)). Ucapan terimakasih tidak lupa penulis sampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas karya tulis ilmiah ini, diantaranya :
1. Drs. Nur Ariful Hakim, MPSSp. selaku dosen pengampu.
2. Teman – teman yang telah membantu dan bekerjasama sehingga
tersusun      makalah ini.
Penulis menyadari atas kekurangan kemampuan penulis dalam pembuatan
makalah ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi penulis apabila
mendapatkan kritikan dan saran yang membangun agar makalah ini sehingga
selanjutnya akan lebih baik dan sempurna serta komprehensif.
Demikian akhir kata dari penulis, semoga makalah ilmiah ini bermanfaat
bagi semua pihak dan sebagai media pembelajaran budaya khususnya dalam segi
teoritis sehingga dapat membuka wawasan ilmu budaya serta akan menghasilkan
yang lebih baik di masa yang akan datang.

                                                                                          Tegal , 10 Juni 2014

Penulis
Daftar Isi

a. Halaman Sampul/Cover
b. Pengantar
c. Daftar Isi
BAB. I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Perumusan Masalah
BAB II Analisa Permasalahan
A. Pendekatan Medis
B. Pendekatan Prilaku Kesehatan
BAB III Perubahan Perilaku Kesehatan
BAB IV Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang


banyak membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal
perubahan pola hidup maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang
kesehatan yang sering dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan
langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh masyarakat yang
bermukim dalam suatu tempat tertentu.
Hubungan antara budaya dan kesehatan  sangatlah erat hubungannya,
sebagai salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat
bertahan dengan cara pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka.
Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap
kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang
tingkatannya.
Persepsi merupakan proses kerja sama melalui perantaraan pikiran sehat
yang muncul pada seseorang, mencakup dua persepsi kerja yang saling
berkaitan yaitu menerima kesan melalui penglihatan penafsiraan dan
penetapan arti atas kesan-kesan indrawi yang melahirkan pandangan-
pandangan seseorang terhadap sesuatu objek.
Berbagai persepsi masyarakat terhadap pertolongan persalinan oleh
bidan dan dukun bayi selama ini menjadi makna bagi masyarakat, banyak
persepsi yang kurang positif terhadap kehadiran bidan menjadi persepsi semu
dimasyarakat sehingga peran bidan dikalangan masyarakat yang masih sangat
tradisional dan memegang budaya masih belum dapat diterima dengan baik.
Seperti kita ketahui bersama banyak faktor yang mempengaruhi
persepsi masyarakat terhadap pertolongan persalinan oleh tenaga Bidan, dan
lebih memilih persalinan oleh dukun bayi hal ini dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan ibu yang masih rendah, faktor sosial-budaya yang masih
kental,ekonomi keluarga dan banyak faktor lainnya.
B. Perumusan Masalah
a. Bagaimana perkembangan persalinan saat ini setelah dilakukan
kemitraan ?
b. Bagaimana Persepsi Dukun Terhadap program kemitraan Bidan-Dukun ?
c. Sejauh mana faktor budaya masyarakat mempengaruhi kemitraan Bidan-
dukun ?
d. Bagaimana persepsi Masyarakat terhadap kemitraan Bidan-Dukun bayi ?
BAB II
ANALISA PERMASALAHAN

A. Pendekatan Medis
Dukun bayi adalah orang yang dianggap terampil dan dipercaya oleh
masyarakat untuk menolong persalinan dan perawatan ibu dan anak sesuai
kebutuhan masyarakat.(Dep Kes RI. 1994 : 2)
Dukun bayi adalah profesi seseorang yang dalam aktivitasnya,
menolong proses persalinan seseorang, merawat bayi mulai dari memandikan,
menggendong, belajar berkomunikasi dan lain sebagainya. Dukun bayi
biasanya juga selain dilengkapi dengan keahlian atau skill, juga dibantu
dengan berbagai mantra khusus yang dipelajarinya dari pendahulu mereka.
Proses pendampingan tersebut berjalan sampai dengan bayi berumur 2
tahunan. Tetapi, pendampingan yang sifatnya rutin sekitar 7 - 10 hari pasca
melahirkan.
Dukun bayi adalah orang yang dianggap terampil dan dipercaya oleh
masyarakat untuk menolong persalinan dan perawatan ibu dan anak sesuai
kebutuhan masyarakat.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat sudah
mengenal dukun bayi atau dukun beranak sebagai tenaga pertolongan
persalinan yang diwariskan secara turun temurun. Dukun bayi yaitu mereka
yang memberi pertolongan pada waktu kelahiran atau dalam hal-hal yang
berhubungan dengan pertolongan kelahiran, seperti memandikan bayi,
upacara menginjak tanah, dan upacara adat serimonial lainnya. Pada kelahiran
anak dukun bayi yang biasanya adalah seorang wanita tua yang sudah
berpengalaman, membantu melahirkan dan memimpin upacara yang
bersangkut paut dengan kelahiran itu (Koentjaraningrat, 1992).

Dukun mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :


a) Pada umumnya adalah seorang anggota masyarakat yang cukup
dikenal di desa.
b) Pendidikan tidak melebihi pendidikan orang biasa, umumnya buta
huruf 
c) Pekerjaan sebagai dukun umumnya bukan untuk tujuan mencari uang
tetapi karena ‘panggilan’ atau melalui mimpi-mimpi, dengan tujuan
untuk menolong sesama 
d) Disamping menjadi dukun, mereka mempunyai pekerjaan lainnya
yang tetap. Misalnya petani, atau buruh kecil sehingga dapat
dikatakan bahwa pekerjaan dukun hanyalah pekerjaan sambilan.
e) Ongkos yang harus dibayar tidak ditentukan, tetapi menurut
kemampuan dari masing-masing orang yang ditolong sehingga besar
kecil uang yang diterima tidak sama setiap waktunya.
f) Umumnya dihormati dalam masyarakat atau umumnya merupakan
tokoh yang berpengaruh, misalnya kedudukan dukun bayi dalam
masyarakat .

Menurut Sarwono Prawiroharjo (1999) ciri dukun bayi adalah :


a) Dukun bayi biasanya seorang wanita, hanya dibali terdapat dukun
bayi pria.
b) Dukun bayi umumnya berumur 40 tahun keatas.
c) Dukun bayi biasanya orang yang berpengaruh dalam masyarakat.
d) Dukun bayi biasanya mempunyai banyak pengalaman dibidang sosial,
perawatan diri sendiri, ekonomi, kebudayaan dan pendidikan.
e) Dukun bayi biasanya bersifat turun menurun.
Pembagian Dukun Bayi, Menurut Depkes RI, dukun bayi dibagi menjadi 2
yaitu :
a) Dukun Bayi Terlatih, adalah dukun bayi yang telah mendapatkan
pelatihan oleh tenaga kesehatan yang dinyatakan lulus.
b) Dukun Bayi Tidak Terlatih, adalah dukun bayi yang belum pernah
terlatih oleh tenaga kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan
belum dinyatakan lulus.
Kesalahan yang sering dilakukan oleh dukun sehingga dapat mengakibatkan
kematian ibu dan bayi, antara lain :
1. Terjadinya robekan rahim karena tindakan mendorong bayi didalam
rahim dari luar sewaktu melakukan pertolongan pada ibu bersalin
2. Terjadinya perdarahan pasca bersalin yang disebabkan oleh tindakan
mengurut-ngurut rahim pada waktu kala III.
3. Terjadinya partus tidak maju, karena tidak mengenal tanda kelainan
partus dan tidak mau merujuk ke puskesmas atau RS. Untuk
mencegah kesalahan tindakan dukun tersebut di perlukan suatu
bimbingan bagi dukun. 

Fungsi Dukun Bayi


Selaras dengan keterampilannya, dukun bayi memiliki 2 macam fungsi,
ialah fungsi utama dan fungsi tambahan. Fungsi utama dukun bayi ialah
melaksanakan pertolongan persalinan secara benar dan aman. Untuk
mendukung fungsi utamanya, maka fungsi tambahan dapat dikembangkan
setempat, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan pelayanan
kesehatan. Dalam kerangka program KIA, fungsi dukun bayi meliputi:
1. Perawatan ibu hamil normal
2. Pengenalan dan rujukan ibu hamil dengan resiko tinggi dan penyulit
kehamilan
3. Rujukan ibu hamil untuk mendapat suntikan TT
4. Persalinan yang aman
5. Perawatan masa nifas
6. Pengenalan dan rujukan ibu masa nifas dan bayi untuk diimunisasi
Agar dukun bayi dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.
Diharapkan mereka terlibat secara aktif di posyandu setempat. Jenis dan
derajat keterlibatan dukun bayi di posyandu diserahkan kepada dukun bayi
sendiri dan pengaturan dukun bayi di masyarakat.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat termasuk didalamnya penurunan
kematian bayi dan anak, akan lebih berhasil bila mengikutsertakan
masyarakat. dukun bayi adalah salah satu warga masyarakat yang sangat
potensial dalam upaya tersebut.

Peran Dukun Bayi


1. Memberitahu ibu hamil untuk bersalin di tenaga kesehatan. Pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan adalah persalinan yang aman yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan diantaranya bersalin dengan bidan
karena bidan :
a. Bisa menilai secara tepat bahwa persalinan sudah dimulai dan dapat
memberikan pelayanan dan pemantauan yang memadai dengan
memperhatikan kebutuhan ibu selama proses persalinan berlangsung.
b. Dapat melakukan pertolongan persalinan yang aman.
c. Bidan melakukan pengeluaran plasenta dengan peregangan tali pusat
dengan benar
d. Bidan mengenali secara tepat tanda – tanda gawat janin dan tanda
bahaya dalam persalinan sehingga dapat melakukan rujukan secara
tepat.
2. Mengenali tanda bahaya pada kehamilan persalinan nifas dan rujukannya
3. Pengenalan dini tetanus neonatorum BBL dan rujukanya

Kelebihan Dan Kekurangan Bersalin Pada Dukun


Peran dukun sangat sulit ditiadakan karena masih mendapat
kepercayaan masyarakat. Terdapat kelebihan dan kekurangan persalinan yang
ditolong oleh dukun antara lain :
a) Kelebihan
1. Dukun merawat ibu dan bayinya sampai tali pusatnya putus.
2. Kontak ibu dan bayi lebih awal dan lama
3. Persalinan dilakukan di rumah
4. Biaya murah dan tidak ditentukan.
b) Kekurangan
1. Dukun belum mengerti teknik septic dan anti septic dalam menolong
persalinan.
2. Dukun tidak mengenal keadaan patologis dan kehamilan, persainan,
nifas dan bayi baru lahir.
3. Pengetahuan dukun rendah sehingga sukar ditatar dan di ikutsertakan
dalam program pemerintah. (Pedoman Supervise Dukun Bayi, 1992)

B. Pendekatan Prilaku Kesehatan


Memasuki masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi
para ibu hamil karena segala kemungkinan dapat terjadi sebelum berakhir
dengan selamat atau dengan kematian. Sejumlah faktor memandirikan
peranan dalam proses ini, mulai dari ada tidaknya faktor resiko kesehatan ibu,
pemilihan penolong persalinan, keterjangkauan dan ketersediaan pelayanan
kesehatan, kemampuan penolong persalinan sampai sikap keluarga dalam
menghadapi keadaan gawat.
Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun
beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di
rumah.Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa
masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat
membahayakan si ibu. Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa
tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi seperti "ngolesi" (membasahi
vagina dengan rninyak kelapa untuk memperlancar persalinan), "kodok"
(memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan
placenta) atau "nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi
bersandar dan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat
menyebabkan perdarahan dan pembengkakan). Pemilihan dukun beranak
sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena beberapa
alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat
membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta
merawat ibu dan bayi sampai 40 hari.
Disamping itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan
kesehatan yang ada. Walaupun sudah banyak dukun beranak yang dilatih,
namun praktek-praktek tradisional tertentu rnasih dilakukan. lnteraksi antara
kondisi kesehatan ibu hamil dengan kemampuan penolong persalinan sangat
menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup.
Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah
perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi
tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal
bagi ibu dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi tidak
hanya karena penanganan yang kurang baik tepat tetapi juga karena ada
faktor keterlambatan pengambilan keputusan dalam keluarga. Umumnya,
terutama di daerah pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis apa yang
akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang lebih tua atau keputusan
berada di tangan suami yang seringkali menjadi panik melihat keadaan krisis
yang terjadi.
Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan
dapat menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat. Tidak
jarang pula nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman atau tetangga
mempengaruhi keputusan yang diambil. Keadaan ini seringkali pula
diperberat oleh faktor geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan tempat
pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau oleh
faktor kendala ekonomi dimana ada anggapan bahwa membawa si ibu ke
rumah sakit akan memakan biaya yang mahal.
Selain dari faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor
geografis dan kendala ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan
disebabkan juga oleh adanya suatu keyakinan dan sikap pasrah dari
masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tak
dapat dihindarkan. Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau
anjuran masih diberlakukan juga pada masa pasca persalinan. Pantangan
ataupun anjuraan ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi
fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk
memperbanyak produksi ASI ada pula makanan tertentu yang dilarang karena
dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada
praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan
kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan
untuk mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan ramuan-ramuan
seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan
darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan; atau memberi jamu
tertentu untuk memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996). lmplikasi terhadap
kebijakan pembangunan KIA.
Uraian sebelumnya telah memperlihatkan bahwa dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak melalui program-program
pembangunan kesehatan perlu memperhatikan aspek-aspek sosial-budaya
masyarakat. Menempatkan petugas kesehatan dan membangun fasilitas
kesehatan semata tidaklah cukup untuk mengatasi masalah-masalah KIA di
suatu daerah. Seperti diketahui ternyata perilaku-perilaku kesehatan di
masyarakat baik yang menguntungkan atau merugikan kesehatan banyak
sekali dipengaruhi oleh faktor sosial budaya. Pada dasarnya, peran
kebudayaan terhadap kesehatan masyarakat adalah dalam membentuk,
mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu
kelompok sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan.
Memang tidak semua praktek/perilaku masyaiakat yang pada awalnya
bertujuan untuk menjaga kesehatan dirinya adalah merupakan praktek yang
sesuai dengan ketentuan medis/kesehatan. Apalagi kalau persepsi tentang
kesehatan ataupun penyebab sakit sudah berbeda sekali dengan konsep medis,
tentunya upaya mengatasinya juga berbeda disesuaikan dengan keyakinan
ataupun kepercayaan-kepercayaan yang sudah dianut secara turun-temurun
sehingga lebih banyak menimbulkan dampak-dampak yang merugikan bagi
kesehatan. Dan untuk merubah perilaku ini sangat membutuhkan waktu dan
cara yang strategis. Dengan alasan ini pula dalam hal penempatan petugas
kesehatan dimana selain memberi pelayanan kesehatan pada masyarakat juga
berfungsi sebagai agen perubah (change agent) maka pengetahuan dan
kemampuan berkomunikasi dari petugas kesehatan sangat diperlukan
disamping kemampuan dan ketrampilan memberi pelayanan kesehatan.
Mengingat bahwa dari indikator-indikator yang ada menunjukkan derajat
kesehatan ibu dan anak masih perlu diingkatkan, maka dalam upaya
perbaikannya perlu pendekatan-pendekatan yang dilakukan secara holistik
dan integratif yang tidak hanya terbatas pada bidang kesehatan secara medis
saja tetapi juga ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya. Dalam hal
melakukan upaya-upaya perbaikan perlu disadari bahwa hubungan ibu dan
anak sangat erat dimana kondisi kesehatan ibu akan dapat secara langsung
mempengaruhi kondisi kesehatan anaknya, baik mulai dari kandungan
maupun setelah persalinan. Oleh karena itu, penting sekali menempatkan
konteks reproduksi dalam program KIA sehingga diharapkan kondisi
kesehatan seseorang benar-benar dapat terpelihara sesuai dengan konsep
medis yang tepat sejak ia berada dalam kandungan, masa kanak-kanak, masa
remaja hingga dewasa.
BAB III
Perubahan Perilaku Kesehatan

Masyarakat sudah mulai berpikir maju dan lebih rasional dengan


gejala yang terjadi. Adanya kelahiran bayi tidak normal dan berbagai gejala
penyakit tidak lagi diyakini sebagai kutukan yang diperoleh baik dari turun
temurun maupun efek lingkungan dimana ia tinggal, tapi memang terdapat
pola perilaku yang salah dan kebiasaan yang kurang terarah terlebih lagi
proses persalinan yang buruk dengan peralatan sederhana, kurang higienis
dan caranya yang “asal jadi”.
Pemerintah yang dulu kurang begitu memperhatikan mengenai
kesehatan Ibu dan Anak, akhirnya tersadarkan melalui globalisasi yang
berkembang dengan masuknya berbagai informasi baik lokal maupun
internasional akan tingginya kematian Ibu dan anak saat persalinan dan
penurunan kualitas kesehatan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi terus meningkat pesat di barat dengan penemuan berbagai teknologi
di bidang kesehatan juga penemuan-penemuan lainnya dan menyebar begitu
cepat melalui globalisasi ke negara-negara lain, yang mempengaruhi juga
pola pikir masyarakat khususnya pemerintah untuk segera menyebarkan dan
mengambil kebijakan untuk meningkatkan pengetahuan akan bahaya tersebut.
Hingga kemudian mendirikan posyandu di setiap desa yang dikelola oleh,
dari dan untuk masyarakat sendiri dengan pola pengkaderan guna penyebaran
hidup sehat melalui agen-agen yang mulai banyak jumlahnya yakni tenaga-
tenaga kesehatan atau tenaga medis yang disebarkan ke desa-desa guna
memberikan pengaruh pada pola perilaku dan cara berfikir rasional terhadap
penyakit dan pengobatannya.
Selain itu menurut teori aksi Weber bahwa individu melakukan suatu
tindakan berdasar atas pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsiran
suatu obyek stimulus atau situasi tertentu. Masyarakat dulu, lebih memilih
dukun beranak karena pertama memang belum banyak bahkan belum ada
bidan atau dokter, akses menuju tenaga medis tidaklah semudah sekarang,
kedua adalah dari segi kenyamanan, dan ekonomi masih menjadi prioritas.
Masyarakat juga mempersepsikan bahwa memakai dukun akan baik-baik saja
karena telah banyak pengalaman dan pemahaman tentang apa yang pernah
dialami masyarakat yang pernah menggunakan jasa dukun bayi sebelumnya
bahwa memang tidak ada masalah (ini yang terlihat). Sedangkan masyarakat
sekarang, sekitarnya sudah banyak tenaga medis modern ditambah
Jamkesmas serta pengetahuan mengenai banyaknya kematian ibu dan anak
saat persalinan akibat proses persalinan yang “asal jadi” ataupun akibat
kegiatan modernisasi yang membuat masyarakat lebih berpikir ulang
senyatanya memakai tindakan medis lebih baik. Akses yang lebih baik
daripada dahulu telah membuat mereka lebih dapat menjangkau pelayanan
medis modern dengan banyaknya praktek dokter, bidan dan keberadaan
puskesmas ditiap kecamatan.
Usaha kesehatan masyarakat penting untuk membangun suatu
masyarakat. Bahwa usaha-usaha kesehatan masyarakat telah meningkatkan
jumlah dan kwalitas dari tenaga-tenaga produktif. Juga suatu usaha kesehatan
masyarakat yang berhasil cenderung untuk merubah pandangan umum hidup
dari suatu masyarakat kearah yang lebih baik yaitu kesadaran bahwa
perubahan adalah dimungkinkan, sehingga dapat mendorong mereka berfikir
lebih inovatif (Lubis, 1982:98)
BAB IV

Kesimpulan dan Saran


Di Indonesia istilah kemitraan masih relative baru, namun dalam
prakteknya istilah ini sudah lama dikenal oleh masyarakat dengan istilah gotong
royong yang sebenarnya esensinya adalah kemitraan, yakni kerjasama dari
berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Selanjutnya gotong
royong sebagai “praktek individual” ini berkembang menjadi koperasi, koalisi,
aliansi, jejaring (net working), dan sebagainya.
Istilah- istilah ini sebenarnya sebagai perwujudan dari kerjasama antar
individu atau kelompok yang saling membantu, saling menguntungkan dan secara
bersama-sama meringankan pencapaian suatu tujuan yang telah mereka sepekati
bersama. Pengertian kemitraan menurut Robert Davies, adalah suatu kerjasama
formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan
tentang komitmen dan harapan masing- masing tentang peninjauan kembali
terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat, dan saling berbagi, baik
dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh. (Notoatmodjo,2003:105).
Dari batasan ini ada tiga kata kunci dalam kemitraan yakni: a) kerjasama
antara kelompok, organisasi, dan individu 2) bersama- sama mencapai tujuan
tertentu (sesuai kesepakatan) 3) saling menanggung resiko dan keuntungan.
Membangun sebuah kemitraan, harus didasarkan pada hal-hal berikut: 1)
kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan 2) saling mempercayai
dan saling menghormati, 3) tujuan yang jelas dan terukur 4) kesediaan untuk
berkorban baik waktu, tenaga, maupun sumber daya lain.
Konsep kemitraan yang diuraikan di atas, senantiasa diperhadapkan
berbagai tantangan atau hambatan dalam hal ini pelaku medis tradisional yaitu
dukun bayi, salah satu penolong persalinan dan warga masyarakat yang banyak
berperan dalam pertolongan persalinan (Kalangie, 1987, Foster 1969).
Oleh karena itu diharapkan dengan adanya program kemitraan antara
Bidan-Dukun bayi upaya pemerintah dalam rangka menurunkan Angka kematian
Ibu dan Bayi dapat diturunkan, dengan adanya pendampingan persalinan dapat
berjalan dengan aman dan selamat.  
Kiranya dengan adanya penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita
semua,terutama pemegang program Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas,Dinas
Kesehatan dan bagi pihak yang merasa berkepentingan,sehingga dapat menjadi
bahan masukan bagi perencanaan kedepan.
Daftar Pustaka

Dep Kes RI.1994.”Pedoman Supervisi Dukun Bayi


Syafrudin, SKM, M. Kes, dkk. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC
Yulifah, Rita. 2009. Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta : Salemba Medika
Departemen Kesehatan R.I 1994 Profil Kesehatan Indonesia 1994, Pusat Data
Kesehatan, Jakarta
Koentjaraningrat dan A.A Loedin 1985 llmu-ilmu sosial dalam Pembangunan
Kesehatan, Jakarta: PT Gramedia.
Jurnalbidandiah, 2012. Pembinaan dukun bayi di komunitas. Diakses
melaluihttp://blogspot.com/2012/06/pembinaan-dukun-bayi-di-
komunitas.html

Anda mungkin juga menyukai

  • PP Kasus
    PP Kasus
    Dokumen15 halaman
    PP Kasus
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Askep DHF
    Askep DHF
    Dokumen35 halaman
    Askep DHF
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Presus Demam Typoid
    Presus Demam Typoid
    Dokumen43 halaman
    Presus Demam Typoid
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Thypoid Vs DHF
    Thypoid Vs DHF
    Dokumen2 halaman
    Thypoid Vs DHF
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • BBLR
    BBLR
    Dokumen49 halaman
    BBLR
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • DEMAM TYPOID
    DEMAM TYPOID
    Dokumen44 halaman
    DEMAM TYPOID
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • PENGERTIAN DAN ETIOLOGI ASMA
    PENGERTIAN DAN ETIOLOGI ASMA
    Dokumen40 halaman
    PENGERTIAN DAN ETIOLOGI ASMA
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Demam Tifoid
    Demam Tifoid
    Dokumen9 halaman
    Demam Tifoid
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • KASUS DEMAM TYPOID New
    KASUS DEMAM TYPOID New
    Dokumen45 halaman
    KASUS DEMAM TYPOID New
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • DHF_TEORI
    DHF_TEORI
    Dokumen8 halaman
    DHF_TEORI
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Rencana Keperawatan
    Rencana Keperawatan
    Dokumen3 halaman
    Rencana Keperawatan
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Askep BBLR
    Askep BBLR
    Dokumen16 halaman
    Askep BBLR
    Al Vivo
    0% (1)
  • Bab I, Ii, Iii, Iv
    Bab I, Ii, Iii, Iv
    Dokumen40 halaman
    Bab I, Ii, Iii, Iv
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Bab I, Ii, Iii, Iv
    Bab I, Ii, Iii, Iv
    Dokumen36 halaman
    Bab I, Ii, Iii, Iv
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen1 halaman
    Bab I
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen35 halaman
    Bab 3
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • TEKNIK NAFAS DALAM
    TEKNIK NAFAS DALAM
    Dokumen7 halaman
    TEKNIK NAFAS DALAM
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • 2020 Isi Kasus
    2020 Isi Kasus
    Dokumen3 halaman
    2020 Isi Kasus
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Sap Hipertensi Gerontik
    Sap Hipertensi Gerontik
    Dokumen7 halaman
    Sap Hipertensi Gerontik
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Nutrisi Hipertensi
    Nutrisi Hipertensi
    Dokumen7 halaman
    Nutrisi Hipertensi
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Resume CHF
    Resume CHF
    Dokumen4 halaman
    Resume CHF
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • ASUHAN KEPERAWATAN
    ASUHAN KEPERAWATAN
    Dokumen7 halaman
    ASUHAN KEPERAWATAN
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • LP CHF
    LP CHF
    Dokumen20 halaman
    LP CHF
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Hipertensi
    Leaflet Hipertensi
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Hipertensi
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Sap Teknik Nafas Dalam
    Sap Teknik Nafas Dalam
    Dokumen7 halaman
    Sap Teknik Nafas Dalam
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Sap Demonstrasi Kompres Hangat
    Sap Demonstrasi Kompres Hangat
    Dokumen7 halaman
    Sap Demonstrasi Kompres Hangat
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Hipertensi
    Leaflet Hipertensi
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Hipertensi
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan 5
    Laporan Pendahuluan 5
    Dokumen5 halaman
    Laporan Pendahuluan 5
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan
    Laporan Pendahuluan
    Dokumen2 halaman
    Laporan Pendahuluan
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan 4
    Laporan Pendahuluan 4
    Dokumen5 halaman
    Laporan Pendahuluan 4
    Syufah Mutoharoh
    Belum ada peringkat