Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

FIQIH JINAYAH
“TA’ZIR”

Disusun
Oleh:
1. Suprianto
2. Ariya anggara
3. Arni puspitasari
4. Dewi ratih
5. megawati

Dosen Pengampu:
Abd. Azis Ilyas. S.Ag. M. H

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


AL-FURQAN MAKASSAR
2018/2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum Pidana atau Fiqh Jinayah merupakan bagian dari syari’at islam yang

berlaku semenjak diutusnya Rasulullah saw. Oleh karenanya pada zaman

Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin, hukum pidana islam berlaku sebagai hukum

publik. Yaitu hukum yang diatur dan diterapkan oleh pemerintah selaku penguasa

yang sah atau ulil amri.

Walaupun dalam kenyataannya, masih banyak umat islam yang belum tahu

dan paham tentang apa dan bagaimana hukum pidana islam itu, serta bagaimana

ketentuan-ketentuan hukum tersebut seharusnya disikapi dan diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari.

B. rumusan masalah

1. apa pengertian ta’zir ?

2. apa saja bentuk-bentuk hukuman dalam ta’zir ?

3. bagaimana pendapat Imam Mazhab tentang ta’zir ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A.      Pengertian Ta’zir

Menurut bahasa, lafaz ta’zir berasal dari kata “azzara” yang berarti

menolak dan mencegah, juga berarti mendidik, mengagungkan dan menghormati,

membantunya, menguatkan, dan menolong. Dari pengertian tersebut yang paling

relevan adalah pengertian pertama yaitu mencegah dan menolak, dan pengertian

kedua yaitu mendidik. Karena ia dapat mencegah pelaku agar tidak mengulangi

lagi perbuatannya. Ta’zir diartikan mendidik, karena ta’zir dimaksudkan untuk

mendidik dan memperbaiki pelaku agar ia menyadari perbuatan jarimahnya

kemudian meninggalkan dan menghentikannya. Pengertian ini sesuai dengan apa

yang di kemukakan oleh Abdul Qadir Audah dan Wahbah Zuhail.

Menurut istilah, ta’zir didefinisikan oleh Al-Mawardi sebagai berikut :

‫ب على ذنوب لم تشرع فيها الحدود‬ ‫والّتعزير تأ د‬

“Ta’zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa yang

hukumannya belum ditetapkan oleh syara’.

Dari definisi yang dikemukakan diatas, jelaslah bahwa ta’zir adalah suatu

istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditetapkan

oleh syara’. Dikalangan Fuqaha, jarimah-jarimah yang hukumannya belum

3
ditetapkan oleh syara’ dinamakan jarimah ta’zir. Jadi, istilah ta’zir bisa digunakan

untuk hukuman dan bisa juga untuk jarimah (tindak pidana) Ta’zir sering juga

dapat dipahami bahwa jarimah ta’zir terdiri atas perbuatan-perbuatan maksiat

yang tidak dikenakan hukuman had atau kaffarat. Hukumannya diserahkan

sepenuhnya kepada penguasa atau hakim. Hukuman dalam jarimah ta'zir tidak

ditentukan ukurannya atau kadarnya, artinya untuk menentukan batas terendah

dan tertinggi diserahkan sepenuhnya kepada hakim (penguasa). Dengan demikian,

syari'ah mendelegasikan kepada hakim untuk menentukan bentuk-bentuk dan

hukuman kepada pelaku jarimah.

B.       Bentuk – Bentuk Hukuman Ta’zir

            Dalam menetapkan jarimah ta'zir, prinsip utama yang menjadi acuan

penguasa adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota

masyarakat dari kemudharotan (bahaya). Di samping itu, penegakkan jarimah

ta'zir harus sesuai dengan prinsip syar'i. Bentuk hukuman hukuman ta'zir banyak

jumlahnya, yang dimulai dari hukuman paling ringan sampai hukuman yang yang

terberat. Hakim diberi wewenang untuk memilih diantara hukuman hukuman

tersebut, yaitu hukuman yang sesuai dengan keadaan jarimah serta diri

pembuatnya. Bentuk hukuman hukuman ta'zir antara lain:

1. Hukuman Mati

Pada dasarnya menurut syari'ah Islam, hukuman ta'zir adalah untuk

memberikan pengajaran (ta'dib) dan tidak sampai membinasakan. Oleh karena itu,

dalam hukum ta'zir tidak boleh ada pemotongan anggota badan atau penghilangan

nyawa. Akan tetapi beberapa foqoha' memberikan pengecualian dari aturan umum

4
tersebut, yaitu kebolehan dijatuhkan hukuman mati jika kepentingan umum

menghendaki demikian, atau kalau pemberantasan tidak bisa terlaksana kecuali

dengan jalan membunuhnya, seperti mata mata, pembuat fitnah, residivis yang

membahayakan. namun menurut sebagian fuqoha yang lain, di dalam jarimah

ta'zir tidak ada hukuman mati.

2. Hukuman Jilid

            Dikalangan fuqoha terjadi perbedaan tentang batas tertinggi hukuman jilid

dalam ta'zir. Menurut pendapat yang terkenal di kalangan ulama' Maliki, batas

tertinggi diserahkan kepada penguasa karena hukuman ta'zir didasarkan atas

kemaslahatan masyarakat dan atas dasar berat ringannya jarimah. Imam Abu

Hanifah dan Muhammad berpendapat bahwa batas tertinggi hukuman jilid dalam

ta'zir adalah 39 kali, dan menurut Abu Yusuf adalah 75 kali.

            Sedangkan di kalangan madzhab Syafi'i ada tiga pendapat. Pendapat

pertama sama dengan pendapat Imam Abu Hanifah dan Muhammad. Pendapat

kedua sama dengan pendapat Abu Yusuf. Sedangkan pendapat ketiga, hukuman

jilid pada ta'zir boleh lebih dari 75 kali, tetapi tidak sampai seratus kali, dengan

syarat bahwa jarimah ta'zir yang dilakukan hampir sejenis dengan jarimah hudud.

Dalam madzhab Hambali ada lima pendapat. Tiga di antaranya sama

dengan pendapat madzhab Syafi'i di atas. Pendapat ke empat mengatakan bahwa

jilid yang diancam atas sesuatu perbuatan jarimahtidak boleh menyamai hukuman

yang dijatuhkan terhadap jarimah lain yang sejenis, tetapi tidak boleh melebihi

hukuman jarimah lain yang tidak sejenisnya. Pendapat ke lima mengatakan bahwa

hukuman ta'zir tidak boleh lebih dari 10 kali. Alasannya ialah hadits nabi dari Abu

5
Darda sebagai berikut: "Seorang tidak boleh dijilid lebih dari sepuluh kali, kecuali

dalam salah satu hukuman hudud".

3. Hukuman-Kawalan (Penjara Kurungan)

            Ada dua macam hukuman kawalan dalam hukum Islam. Pembagian ini

didasarkan pada lama waktu hukuman. Pertama, Hukuman kawalan terbatas.

Batas terendah dai hukuman ini adalah satu hari, sedang batas tertinggi, ulama'

berbeda pendapat. Ulama' Syafi'iyyah menetapkan batas tertingginya satu tahun,

karena mereka mempersamakannya dengan pengasingan dalam jarimah zina.

Sementara ulama' ulama' lain menyerahkan semuanya pada penguasa berdasarkan

maslahat. Kedua, Hukuman kawalan tidak terbatas. Sudah disepakati bahwa

hukuman kawalan ini tidak ditentukan masanya terlebih dahulu, melainkan

berlangsung terus sampai terhukum mati atau taubat dan baik pribadinya. Orang

yang dikenakan hukuman ini adalah penjahat yang berbahaya atau orang yang

berulang ulang melakukan jarimah jarimah yang berbahaya. , Hukuman kawalan

tidak terbatas. Sudah disepakati bahwa hukuman kawalan ini tidak ditentukan

masanya terlebih dahulu, melainkan berlangsung terus sampai terhukum mati atau

taubat dan baik pribadinya. Orang yang dikenakan hukuman ini adalah penjahat

yang berbahaya atau orang yang berulang ulang melakukan jarimah jarimah yang

berbahaya.

4. Hukuman Salib

Hukuman salib sudah dibicarakan dalam jarimah gangguan keamanan

(hirobah), dan untuk jarimah ini hukuman tersebut meruapakan hukuman had.

6
Akan tetapi untuk jarimah ta'zir hukuman salib tidak dibarengi atau didahului

dengan oleh hukuman mati, melainkan si terhukum si terhukum disalib hidup

hidup dan tidak dilarang makan minum, tidak dilarang mengerjakan wudhu, tetapi

dalam menjalankan sholat cukup dengan isyarat. Dalam penyaliban ini, menurut

fuqoha' tidak lebih dari tiga hari.

5. Hukuman Ancaman (Tahdid), Teguran (Tanbih) dan Peringatan

Ancaman juga merupakan salah satu hukuman ta'zir, dengan syarat akan

membawa hasil dan bukan hanya ancaman kosong. Misalnya dengan ancama akan

dijilid, dipenjarakan atau dihukum dengan hukuman yang lain jika pelaku

mengulangi tindakannya lagi. Sementara hukuman teguran pernah dilakukan oleh

Rosulullah terhadap sahabat Abu Dzar yang memaki maki orang lain dengan

menghinakan ibunya. Maka Rosulullah saw berkata, "Wahai Abu Dzar, Engkau

menghina dia dengan menjelek jelekkan ibunya. Engkau adalah orang yang masih

dihinggapi sifat sifat masa jahiliyah. "Hukuman peringatan juga diterapkan dalam

syari'at Islam dengan jalan memberi nasehat, kalau hukuman ini cukup membawa

hasil. Hukuman ini dicantumkan dalam al Qur'an sebagaimana hukuman terhadap

istri yang berbuat dikhawatirkan berbuat nusyuz.

6. Hukuman Pengucilan (al Hajru)

Hukuman pengucilan ialah merupakan salah satu jenis hukuman ta'zir

yang disyari'atkan oleh agama Islam. Dalam sejarah, Rosulullah pernah

melakukan hukuman pengucilan terhadap tiga orang yang tidak ikut serta dalam

7
perang Tabuk, yaitu Ka'ab bin Malik, Miroroh bin Rubai'ah, dan Hilal bin

Umaiyah. Mereka dikucilkan selama lima puluh hari tanpa diajak bicara, sehingga

turunlah firman Allah:

"Dan terhadap tiga orang yang tinggal, sehingga apabila bumi terasa sempit oleh

mereka meskipun dengan luasnya, dan sesak pula diri mereka, serta mereka

mengira tidak ada tempat berlindung dari Tuhan kecuali padaNya, kemudian

Tuhan menerima taubat mereka agar mereka bertaubat."

7. Hukuman Denda (tahdid)

Hukuman Denda ditetapkan juga oleh syari'at Islam sebagai hukuman.

Antara lain mengenai pencurian buah yang masih tergantung dipohonnya,

hukumannya didenda dengan lipat dua kali harga buah tersebut, disamping

hukuman lain yang sesuai dengan perbuatannya tersebut. Sabda Rosulullah saw,

"Dan barang siapa yang membawa sesuatu keluar, maka atasnya denda sebanyak

dua kalinya besrta hukuman." Hukuman yang sama juga dikenakan terhadap

orang yang menyembunyikan barang hilang.

C.      Hukuman Bagi Kesalahan Ta’zir

1. Ta`zir adalah hukuman yang bersifat mendidik atas perbuatan dosa yang belum

ditetapkan oleh syara` atau hukuman yang diserahkan kepada keputusan Hakim.

Dasar hukum ta`zir adalah pertimbangan kemaslahatan dengan mengacu pada

prinsip keadilan. Pelaksanaannya pun bisa berbeda, tergantung pada tiap keadaan.

Karena sifatnya yang mendidik, maka bisa dikenakan pada anak kecil.

8
2. Dalam menetapkan jarimah ta'zir, prinsip utama yang menjadi acuan penguasa

adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat

dari kemudharatan (bahaya). Di samping itu, penegakkan jarimah ta'zir harus

sesuai dengan prinsip syar'i.

3.  Bentuk sanksi ta`zir bisa beragam, sesuai keputusan Hakim. Namun secara

garis besar dapat dibedakan menjadi beberapa macam, diantaranya yaitu hukuman

mati bisa dikenakan pada pelaku hukuman berat yang berulang-ulang. Hukuman

cambuk, hukuman penjara, hukuman untuk pengasingan, menyita harta pelaku,

mengubah bentuk barang, hukuman berupa denda, peringatan keras, hukuman

nasihat, hukuman celaan, ancaman, pengucilan, pemecatan, dan publikasi.

4.  Lihat QS. Al-Maidah: 12, al-A’raf: 157. Disamping itu dilihat dari segi dasar

hukum (penetapannya), ta’zir juga dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu sebagai

berikut.

1. Jarimah ta’zir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud atau qishash, tetapi

syarat-syaratnya tidak terpenuhi, atau ada syubhat, seperti pencurian yang tidak

mencapai nisab, atau oleh keluarga sendiri.

2.  Jarimah ta’zir yang jenisnya disebutkan dalam nash syara’ tetapi hukumannya

belum ditetapkan, seperti riba, suap dan mengurangi takaran dan timbangan.

3. Jarimah ta’zir yang baik jenis maupun sanksinya belum ditentukan oleh syara’

jenis ketiga ini sepenuhnya diserahkan kepada ulil amri, seperti pelanggaran

disiplin pegawai pemerintah, pelanggaran terhadap lingkungan hidup dan lalu

lintas.

9
D.  Pendapat  Imam  Mazhab

1.   Tersebut di dalam suatu riwayat bahwa Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu

menta’zir dan memberi pelajaran terhadap seseorang dengan mencukur rambut,

mengasingkan dan memukul pelakunya, pernah pula beliau radhiyallahu ‘anhu

membakar kedai-kedai penjual khamr dan membakar suatu desa yang menjadi

tenpat penjualan khamr. Ta’zir dalam perkara yang disyariatkan adalah ta’zir yang

wajib menurut pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad

rahimahumullah.

2.   Adapun Imam Syafi’i mengatakan bahwa Hukum Ta’zir itu tidak wajib.

BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan

Dari uraian singkat tentang jinayat ta’zir di atas, terdapat hal-hal yang

menarik perhatian kita untuk dikaji lebih jauh, baik yang berkaitan tentang

pengertian atau definisi hingga pendapat para fuqaha tentang hal-hal yang

berkaitan, yaitu :

10
1.      Kita dapat menyimpulkan bahwa ta’zir adalah sebuah jarimah dengan

kebijakan hukuman paling ringan dibanding jarimah yang lain. Jarimah ini pun

memiliki tingkat kemungkinan paling luas, karena keputusan hukuman sangat

bergantung pada hakim.

2.      Rasulullah melarang para hakim untuk memberikan hukuman pada terdakwa

pelaku jarimah ta’zir melebihi hukuman had atau untuk jarimah yang telah

ditetapkan hukumannya oleh Allah. Karena sesungguhnya hukuman jarimah ta’zir

di tujukan untuk mendidik agar pelaku tidak melanggar itu kembali.

DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim Unais, et. al., Al-Mu’jam Al-Wasith, Juz II, Dar Ihya’ At-Turats

Al-‘Arabi,

Abd Al-Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islamiy, Juz I, Dar Al-Kitab Al-

A’rabi, Beirut

Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz VI, Dar Al-Fikr,

Damaskus, 1989

Abu Al-Hasan Ali Al-Mawardi, Kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyah, Dar Al-Fikr,

Beirut, 1996

11
Drs. H. Ahmag Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam. Jakarta : Sinar Grafika,

2005

Sa’id Abdul ‘Adhim, Kafarah Penghapus Dosa, Terj. Abu Najiyah Muhaimin bin

Subaidi, Malang : Cahaya Tauhid Press

12

Anda mungkin juga menyukai